Quantcast
Channel: Ilmu Psikologi
Viewing all 293 articles
Browse latest View live

Pengertian dan Contoh Gangguan Komunikasi Pada Anak

$
0
0
Pengertian dan Contoh Gangguan Komunikasi Pada Anak - Gangguan komunikasi (Communication Disorders) adalah exceptionalities yang terganggu kemampuan pelajar di dalam menerima dan memahami informasi dari orang lain dan mengekspresikan ide mereka sendiri atau pertanyan-pertanyaan. Gangguan ini terdiri atas dua bentuk: Speech disorders (kadang-kadang disebut expressive disorder) meliputi masalah bentuk dan rangkaian suara. Berbicara gagap dan salah mengucapkan kata, seperti mengatakan, “I taw it” untuk “I saw it”.

Languange disorder (juga disebut receptive disorders) meliputi masalah dengan pemahaman bahasa atau menggunakan bahasa untuk mengekspresikan ide-ide. Gangguan bahasa seringkali dikaitkan dengan masalah lain, seperti kerusakan pendengaran, gangguan belajar, atau retardasri mental. 

Pengertian dan Contoh Gangguan Komunikasi Pada Anak_
image source: mom.me
baca juga: Memahami Gangguan Perilaku dan Emosi Pada Anak

Tabel di bawah ini menunjukkan tiga macam gangguan kecepatan (Speech disorder). Jika mereka kronik, seorang terapis biasanya dibutuhkan, tetapi guru yang sensitif dapat membantu pelajar mengatasi masalah emosional dan sosial yang seringkali diasosiasilan dengan mereka.

DisorderDescriptionExample
Articulation disordersKesulitan di dalam menghasilkan kata-kata tertentu, meliputi mengganti, mengubah, dan menghilangkan.“wabbit” untuk rabbit
“thit” untuk sit
“only” untuk lonely
Fluency disorderPengulangan dari suara pertama dari suatu kata (bicara gagap) dan masalah lain di dalam menghasilkan bicara “halus”“Y, Y, Y, Yes”
Voice disordersMasalah dengan pangkal tenggorokan atau suara melalui hidung atau tenggorokanSuara yang tinggi atau berdengung

Karena mempengaruhi belajar, gangguan bahasa (languange disorder) seringkali lebih serius. Gejala dari languange disorder meliputi:
  1. Jarang berbicara, meskipun selama bermain 
  2. Menggunakan sedikit kata-kata atau sangat sedikit kalimatnya 
  3. Sangat mengandalkan pada gerak tubuh di dalam berkomunikasi 

Sebab gangguan bahasa (languange disorders) meliputi hilangnya pendengaran, kerusakan otak, gangguan belajar, retardasi mental, beberapa masalah emosional, dan ketidakseimbangan pengalaman perkembangan di dalam tahun-tahun awal anak.

Jika guru mencurigai gangguan kecepatan atau bahasa, mereka harus menerim perbedaan di dalam perhatian. Pelajar dengan gangguan komunikasi membutuhkan bantuan di dalam kecepatan dan bahasa secara khusus.

Membantu Pelajar dengan Gangguan Komunikasi

Tugas utama bagi guru bekerja dengan pelajar yang mengalami gangguan komunikasi meliputi identifikasi, menerima, dan melaksanakan pengajaran selama di kelas. Sebagaimaana exceptionalities, guru memegang peranan penting di dalam mengidentifikasi karena mereka di dalam posisi terbaik untuk menilai kemampuan komunikasi pelajar di dalam kelas. Modeling dan memberikan dukungan adalah krusial karena sindiran dan penolakan sosial dapat menyebabkan masalah emosional yang menetap. Ini tidak mudah bagi pelajar yang erbicara secara berbeda atau siapa yang tidak dapat berkomunikasi secara lancar. Berinteraksi dengan pelajar ini, seorang guru harus sabar di dalam menghadapi masalah. Juga, kooperative untuk mempraktekkan keterampilan bahasa di dalam lingkungan informal dan lingkungan yang sedikit mengancam.

Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Gangguan Komunikasi Pada Anak.

Daftar Pustaka
  • Eggen, P & Kauchak, D.P. 2004. Educational Psychology; Windows on Classrooms. 6-th ed. USA: Pearson Merril Prentice Hall 
  • Golver, A. J. Roger, H. Bruning. 1999. Educational Psychology. Boston Toronto: Little Brown Company.
  • Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pengertian dan Diagnosa Gangguan Penglihatan Pada Anak

$
0
0
Pengertian dan Diagnosa Gangguan Penglihatan Pada Anak - Gangguan penglihatan (Visual Disabilities) suatu kelemahan di dalam penglihatan yang mengganggu belajar. Gangguan serius penglihatan hampir terjadi sejak lahir, dan kebanyakan anak diketahui memiliki masalah ketika akan masuk sekolah dasar. 

Beberapa masalah penglihatan nampak selama tahun-tahun sekolah sebagai hasil dari dorongan pertumbuhan, bagaimanapun, guru harus tetap waspada terhadap kemungkinan kerusakan pelajar yang tidak dapat diprediksi. 

Pengertian dan Diagnosa Gangguan Penglihatan Pada Anak_
image source: www.livestrong.com
baca juga: Pengertian dan Contoh Gangguan Komunikasi Pada Anak

Beberapa gejala masalah penglihatan sebagai berikut:
  • Posisi kepala janggal ketika membaca, atau cara meletakkan buku terlalu dekat atau terlalu jauh
  • Mengedipkan mata dan seringkali menggosokkan mata
  • Menghilang ketika informasi ada di papan tulis
  • Secara terus menerus bertanya mengenai prosedur kelas, terutama ketika informasi di papan tulis
  • Komplain mengenai sakit kepala, pusing, mual
  • Mata merah, mengeras atau bengkak
  • Kehilangan tempat di garis atau halaman dan pusing dengan hurup
  • Menggunakan ruang yang sederhana di dalam menulis atau kesulitan di dalam menetap di garis.

Bekerja dengan Pelajar yang Memiliki Gangguan Penglihatan

Saran untuk bekerja dengan pelajar dengan gangguan penglihatan meliputi mereka duduk dekat dengan papan tulis dan di atas, mengungkapkan dengan kata-kata ketika menulis di papan tulis, dan memberikan duplikat handouts secara jelas. Mencetak buku-buku dan membesarkan tujuan yang dapat digunakan untuk menyesuaikan materi pengajaran. Tutoring teman sebaya yang dapat memberikan bantuan di dalam menerangkan dan menjelaskan tugas dan prosedur-prosedur. Rendahnya harga diri dan keadaan tidak berdaya di dalam belajar adalah dua kemunkinan efek yang terjadi dari gangguan penglihatan.


Daftar Pustaka
  • Eggen, P & Kauchak, D.P. 2004. Educational Psychology; Windows on Classrooms. 6-th ed. USA: Pearson Merril Prentice Hall 
  • Golver, A. J. Roger, H. Bruning. 1999. Educational Psychology. Boston Toronto: Little Brown Company. 
  • Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Definisi dan Indikator Gangguan Pendengaran Pada Anak

$
0
0
Definisi dan Indikator Gangguan Pendengaran Pada Anak - Gangguan pendengaran dapat menyulitkan belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya.

Gangguan pendengaran hasil dari rubella (cacar air German) selama dalam kehamilan, keturunan, komplikasi selama kelahiran atau kehamilan, meningitis (radang selaput), dan penyakit anak-anak lainnya. Kebanyakan 40% kasus kehilangan pendengaran, sebabnya tidak diketahui; hal ini menyebabkan pencegahan dan pertolongan lebih sulit.

Bekerja dengan Pelajar yang Memiliki Gangguan Pendengaran

Kurangnya kecakapan di dalam bicara dan di dalam bahasa adalah masalah belajar akibat dari gangguan pendengaran. Masalah ini mempengaruhi belajar yang mengandalkan membaca, menulis, dan menulis---sumber utama dari informasi di dalam kelas. Guru harus mengingat bahwa kekurangan bahasa memiliki sedikit hubungan dengan intelligence; pelajar dapat sukses jika diberikan bantuan yang tepat.

Definisi dan Indikator Gangguan Pendengaran Pada Anak_
image source: www.artifeast.com
baca juga: Pengertian dan Diagnosa Gangguan Penglihatan Pada Anak

Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan di luar kelas reguler. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori: pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain mengguankan metode membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan sejenisnya. Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata. Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata. Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang mengalami gangguan pendengaran (Hallan & Kauffman dalam Santrock, 2007).

Adapun adaptasi pengajaran untuk membantu pelajar dengan gangguan pendengaran meliputi:
  • Menambah presentasi yang berhubungan dengan pendengaran dengan informasi visual dan memberikan pengalaman
  • Berbicara secara jelas dan melihat diri kamu sendiri sehingga pelajar dapat melihat wajah kamu.
  • Meminimalisir gangguan kebisingan
  • Seringkali mengecek pemahaman

Hal lain yang juga membantu adalah tutoring teman sebaya dan bekerja di dalam kelompok kerjasama dengan pelajar yang memiliki gangguan pendengaran. Mengajarkan pelajar yang tidak mengalami gangguan dasar akan bahasa isyarat dan mengeja jari menyediakan dimensi tambahan di dalam pendidikan.

Indikator Gangguan Pendengaran
  • Lebih senang memiringkan kepala ke arah pembicara atau menutup tangan disamping telinga
  • Salah faham atau tidak mengikuti aturan, dan membangun isyarat nonverbal (ex, mengerutkan dahi atau terlihat bingung) ketika diberikan pesan.
  • Menjadi bingung atau nampak kehilangan arah suatu waktu
  • Bertanya kepada orang untuk mengulang apa yang sudah mereka katakan
  • Lemahnya artikulasi kata, khususnya konsonan
  • Menyalakan recording, radio, atau televisi dengan suara yang keras
  • Menunjukkan keengganan untuk mempraktekkan aktivitas lisan
  • Sering sakit telinga atau komplain mengenai telinganya merasa tidak nyaman atau berdengung.


Daftar Pustaka
  • Eggen, P & Kauchak, D.P. 2004. Educational Psychology; Windows on Classrooms. 6-th ed. USA: Pearson Merril Prentice Hall 
  • Golver, A. J. Roger, H. Bruning. 1999. Educational Psychology. Boston Toronto: Little Brown Company. 
  • Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Psikotes Gaya Belajar untuk Menentukan Strategi Belajar yang Tepat

$
0
0
Psikotes Gaya Belajar untuk Menentukan Strategi Belajar yang TepatKita sering bertanya-tanya atau sekedar memadupadankan mengenai cara belajar yang cocok agar semua hal yang kita pelajari bisa nyantol selamanya. Benar sudah tahu? Atau hanya mengira-ngira? Kalau ingin tahu secara pasti gaya belajar yang seperti apa yang pas atau tepat buat kita, yuk isi tes di bawah ini. Syaratnya cuma satu, kerjakan semua soal dan pilih jawaban yang benar-benar cocok dan pas dengan diri kita.

Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”. Siap psikotes gaya belajar? Mulai!

Psikotes Gaya Belajar untuk Menentukan Strategi Belajar yang Tepat_
image source: www.psikologid.com
baca juga: Memahami Karakter Cinta Seseorang Berdasarkan Gadget

1. Kalau ada orang yang meminta petunjuk jalan, biasanya saya akan ….
a. Menggambar peta jalan pada sebuah kertas
b. Memberitahu secara lisan (melalui ucapan)
c. Mencoba memberitahu dengan isyarat tangan atau langsung mengantarnya

2. Saya paling suka permainan ….
a. Kata bergambar
b. Acak Kata
c. Pantomin

3. Saya ingin sekali menonton film di bioskop karena
a. Melihat cover iklan yang menarik
b. Membaca sinopsis cerita
c. Menonton potongan film

4. Saya punya guru favorit. Saat mengajar, ia selalu menggunakan ….
a. Ceramah, diskusi, dan debat
b. Diagram, bagan, alur, dan slide
c. Trial, Uji coba, dan praktik

5. Ketika bicara, biasanya saya paling suka….
a. Suka berbicara, perlahan, dan jelas, tapi tidak suka mendengarkan terlalu lama
b. Suka mendengarkan orang lain bicara, baru kemudian berbicara
c. Berbicara dengan menggunakan bahasa tubuh dan gerakan yang banyak

6. Sebelum mengerjakan sesuatu, saya biasanya ….
a. Membaca instruksinya terlebih dahulu
b. Mendengarkan instruksi dari orang lain, baru mengerjakan
c. Langsung melakukan uji coba

7. Ketika lupa sesuatu, biasanya saya ….
a. Berusaha mengingat dari gambaran bentuk, warna, atau cirinya
b. Berusaha mengingat dari ciri suaranya
c. Berusaha mengingat apa yang dilakukan dan penggunaannya

8. Hal yang paling bisa saya ingat dari seseorang adalah ….
a. Ekspresi wajah yang menawan
b. Suaranya yang khas
c. Gerakan tubuhnya yang memukau

9. Saat berkomunikasi, saya suka kalau …
a. Bertemu secara langsung
b. Bicara melalui telepon
c. Bertemu dalam sebuah kegiatan aktif

10. Kemampuan yang saya bisa dan paling saya sukai adalah …
a. Menggambar, melukis, atau mewarnai
b. Bernyanyi atau bermain alat musik
c. Menari atau beladiri

11. Ketika santai, saya biasanya ….
a. Membaca novel atau buku
b. Mendengarkan musik atau radio
c. Berolahraga atau bermain

12. Saat marah, saya biasanya ….
a. Lebih memilih untuk diam saja
b. Memaki dan berkata-kata secara emosional
c. Membanting barang atau memukul

13. Konsentrasi saya terganggu jika ….
a. Kondisi ruangan yang berantakan dan tidak rapi
b. Bising dan suara gaduh
c. Gerakan yang ada di sekitar

14. Saat belajar, saya biasanya ….
a. Membuat catatan atau rangkuman dari materi
b. Menghafal sambil menggunakan suara
c. Melakukan praktik atau simulasi dari pelajaran

15. Saat membaca sesuatu, saya biasanya ….
a. Menyukai bacaan yang bercerita tentang detil peristiwa
b. Menyukai bacaan yang memiliki banyak
percakapan antartokoh
c. Menyukai bacaan yang melibatkan aksi dari tokohnya

Sekarang, mari kita jumlahkan skornya. Perhatikan, pilihan mana yang paling dominan atau sering dipilih: A, B, atau C.

TIPE VISUAL (Dominan A)


Tipe bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung atau menggambarkannya di papan tulis. Tipe gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, orang dengan tipe visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar Visual :
  • Bicara agak cepat
  • Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
  • Tidak mudah terganggu oleh keributan
  • Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
  • Lebih suka membaca dari pada dibacakan
  • Pembaca cepat dan tekun
  • Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
  • Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
  • Lebih suka musik dari pada seni
  • Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi belajar yang cocok bagi tipe Visual:
  1. Gunakanlah Variasi warna dalam melakukan pencatatan, seperti memberi garis bawah atau membuat grafik.
  2. Mayoritas, tipe visual suka membaca. Namun, buku bacaan yang banyak memiliki gambar ilustrasi dan warna yang menarik lebih mudah dipahami daripada buku bacaan yang penuh dengan teks.
  3. Perhatikan penerangan saat belajar dan hindari “polusi visual.”
  4. Saat mengingat sesuatu, bayangkan dan buat tulisan yang memudahkan.
  5. Catat kembali bahan pelajaran dengan warna dan gambar yang menarik.

TIPE AUDITORY (Dominan B)


Tipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Tipe gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan. Tipe auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi tipe auditori mendengarkannya. Tipe seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset (audio).

Ciri-ciri gaya belajar Auditori :
  • Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
  • Penampilan rapi
  • Mudah terganggu oleh keributan
  • Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
  • Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
  • Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
  • Biasanya ia pembicara yang fasih
  • Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
  • Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
  • Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
  • Berbicara dalam irama yang terpola
  • Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi belajar yang cocok bagi Tipe Auditory:
  1. Gunakanlah voice recorder atau perekam suara saat mendengarkan pelajaran.
  2. Perbanyak melakukan presentasi dan tanya jawab.
  3. Lagukan apa yang diingat dengan irama dan hindari “polusi suara” (kebisingan).
  4. Berpikir dan mengingat sambil mengucapkannya kembali.
  5. Dengarkan kembali pelajaran melalui rekaman atau penjelasan orang lain

TIPE KINESTETIK (Dominan C)


Tipe kinestetik adalah tipe orang yang cenderung menerima informasi paling banyak dan paling efektif dengan melibatkan gerakan tubuh, peragaan, dan aktivitas fisik. Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Tipe orang yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Tipe seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Tipe yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik :
  • Berbicara perlahan
  • Penampilan rapi
  • Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
  • Belajar melalui memanipulasi dan praktek
  • Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
  • Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
  • Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
  • Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
  • Menyukai permainan yang menyibukkan
  • Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
  • Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi Belajar yang cocok bagi tipe Kinestetik:
  1. Gunakanlah gerakan dalam pelajaran, seperti aktivitas atau uji coba secara langsung.
  2. Perbanyak praktik yang berkaitan dengan pelajaran (praktik di laboratorium) dan langsung bisa diaplikasikan.
  3. Hindari belajar yang monoton (terlalu banyak duduk).
  4. Saat mengingat sesuatu, lakukan hal yang diingat dengan aktivitas gerak.
  5. Menulis di udara, gunakan gerak imajitif.

Sekian Psikotes Gaya Belajar untuk Menentukan Strategi Belajar yang Tepat. Selamat mencoba tipsnya dan Selamat belajar :)

Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak

$
0
0
Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak - Deliquency atau gangguan tingkah laku merupakan gangguan utama lain dalam kelompok gangguan eksternalisasi. Definisi gangguan tingkah laku dalam DSM IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Hampir semua perilaku semacam itu juga melanggar hokum. Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusak kepemilikan, berbohong, dan mencuri.

Gangguan tingkah laku merujuk berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringkali perilaku tersebut ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian, dan kurangnya penyesalan, membuat gangguan tingkah laku merupakan salah satu kriteria historis dalam gangguan kepribadian antisosial pada orang dewasa.

Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak_
image source: szafirm.com
baca juga: Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini

Selain Gangguan Tingkah laku, dlm DSM juga terdapat Gangguan Sikap Menentang (GSM) yang didiagnosis apabila seorang anak tidak memenuhi kriteria gangguan tingkah laku –yang paling utama, agresivitas fisik yang ekstrem- namun menunjukkan berbagai perilaku seperti kehilangan kendali emosinya, bertengkar dengan orang dewasa, berulangkali menolak mematuhi perintah orang dewasa, sengaja melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain, mudah marah, kasar, mudah tersinggung dan mendendam. Dalam istilah sehari-hari, anak-anak ini secara sederhana disebut dengan ANAK NAKAL

Komorbid

Gangguan yang seringkali komorbid dengan GSM adalah ADHD, gangguan belajar dan gangguan komunikasi, namun GSM berbeda dengan ADHD dalam hal perilaku nakal yang dianggap tidak ditimbulkan oleh kurangnya konsentrasi dan impulsivitas yang besar → Anak-anak dengan GSM melakukan kegaduhan lebih dengan kesengajaan dibanding anak-anak dengan ADHD

Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan Gangguan Tingkah Laku

Kecemasan dan depresi secara umum dipandang sebagai masalah internalisasi umum di kalangan anak-anak dengan gangguan tingkah laku

Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam DSM IV-TR:

• Pola perilaku yg berulang dan tetap yg melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini (dalam 1 tahun terakhir dan minimal satu diantaranya 6 bulan terakhir):

  1. Agresi terhadap orang lain dan hewan → mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual
  2. Menghancurkan kepemilikan (properti) → membakar, vandalisme
  3. Berbohong atau mencuri → masuk dengan paksa kerumah atau mobil milik orla, menipu, mengutil
  4. Pelanggaran aturan yang serius → tidak pulang kerumah hingga larut malam karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun


• Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan

• Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisosial

Prognosis

Meskipun sebagian besar orang dewasa yang antisosial juga sangat antisosial semasa anak-anak, namun anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku tindak lantas menjadi orang dewasa yang antisosial

Mofflitt membedakan dua perjalanan masalah tingkah laku yang berbeda yaitu:

  1. Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku antisosial yang “tetap sepanjang hidup” dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3th dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku saat dewasa
  2. “Terbatas di usia remaja” dimana orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama remaja dan kembali dengan gaya hidup yang tidak bermasalah saat dewasa


Etiologi

Faktor-faktor biologis→ tidak terlalu memainkan peranan sebesar faktor lingkungan meski beberapa penelitian menemukan bahwa karakteristik temperamen yang berinteraksi dengan berbagai masalah biologis seperti kelemahan neuropsikologis berpengaruh terhadap kemunculan gangguan tingkah laku. Kelemahan neuropsikologis meliputi keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi-fungsi kognitif (problem solving, memori)

Faktor-faktor psikologis→ Perilaku agresif melalui modelling. Karakteristik pola asuh dengan disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.

Pengaruh dari Teman-teman seusia :

  • Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia;
  • Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang


Faktor-faktor Sosiologis→ Kelas sosial dan kehidupan kota besar berhubungan dengan insiden kenakalan. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku kriminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai factor-faktor yang berkontribusi

Intervensi

Intervensi Keluarga→ dengan memberikan PMP (Pelatihan Manajemen Pola Asuh), dimana orang tua diajari untuk merubah berbagai respon terhadap anak-anak mereka sehingga perilaku prososial dihargai secara konsisten

Penanganan Multisistemik→ PMS dari Henggeler menunjukkan keberhasilan dalam mengurangi kriminalitas. PMS meliputi pemberian berbagai layanan terapi intensif dan komprehensif di dalam komunitas dengan menargetkan para remaja, keluarga, sekolah dan dalam beberapa kasus juga kelompok sebaya

Pendekatan Kognitif → Mengajarkan keterampilan kognitif kepada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka. Selain itu juga mengajarkan keterampilan penalaran moral kepada remaja yang mengalami gangguan perilaku di sekolah

Sekian artikel tentang Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi

$
0
0
Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi - Gangguan Fisik atau cacat fisik mempunyai pengertian luas dimana secara umum dikatakan sebagai ketidakmampuan tubuh secara fisik untuk menjalankan fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Cacat fisik menurut Departemen Kesehatan adalah anak yang menderita kekurangan yang sifatnya menetap pada alat gerak (tulang, otot dan sendi) sedemikian rupa sehingga untuk berhasilnya pendidikan mereka perlu mendapatkan perlakuan khusus.

Anak yang menderita kelainan/masalah kesehatan khusus adalah anak yang menderita gangguan jasmani sedemikian rupa sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan khusus. Pada masa sekarang, akibat cacat fisik tidak selalu menimbulkan handicap. Dengan kemajuan ilmu dan tekhnologi, anak-anak dengan cacat fisik dapat dibantu dengan alat bantu yang canggih untuk menolong mereka dalam menjalankan aktivitas fisiknya

Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi_
image source: www.cerebralpalsy.org.au
baca juga: Pengertian dan Macam Jenis Gangguan Perilaku pada Anak

Pembahasan cacat fisik juga bisa dilihat dari kelainan neuro muscular, dimana kelainan ini terdapat pada system syaraf pusat di otak yang dapat menimbulkan berbagai kelainan pada fungsi motoric dari otot-otot tubuh. Kerusakan system saraf pusat dapat disebabkan karena kerusakan susunan system saraf pusat dan sumsum tulang belakang. Keadaan ini menimbulkan gangguan yang kompleks dari fungsi tubuh. Gangguan neuro muscular dapat menyebabkan:
  1. Cerebral Palsy (CP)
  2. Spina Bifida
  3. Epilepsi (Convulsive disorder)
  4. Poliomyelitis
  5. Muscular Distrophy
  6. Cacat anggota tubuh
  7. Skoliosis

Cerebral Palsy (CP)


Merupakan kerusakan yang ditandai dengan kelumpuhan, kelemahan, tidak adanya koordinasi dan fungsi-fungsi sistem pergerakan tubuh akibat dari gangguan sistem saraf karena kerusakan otak. Cerebral Palsy adalah cacat yang terutama mengenai sistem motorik yaitu sistem yang mengatur kemampuan bergerak dari otot-otot tubuh.

Cerebral Palsy berasal dari kata cerebral yang berarti otak dan palsy yang berarti kelumpuhan > Cerebral Palsy adalah kelumpuhan yang terjadi akibat kerusakan sel saraf motorik dalam otot yang menetap dan tidak bertambah buruk. Anak Cerebral Palsy juga disebut jg dengan spastic child meski sebenarnya tidak tepat karena tidak semua anak Cerebral Palsymengalami kelumpuhan kaku. Gangguan yang diderita anak tidak selalu sama. Anak dengan gangguan ringan tetap dapat melakukan aktivitas. Ada yang mengalami kesukaran dalam memegang atau kesukaran dalam menggerakkan otot mulut untuk berbicara, sehingga terjadi gangguan berbicara. Pada kondisi yang berat, anak bahkan tidak bisa berdiri dan tidak dapat melakukan apa-apa sama sekali.

Sebagian besar anak yang menderita Cerebral Palsy mempunyai inteligensi yang rendah (RM). Tetapi ada pula yang mempunyai inteligensi lebih dari rata-rata namun sulit melakukan beberapa fungsi karena kelumpuhannya. Cerebral Palsy terjadi dalam masa perkembangan anak mulai dari pembuahan sampai sesudah bayi lahir. Sejumlah kerusakan pada pusat saraf otak ini dapat terjadi pada masa pranatal atau sebelum susunan saraf pusat terbentuk secara matang.

Etiologi
  • Penyebab pada masa pranatal bisa karena faktor herediter, infeksi ibu, anoksia (kekurangan O2), Rhesus factor, prematuritas, gangguan metabolisme dan radiasi
  • Penyebab pada masa perinatal antara lain trauma/ cidera kepala bayi, infeksi otak, meningitis, enchepalitis, toxaemia, perdarahan otak, anoxia dan tumor otak
  • Menurut Best dalam Cartwright (1981), 85-90% diperkirakan kasus-kasus Cerebral Palsy adalah kelainan congenital (bawaan). Cerebral Palsy bukanlah suatu penyakit, bukan pula karena faktor keturunan, dan tidak menular
  • Jarang terdapat 2 anak dengan Cerebral Palsy pada satu keluarga

Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi 2_

Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi 3_

Menurut tingkat kerusakan atau berat ringannya kerusakan, Cerebral Palsy dibagi menjadi:

• Tingkat ringan dengan gejala:
  1. Anak dapat berjalan dan berbicara
  2. Anak dpt menjalankan fungsi2 tubuh dlm aktivitas sehari2
  3. Gangguan gerakan yang dialami anak tdk banyak

• Tingkat sedang dengan gejala:
  1. Anak memerlukan pengobatan utk gang. Bicara, memerlukan latihan gerak motorik dan latihan perawatan diri sendiri
  2. Biasanya mempergunakan alat bantu untuk gerak (brace atau tongkat)

• Tingkat berat, dengan karakteristik:
  1. Anak memerlukan pengobatan dan perawatan dlm gerak motorik
  2. Anak kurang mampu menjalankan aktivitas sehari2
  3. Anak tdk mampu berjalan dan berbicara (kelumpuhan)
  4. Prognosanya buruk

Klasifikasi menurut daerah kerusakan:
  • Hemiplegia → yang terserang adalah tangan dan kaki dalam satu posisi (Bagian. Kiri atau kanan) → 35-40%
  • Diplegia → terserangnya kaki lebih besar daripada tangan (10-20%)
  • Paraplegia → Dimana bagian bawah tubuh yang terserang (10-20%)
  • Quadriplegia → keempat anggota tubuh terserang semuanya (15-20%)

Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi 4_


Klasifikasi menurut fisiologi gerak motorik:

• Spasticity (Spastis) dimana sekitar 50% kasus Cerebral Palsy menunjukkan spasticity dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Kontraksi otot-otot kaku dan tiba-tiba 
  2. Susah melakukan gerakan
  3. Bagian bawah tubuh menggunting karena kontraksi otot, gerakan reflex dari lengan dan jari-jari
    Athetosis, dengan ciri-ciri:
    - Gerakan anggota tubuh tak menentu
    Gerakan tubuh dalam keadaan tegang karena pengaruh stress atau ketegangan emosi
    - Gerakan terjadi tiba-tiba, berjalan terhuyung-huyung

• Ataxia, dengan ciri-ciri:
  1. Kerusakan dalam keseimbangan sensoris
  2. Cara berjalan terhuyung-huyung
  3. Tak ada koordinasi gerakan

• Mixed (campuran), dimana sekitar 25% dari kasus Cerebral Palsy diklasifikasikan sebagai mixed dengan ciri-ciri:
  1. Gejala merupakan kombinasi dari spastis dan athetosis
  2. Biasanya terjadi pada Quadriplegia

Klasifikasi lain berdasarkan kerusakannya

• Kerusakan pada kulit otak (cortex otak)
Fungsi korteks berhubungan dengan fungsi pergerakan otot, perasaan dan pikiran. Anak dengan Cerebral Palsy tipe ini memperlihatkan kelumpuhan atau kelemahan otot yang sering disertai dengan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Kelumpuhan bersifat spastik atau berbentuk kaku. Kelumpuhan ini bisa mengenai satu atau kedua tungkai, separuh tubuh kiri/kanan atau mengenai keempat anggota tubuh

• Kerusakan pada ganglia bangsalis yang terletak ditengah otak
Bersama dengan otak kecil, ganglia basalis berfungsi agar setiap gerakan otot anggota tubuh berlangsung dengan sempurna. Kerusakan ganglia basalis menyebabkan gerakan yang kaku dan terputus-putus dan sering mendapat gerakan diluar kemauan tubuh

• Kerusakan pada otak kecil
Otak kecil (cerebellum) pada dasar otak berfungsi sebagai coordinator gerakan, posisi dan keseimbangan tubuh. Kerusakan pada otak kecil menyebabkan keadaan yang disebut dengan ataxia. Keadaan ini ditandai oleh cara jalan yang tak seimbang, sempoyongan, mungkin jatuh kekiri atau ke kanan, dan sukar mengendalikan keseimbangan

Intervensi
  • Rehabilitasi Center → kombinasi kegiatan-kegiatan medis, psikologis, sosial, vocational dan educational untuk mencapai kemampuan fungsional anak yang maksimal
  • Program pendidikan sekolah
  • Bimbingan dan penyuluhan

EPILEPSI

Kejang-kejang adalah saat seseorang tiba-tiba menunjukkan perubahan tingkah laku atau kesadaran selama beberapa menit. Epilepsi merupakan suatu penyakit dimana kejang-kejang terjadi berulang. Jika seseorang mengalami minimal 2x kejang dalam sebulan, maka ia dapat didiagnosa epilepsi. Mangunsong mendefinisikan epilepsi sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi otak yang terjadi secara spontan. Serangan cenderung terjadi secara berulang-ulang disertai dengan kehilangan kesadaran.

Tipe-Tipe Epilepsi

1. Kejang Umum

Disebut juga grandmal atau epilepsi mayor dimana seseorang kehilangan kesadaran selama beberapa menit. Tubuhnya menjadi kaku dan gemetar hebat. Kejang ini dapat disertai dengan menggigit lidah, mengompol dan cedera karena jatuh tiba-tiba. Selama kejang ia benar-benar tidak sadar dan tidak berespon terhadap perintah verbal. Kejang biasanya berakhir saat ia mengantuk atau tertidur

2. Kejang Parsial

Kejang ini dapat muncul pada orang yang sadar atau pada orang yang bingung atau tidak menyadari keadaan sekitar. Bentuk kejang bervariasi. Kadang-kadang hanya terjadi pada 1 bagian tubuh (misal: lengan). Kejang jenis lain dapat disertai dengan perilaku yang kompleks spt mengecapkan bibir atau membuka atau memasang kancing baju.

Banyak penderita yang mengalami peringatan atau ‘aura’ yang menandakan akan tjd kejang

3. Kejang Histerikal atau Konversi

Merupakan kejang yang paling terjadi pada wanita muda dan disertai dengan stres psikologis. Karakteristik kejang adalah tidak mengikuti pola kedua tipe kejang sebelumnya

Epilepsi itu penyakit kejiwaan bukan ya?
  • Etiologi epilepsi → disebabkan oleh perubahan elektrik di otak
  • Meski begitu beberapa budaya masih menganggap epilepsi sebagai penyakit jiwa → Pada kejang parsial, perilaku aneh dapat terlihat
  • Epilepsi dapat menyebabkan stres berat pada penderitanya → perilaku psikosis, depresi dan bunuh diri
  • Kejang pada orang dewasa → konversi merupakan kejang yang bermuatan psikologis

Penyebab Medis lain
  • Cedera kepala yang menyebabkan perdarahan di otak
  • Reaksi putus alkohol
  • Infeksi otak, seperti meningitis, cacing pita, malaria, tuberkulosis, dan penyakit tidur
  • AIDS, melalui infeksi langsung oleh virus, atau infeksi sekunder seperti infeksi jamur
  • Tumor otak
  • Kadar gula darah yang rendah
  • Penyakit hati atau ginjal yang berat
  • Beda Kejang dan Pingsan

Intervensi
  • Jika kejang tidak berhenti selama 5 menit, suntikkan diazepam → pantau pernafasan, jika ada tanda sesak hentikan suntikan
  • Kunci pengobatan epilepsi ada minum obat secara teratur
  • Tidak boleh mengemudi (minimal hingga 1 th tidak mengalami kejang sama sekali)
  • Mengubah gaya hidup (tidur dan makan teratur, minum alkohol dibatasi, menghindari latihan fisik yang berat, menghindari stres atau kondisi-kondisi menekan)
  • Psikoedukasi mengenai gangguan

Sekian artikel tentang Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
  • Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. Jakarta: LPSP3 UI.

Mengenali Gangguan ADHD dan Gangguan Emosi Pada Anak

$
0
0
Mengenali Gangguan ADHD dan Gangguan Emosi Pada Anak - Artikel ini akan membahas mengenai gangguan ADHD dan gangguan emosi beserta penyebab, jenis serta penangannnya yang tepat. Melalui  artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan ADHD dan gangguan emosi serta mengenali penangannya dengan tepat.

Attention Defisit Hiperactivity Disorder (ADHD)

ADHD atau biasa dikenal dengan Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas adalah kesulitan untuk mengendalikan aktivitas mereka dalam berbagai situasi (Davison, 2006)

Hiperaktivitas ditandai dengan :

  1. Seorang anak yang selalu bergerak, mengetukkan jari, menggoyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas
  2. Sering berbicara tanpa henti
  3. Sering bergerak gelisah


Gangguan pemusatan perhatian ditandai dengan anak-anak sulit berkonsentrasi pada tugas yang sedang dikerjakannya.

Mengenali Gangguan ADHD dan Gangguan Emosi Pada Anak_
image source: drnehaseth.com
baca juga; Memahami Gangguan Fisik Cerebral Palsy dan Epilepsi

Berikut ini kriteria ADHD menurut DSM IV TR dalam Davison (2006) :

  1. Enam atau lebih wujud kurangnya konsentrasi selama minimal 6 bulan hingga ke tingkat yang maladaptif dan lebih besar dari yang diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang yang bersangkutan. Misalnya, tidak mendengarkan dengan baik, tidak mengikuti instruksi, mudah teralihkan, mudah lupa dengan aktivitas sehari-hari
  2. Enam atau lebih wujud hiperaktivitas impulsivitas selama minimal 6 bulan hingga ke titik maladaptif yang lebih besar dari yang diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang yang bersangkutan. Misalnya, bergerak terus dalam posisi duduk, bergerak tanpa tujuan, bertingkah laku seolah digerakkan oleh sebuah motor tanpa henti
  3. Beberapa dari karakteristik diatas terjadi sebelum usia 7 tahun
  4. Terjadi di dua lingkungan atau lebih seperti di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja
  5. Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan
  6. Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas atau gangguan mood


Dalam PPDGJ III ADHD juga dikenal dengan gangguan hiperkinetik yang ditandai dengan :

  1. Onset dini. Biasanya pada umur 5 tahun pertama
  2. Suatu kombinasi perilaku terlalu aktif
  3. Perilaku bermodulasi dengan ditandai sangat kurangnya perhatian serta ketekunannya dalam melakukan tugas
  4. Kecenderungan untuk berpindah aktivitas dalam melakukan tugas sehingga tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan tugas
  5. Aktivitas yang mengacau, tidak berlebihan dan tidak beraturan.


Pedoman diagnostiknya ditandai dengan ciri utama berkurangnya perhatian dan aktivitas yang berlebihan.

Gangguan ini beberapa kali lebih sering terdapat pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Simtom ADHD bervariasi, DSM IV TR mencamtumkan tiga subkategori yaitu sebagai berikut :

  1. Tipe predominan inatentif : Anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi
  2. Tipe predominan hiperaktif-impulsif : Anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif impulsif
  3. Tipe kombinasi : Anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah di atas.


Teori Biologis ADHD

Faktor Genetik :

  • Predisposisi genetik terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orangtua mengalami ADHD sebagian anak mereka memiliki kemungkinan mengalami gangguan tersebut


Faktor Perinatal dan Prenatal :

  • Berat lahir rendah
  • Berbagai zat yang dikonsumsi oleh ibu seperti tembakau dan alkohol juga merupakan prekditor simtom ADHD
  • Racun lingkungan

Teori Psikologis ADHD

• Teori Diathesis Stres ADHD :
- Pola asuh orangtua yang otoritarian
- Semakin orangtua menjadi semakin negatif dan tidak suka, hubungan orangtua anak akhirnya menjadi medan perang

• Teori Rantai Asosiasi Kompleks :
- Hubungan orangtua anak kurang bersifat dua arah
- Pola asuh kedua orangtua

Deteksi Dini ADHD

Berikut ini pedoman untuk menegakkan diagnosi ADHD :


Keterangan :

  • Tidak pernah : 0
  • Kadang-kadang : 1
  • Sering : 2
  • Selalu : 3


Interpretasi :
Anak mengalami kecenderungan ADHD bila jumlah nilai total ≥ 13

Penanganan ADHD

A. Pemberian Obat Stimulan seperti :

  1. Metilfenidat
  2. Ritalin
  3. Amfetamin
  4. Adderall
  5. Pamolin’
  6. Cylert

Pemberian obat digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi

Multimodal Treatment of Children With ADHD (MTA) membandingkan tiga jenis penanganan :

  1. Pemberian obat saja
  2. Pemberian obat ditambah dengan penanganan behavioral intensif melibatkan orangtua dan guru
  3. Penanganan behavioral saja


B. Penanganan Psikologis

Penanganan psikologis mencakup pelatihan bagi orangtua dan perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip pengkondisian operan

Gangguan Emosi

Gangguan emosional khas yang terjadi pada masa anak-anak yang tidak dialami anak-anak seusianya.

Deteksi Dini Gangguan Emosi



Keterangan :
Jika lebih banyak cenderung jawaban “Ya” ada kecenderungan untuk mengalami gangguan emosi

Jenis Gangguan Emosi

- Gangguan Anxietas Perpisahan Masa Kanak :

Bentuk anxietas ini adalah sebagai berikut :

  1. Tidak realistik, kekhawatiran yang mendalam jika ada bencana yang akan menimpa tokoh yang terkait
  2. Tidak realistik, kekhawatiran mendalam akan terjadi peristiwa buruk
  3. Terus menerus enggan masuk sekolah
  4. Terus menerus menolak untuk tdur tanpa ditemani tokoh kesayangannya
  5. Takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri
  6. Berulang mimpi buruk tentang perpisahan
  7. Mengalami rasa susah berlebihan


- Gangguan Anxietas Fobik pada Masa Kanak :

Mengalami rasa takut terhadap beraneka ragam obyek atau situasi

- Gangguan Anxietas Sosial Masa Kanak :

Ditandai dengan :

  1. Merasa curiga terhadap orang yang tak dikenal pada 6 bulan kedua usia 1 tahun
  2. Memiliki rasa was was sosial
  3. Mengalami rasa was was dan takut menghindari orang yang tak dikenal


- Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry) :

Ciri khas dari gangguan ini mencakup gabungan dari :

  1. Bukti adanya rasa persaingan dan atau iri hati terhadap saudara
  2. Onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik
  3. Gangguan emosional melampaui taraf normal atau berkelanjutan dan berhubungan dengan masalah psikososial


Sekian artikel tentang Mengenali Gangguan ADHD dan Gangguan Emosi Pada Anak. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
  • Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (1993). Jakarta : Departemen Kesahatan RI
  • Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Pada Balita dan Anak Prasekolah. (2006). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Penyebab dan Jenis Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif

$
0
0
Penyebab dan Jenis Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif - Artikel ini akan membahas mengenai penyebab dan jenis penyalahgunaan zat dan obat serta mengenali penangannya dengan tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan yang terkait dengan penyalahgunaan zat dan obat serta mengenali penangannya dengan tepat sehingga mampu mengenali gangguan dengan tepat.

Pengertian Ketergantungan Zat

Menurut Davison dkk (2006) penggunaan zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori yaitu :
  1. Penyalahgunaan Zat
  2. Ketergantungan Zat

Ketergantungan zat dalam DSM IV-TR ditandai oleh adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Permasalahan ini mencakup :
  1. Toleransi penggunaan zat : Sulit untuk berhenti dalam menggunakan zat
  2. Berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat
  3. Mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman

Ketergantungan obat didiagnosis sebagai kondisi yang disertai dengan ketergantungan fisiologis (yang disebut dengan kecanduan) jika terdapat toleransi atau gejala putus zat. Toleransi diindikasikan dengan :
  • Dosis zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan lebih besar
  • Efek obat menjadi sangat berkurang jika mengkonsumsi obat dalam dosis yang biasa.

Putus zat harus menjadi kriteria wajib bagi diagnosis ketergantungan zat.

Untuk diagnosis penyalahgunaan zat seseorang harus memenuhi kriteria berikut ini :
  1. Gagal memenuhi tanggung jawab dalam pekerjaan atau keluarga
  2. Memaparkan orang yang bersangkutan pada berbagai bahaya fisik seperti mengendarai mobil dalam keadaan mabuk
  3. Hubungan sosial dapat terganggu
  4. Mengalami berbagai masalah hukum

Penyebab dan Jenis Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif_
image source: www.ozassignmenthelp.com.au
baca juga: Mengenali Gangguan ADHD dan Gangguan Emosi Pada Anak

Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol

DSM IV membedakan penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan alkohol

Penyalahgunaan ditujukan untuk seseorang yang mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dan berbahaya sehingga bisa membahayakan dirinya

Penyalahgunaan zat dapat menciptakan berbagai masalah kesehatan serius

Seseorang yang tergantung pada alkohol secara umum memiliki simtom gangguan yang lebih parah, seperti toleransi atau putus zat

Menurut PPDGJ III sindrom ketergantungan adalah suatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat penggunaan zat atau golongan zat tertentu yang mendapat prioritas lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang perilaku yang pernah diunggulkan pada masa lalu

Berikut adalah gambaran mengenai ketergantungan dari alkohol sesuai pedoman dengan PPDGJ III :
  1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat
  2. Kesulitan mengendalikan perilaku menggunakan zat, usaha penghentian atau tingkat penggunaannya
  3. Keadaan putus zat secara fisiologis
  4. Adanya bukti toleransi berupa peningkatan dosis zat
  5. Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan karena penggunaan zat psikoaltif yang lain
  6. Terus menggunakan zat meskipun ia menyadari penggunaannya merugika kesehatan

Gambaran utama yang khas dari sindrom ketergantungan ialah keinginan (sering amat kuat) untuk menggunakan obat psikoaktif, alkohol dan tembakau

Prevalensi Penyalahgunaan Alkohol dan Komorbiditas Gangguan Lain

Prevalensi penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol variatif :
  1. Gender : Lebih dari 20 % kaum laki-laki dan 8 % pada perempuan
  2. Usia : Penggunaan alkohol terutama banyak terjadi dikalangan orang dewasa seusia mahasiswa
  3. Wilayah : Perbedaan antar wilayah membedakan kemungkinan untuk minum berlebihan
  4. Etnisitas : Di Amerika Serikat para remaja dan orang dewasa berkulit putih lebih mungkin menyalahgunakan alkohol
  5. Tingkat pendidikan : Biasanya lebih sering dilakukan pada siswa yang tidak lulus SMU

Penyalahgunaan alkohol komorbid dengan beberapa gangguan berikut ini :
  1. Gangguan kepribadian
  2. Gangguan mood
  3. Penggunaan obat-obatan lain
  4. Skizofrenia
  5. Gangguan anxietas
  6. Bunuh diri

Perjalanan Gangguan

Penyalahgunaan alkohol awalnya hanya diawali dengan minum sosial yang kemudia berlanjut sampai dengan tidak dapat dihentikan.

Kerugian Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol

Kerugian itu mencakup :
  1. Bunuh diri
  2. Kecelakaan lalu lintas
  3. Kejahatan kriminal : Pembunuhan, pemerkosaan, mencuri
  4. Perilaku membolos sekolah

Efek Jangka Pendek Alkohol

Berikut efek jangka pendek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan alkohol :
  1. Memperlambat metabolisme tubuh
  2. Merangsang peningkatan emosi negatif
  3. Mengganggu proses berpikir kompleks

Efek Jangka Panjang Alkohol

Berikut efek jangka panjang yang ditimbulkan dari penyalahgunaan alkohol :
  1. Malnutrisi pada tubuh
  2. Sindrom amnestik yaitu suatu sindrom hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi
  3. Sirosis hati atau kanker hati
  4. Kerusakan kelenjar endokrin dan pankreas, gagal jantung, disfungsi ereksi, hipertensi, stroke, dan pemdarahan pembuluh kapiler
  5. Sindrom alkohol fetal sehingga menyebabkan bayi yang lahir retardasi mental ketika ibunya semasa hamil mengkonsumsi alkohol
  6. Penyakit jantung koroner dan stroke

Nikotin dan Merokok

Menurut Davison dkk (2006) nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan. Zat tersebut merangsang berbagai reseptor nikotinik dalam otak

Prevalensi dan Konsekuensi Kesehatan

Tembakau menewaskan lebih banyak orang di Amerika dibandungkan dengan AIDS seperti :
  1. Kecelakaan mobil
  2. Kokain
  3. Ganja
  4. Heroin
  5. Bunuh diri
  6. Emfisema yaitu kanker laring dan esofagus
  7. Penyakit kardiovaskuler

Konsekuensi Perokok Pasif
  • Non perokok dapat menderita kerusakan paru-paru, kemungkinan permanen karena terpapar asap rokok dalam waktu yang lama
  • Para non perokok berisiko lebih tinggi mengalami penyakit kardiovaskuler
  • Bayi yang dilahirkan oleh para ibu yang merokok selama kehamilan lebih mungkin lahir secara prematur, memiliki berat badan lahir rendah dan cacat lahir
  • Anak dari orangtua yang merokok lebih memungkinkan mengalami infeksi saluran pernafasan atas, bronkitis dan infeksi telinga bagian dalam

Mariyuana

Mariyuana terdiri dari daun dan bagian atas bunga yang dikeringkan dan dihancurkan

Biasanya paling sering diisap, dikunyah, digunakan sebagai teh, atau dimakan dalam makanan yang dipanggang.

Efek Mariyuana

• Efek Psikologis :
  1. Perubahan cepat dalam emosi
  2. Perhatian yang menumpul
  3. Pikiran yang terpecah
  4. Melemahnya memori

• Efek Somatik :
  1. Mata yang memerah dan gatal
  2. Mulut dan kerongkongan kering
  3. Nafsu makan meningkat
  4. Berkurangnya tekanan pada mata
  5. Meningkatkan tekanan darah

• Efek Terapeutik :
  1. Mengurangi rasa mual
  2. Menghilangkan rasa sakit

Sedatif dan Stimulan

- Sedatif : Melambatkan berbagai aktivitas tubuh dan mengurangi responsivitasnya.

Jenis sedatif :
  1. Opiat
  2. Morfin
  3. Heroin
  4. Kodein

Sedatif sintesis :
  1. Sekobarbital (Seconal)
  2. Diazepam (Valium)

Sedatif Sintesis

Berfungsi sebagai penenang agar seseorang dapat tidur atau menjadi rileks

- Stimulan: Untuk meningkatkan keterjagaan dan aktivitas motorik. Jenis stimulan :
  1. Amfetamin
  2. Kokain
  3. Metamfetamin
  4. Kokain

LSD dan Halusinogen

Salah satu efek utama menimbulkan halusinasi

Sekian artikel tentang Penyebab dan Jenis Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
  • Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (1993). Jakarta : Departemen Kesahatan RI

Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli

$
0
0
Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli - Artikel ini akan membahas mengenai karakteristik gangguan skizofrenia. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami karakteristik gangguan skizofrenia serta mengenali penangannya dengan tepat.

Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku.

Menurut Maslim (2013) dalam buku Panduan Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli_
image source: crystalx.net
baca juga: Penyebab dan Jenis Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif

Kriteria Gangguan Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) individu dengan gangguan skizofrenia memiliki karakteristik sebagai berikut :
  • Berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis
  • Persepsi dan perhatian yang keliru
  • Afek yang datar atau tidak sesuai
  • Aktivitas motorik yang bizarre
  • Menarik diri dari orang lain dan kenyataan

Simtom Klinis Skizofrenia

Menurut Davison.dkk (2006) simtom yang dialami pasien skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal penting diantaranya :
  1. Pikiran
  2. Persepsi
  3. Perhatian
  4. Perilaku motorik
  5. Afek atau emosi
  6. Keberfungsian hidup 

Simtom Umum Skizofrenia

Simtom pada gangguan skizofrenia diantaranya meliputi :
  1. Simtom Positif
  2. Simtom Negatif
  3. Simtom Disorganisasi
  4. Simtom Lain

Simtom Positif


Davison.dkk (2006) mengungkapkan bahwa simtom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan distorsi. Hal itu meliputi :

1. Delusi (Waham) : Keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan. Waham antara lain:
  • Waham curiga, 
  • Waham kebesaran
  • Waham berdosa
  • Waham cemburu.
  • Waham Bizarre. Misalnya :
    1. Pasien yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukkan ke dalam pikiran oleh suatu sumber eksternal
    2. Pasien yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan
    3. Pasien berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri secara tiba-tiba dan tanpa terduga oleh sesuatu kekuatan eksternal
    4. Pasien yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh sesuatu kekuatan eksternal

2. Halusinasi : Suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Halusinasi tersebut meliputi :
  • Halusinasi Visual
  • Halusinasi Auditorik
  • Halusinasi Olfaktori

3. Ilusi : Interpretasi yang salah terhadap suatu obyek yang dilihat. Seolah-olah seperti melihat seseorang jalan di atas gedung padahal tidak ada yang berjalan.

Simtom Negatif
  • Avoilition : Kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin
  • Alogia : Ditunjukkan dari miskinnya isi percakapan
  • Anhedonia : Ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan
  • Afek Datar : Tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respon emosional
  • Asosialitas : Mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial

Simtom Disorganisasi
  • Mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh (bizarre)
  • Disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dalam bicara.
  • Disorganisasi pembicaraan meliputi :
    1. Inkoherensi : Tidak ada saling keterkaitan satu sama lain dalam suatu percakapannya.
    2. Asosiasi Longgar atau Derailment : Terlalu banyak ide atau pokok pikiran dalam suatu percakapan. Sulit fokus pada satu ide pokok pikiran.
    3. Perilaku aneh 

Simtom Lain
  • Katatonia : Para pasien dapat melakukan suatu gerakan berulang kali, menggunakan urutan yang aneh.
  • Imobilitas Katatonia : Menunjukkan berbagai postur yang tidak biasa dan tetap dalam posisi demikian dalam waktu yang lama.
  • Afek yang tidak sesuai : Respon emosional yang tidak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.


Etiologi

Berikut ini akan dipaparkan beberapa penyebab gangguan skizofrenia dari berbagai sudut pandang.

Data Genetik
  1. Studi Keluarga : Kerabat pasien skizofrenia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia. Risiko tersebut semakin tinggi bila hubungan kekerabatan semakin dekat
  2. Studi Orang Kembar : Kembar identik cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia
    Kembar identik memiliki gambaran struktur otak yang memiliki kemiripan.
  3. Studi Adopsi : Menemukan bahwa keturunan atau faktor genetik untuk menurunkan gangguan skizofrenia 

Faktor Biokimia

Aktivitas Dopamin
Perbedaan struktur otak individu yang normal dan skizofrenia. Aktivitas neurotransmitter dopamin yang berlebihan.

Faktor Sosial


• Kelas Sosial dan Skizofrenia
Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan dengan kelas sosial rendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik. Stressor itu diantaranya :
  1. Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain
  2. Tingkat pendidikan yang rendah
  3. Kurangnya penghargaan dari orang lain
  4. Rendahnya motivasi dan kurangnya kemampuan dalam menghadapi permasalahan yang ada

• Keluarga dan Skizofrenia. Penyebab itu diantaranya adalah :
  1. Hubungan anak dan orangtua
  2. Komunikasi yang terjalin antara anak dan orangtua

PENANGANAN

Penanganan Biologis

• Terapi Kejut. Terapi kejut itu diantaranya adalah :
  1. Elektrikonvulsif (ECT)
  2. Lobotomi Prefrontalis
  3. Psychosurgery

• Terapi Obat. Biasanya menggunakan obat-obatan anti psikotik


Penanganan Psikologis
  • Terapi Psikodinamika
  • Pelatihan Ketrampilan Sosial
  • Terapi keluarga dan Mengurangi Ekspresi Emosi
  • Manajemen fungsi kognitif

Sekian artikel tentang Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
  • Maslim, R. (2013). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Jakarta : Departemen Kesahatan RI 
  • Tim Dokter Rumah Sakit Jiwa Magelang (2005). Catatan Tentiran Kasus Psikiatri. Magelang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pengertian dan Macam-Macam Gangguan Kepribadian

$
0
0
Pengertian dan Macam-Macam Gangguan Kepribadian - Artikel ini akan membahas mengenai berbagai gangguan kepribadian serta memahami penyebab dan penanganannya. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan kepribadian serta mengenali penangannya dengan tepat sehingga mampu mengenali gangguan dengan tepat.

Gangguan Kepribadian

Menurut Davison dkk (2006) gangguan kepribadian adalah kelompok gangguan yang sangat heterogen dan dianggap sebagai pola perilaku dan pengalaman internal yang bertahan lama, pervasif dan tidak fleksibel yang menyimpang dari ekspektasi budaya orang yang bersangkutan dan menyebabkan hendaya dalam keberfungsian sosial pekerjaan.

Pengertian dan Macam-Macam Gangguan Kepribadian_
image source: mental.healthguru.com
baca juga: Pengertian dan Penyebab Gangguan Skizofrenia Menurut Ahli

Klasifikasi Gangguan Kepribadian

Berikut adalah klasifikasi gangguan kepribadian yang diungkapkan oleh Maslim (2013) dalam buku Panduan Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III :

F 60. Gangguan Kepribadian Khas

Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Biasanya meliputi beberapa bidang kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan dengan kesulitan pribadi sosial.

Pedoman Diagnostik :
Kondisi yang tidak berkaitan langsung dengan kerusakan otak berat atau gangguan jiwa yang lain.

Memenuhi kriteria berikut ini :

  1. Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat. Biasanya meliputi beberapa bidang fungsi. Misalnya, afek, kesiagaan, pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta gaya yang berhubungan dengan orang lain.
  2. Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas pada episode gangguan jiwa
  3. Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif dan maladaptif yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas.
  4. Manifestasi diatas selalu muncul pada masa kanak atau remaja dan berlanjut sampai usia dewasa.
  5. Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi (personal distress) yang cukup berarti tetapi baru menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut.
  6. Gangguan ini biasanya tidak selalu berkaitan secara bermakna dengan masalah dalam pekerjaan dan kelas sosial.


Untuk budaya yang berbeda penting untuk mengembangkan seperangkat kriteria khas yang berhubungan dengan norma sosial, peraturan dan kewajiban.

F 60.0. Gangguan Kepribadian Paranoid

Gangguan ini memiliki ciri-ciri :

  • Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
  • Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam. Misalnya, menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil
  • Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai sikap permusuhan.
  • Didominasi oleh perasaan bermusuhan tanpa memperhatikan situasi yang ada
  • Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification) tentang kesetiaan seksual dari pasangannya
  • Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan
  • Preokupasi dengan penjelasan yang bersengkokol dan tidak substantif dari suatu peristiwa baik menyangkut diri pasien atau yang lain.


F 60.1. Gangguan Kepribadian Skizoid

Gangguan ini memiliki ciri-ciri :

  • Sedikit (bila ada) aktivitas yang bisa memberikan kesenangan
  • Emosi dingin, afek datar, atau tidak peduli (detachment)
  • Tidak mampu mengekspresikan kehangatan, kelembutan, atau kemarahan terhadap orang lain
  • Tampak nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian maupun kecaman
  • Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
  • Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
  • Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
  • Tidak ada keinginan untuk menjalin relasi dengan orang lain
  • Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku.


F60.2. Gangguan Kepribadian Dissosial

Gangguan kepribadian ini biasanya menjadi perhatian yang disebabkan adanya perbedaan yang besar antara perilaku dan norma sosial yang berlaku. Biasanya ditandai oleh :

  • Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
  • Sikap yang tidak bertanggungjawab dan berlangsung lama terus menerus. Di samping itu tidak memperdulikan norma, peraturan dan kewajiban sosial.
  • Tidak mampu memelihara suatu hubungan yang berlangsung lama.
  • Toleransi terhadap frustrasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi termasuk tindakan kekerasan.
  • Tidak merasa bersalah dari berbagai situasi khususnya dari hukuman
  • Cenderung menyalahkan orang lain


F 60.3. Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil


Gangguan kepribadian ini memiliki kriteria diantaranya adalah :

  • Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensinya bersamaan dengan ketidakstabilan emosional\
  • Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri,


F 60.4. Gangguan Kepribadian Histrionik

Gangguan kepribadian ini memiliki ciri-ciri diantaranya :

  • Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-dramatization) seperti bersandiwara (theatricality), sesuatu yang dibesar besarkan (exaggerated)
  • Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain dan keadaan.
  • Keadaan yang afektif dan dangkal
  • Terus menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan (appreciation) dari orang lain dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian.
  • Penampilan dan perilaku “merangsang” (seductive) yang tidak memadai
  • Terlalu peduli dengan daya tarik fisik


F 60.5. Gangguan Kepribadian Anankastik

Gangguan kepribadian ini memiliki ciri-ciri diantaranya :

  • Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
  • Preokupasi dengan hal rinci dan mendetail mengenai peraturan, daftar, urutan, organisasi atau jadwal.
  • Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas.
  • Ketelitian yang berlebihan, terlalu berhati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal
  • Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
  • Kaku dan keras kepala
  • Pemaksaan yang berlebihan agar orang lain mengerjakan sesuatu yang diinginkan
  • Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan.


F 60.6. Gangguan Kepribadian Cemas Menghindar


Gangguan kepribadian ini memiliki ciri-ciri :

  • Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif
  • Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain.
  • Preokupasi berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial
  • Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai
  • Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
  • Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang melibatkan kontak interpersonal.


Di samping klasifikasi gangguan kepribadian menurut PPDGJ III, terdapat gangguan kepribadian menurut DSM IV TR :

Gangguan Kepribadian Ambang

Gangguan kepribadian ambang disebut juga Borderline Personality Disorder. Ciri-ciri utama dari gangguan ini adalah :

  • Impulsivitas dan ketidakstabilan dalam berelasi dengan orang lain.
  • Moody. Mood sering berganti-ganti
  • Emosinya mendadak dapat berubah total
  • Perilakunya tidak dapat diprediksi dan impulsif
  • Sangat sulit mengendalikan kemarahan
  • Pikiran paranoid dan simtom disosiatif yang dipicu oleh stres


Gangguan Kepribadian Narsistik

  • Individu dengan gangguan narsistik memiliki pandangan yang berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka.
  • Mereka terfokus dengan berbagai fantasi yang besar.
  • Mereka sangat menghendaki perhatian dan pemujaan yang berlebihan terus menerus dan mereka hanya dapat dimengerti oleh orang-orang teristimewa dan memiliki status tinggi.
  • Kurang empati terhadap orang lain
  • Hubungan interpersonal kurang baik
  • Iri terhadap orang lain


Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psikopati


  • Komponen penting pada gangguan ini mengacu pada perilaku melanggar hukum.
  • Terdapat gangguan tingkah laku sebelum usia 15 tahun.
  • Terus berlanjut pola perilaku antisosial tersebut pada masa dewasa.


Karakteristik dari gangguan ini adalah :

  1. Berulangkali melanggar hukum
  2. Menipu, Berbohong
  3. Impulsivitas
  4. Mudah tersinggung dan agresif
  5. Tidak memperdulikan keselamatan diri sendiri dan orang lainTidak memiliki tanggung jawab
  6. Kurang memiliki rasa penyesalan
  7. Berusia minimal 18 tahun
  8. Perilaku antisosial yang tidak terjadi secara eksklusif dalam episode skizofrenia atau mania


Gangguan Kepribadian Dependen

  • Ciri utama gangguan kepribadian ini adalah kurangnya kepercayaan diri dan perasaan otonom.
  • Mereka memandang dirinya sebagai orang yang lemah dan orang lain sebagai orang yang penuh kekuatan


Karakteristik dari gangguan ini adalah :

  • Sulit mengambil keputusan tanpa saran dan dukungan berlebihan dari orang lain.
  • Membutuhkan orang lain untuk mengambil tanggungjawab atas sebagian besar aspek kehidupannya yang utama
  • Sulit tidak menyetujui orang lain karena takut kehilangan dukungan mereka
  • Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan sebagai suatu cara untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan orang lain
  • Merasa tidak berdaya bila sendirian
  • Berupaya untuk segera mungkin menjalin hubungan baru bila hubungan yang dimilikinya berakhir
  • Dipenuhi ketakutan jika harus mengurusi sendiri.


Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif

Kepribadian obsesif kompulsif adalah seorang perfeksionis, terfokus berlebihan pada detail, aturan, jadwal dan sejenisnya

Karakteristik dari gangguan ini diantaranya adalah :

  1. Terfokus secara berlebihan pada aturan dan detail hingga poin utama suatu aktivitas terabaikan
  2. Perfeksionisme ekstrem hingga ke tingkat yang membuat berbagai proyek jarang terselesaikan
  3. Pengabdian berlebihan pada pekerjaan hingga mengabaikan kesenangan dan persahabatan
  4. Tidak fleksibel tentang moral
  5. Sulit membuang benda yang tidak berarti
  6. Enggan mendelegasikan kecuali orang lain dapat memenuhi standardnya
  7. Kikir
  8. Rigid dan keras kepala


Etiologi

Etiologi Gangguan Kepribadian Paranoid dam Skizoid

Berbagi studi keluarga mengungkapkan beberapa fakta seperti berikut ini :

  1. Bahwa kerabat pasien dengan keluarga skizofrenia memiliki resiko tinggi untuk memiliki gangguan kepribadian paranoid dan skizoid
  2. Belum ditemukan keterkaitan yang konsisten antara pasien yang memiliki keluarga skizofrenia dengan gangguan kepribadian paranoid dan skizoid


Etiologi Gangguan Kepribadian Ambang

- Faktor Biologis

  1. Berdasarkan temuan beberapa penelitian kelemahan lobus frontalis diduga berperan dalam perilaku impulsif
  2. Kadar neurotransmitter serotonin yang rendah berhubungan erat dengan adanya impulsivitas.


- Teori Objek Hubungan (Object Relations Theory)
Kernberg dalam Davison.dkk (2006) mengungkapkan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa anak-anak berinteraksi dengan orangtua membuat anak-anak akan mengembangkan rasa tidak nyaman.

- Teori Diathesis Stres Linehan
Menurut Linehan gangguan kepribadian ambang terjadi bila orang memiliki diathesis biologis (kemungkinan genetik) mengendalikan emosi dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menginvalidasi.

Lingkungan invalidasi adalah lingkungan dimana keinginan dan perasaan seseorang tidak dipertimbangkan dan dihargai. Tidak diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan pendapat bahkan dihukum.

Berikut diantaranya gambaran teori diathesis Stres Linehan


Etiologi Gangguan Lain

Pada dasarnya untuk penyebab gangguan kepribadian yang lain penyebabnya hampir sama antara satu dengan yang lain, diantaranya adalah :

  1. Pola asuh orangtua
  2. Relasi antara orang tua dengan anak


Penanganan Gangguan Kepribadian

Terapi atau penanganan gangguan kepribadian diantaranya adalah :

  1. Terapi Obat. Jenis obat psikoaktif ini diberikan dengan mempertimbangkan gangguan pada aksis I yang dialami. Misalnya, jika aksis I nya mengalami depresi diberikan obat anti depresan. Jika aksis I nya mengalami skizfroneia diberikan obat anti psikotik.
  2. Psikoterapi Objek Hubungan
  3. Terapi perilaku dialektikan diantaranya dengan tahapan sebagai berikut ini :
    - Mengajari mereka untuk mengubah dan mengendalikan emosi dan perilaku ekstrem mereka
    - Mengajari mereka untuk menoleransi perasaan tertekan
    - Membantu mereka mempercayai pikiran dan emosi mereka sendiri


Sekian artikel tentang Pengertian dan Macam-Macam Gangguan Kepribadian. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
  • Maslim, dkk (2013). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III Jakarta : Departemen Kesahatan RI

Pengertian Psikometri dan Sejarah Perkembangan Psikometri

$
0
0
Pengertian Psikometri dan Sejarah Perkembangan Psikometri - Artikel ini akan membahas mengenai pengertian psikometri dan pengukuran psikologis, sejarah perkembangan psikometri dan pengukuran psikologis, proses pengukuran psikologis, instrumen pengukuran psikologis, aturan, etika, dan bias pada pengukuran psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami pengertian dan sejarah perkembangan psikometri dan pengukuran psikologis, memahami proses dan instrument pengukuran psikologis, dan memahami administrasi dan etika pengukuran (tes).

Pengertian Psikometri dan Pengukuran Psikologis

Mengapa Psikometri?
  • Pengukuran psikologis merupakan prosedur sistematis
  • Pengukuran psikologis merupakan ‘sampel perilaku’
  • Berkaitan dengan keperluan ‘empiris’ sampai ‘praktis’ yang dapat menjelaskan aspek kognitif, afektif, maupun hubungan interpersonal
  • Hasil pengukuran psikologis akan dievaluasi dan dinilai
  • Evaluasi hasil pengukuran psikologis umumnya memerlukan standar berdasarkan data-data empiris yang sudah ada

Pengertian Psikometri dan Sejarah Perkembangan Psikometri_
image source: clarericcio.com

Sejarah Perkembangan Psikometri dan Pengukuran Psikologis

Sebelum Abad ke-20
  • Jaman kerajaan Cina (Dinasti Han dan Dinasti Ming) à tes oral dan tertulis untuk evaluasi dan promosi kerja
  • Charles Darwin dan individual differences
    - dipengaruhi faktor hereditas dan lingkungan
    - mendorong studi-studi psikologi dengan eksperimen mengunakan ‘alat tes’ modern seperti Francis Galton (klasifikasi manusia berdasarkan ‘natural gifts’) serta Wilheim Max Wundt (formulasi keahlian manusia)
    - murid-murid Wundt yang terkenal dengan alat tesnya: Charles Spearman, Victor Henri, Emil Kraepelin, E. B. Titchener

Abad ke-20
  • Pengukuran Inteligensi:
    - Alfred Binet dan Victor Henri (memori dan komprehensi sosial);
    - Alfred Binet dan Theodore Simon (30 item tes inteligensi Binet-Simon);
    - David Wechsler (Wechsler Adult Intelligence Scale atau WAIS)

    - Simon-Binet Intelligence Test
    Q: “which one is prettier?” 
  • Pengukuran personality:
    - Robert S. Woodworth (Woodworth Psychoneurotic Inventory – self-report test pertama);
    - Hermann Rorschach (Rorschach inkblot test à self-projection test pertama)

Budaya dan Pengukuran Psikologis
Henry Goddard: “budaya mempengaruhi hasil pengukuran psikologis”
  • Alat tes hanya cocok digunakan untuk ‘budaya’ tertentu, namun tidak dapat digunakan untuk ‘budaya lain’ (contoh: Stanford-Binet Intelligence Scale tidak dapat digunakan untuk anak-anak kaum minoritas di Amerika) 
  • Mendorong dibuatnya culture-spesific tests è revisi alat-alat tes dengan cara ‘isolasi’ variabel budaya pada alat tes
  • Beberapa isu budaya yang mempengaruhi pengukuran psikologis:
    - Komunikasi verbal
    - Komunikasi non-verbal dan perilaku
    - Standar evaluasi

Psychological Test VS Psychological Assessment
  • Terminologi test dalam pengukuran psikologis ≠ dengan ‘ujian’
  • Informasi yang berkaitan dengan aspek psikologis didapatkan melalui psychological assessment 
  • Terminologi psychological test dan psychological assessment pada penggunaan sehari-hari kedua terminologi tersebut seringkali disamakan, NAMUN BERBEDA!

Psychological Assessment

Psychological assessment: proses mengumpulkan data-data yang terkait dengan aspek psikologis yang dapat digunakan dalam melakukan evaluasi psikologis melalui:
  • test, 
  • interview, 
  • studi kasus, 
  • observasi perilaku, serta 
  • instrumen- instrumen dan serangkaian prosedur pengukuran tertentu 

Psychological testing

Psychological testing merupakan proses pengukuran variabel-variabel yang terkait dengan aspek psikologis dengan instrumen (alat) serta prosedur tertentu yang dirancang untuk mendapatkan ‘sampel’ perilaku

è ALAT TEST PSIKOLOGI YANG SUDAH DIUJI



Proses Pengukuran Psikologis
  • Tentukan tujuan pengukuran: diagnostik; prediksi; atau evaluasi
  • Memilih instrumen yang tepat beserta sistem penilaian dan interpretasinya
  • Pengukuran
  • Scoring (penilaian)
  • Interpretasi

Proses Konstruksi Alat Ukur Psikologis

Terdapat 5 tahapan konstruksi alat ukur (alat tes) psikologis:
  • Konseptualisasi
  • Konstruksi
  • Uji coba
  • Analisis 
  • Revisi

Instrumen Pengukuran Psikologis
  • Tes Psikologis
  • Interview
  • Portofolio (samples of one’s ability and accomplishment)
  • Data kasus atau biografi (records, transcripts, and other accounts in written, pictorial, or other form that preserve archival information, official and informal accounts, and other data and items relevant to an assesse)
  • Observasi Perilaku
  • Role-Play Test

Aturan dan Etika Pengukuran Psikologi
  • Undang-undang (Laws)
  • Norma masyarakat
  • Kualifikasi tes dan Administrator (test users)
  • Target partisipan
  • Hak-hak partisipan

Kualifikasi Tingkatan Tes-heading 1
  • Level A: tes dapat diadministrasikan, skoring, dan diinterpretasi dengan panduan manual atau institusi tertentu (contoh: achievement atau proficiency tests).
  • Level B: tes yang memerlukan pengetahuan konstruksi dan aturan penggunaan tes psikologis (contoh: aptitude tests) 
  • Level C: tes yang memerlukan pengetahuan khusus dan pengalaman administrator tes berkaitan dengan aspek psikologis yang akan diukur(contoh: projective tests, individual mental tests).

Hak-hak Partisipan dalam Pengukuran Psikologis
  • informed consent: tujuan umum pengukuran; alasan pengukuran diberikan pada partisipan; tipe umum dari instrumen yang diberikan kepada partisipan
  • hasil pengukuran 
  • kerahasiaan data 
  • terhindar dari label/stigma tertentu

Jenis-jenis Peran dalam Pengukuran Psikologis


Pengukuran Psikologis terhadap Partisipan dengan Keterbatasan
  • Instrumen disesuaikan dengan kebutuhan partisipan (misal: tulisan diubah ke dalam huruf Braille untuk tuna netra)
  • Skoring disesuaikan dengan tingkatan partisipan agar dapat diukur (misal: menyesuaikan batasan skoring untuk penyandang autis)
  • Interpretasi hasil pengukuran sesuai dengkondisi partisipan

Sekian artikel tentang Pengertian Psikometri dan Sejarah Perkembangan Psikometri. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2010). Psychological testing and assessment: An introduction to test and measurement. (7th ed.). Boston: McGraw Hill. 
  • Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. (3rd ed.). New York: SAGE Publications, Ltd.
  • Kaplan, R.M. & Saccuzzp, D.P. (2009). Psychological testing: Principles, applications, and issues. California: Wadsworth Cengage Learning
  • Urbina, S. (2004). Essentials of psychological testing. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Pengertian dan Konsep Dasar Statistika untuk Psikometri

$
0
0
Pengertian dan Konsep Dasar Statistika untuk PsikometriArtikel ini akan membahas mengenai skala pengukuran, tendensi sentral , distribusi normal. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep dasar statistika seperti skala pengukuran, tendensi sentral, dan distribusi normal dalam psikometri.

Skala Pengukuran

Mengapa Statistika Diperlukan dalam Psikometri?
  • Hasil pengukuran psikologis umumnya dalam angka → statistika diperlukan untuk menjelaskan, melakukan perbandingan, dan membuat kesimpulan dari hasil pengukuran tersebut
  • Statistika merupakan alat untuk mengorganisasikan data menjadi informasi yang memiliki makna
  • Statistika digunakan untuk membangun, menguji, menganalisa, merevisi instrumen pengukuran (alat tes) psikologis
Pengertian dan Konsep Dasar Statistika untuk Psikometri_
image source: consciouslifenews.com
baca juga: Pengertian Psikometri dan Sejarah Perkembangan Psikometri

Pengukuran
  • Penelitian → proses sistematis yang meliputi analisis, kategorisasi, dan kuantifikasi fenomena yang dapat diamati 
  • Penelitian Psikologis melibatkan Pengukuran 
  • Pengukuran (Measurement) melibatkan penggunaan alat serta aturan tertentu yang dapat digunakan untuk mengamati obyek astau peristiwa tertentu (Stevens, 1946).
→ Statistika diperlukan dalam penelitian, terutama dalam proses pengukuran

Variabel dan Data Hasil Pengukuran


I. Variabel Diskrit
  • Variabel yang hasil pengukuran (data)nya terpisah atau terpilah (diskrit), dan tidak dapat dibagi → data yang dihasilkan selalu dalam bilangan bulat, dan tidak memiliki nilai yang ada di antara dua nilai hasil pengukuran yang bersebelahan.
    Contoh jumlah anak pada sebuah keluarga, dapat, 1, 2,…..n, tetapi tidak mungkin berjumlah 1,5 atau 4,25
  • Variabel Diskrit dapat dibedakan menjadi:
    - Dichotomous variables (variabel dikotomi) è variabel diskrit yang hanya memiliki kemungkinan 2 nilai. Contoh: jawaban kusioner ‘true–false’ atau hasil pelemparan koin ‘gambar-angka’
    - Polytomous variables (variabel politomus) è variabel diskrit yang memiliki kemungkinan nilai lebih dari 2. Contoh: status perkawinan ‘lajang-menikah-duda/janda’; ras ‘Asisa-Afrika-Kaukasia’; golongan darah ‘A-B-AB-O’; dll

II. Variabel Kontinuum (Continous Variable):
  • Variabel yang bervariasi menurut tingkatannya → data yang dihasilkan dapat berupa bilangan bulat atau pecahan → di antara dua nilai hasil pengukuran atau datanya memiliki (kemungkinan) nilai antara yang tidak terbatas
    Contoh: data tentang tinggi badan, data tentang prestasi belajar dan lain-lain.
  • Properti dari skala:
    - Magnitude
    - Equal Intervals
    - Nol absolut

Skala Pengukuran

I. Skala Nominal
  • Alat identifikasi sebagai label (penamaan) Data Kategorikal
  • Tidak bisa menjadi urutan/ranking àtidak menunjukkan perbedaan kualitas atau besaran atributnya
  • Bilangan tidak dimanipulasi untuk perhitungan aritmetika
  • Teknik Statistika yang dapat digunakan: Frekuensi dan Modus
  • Contoh: Ras 1 = Asia; 2 = Afrika; 3 = Kaukasia

II. Skala Ordinal
  • Angka menunjukkan urutan; 
  • Tidak diketahui “berapa banyak” suatu atribut dimiliki oleh objek.
  • Menunjukkan penjenjangan/ urutan tetapi tidak menunjukkan jarak yang sama → Jarak dari satu urutan dengan urutan lainnya dalam atribut tertentu tidak diketahui (jaraknya belum tentu sama).
  • Tidak dapat dilakukan perhitungan aritmetika (penjumlahan & perkalian). 
  • Contoh: Ranking sekolah

III. Skala Interval
  • Equal Unit Scale (skor dalam unit dan jarak yang sama)
  • Urutan (order/ ranking) objek dalam atribut tertentu diketahui. 
  • Diketahui berapa jauh jarak satu objek dengan objek lain. 
  • Tidak ada nilai nol mutlak
  • Teknik Statistika yang biasa dipakai: (1) Mean (M); (2) Standard Deviation (SD); (3) Korelasi (r); (4) Modus; (5) Minimum; (6) Maksimum
  • Contoh: Pengukuran gejala sosial dan mental

IV. Skala Rasio
  • Skor berada dalam unit dan jarak yang sama
  • Rank order menurut atribut tertentu diketahui
  • Interval antara orang yang satu dan yang lain diketahui
  • Memiliki Titik Nol absolut
  • Semua metoda statistika bisa digunakan
  • Contoh: Jarak; Waktu 


Tendensi Sentral

Ukuran Tendensi Sentral

  • Mean
  • Median
  • Modus

Ukuran Variabilitas
  • Range (R) atau Jangkauan
  • Kuartil (K): K1; K2; K3
  • Varians
  • Standard Deviasi

Tendensi Sentral VS Variabilitas


Distribusi Normal
  • bell shaped
  • bilaterally symmetrical
  • its limits extend to ± infinity (±∞)
  • Unimodal
  • mean, median, and mode at the center of the that divides the curve into two equal halves


Fungsi Distribusi Normal
  • Statistika Deskriptif → posisi skor
  • Statistika Inferensial:
    - Distribusi Sampel
    - Estimasi Parameter Populasi
    - Varians:

    -Standard Deviasi:

    atau
    - Standard Error of the Mean (SEM):

    - Dalam Pengukuran Psikologis Distribusi Normal berfungsi sebagai Uji Reliabilitas dan Uji Validitas

Simbol-Simbol Penting


Reliabilitas dan Validitas

Reliabilitas

Reliability: consistency of the measuring tool: the perfectly reliable measuring tool consistently measures in the same way

Validitas

Validity: A test is considered valid for → particular purpose if it does, in fact, measure what it purports to measure

Metode Penelitian dan Pengukuran Psikologis

Korelasi

Koefisien korelasi digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara:
  • skor-skor ‘tes’ yang berbeda dari partisipan yang sama; 
  • skor-skor ‘tes’ terhadap skor-skor variabel ‘non-tes’; 
  • skor-skor dari bagian tes yang berbeda atau antar ‘item’ dari tes yang sama; 
  • skor-skor bagian ‘tes’ atau ‘item’ terhadap variabel ‘non-tes’; serta 
  • skor-skor tiap bagian ‘tes ‘ atau ‘item-item’ dari alat ‘tes’ yang sama 

I. Korelasi Pearson Product Momment

Korelasi Pearson Product Momment → melihat hubungan antara 2 variabel yang memiliki skala interval atau rasio

Rumus:


atau


II. Korelasi Spearman Rho

Korelasi Spearman Rho → melihat hubungan antara 2 variabel yang memiliki skala ordinal denganjumlah sampel kecil (kurang dari 30 orang)

III. Regresi

Francis Galton → Orangtua tinggi cenderung memiliki anak yang tinggi → Galton menyebutnya sebagai regression toward the mean (berulang) → Extreme scores of parents on one variable tended to be associated with scores that were closer to the mean in the offspring.

Sekian artikel tentang Pengertian dan Konsep Dasar Statistika untuk Psikometri. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Cohen, R. J., & Swerdlik, M. E. (2010). Psychological testing and assessment: An introduction to test and measurement. (7th ed.). Boston: McGraw Hill. 
  • Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. (3rd ed.). New York: SAGE Publications, Ltd.
  • Kaplan, R.M. & Saccuzzp, D.P. (2009). Psychological testing: Principles, applications, and issues. California: Wadsworth Cengage Learning
  • Urbina, S. (2004). Essentials of psychological testing. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Pengertian dan Teori MOTIVASI KERJA Menurut Para Ahli

$
0
0
Pengertian dan Teori MOTIVASI KERJA Menurut Para Ahli - Materi ini akan membahas tentang pengertian motivasi kerja, teori motivasi kerja, peningkatan motivasi kerja, isu-isu dan tantangan di masa mendatang. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami pengertian motivasi kerja, teori motivasi kerja, peningkatan motivasi kerja, isu-isu dan tantangan di masa mendatang.

Pengertian Motivasi Kerja

Teori-teori motivasi menjelaskan mengapa orang terdorong untuk bekerja keras. Kebanyakan teori motivasi memfokuskan perhatian pada kinerja, karena kinerja merupakan variabel penting dan merupakan pusat perhatian dalam studi Psikologi Industri dan Organisasi (PIO).

Sasaran Studi :
  • Mendefinisikan motivasi 
  • Menjelaskan berbagai teori motivasi kerja. 
  • Menjelaskan bagaimana setiap teori motivasi kerja menerangkan perilaku kerja. 
  • Membandingkan berbagai teori motivasi kerja. 
Pengertian dan Teori MOTIVASI KERJA Menurut Para Ahli_

Definisi Motivasi

Motivasi adalah suatu keadaan dalam diri (internal state) yang mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu. Suatu proses dimana kebutuhan - kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Contoh: pergi berbelanja untuk membeli sesuatu, mengunjungi teman untuk berdiskusi.

Berlangsungnya motivasi dapat dilihat dalam gambar berikut :

Gambar 1 : Siklus Motivasi

Teori - Teori Motivasi Kerja

Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Teori-teori motivasi tersebut saling melengkapi dan memberikan sumbangan yang berarti tentang apa yang diketahui dari motivasi kerja.

1. Teori Kebutuhan (Need Theories)

a. Teori Hirarki Kebutuhan (Maslow, 1943)

Teori kebutuhan dari motivasi berdasarkan pendapat bahwa orang melakukan usaha dalam perilaku yang memungkinkannya untuk mengisi kekurangan yang ada dalam hidupnya. Jadi orang mengeluarkan usaha untuk memenuhi kebutuhannya.

Gambar 2 : Hirarki Kebutuhan Maslow

Maslow adalah seorang Psikolog Klinis. Berdasarkan pengalaman dalam praktik kliniknya ia menyatakan bahwa orang mempunyai lima kebutuhan yang umum (Gambar 2). Menurut Maslow individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Setiap kebutuhan yang dipuaskan, kebutuhan itu berhenti memotivasi perilaku dan kebutuhan berikutnya dalam hirarki tersebut menjadi kebutuhan yang kuat.

Berikut ini akan diuraikan kelima Hirarki Kebutuhan Maslow.
  • Kebutuhan Fisiologis (Faal) Kebutuhan untuk makan, minum, udara segar dan seterusnya. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi maka individu berhenti eksistensinya. 
  • Kebutuhan Rasa Aman.Kebutuhan untuk dilindungi dari bahaya, ancaman fisik
  • Kebutuhan Sosial.Kebutuhan untuk menjadi teman dan diterima orang lain, cinta kasih dan rasa memiliki.
  • Kebutuhan Harga Diri.Faktor internal: kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, otonomi, kompetensi
    Faktor eksternal: reputasi, rekognisi (pengakuan) dan status 
  • Kebutuhan Aktualisasi Diri.Kreativitas, merealisasikan potensi secara penuh, kebutuhan akan kebebasan dalam melaksanakan tugas.

b. Teori ERG (Eksisitensi-Relasi-Pertumbuhan)

Teori ERG dikembangkan oleh Alderfer (1969) dan merupakan modifikasi dan reformulasi dari teori Hirarki Kebutuhan Maslow.

Gambar 3 : ERG (Eksistensi – Relasi – Pertumbuhan) Aldefer
  • Kebutuhan Eksistensi (Existance needs)Kebutuhan akan substansi material, keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, kendaraan, dan lain-lain mencakup kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.
  • Kebutuhan Relasi (Relatedness needs)Kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain, berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dan bermakna, mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal (penghargaan) dari Maslow.
  • Kebutuhan Pertumbuhan (Growth Needs)Kebutuhan mengembangkan kecakapan secara penuh, kebutuhan bagian intrinsik dari harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

Teori ERG menyatakan bahwa kebutuhan eksistensi, hubungan dan pertumbuhan terletak pada satu kesinambungan kenyataan dengan kebutuhan eksistensi sebagai kebutuhan yang paling konkrit dan kebutuhan pertumbuhan sebagai kebutuhan yang paling kurang konkrit (abstrak). Sesuai dengan teori dari Maslow, teori Alderfer menganggap bahwa fullfilment-progression (maju ke pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya sesudah kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi). Juga penting menurut Alderfer, jika kebutuhan tingkat yang lebih tinggi tidak dapat terpenuhi, maka individu meregresi kembali ke usaha untuk memuaskan kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah (frustration-regression)

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Dikembangkan oleh Herzberg (1968) dan dikenal dengan teori higiene-motivasi

Dalam teori dua faktor tersebut, kondisi kerja yang memungkinkan orang memenuhi kebutuhan tingkat atas dinamakan faktor motivator dan yang penting untuk memenuhi kebutuhan tingkat bawah dinamakan faktor higiene.

Faktor motivator (berkaitan dengan isi dari pekerjaan, faktor intrinsik dari pekerjaan), yakni tanggung jawab, kesempatan maju, pekerjaan yang menantang, pencapaian prestasi dan pengakuan.

>> Dalam Maslow termasuk kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

Faktor higiene (berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, faktor ekstrinsik dari pekerjaan), yakni kondisi kerja, supervisi, hubungan dengan rekan sekerja, gaji, administrasi dan kebijakan organisasi.

>Dalam Maslow termasuk kebutuhan fisiologis, rasa aman dan sosial.

Faktor Motivator menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif

Faktor Higiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif.

d. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Menggambarkan bagaimana reward atau reinforcement positif dapat mempengaruhi perilaku. Pemerolehan dari satu perilaku menuntut adanya satu pengukuhan sebelumnya.Prinsip utama dari teori pengukuhan adalah hukum pengaruh (Thorndike, 1913). Pengukuhan dapat terjadi positif (pemberian ganjaran)atau negatif (punishment/hukuman).

Pendekatan penguatan terhadap motivasi kerja yang lazim adalah berdasarkan pada pengaruh, insentif, bonus dan promosi.Kebanyakan para Psikolog I/O yakin bahwa penguatan intrinsik penting bagi motivasi kerja.Jenis penghargaan ini termasuk perasaan bangga, rasa mencapai sesuatu dan kepuasan mungkin dihasilkan dari kerja yang baik, merupakan bagian utama dari strategi motivasi (seperti pendekatan psikologi dalam rancangan kerja).

Menurut Jewell dan Siegel ada 3 (tiga) prinsip yang paling penting dalam model pengukuhan (reinforcement), yaitu:
  1. Individu tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan penghargaan.
  2. Individu menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan hukuman
  3. Individu akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai hasil yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.

Penghargaan 

Hukuman 

Netral 
(Tidak dihargai maupun dihukum) 

Model Pengukuhan Jewell & Siegel

Jablonsike dan de Vries (dalam Siegel & Lane, 1982) memberi saran bagaimana manajemen dapat meningkatkan motivasi kerja, yaitu dengan :
  • Menentukan apa jawaban yang diinginkan.
  • Mengkomunikasikan dengan jelas penilaian ini kepada tenaga kerja.
  • Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
  • Memberikan ganjaran hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan.
  • Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan terdekat dengan kejadiannya.

e. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Teori harapan mencoba menjelaskan bagaimana reward mendorong perilaku melalui fokus pada keadaan kognitif internal yang mempengaruhi motivasi. Teori penguatan menyebutkan bahwa penguatan akan mempengaruhi perilaku. Teori harapan menjelaskan kapan dan mengapa penilaian ini terjadi. Pemikiran dasar adalah bahwa orang akan dimotivasi ketika mereka yakin bahwa perilaku mereka akan mendorong ganjaran atau hasil yang diinginkan. Demikian sebaliknya, bila mereka tidak yakin bahwa ganjaran tergantung pada perilaku mereka. Ada beberapa versi yang berbeda dari teori harapan yang telah diadaptasi dalan ranah I/O. Teori yang terkenal adalah teori Vroom (1964). Teori Vroom memaparkan bahwa motivasi atau daya merupakan penjumlahan fungsi dari 3 (tiga) tipe kognisi.
Motivasi (daya) = Harapan x ∑ (valensi x instrumentalitas)
Teori pengharapan menjelaskan lebih jauh bahwa pengharapan yang dihasilkan oleh usaha dalam suatu aktivitas tertentu akan membawa hasil yang diinginkan yang menentukan nilai dari hasil atau ganjaran bagi seseorang. Motivasi adalah keyakinan bahwa usaha akan menghasilkan unjuk kerja yang sukses.

Konsep yang ada hubungannya dengan kegunaan satu perilaku atau hasil untuk mencapai sesuatu lain yang dinilai. Jika skor daya tinggi, seseorang akan termotivasi untuk mengupayakan hasil dari pekerjaannya. Jika skor daya rendah, seseorang akan tidak termotivasi untuk mengupayakan hasil kerja.

Tabel berikut ini menunjukkan bagaimana kemungkinan kombinasi nilai harapan, valensi dan instrumentalitas ke dalam skor daya.

Skor HarapanSkor ValensiSkor InstrumentalitasSkor Daya
TinggiTinggiTinggiTinggi
TinggiTinggiRendahRendah
TinggiRendahTinggiRendah
TinggiRendahRendahSangat Rendah
RendahTinggiTinggiRendah
RendahTinggiRendahSangat Rendah
RendahRendahTinggiSangat Rendah
RendahRendahRendahSangat Rendah Sekali

Tabel 1 : Kombinasi Nilai Harapan, Valensi dan Instrumentalitas Vroom

f. Teori Keyakinan Diri (Self Efficacy Theory)

Teori keyakinan diri menjelaskan bahwa motivasi dan kinerja ditentukan oleh bagaimana orang-orang yang efektif yakin dapat melakukan sesuatu hal (Bandura, 1982).Dengan kata lain, seseorang dengan self efficacy tinggi meyakini bahwa mereka mampu mengerjakan tugas dan termotivasi untuk mengupayakan sesuatu kemajuan. Sebaliknya orang-orang dengan self efficacy rendah tidak yakin bahwa mereka dapat melaksanakan tugas-tugas dan tidak termotivasi untuk tidak yakin bahwa mereka dapat melaksanakan tugas-tugas serta tidak termotivasi dan mengupayakan sesuatu kemajuan ke depan.

Teori ini memandang bahwa orang memiliki kemampuan yang diperlukan dan mendorong kinerja yang tidak dapat diatasi.Konsep self efficacy menyangkut tugas-tugas spesifik atau upaya tindakan dan orang-orang yang berbeda dalam self efficacy menjalani tugas-tugas yang berbeda.Teori self efficacy merupakan teori yang berguna dengan implikasi bagi kondisi kerja. Dipandang bahwa motivasi dan kinerja dapat ditingkatkan dengan cara membangkitkan self efficacy karyawan. Bandura (1982) mendiskusikan bagaimana self efficacy dapat berkembang melalui jalan sukses dengan cara meningkatkan tugas-tugas sulit. Organisasi dapat menerapkan prinsip-prinsip ini melalui penugasan karyawan secara terstruktur agar mereka dapat berhasil dengan cara menambah tugas-tugas yang menantang. Strategi ini pada khususnya penting bagi karyawan-karyawan lain yang mengambil waktu dalam beberapa periode untuk menjadi mahir dalam seluruh aspek pekerjaan.

g. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan (Adam, 1965) menyatakan bahwa orang-orang termotivasi mengusahakan suatu kondisi keadilan dan kejujuran (kewajaran) dalam hubungannya dengan orang-orang lain dan dengan organisasi. Menurut Adam (1965) para karyawan yang menemukan diri mereka dalam situasi yang tidak adil, motivasinya akan menurun.

Ketidakadilan merupakan pernyataan psikologis yang timbul dari para karyawan yang membandingkan diri mereka dengan yang lainnya. Menurut perumusan Adam, orang membuat perbandingan kognitif antara sumbangannya terhadap keadaan kerja (masukannya) dan apa yang diperoleh orang lain. Masukan adalah kontribusi yang diberikan karyawan pada organisasi, segala sesuatu yang dianggap oleh tenaga kerja sebagai yang patut menerima imbalan. Misalnya, pendidikan, jumlah jam kerja, pengalaman kerja, keterampilan dan pelatihan. Keluaran adalah ganjaran atau sesuatu dari nilai pribadi yang karyawan peroleh dari penugasan organisasi. Dengan kata lain, keluaran adalah segala jenis hal yang dipersepsikan orang sebagai imbalan terhadap upaya yang diberikan seperti gaji, tunjangan, penghargaan/pengakuan, status dan tingkat jabatan.

Keadilan dirasakan ada jika orang merasa bahwa perbandingan antara hasil keluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil keluaran orang lain (yang dianggap penting bagi dirinya) dengan masukannya. Sebaliknya kondisi ketidakadilan timbul jika perbandingan antara hasil keluaran kita dengan masukan kita tidak sama besarnya (lebih besar atau lebih kecil) daripada perbandingan hasil keluaran orang lain dengan masukkannya. Walaupun teori keadilan sangat populer diantara para Peneliti I/O, perhatian dalam hal ini telah menurun. Locke dan Henne (1986) yakin bahwa penurunan ini disebabkan oleh fakta bahwa teori tersebut lebih menjelaskan perilaku di masa lalu daripada memprediksi perilaku di masa mendatang. Sebagian dari kesulitan adalah bahwa teori tersebut tidak mampu memperkirakan bagaimana para karyawan memilih perbandingan diri mereka dengan yang lainnya. Tanpa mengetahui hal ini, sulit untuk membuat prediksi khusus mengenai bagaimana kebijakan atau tindakan organisasi secara khusus akan diterima oleh para karyawan. Meskipun demikian, teori keadilan telah mengarahkan perhatian pada pentingnya memenciptakan situasi dan kondisi pekerjaan para karyawan secara adil dan jujur untuk dapat mengatasi dampak negatif dari hal-hal yang terjadi.

Jika terjadi persepsi tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan tindakan-tindakan berikut (Howell dan Dipdoye, 1986)

  • Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi uapayanya untuk bekerja.
  • Bertindak untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan.
  • Bertindak merusak secara kognitif masukan dan hasil keluarannya sendiri, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan atau hasil keluarannya sendiri.
  • Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan atau hasil keluarannya.
  • Secara fisik meninggalkan situasi.
  • Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan menggantikannya dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan.


h. Teori Penetapan Tujuan ( Goal Setting Theory)

Teori motivasi yang telah banyak digunakan (bermanfaat) bagi Psikolog I/O adalah teori penetapan tujuan (Locke dan Latham, 1990). Ide dasar teori ini adalah bahwa perilaku orang-orang dimotivasi oleh tujuan dan sasaran internal. Berdasarkan teori ini sasaran adalah apa yang secara sadar diinginkan sesorang untuk dicapai. Locke dan Henne (1986) mencatat bahwa ada 4 (empat) cara dimana sasaran dapat mempengaruhi perilaku :

  1. Sasaran mengarahkan perhatian dan tindakan perilaku bahwa orang-orang yakin akan mencapai tujuan.
  2. Sasaran menggerakkan usaha seseorang dengan cara mencoba sesuatu lebih keras.
  3. Sasaran menghasilkan sesuatu yang lebih dengan cara mengeluarkan lebih banyak waktu dalam tindakan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan.
  4. Sasaran dapat mendorong pencarian strategi-strategi efektif untuk pencapaian tujuan.


Teori penetapan tujuan memprediksi bahwa orang-orang akan menggunakan upaya mencapai tujuan mereka dan kinerja merupakan fungsi dari penetapan tujuan tersebut. Menurut Locke dan Henne (1986) ada beberapa faktor yang diperlukan agar penetapan tujuan efektif dalam memperbaiki kinerja, yaitu :

  • Penerimaan tujuan oleh karyawan.
  • Umpan balik bagi kemajuan sasaran yang dituju
  • Tujuan yang menantang dan sulit
  • Tujuan yang khusus.


Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan untuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang umum dan mudah dicapai.

Manajemen bedasarkan sasaran (Management By Objectives=MBO) menggunakan teori penetapan tujuan. Berdasarkan tujuan-tujuan organisasi, secara berurutan, disusun tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan unit kerja yang terkecil, bahkan hingga penetapan sasaran kerja bagi setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.

Isu-Isu Dan Tantangan Di Masa Mendatang

Ada 2 (dua) tantangan utama dalam bidang motivasi :
  1. Dibutuhkan penelitian secara akurat untuk menguji teori-teori motivasi. 
  2. Organisasi perlu memahami bagaimana hal-hal yang berkaitan dengan akurasi diperlukan untuk menguji teori-teori motivasi. 

Dua bidang ini menjelaskan bahwa pengujian teori secara akurat dapat memberikan ide-ide bagi intervensi organisasi secara efektif yang bertujuan untuk memperbaiki motivasi kerja. Di sisi lain, pengembangan dan implikasi program untuk meningkatkan motivasi dapat memberikan bukti/fakta-fakta yang relevan untuk pengujian teori-teori. Dalam diskusi Chapter ini, teori-teori motivasi telah mendorong sebagian strategi efektif untuk merubah perilaku karyawan. Diperlukan studi tambahan di masa mendatang untuk lebih memahami kondisi-kondisi dimana intervensi motivasi efektif dan atau tidak efektif.

Resume

Chapter ini mendiskusikan teori-teori yang menjelaskan motivasi dari berbagai perpektif (perpektif yang berbeda). Tiga teori kebutuhan; Hirarki Kebutuhan Maslow , ERG Alderfer dan Dua Faktor Herzberg memandang motivasi berasal dari kebutuhan internal. Teori Hirarki Kebutuhan dan ERG mencoba mengklasifikasikan seluruh kebutuhan manusia ke dalam lima dan tiga kategori secara berturut-turut. Teori Dua Faktor menyatakan bahwa motivasi berasal dari dua kategori kebutuhan yang dikaitkan dengan kerja.

Teori pengukuhan menekankan pandangan lingkungan dan menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari riwayat pengukuhan seseorang. Perilaku yang relevan dengan kerja yang diberi ganjaran, menurut pandangan teori ini, tampaknya akan diulangi di masa mendatang. Teori harapan mencoba menjelaskan bagaimana ganjaran mempengaruhi perilaku. Hal ini menjelaskan bahwa orang akan menunjukkan upaya dengan baik jika mereka yakin usaha-usaha mereka akan mempengaruhi kinerja, bahwa kinerja akan mempengaruhi ganjaran dan mereka membutuhkan ganjaran-ganjaran. Teori Self efficacy menyatakan bahwa keyakinan seseorang mengenai kapabilitas dirinya merupakan komponen penting dalam motivasi. Tingkatan tinggi dari keyakinan diri dalam kapabilitas diri seseorang merupakan komponen yang diperlukan dalam motivasi kerja dan berpengaruh pada kinerja. Teori keadilan menyatakan bahwa orang menilai perlakuan yang adil dan pantas dalam organisasi. Teori Penetapan Tujuan memaparkan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tujuan dan sasaran yang disadari. Empat hal penting dalam teori ini, komitmen karyawan terhadap tujuan, umpan balik mengenai kemajuan pencapaian tujuan, tujuan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan tujuan yang khusus. Walaupun berbagai teori ini memandang motivasi dari perspektif yang berbeda, hal itu bukanlah berarti satu dengan lainnya bertentangan dan bahkan dalam kenyataannya berbagai teori tersebut telah diintegrasikan.

Locke dan Latham (1990) mendiskusikan konsistensi antara gambaran Teori Harapan, Teori Self Efficacy dan Teori Penentuan Tujuan. Secara khusus mereka melihat self efficacy sebagai unsur yang penting dalam komitmen pencapaian tujuan.

Berikut ini digambarkan bukti validitas 8 (delapan) teori motivasi :

More Evidence for Validity

Gambar 5 : Bukti Validitas 8 Teori Motivasi Locke & Henne 

Less Evidence for Validity

Keterangan

Bukti validitas 8 (delapan) teori motivasi. Berdasarkan skala 1 : Sedikit atau tidak ada dukungan empiris hingga 5 menunjukkan dukungan empiris yang konsisten dan kuat.

Sekian artikel tentang Pengertian dan Teori MOTIVASI KERJA Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Jewell, L.N, Siegall, M. (1998). Psikologi Industri/Organisasi Modern. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Arcan.
  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
  • Riggio, R.E. (2009). Introduction to Industrial/Organizational Psychology. 5th Ed. New Jersey: Pearson.
  • Scultz, D.P, Scultz, S.E. ((1986). Psychology and Industry Today: An Introduction to Industrial & Organizational Psychology. 5th Ed. New York: Macmillan Publishing.

Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kualitatif

$
0
0
Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kualitatif - Dalam artikel ini dibahas bagaimana pengambilan subjek atau pengambilan sampel juga pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan bisa mempraktikkan bagaimana Pengambilan Subjek Dalam Penelitian Kualitatif.

Subjek Penelitian

Teknik Pengambilan Sample
  • Random sampling: simple random sampling, systematic random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, multi-stage sampling.
  • Non-Random sampling: accidental sampling, quota sampling, purposeful sampling 

Random Sampling
  • Simple random sampling: mengedepankan prinsip bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama. Contoh: teknik pengundian 
  • Systematic Random sampling: unsur populasi yang dipilih menjadi sample adalah berdasarkan urutan ke –X. urutan ke –X ditentukan secara random.
  • Cluster sampling: teknik sampling yang dilakukan terhadap unit sampling yang merupakan suatu kelompok (cluster). Anggota kelompok (cluster) tidak harus bersifat homogen. Setiap anggota kelompok dari kelompok cluster yang terpilih akan diambil sebagai sample
  • Stratified Random Sampling: teknik ini digunakan untuk sample dalam populasi yang berstrata.
  • Multi-stage sampling: teknik sampling yang paling tinggi ke tingkat yang paling rendah.

Non-Random Sampling
  • Accidental Sampling: “prinsip ketidaksengajaan”. Peneliti ingin meneliti seberapa sso sering melakukan kunjungan ke mall. Maka peneliti bisa memilih pengunjung mana saja yang kebetulan lewat di hadapan peneliti.
  • Quota sampling: jumlah sample yang dipilih berdasarkan kuota yang ditentukan oleh peneliti. 
  • Puposeful sampling: sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengna tujuan penelitian yang dilakukan.
    Cresswell (2008) mengemukakan sembilan strategi sampling dalam teknik pu roseful yang dapat dipilih. 

Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kualitatif_
image source: online-metrics.com
baca juga: Karakteristik Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

9 Strategi Pengambilan Sample

Sembilan strategi ini dipilih berdasarkan pertimbangan waktu pengambilan sample dilakukan, apakah sebelum pengumpulan data atau setelah pengumpulan data. Selain pertimbangan lainya adalah pertimbangan permasalahan yang diangkat dan pertanyaan yang akan dijawab.
  • Sampling dengan variasi maksimal 
  • Sampling dengan kasus ekstrim 
  • Sampling yang bersifat tipikal 
  • Sampling yang bersifat homogen 
  • Sampling yang bersifat kritis 
  • Sampling yang bersifat oportunis 
  • Sampling bola sajlu 
  • Sampling yang bersifat kuat atau lemah (confirming dan disconfirming) 


Contoh sampling:
  • Contoh sampling variasi maksimal: peneliti hendak melakukan penelitian mengenai stress kerja pada pekerja transportasi umum. Peneliti menggunakan strategi sampling dengan variasi maksimal sebagai tekniknya. Hal yang pertama harus dilakukan adalah melakukan identifikasi karakteristik pekerja sektor transortasi umum, kemudian peneliti melakukan teknik purposeful terhadap tiga jenis transportasi umu, seperti sopir bus, masinis kereta, nahkoda kapal yang dapat memberikan perspektif berbeda mengenai stres kerja. 
  • Kasus ekstreem: dukun cilik ponari. Berawal dari tragedi di sambar petir, ponari memiliki kekuatan untuk menyembuhkan segala macam penyakit. Jika peneliti ingin melakukan penelitian dengna strategi sampling, maka penleiti harus terjun langsung dan bergabung menjadi satu bagian dari individu tersebut. Peneliti tinggal bersama ponari dan keluarganya untuk mendapatkan perspektif yang tepat dan akurat. 
  • Contoh sampling bersifat khas: bedanya dengan sampling dengan kasus ekstrim adalah:kasusnya unik tidak biasa tetapi bukan merupakan kasus yang ekstrim. Objeka atau lokasi penelitian dipilih karena secara tipikal dapat mewakili fenomena yang diteliti. Howard Becker dan beberapa rekannya tertarik untuk mempelajari tentang bagaimana mahasiswa kedokteran disosialisasika ke dalam profesi. Mereka melakukan research di Fakultas Kedokteran Kansas (bukan di fakultas kedokteran yang lebih bergengsi lainnya) membuat hal ini menjadi unik dan khas.
  • Contoh sampling suatu teori: memberikan pemahaman lebih terhadap suatu konsep atau teori.
  • Contoh sampling yang bersifat homogen: Memilih subjek penelitian yang memiliki kesamaan sifat atau karakteristik antara subjek penelitian dengan kelompoknya atau populasinya. Contoh: Keturunan Tionghoa yang tinggal di Pecinan, masih mempertahankan budaya yang diturunkan dari generasi sebelumnya. 
  • Contoh sampling yang bersifat kritis: kekerasan pada lingkungan sekolah , dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk menggambarkan suatu kasus yang mengilustrasikan situasi secara dramatis. Dalam situasi ini peneliti harus sangat berhati-hati karena dapat membahayakan keselamatan peneliti itu sendiri 
  • Contoh sampling yang bersifat oportunis: Peneliti ingin meneliti mahasiswi yang berkuliah sambil bekerja paruh waktu. Pada awal penelitian, peneliti menggunakan strategi maximal sampling bervariasi untuk menentukan subjek penelitian yang dipilih. Setelah penelitian berlangsung dan proses pengambilan data sudah selesai dilakukan, tiba-tiba ditemukan ada beberapa subjek penelitian yang sedang hamil, sehingga subjek tersebut harus membagi waktunya untuk kuliah, bekerja paruh waktu dan menjaga kehamilannya. Dengan kondisi tersebut menarik peneliti untuk meneliti lebih lanjut ini disebut penelitian opportunistic sampling. 
  • Contoh sampling bola salju: ketika seorang penelitian, ternyata fenomena yang diteliti berkembang menjadi lebih luas, sehingga subjek penelitian pun bertambah. Karena subjek penelitian sebelumnya sudah tidak dapat memberikan informasi yang sesuai, peneliti meminta rujukan kepada subjek sebelumnya atau orang lain kepada subjek baru yang dapat memberikan informasi secara lebih lengkap.
  • Contoh sampling yang memperkuat atau memperlemah: Prosedur cross-check hasil temuan yang diperoleh dari sumber atau subjek penelitian. Untuk itu diperlukan subjek ataupun informan yang berfungsi sebagai individu yang memperkuat atau justru memperlemah temuan atau data yang diperoleh sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif, biasanya cross-check dilakukan dengan bantuan informan dari subjek penelitian. Informan yang dipilih adalah orang yang mengenal subjek dengna baik dan mengetahui karakteristik yang diteliti dari subjek penelitian. 

Metode pengumpulan data kualitatif:

A. WAWANCARA

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer- R) dan yang diwawancarai (Interviewee- E). Wawancara merupaka percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu. Bentuk-bentuk wawancara:

a. Wawancara terstruktur: terkesan kaku seperti interogasi dan pertukaran informasi sangat minimal.

Ciri-ciri wawancara terstruktur:

  1. Daftar pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan (sudah ada guidline dan pewawancara tinggal membacakan pertanyaan)
  2. Kecepatan wawancara terkendali: karena jumlah pertanyaan beserta pilihan jawaban sudah tersedia dan kemungkinan jawaban yang akan diperoleh sudah dapat diprediksi, maka waktu dan kecepatan wawancara dapat terkendali.
  3. Tidak ada fleksibilitas (pertanyaan atau jawaban), pertanyaan dan jawaban tambahan tidak ada di lapangan. 
  4. Mengikuti pedoman (dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata, tidak ada improvisasi)
  5. Tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu fenomena dan bukan untuk memahami fenomena tersebut 

b. Wawancara Semi-terstruktur, dengan ciri-ciri:
  1. Pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan.
  2. Kecepatan wawancara dapat diprediksi 
  3. Fleksibel tetap terkontrol 
  4. Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan an penggunaan kata 
  5. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena 

c. Wawancara tidak terstruktur, ciri-cirinya:
  1. Pertanyaan sangat terbuka 
  2. Kecepatan wawancara sulit diprediksi 
  3. Sangat fleksibel 
  4. Pedoman wawancara sangat longgar. Wawancara tidak terstruktur masih tetap diperlukan pedoman wawancara, hanya saja dalam wawancara semi terstruktur tidak terdapat topik-topik yang mengontrol alur pembicaraan, yang ada hanya tema sentral. 

Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara:
  • Terbuka- tertutup 
  • Primer- Sekunder: Pertanyaan Primer lebih bersifat umum untuk mengungkapkan data berdasarkan topik-topik bahasan. Pertanyaan sekunder pertanyaan lanjutan dari primer yang berfungsi memberikan penjelasan lebih lanjut atau sebagai tambahan informasi.
  • Pertanyaan Netral-pertanyaan mengarahkan 
Contoh:

Pertanyaan NetralPertanyaan Mengarahkan
PertanyaanTerbukaTertutupTerbukaTertutup
Bagaimana pendapat anda mengenai maraknya tawuran antar sekolah? Apakah anda setuju dengan maraknya tawuran antar sekolah? Siswa yang kurang mendapatkan perhatian orangtua, sering kali terlibat tawuran. Bagaimana pendapat anda tetang pernyataan tersebut?Tentunya anda tidak setuju dengan pendapat saya yang mengatakan bahwa siswa yang kurang mendapat perhatian orangtua, seringkali terlibat tawuran antar sekolah, bukan?

B. OBERVASI

Observasi adalah proses melihat, mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.

Metode Observasi:

1. Anecdotal Record: observasi yang hanya membawa kertas kosong mencatat perilaku yang unik dan hanya muncul sekali
Kelebihan Metode Anecdotal Record Kelemahan Metode Anecdotal Record
Pemahaman yangl ebih tepat tentang perilaku subjek mudah diperoleh dan dijelaskan. Yang berdampak daengan memudahkan peneliti menarik tema-tema umum dan kesimpulan umum dari perilaku yang muncul Dibutuhkan waktu yang cukup banyak, sulit diterapkan pada subjek yang komunal, peneliti harus jeli bahwa perilaku yang muncul pasti memiliki kaitan dengan perilaku yang lain. Contoh: Anak dinyatakan agresif (parsial) padahal anak melakukan perilaku agresif karena untuk membela dirinya sebelum ia dilukai (keseluruhan).

Tipe-tipe anecdotal record:

a. Tipe evaluasi: perilaku yang dimunculkan oleh subjek penelitian akan diinterpretasikan oleh peneliti dalam bentuk evaluasi. Sehingga hasil akhirnya bersifat dikotomi baik- buruk, rajin-malas.

Contoh: Ingin melihat motivasi sekolah siswa A, peneliti menggunakan bantuan dari satpam penjaga pintu untuk mencatat waktu kedatangan A selama seminggu. Setelah seminggu observasi, waktu tersebut dirata-ratakan dan diperoleh penurunan waktu kedatangan. Hasil evaluasi didapatkan bahwa A memiliki motivasi yang rendah.

b. Tipe interpretatif: Peneliti melakukan interpretasi terhadap perilaku berdasarkan kecenderungan-kecenderungan, kemungkinan atau sebab akibat.

Contoh: A terlihat sangat emosional, mudah tersinggung kepada adiknya. Kemarahannya terlalu berlebihan. Dalam 2 hari ini A tidak terlihat melakukan sholat padahal setiap hari ia selalu sholat tepat waktu. Dari kecenderungan yang ada , peneliti melakukan intepretasi bahwa A mengalami menstruasi.

c. Tipe deskripsi umum: Tipe anecdotal record yang berisi tentang catatan perilakuk subjek beserta situasinya dalam bentuk pernyataan umum.

Contoh: ketika sedang ujian akhir semester, A kebingungan dan sering kali menengok ke samping kiri dan kanan. Ia terlihat gelisah dan tampak kesulitan dalam menjawab soal ujian.

d. Tipe deskripsi khusus: Contoh: ketika sedang ujian akhir semester, A kebingungan dan sering kali menengok ke samping kiri dan kanan. Ia terlihat gelisah dan tampak kesulitan dalam menjawab soal ujian. Suatu saat ketika pengawas ujian lengah, ia tiba-tiba mengeluarkan selembar kertas berisi tulisan dari bawah mejanya yang kemudian diselipkan di sela-sela lembar soal ujian. A terlihat lebih tenang dan tidak emnengok ke samping kanandan kirinya. Tetapi pandangannya lebih sering melihat kepada pengawas ujian untuk memastikan apakah dirinya sedang diperhatikan atau tidak.

2. Behavioral checklist

3. Participantion Charts: kegiatan atau aktivitas berkelompok atau dilakukan secara bersama-sama untuk melihat seberapa banyak/ sering keterlibatan atau keaktifan dari subjek yang diobservasi

4. Behavioral Tallying: mengkuantifikasikan perilaku yang muncul dai anak dalam suatu rentang waktu yang ditentukan. Misal: observasi perillaku agresif anak hiperaktif.

C. STUDI DOKUMENTASI

Dokumen Pribadi (Diary, Surat Pribadi, autobiografi)

D. DOKUMEN RESMI:

  • internal: memo, pengumuman, instruksi , aturan suatu lembaga
  • eksternal: koran, buletin, majalah.

Sumber lainnya: hasil karya subjek (lukisan, puisi, karya seni), hasil periksa medis, piagam, hasil tes psikologi dsb

E. FGD

Sekian artikel tentang Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kualitatif. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alsa, A. (2003), Pendekatan kuantitatif & kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Alwasilah, C. (2003), Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya
  • Creswell, W.J. (1994), Research design: qualitative & quantitative approaches, California: Sage Publications, Inc.
  • Chun, S., Lee, Y. (2008). The Experience of Posttraumatic Growth for People with Spinal Cord Injury. Journal of Qualitative Health Research (18). 877. 
  • Moleong, J.L. (2004), Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
  • Parker, I. (2005), Qualitative psychology: introducing radical research, UK: Open University Press
  • Poerwandari, K. (2009), Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, Depok: LPSP3, Fakultas Psikolgi UI
  • Sugiyono (2008), Memahami penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta
Tags:
  • teknik pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif
  • pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
  • metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
  • dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara
  • teknik pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif
  • cara pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif
  • teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif
  • cara menentukan subjek penelitian kuantitatif

Fungsi Teori dan Peranan dalam Penelitian Kualitatif

$
0
0
Fungsi Teori dan Peranan dalam Penelitian Kualitatif - Dalam artikel ini akan dibahas validitas dan reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami validitas dan reliabilitas dalam penelitian kualitatif.

Reliabilitas

Realibilitas: kekonsitenan, keajegan atau ketetapan. Mengukur sesuatu secara berulang-ulang dengan kondisi yang sama atau relatif sama, maka kita akan mendapatkan hasil yang sama atau relatif sama (Konteks Kuantitatif).

Permasalahan Penelitian Kualitatif: sifatnya yang subjektif (“kepribadian manusia sebanyak manusia), situasi lapangan yang dinamis (“ibarat pohon yang terus berkembang”), hubungan da interaksi antara peneliti dengan subjek yang diteliti

Realibilitas dalam penelitian kualitatif diartikan pada tingkat kesesuaian antara data yang dikemukakan oleh subjek dengna kondisi yang sebenarnya. Untuk melihat tingkat kesesuaian tersebut diperlukan keandalan, ketelitian, dan kreativitas penelitian dalam mengungkapkannya.

Teknik yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif dalam melakukan reliabilitas:
  • Prosedur cek ulang: verifikasi (sejauh mana data sesuai dengan situasi konkrit) dan falsifikasi (mengecek seberapa jauh data yang ditemukan dapat diuji kebenarannya).
  • Melakukan teknik penggalian data yang bervariasi dan komprehensif: jangan mudah puas dengan data yang hanya dikumpulkan melalui satu metode 
  • Menambah jumlah subjek dan informan penelitian: sampai titik jenuh plus data dari informan sebagai data pendukung untuk meningkatkan reliabilitas data. 

Langkah-langkah dalam meningkatkan reliabilitas
  • Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin 
  • Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul 
  • Memanfaatkan langkah-langkah dan proses yang diambil peneliti sebelumnya sebagai masukan bagi peneliti 
  • Menyertakan patner yang akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis 
  • Cek dan re-chek data

Hal-hal lain yang dapat meningkatkan triangulasi data
  • Triangulasi: upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda, dengan cara berbeda untuk memperoleh kejelasan mengenai hal yang diteliti.
  • Patton (1990), ada empat jenis triangulasi:
    a. triangulasi data: variasi sumber data yang berbeda
    b. triangulasi peneliti: menyertakan beberapa peneliti atau evaluator yang berbeda.
    c. triangulasi teori: menggunakan perspektif yang berbeda untuk menginterpretasi data yang sama.
    d. triangulasi metode: dipakai metode yang berbeda untuk penelitian yang sama 

image source: workplacepsychology.net
baca juga: Teknik Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kualitatif

Validitas

Validitas adalah kesesuaian alat ukur dengan sesuatu yang hendak diukur (kuantitatif).

Validitas dalam penelitian kualitatif diistilahkan dengan Authenticity atau keaslian. Maksudnya adalah jujur, adil, seimbang berdasarkan sudut pandang subjek.

Istilah lain untuk validitias dalam kualitatif adalah kredibilitas.

Kredibilitas studi kualitatif terletak pada deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek.

Ada yang tetap menggunakan istilah validitas juga dengan pengertian yang berbeda dengan cara tidak memanipulasi variable melainkan dengan cara mendalami dunia subjek

Mendapatkan validitas lebih susah daripada reliabilitas karena peneliti harus bisa memposisikan kapan sebagai peneliti, sebagi instrumen pengumpul data yang bersifat netral dan sebagai evaluator.

Generalisasi

Perbedaan konsep generalisasi antara kuanti dan kuali.
Hal ini dikarenakan pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif yang berdasarka purposif/sample teorits dan bukan random.
Karenanya, generalisasi diarahkan pada kasus-kasus yang menunjukkan kesesuaian konteks, bukan dalam kerangka prinsip acak (random).

Berikut bahan tambahan bacaan yang bukan dituliskan oleh saya dan hanya dipergunakan untuk kepentingan bahan ajar

2.1 Pluralism in qualitative research: Synthesizing or combining methods


The importance of researching and studying people in as natural a way as possible is emphasised i.e. the ‘real world’ approach (Robson, 2011). This is contrasted with the positivist approach of refuting the null hypothesis. The need for the researcher to put herself

in the position of the ‘subject’ in her attempt to understand how the world is from that person’s perspective is emphasised. King and Horrocks, for instance, discuss these different, sometimes competing ‘quant – qual’ approaches to research. These authors suggest that, while often presented as the challenge of two ‘paradigms,’ it may be an unhelpful way to approach the quantitative – qualitative continuum (King & Horrocks, 2010, pp. 7). This is because some researchers today are beginning to think further about how we might optimise results by synthesizing qualitative and quantitative data to interpret our research evidence. Thus, we may further understand (verstehen), our findings, by drawing on social theory, from Max Weber’s work (Whimster, 2001, pp. 59-64). This interpretive approach, originating, as it does, from the field of social sciences, aims to develop new conceptual understandings and explanations in social theory (Pope, et al., 2007, pp. 72 onward). Cresswell and Clark (2007) recognise that, in order to avoid losing potential value of some data, it may be preferable to adopt ‘mixed methods’. This is often of value in, for example, health research where health evidence is needed from both quantitative and qualitative perspectives. This helps bring together diverse types of evidence needed to inform healthcare delivery and practice (Pope et al., 2007). I offer some suggestions and guidance for when either a qualitative or quantitative approach might be most useful, or alternatively, when it might be helpful to consider using combined methods i.e. a ‘mixed methods’ approach. The research focus can then be viewed from a number of vantage points, the approach known as triangulation (Banister et al., 2011; Huberman & Miles, 1998, pp. 199). Since triangulation is an approach which may be adopted across different qualitative methods, this is discussed next.

3. Triangulation

The term ‘triangulation’, according to Huberman and Miles, is thought to originate from Campbell and Fiske’s 1959 work on “multiple operationalism” developed from geometry and trigonometry (Huberman & Miles, 1998). Huberman and Miles caution that the term ‘triangulation’ may have more than one interpretation. However, it is usually used to describe data verification of data, and considered as a method for “…checking for the most common or the most insidious biases that can steal into the process of drawing conclusions.” (Huberman & Miles, 1998, pp. 198)

When researchers employ triangulation, multiple measures are used to ensure that any data variance is not due to the way in which the data were collected or measured. By linking different methods, the researcher intends that each method enhances the other, since all the information that is collected potentially offers to be contextually richer than if it were seen from only one vantage point. Each area provides a commentary on the other areas of the research (Frost, 2009). Triangulation can be a useful tool to examine data overload, where researchers analysing data may miss some important information due to an over-reliance on one portion of the data which could then skew the analysis. Another use is to provide checks and balances on the salience of first impressions. Triangulation is also a useful tool to help avoid data selectivity, such as being over-confident about a particular section of the data analysis such as when trying to confirm a key finding, or without taking into account the potential for sources of data unreliability (Huberman & Miles, 1998, pp.198-9). It should be noted however, that, although triangulation is generally considered helpful when using qualitative methods, it can just as equally be applied to quantitative or mixedmethods research. It is a pragmatic and strategic approach, whether applied to qualitative or qualitative research (Denzin & Lincoln, 1998). It may be viewed as providing a way of expanding the research perspective and becomes another means of strengthening research findings (Krahn et al.,1995).

Banister et al. (2011) point out that any method of enquiry, whether quantitative or qualitative, can be open to bias and/or value laden, a fact that should be acknowledged, “[…] a researcher and research cannot be value-free, and that a general ‘objectivist’ notion that science can be value-free is impossible, given that we are all rooted in a social world that is socially constructed. Psychology (at least in the West) has general values (even if these are often left implicit) of communicating broadening knowledge and understanding about people, with a commitment to both freedom of enquiry and freedom of expression.” (Banister et al., 2011, pp. 204)

Triangulation can help balance out, if not overcome, some of the challenges inherent in research, of whatever methodological persuasion (Todd et al., 2004). Triangulation can be separated into four broad categories: data triangulation, investigator triangulation, triangulation of method and triangulation of theory.

3.1 Data triangulation

Using one data origin may sometimes not be ideal. Collecting information from more than one source can extend and enhance the research process. Banister and colleagues suggest that more than one viewpoint, site, or source, increases diversity, thus leading to increased understanding of the research topic (Banister et al., 2011; Cowman, 1993). The authors propose it can be helpful to look at data collected at different times, or stages, of fieldwork, in order to re-evaluate (“research”) the material. This might mean checking if anything has been overlooked or given too much emphasis, during the research process. The use of triangulation can be very helpful when verification of data is needed, such as when doing action research or an ethnography (Walsh, 2012, pp. 257 onward).

The approach supports research being a reflexive, organic process, enriched by researchers’ increasing depth of knowledge as they investigate the area (Finlay, 2003). This is linked to the role of reflexivity in qualitative research, considered by many to be an essential component in qualitative inquiry (Banister et al., 2011, pp. 200-201; Frost, 2011, pp. 11-12). The researcher is expected to be able to stand back from the completed research and consider, in retrospect, the selected methodology, whether the approach adopted suited the analysis undertaken what the experience may have been like for both the researcher and the participants etc. Other factors which may be considered include whether flaws were found in the research design, how the research study might be improved or refined, what further research might be needed etc. Some researchers advocate keeping a journal or diary recording these reflexions during the actual research process (Robson, 2011, pp. 270).

3.2 Investigator triangulation

Investigator triangulation is a multi-vantage point method which, as the name suggests, uses different approaches to research into the one area, thus exploring a number of aspects of the topic being examined. In health psychology, for example, it can be a useful way to study certain types of patient groups such as children and their lives (Greig et al., 2008, pp. 88-89). Eiser and Twamley (1995), writing about children and illness, consider that triangulation provides a useful approach for researching children. They discuss research areas such as children’s understanding of illness and issues arising from a child’s consent to treatment. They point out that children have a different, more limited, vocabulary from adults. The authors state that, when researching illness and children, “…the greater involvement of the family all necessitate a distinctive approach” (Eiser & Twamley,1995, pp. 133). These authors conclude that combining methods involved in using triangulation helps improve investigators’ understanding of the issues being researched. They observe that, “Quantitative and qualitative research methods can be complementary. While quantitative work provides us with focused and highly generalizable information, qualitative work is particularly useful for new or sensitive areas where little may be known, or where the aim is to obtain understanding of more subjective and cultural aspects of illness.” (Eiser & Twamley,1999, pp. 145)

They conclude by citing Roche, stating, “…each type of approach while distinctly different in orientation, focus and application is able to contribute to the understanding of health problems and the development of solutions. The strengths of one approach do not diminish the other. Qualitative and quantitative techniques are complementary and both are powerful tools in their own right.” (Roche,1991, pp. 136, cited by Eiser & Twamley, ibid.)

Judith Sixsmith and John Daniels, for instance, consider investigator triangulation has the potential to enrich the research process. The authors, however, also flag up the possibility of difficulties in using this method. This can be further complicated when representing a range of perspectives, such as when incorporating stakeholders’ views. The authors suggest that “it cannot be assumed that that those around the table will have an equally shared degree of responsibility and contribution. If not, then once again fairness is challenged and ultimately more problems are created than solved.” (Sixsmith & Daniels, 2011, pp. 32-32)

3.3 Method triangulation

Triangulation by method uses several approaches to collect data and information about the topic being explored. Here the researcher chooses the method of inquiry according to the question being researched e.g. by observing behaviours (an observational approach) or exploring how participants feel e.g. using interviews. Multiple methods help avoid any problems of the research findings being an artefact of the particular method used (Banister et al., 2011). This can help resolve issues around any questions of validity or distortion (Flick, 1992; 2007, pp. 37 – 53). Triangulation of method can, therefore, give different information about the research area, where, drawing on the early gestalists work on field and ground, the whole becomes ‘more than the sum of the parts’ (Helson, 1933; Perls et al., 1951). It is possible to combine qualitative and quantitative methods using data synthesis and triangulation, such as in ‘mixed-methods’ (Cresswell & Clark, 2007; Pope et al., 2007). This methodological approach might encompass either combining different types of data within a research project, perhaps by surveying a large number of participants , thus obtaining quantitative data, before moving on to an in-depth interview element by using a smaller, purposeful sample, to provide further illumination or explanation of the survey findings (qualitative data). Alternatively, researchers might synthesize the evidence from the research data across several qualitative and / or quantitative studies in order to elaborate further on the research context concerned (Pope et al., 2007; Thomas et al., 2004). This can be viewed as a pragmatic approach in order to obtain the best information from the evidence available.

3.4 Theoretical triangulation

In contrast, theoretical triangulation explores, and is informed by, more than one theory or theoretical framework. This approach aims to explore the diversity and complexity that is frequently the reality of research particularly when examining human behaviours. This is especially likely where large, multidisciplinary research teams come together to work on a project such as in health research, economics, organisational behaviour and psychology. Theoretical triangulation acknowledges, and allows for, the broad range of theories, complexity and diversity of the real world and how different theories may be accounted for in research (Kok et al., 2004). This is linked to the concept of levels of triangulation where an attempt is made to investigate the topic at differing levels, where connections are made to both the explanations at the individual level and at a society level (Banister et al., 2011). This can lead to ‘contextualization’ of the picture to gain a greater understanding of the research ‘fit’ with the environment.

4. Qualitative methods and the implications for psychological research

The emphasis on interpretation and meaning has several implications for the qualitative psychology researcher and for service delivery areas such as health psychology and health services research. Gantley et al. (1999) in their text An Introduction to Qualitative Methods for Health Professionals, provide a useful summary:
  1. Interpretative analysis concentrates on understanding the views of research participants; it makes explicit the distinction between respondents’ views and researcher’s interpretation.
  2. Interpretative analysis accepts that there are different coexisting interpretations of any phenomenon, e.g. a sore throat, and may attach equal importance to each interpretation.
  3. The recognition of multiple meanings challenges one of the basic tenets of western biomedicine and evidence-based medicine, that of positivism.
(Source: adapted from Gantley et al., 1999)

Sekian artikel tentang Fungsi Teori dan Peranan dalam Penelitian Kualitatif. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alsa, A. (2003), Pendekatan kuantitatif & kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Alwasilah, C. (2003), Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya
  • Creswell, W.J. (1994), Research design: qualitative & quantitative approaches, California: Sage Publications, Inc.
  • Chun, S., Lee, Y. (2008). The Experience of Posttraumatic Growth for People with Spinal Cord Injury. Journal of Qualitative Health Research (18). 877. 
  • Moleong, J.L. (2004), Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
  • Parker, I. (2005), Qualitative psychology: introducing radical research, UK: Open University Press
  • Poerwandari, K. (2009), Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, Depok: LPSP3, Fakultas Psikolgi UI
  • Sugiyono (2008), Memahami penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta

Isu Etis dan Pokok Penting Etika dalam Penelitian Kualitatif

$
0
0
Isu Etis dan Pokok Penting Etika dalam Penelitian Kualitatif - Dalam artikel ini dibahas Isu Etis dalam penelitian kualitatif. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dilema etis, Pertanyaan Dan Implikasi Etis, Pokok-Pokok Penting Terkait Dengan Etika Penelitian, Menyelesaikan Dilema Etis.

Dalam setiap penelitian terdapat isu-isu etis yang mungkin muncul. Begitu pula dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif terdapat isu-isu etis yang mungkin muncul.

Terdapat pertanyaan-pertanyaan etis yang mungkin muncul dalam penelitian kualitatif. Termasuk di dalamnya, yaitu pertanyaan tentang konsekuensi positif dan manfaat penelitian, persetujuan subjek berupainformed consent, kerahasiaan dan anonimitas, konsekuensi negatif penelitian serta posisi dan peran peneliti. Isu-isu tersebut dapat muncul dalam setiap tahapan penelitian.

Tahapan yang mungkin memunculkan isu etis, yaitu pada tahap pemilihan tema atau topik, penyusunan desain, pada proses pengumpulan data dan transkrip, analisis dan interpretasi serta pelaporan dan publikasi.

Adapun hal-hal pokok penting terkait etika dalam penelitian, yaitu terdapat penyelewengan ilmiah, kemungkinan adanya penipuan dan plagiarisme dalam penelitian. Selain itu pada informed consent, subjek menyatakan kesediaan untuk terlibat dalam penelitian. Ada pula kerahasiaan dan anonimitas di mana identitas subjek disembunyikan, tetapi transkrip boleh dibaca pihak yang berkepentingan.
Selain itu, ada pula konsekuensi dan manfaat penelitian. Usahakan seminimal mungkin dampak yang mungkin muncul. Dan, pada independensi peneliti, masalah etis dapat muncul pada penelitian sponsor atau didanai pihak tertentu. Jangan sampai penulisan laporan didikte oleh pihak sponsor.

Isu Etis dan Pokok Penting Etika dalam Penelitian Kualitatif_
image source: literated.com
baca juga: Fungsi Teori dan Peranan dalam Penelitian Kualitatif

Sejumlah dilema etis biasanya muncul dalam penelitian yang menyangkut isu-isu SARA dan hal-hal yang sangat pribadi. Adapun cara implementasi prinsip etis dilakukan dengan tahapan identifikasi isu etis, cari tahu alternatif solusi, menganalisis resiko, melaksanakan pilihan dan evaluasi serta mengatasi konsekuensi negatif.

Prinsip-prinsip etis dalam penelitian bersinggungan dengan isu moral dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan perhatian khusus dari peneliti.

Metode Penelitian Kualitatif (http://adimapsi.blogspot.com/2011/03/metode-penelitian-kualitatif_07.html)

Konsep Dasar Penelitian Kualitatif

Ada beberapa istilah penelitian kualitatif yang digunakan yaitu penelitian atau inkuri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif ke dalam, etnometodologi, The Chicago School, fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3). Istilah inkuri almiah pada dasarnya juga menekankan pada kealamiahan sumber data. Selanjutnya ada beberapa pendapat dari para tokoh yaitu, Bogdan dan Taylor (1975;5) mendefinisikan metodologi kualitatif sabagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

Kemudian pengkajian definisi inkuri alamiah telah diadakan oleh Willem dan Rausch (1969), kemudian hasil mereka diulas lagi oleh Guba(lihat terjemahan St. Zanti Arbi, 1987:11-17), dan akhirnya disimpulkan sebagai berikut : 1. inkuri naturalistik selalu adalah suatu taraf; (2) taraf sejauh mana tingkatan pengkajian adalah naturalsitik merupakan fungsi sesuatu yang dilakukan oleh peneliti; (3) yang dilakukan oleh peneliti berkaitsn dengan stimulus variabel bebas atau kondisi antiseden yang merupakan dimensi yang penting sekali; (4) dimensi yang penting lainnya ialah apa yang dilakukan oleh peneliti dalam membatasi rentangan respon darim keluaran objek; (5) inkuri naturalistik tidak mewajibkan peneliti agar terlebih dahulu membentuk konsepsi-konsepsi atau teori tertentu mengenai lapangan perhatiannya; sebaliknya ia dapat mendekati lapangan perhatiannya dengan pikiran yang murni dan memperkenankan interpretasinya muncul dari dan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa nyata, dan bukan sebaliknya. Walaupun demikian pendekatan secara konseptual kosong tidaklah tepat dan naif; dan (6) istilah naturalistik merupakan istilah yang memodifikasi penelitian atau metode tetapi tidak memodifikasi gejala-gejala.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memehami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang. Ternyata definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaiti wawancara terbuka, sedang yang penting dari definisi ini hanya mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang.

Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Definisi ini lebih melihat perspektif emik dalam penelitian yaitu memandang sesuatu upaya membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit.

Berikutnya menurut Jane Richie, Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dari kajian tentang definisi-definisi diatas dapat disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalambentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Kode Etik Penelitian Kualitatif

Masalah etika dalam penelitian kualitatif sering kali lebih halus daripada survei atau masalah-masalah dalam penelitian eksperimental. Isu-isu ini berhubungan dengan karakteristik metodologi kualitatif atau bidang yang biasanya mencakup jangka panjang dan menutup keterlibatan pribadi, wawancara dan observasi partisipan. Penelitian lapangan adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada interaksi manusia, bukan dari satu dipandang sebagai di luar interaksi manusia. Lapangan penyelidik sendiri adalah alat pengukur. Ada beberapa sikap mengenai isu-isu etis dalam penelitian kualitatif. Ini termasuk sikap absolutisme, relativis sikap, sikap dan penipuan kontekstualis model.

Alamat sikap absolutis empat bidang keprihatinan etis, yaitu: perlindungan peserta dari bahaya (fisik dan psikologis), pencegahan penipuan, perlindungan privasi dan persetujuan. Sikap absolutis berpendapat bahwa ilmuwan sosial tidak punya hak untuk menyerang privasi orang lain. Karena gangguan terhadap privasi dapat menyebabkan kerugian, hanya orang-perilaku dan pengalaman yang terjadi di ruang publik harus dipelajari.

Sikap relativis menyatakan bahwa peneliti memiliki kebebasan mutlak untuk mempelajari apa yang mereka lihat cocok, tetapi mereka hanya harus mempelajari masalah-masalah yang mengalir dari pengalaman mereka sendiri. Penetapan agenda ditentukan oleh biografi pribadi, bukan oleh yang lebih besar komunitas ilmiah. Satu-satunya yang masuk akal adalah salah satu standar etika ditentukan oleh masing-masing hati nurani penyidik. Tidak ada satu set standar etika dapat dikembangkan, karena setiap situasi membutuhkan sikap etis yang berbeda. Penyelidik diarahkan untuk membangun terbuka, berbagi hubungan dengan orang-orang diselidiki.

Dalam penipuan sikap seorang penyelidik dapat menggunakan metode apapun yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih besar dalam situasi tertentu. Ini mungkin melibatkan berbohong, sengaja keliru diri sendiri, 'membuang' orang lain, pengaturan orang lain, menggunakan teknik wawancara permusuhan, membangun kepercayaan dan infiltrasi ramah pengaturan.

Yang kontekstualis atau sikap holistik dalam riset kualitatif mengacu pada deskripsi dan pemahaman peristiwa, tindakan, dan proses dalam konteks alam di mana mereka terjadi. Tidak ada usaha dilakukan untuk generalisasi ke populasi yang lebih besar. Sampling sengaja meliputi sumber-sumber data tersebut yang merupakan sumber terkaya informasi dalam konteks tertentu.

Pokok-pokok penting terkait dengan etika penelitian :
  1. Tindakan penyelewengan ilmiah (Scientific Misconduct)
  2. Cara memperlakukan Subjek Penelitian (Informed Consent)
  3. Kerahasian dan Anonimitas
  4. Konsekuensi dan manfaat penelitian
  5. Independensi Peneliti
  6. Batasan-batasan mengenai apa yang diteliti

Pokok-pokok penting terkait dengan etika penelitian :
  1. Tindakan penyelewengan ilmiah (Scientific Misconduct)
  2. Cara memperlakukan Subjek Penelitian (Informed Consent)
  3. Kerahasian dan Anonimitas
  4. Konsekuensi dan manfaat penelitian
  5. Independensi Peneliti
  6. Batasan-batasan mengenai apa yang diteliti

Sekian artikel tentang Isu Etis dan Pokok Penting Etika dalam Penelitian Kualitatif. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Alsa, A. (2003), Pendekatan kuantitatif & kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Alwasilah, C. (2003), Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya
  • Creswell, W.J. (1994), Research design: qualitative & quantitative approaches, California: Sage Publications, Inc.
  • Chun, S., Lee, Y. (2008). The Experience of Posttraumatic Growth for People with Spinal Cord Injury. Journal of Qualitative Health Research (18). 877.
  • Moleong, J.L. (2004), Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
  • Parker, I. (2005), Qualitative psychology: introducing radical research, UK: Open University Press
  • Poerwandari, K. (2009), Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, Depok: LPSP3, Fakultas Psikolgi UI
  • Sugiyono (2008), Memahami penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta

Memahami Metode Penelitian Kualitatif Menurut Para Ahli

$
0
0
Memahami Metode Penelitian Kualitatif Menurut Para Ahli - Dalam upaya memperkenalkan pendekatan kualitatif, pembandingan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif tidak dapat dihindarkan, dan memang harus dilakukan. Hal ini terutama perlu dilakukan karena penelitian kualitatif masih sering dilihat dari kaca mata berpikir positivistik-kuantitatif, suatu cara berpikir yang tidak tepat dan hanya merugikan perkembangan ilmu. Pembandingan juga perlu dilakukan untuk dapat membantu dalam pemilihan pendekatan dan metode apa yang lebih cocok digunakan bagi topik penelitian. Bagaimanapun perlu diingat bahwa pembandingan merupakan simplifikasi, dan dalam kenyataannya, suatu masalah penelitian sering memerlukan penggabungan antara yang kuantitatif dan kualitatif untuk dapat memberikan pemahaman utuh mengenai fenomena yang diteliti.

Suatu hal yang wajar, bahwa telah terbiasanya psikologi dengan tradisi positivistik, berbagai kebingungan dan debat muncul tentang penelitian kualitatif. Kebingungan itu terutama menyangkut peran dan posisi teori, serta cara analisis dan interpretasi. Ada yang memandang teori harus diberlakukan sama seperti dalam penelitian kuantitatif, yang lain mengatakan teori tidak terlalu diperlukan, sementara sebagian lagi menbgatakan teori tetap sangat diperlukan, tetapi harus diperlakukan dengan cara berbeda.

Kecenderungan negatif dalam memanfaatkan pendekatan kualitatif

Dengan tidak dipahaminya pendekatan kualitatif dengan baik, satu fenomena yang cukup umum terjadi adalah bahwa data yang diperoleh dari penelitian kualitatif diperlakukan secara tidak tepat. Pada akhirnya yang tertampil adalah analisis dan kesimpulan yang terlalu sederhana dan simplistis karena kekayaan data kualitatif terbuang begitu saja tanpa mendapat pengolahan yang memadai. Fenomena lain yang juga kurang positif adalah keyakinan sebagian peneliti bahwa "kalau mau menggunakan subjek dengan jumlah sedikit, gunakan saja pendekatan kualitatif". Dengan cara berpikir demikian, terjadi minimalisasi, peneliti sekenanya menggunakan pendekatan kualitatif sekedar karena enggan berusaha maksimal dalam pengumpulan data.

Selanjutnya sering juga terdengar komentar:"... banyak orang beralih ke peneltian kualitatif karena mereka tidak mereka tidak menguasai metodologi penelitian dan statistik, atau karena enggan mencari banyak partisipan penelitian". Penilaian seperti ini tidak sepenuhnya salah karena memang ada kecenderungan sebagian pihak menganggap penelitian kualitatif sebagai sekedar penelitian yang bukan kuantitatif (tidak menggunakan angka dan statistik), dan karenanya, lebih mudah dilakukan. Neuman (1997) menyatakan bahwa orang cenderung melihat penelitian kualitatif sebagai penelitian yang lebih mudah. Karena itu mereka yang merasa terbatas kemampuan statistiknya mencari jalan pintas lewat pendekatan kualitatif.

Tampaknya tidak semua memahami dengan jelas bahwa permasalahannya bukanlah memilih paradigma dan pendekatan yang lebih mudah atau lebih sukar, lebih ilmiah atau kurang ilmiah, melainkan bahwa keduanya memiliki asumsi-asumsi yang berbeda. Suatu topik dan tujuan penelitian tertentu harus memperoleh penanganan yang tepat, dalam arti, dipahami dan dikelola dengan menggunakan paradigma dan pendekatan yang tepat, untuk dapat mengungkapkan realitas yang sesungguhnya.

Memahami Metode Penelitian Kualitatif Menurut Para Ahli_
image source: blog.experientia.com
baca juga: Dampak Gaya Kepemimpinan Coaching Terhadap Perilaku Korupsi

Pendekatan penelitian yang tepat sebagai prasyarat dapat dijalankannya peran psikologi secara signifikan dalam masyarakat

Dalam mukadimah American Psychological Association dikemukakan:
Psychologists respect the dignity and worth of the individual and strive for the preservation and protection of fundamental human rights, they are committed to increasing knowledgenof human behavior and of people's understanding of themselves and others and tonthe utilization of such knowledge for the promotion of human welfare ( dikutip dari Purwandari, hal 12).

Prinsip di atas menjelaskan bagaimana psikologi ingin menjalankan peran positif bagi pengembangan kehidupan masyarakat. Dikaitkan dengan metodologi penelitian, tampaknya akan sulit bagi psikologi untuk mampu secara optimal menjalankan peran yang digariskannya sendiri bila membatasi peneltiannya hanya pada aspek-aspek tertentu, dan hanya dengan metode-metode tertentu. Penelitian tentang perilaku dan penghayatan manusia harus memungkinkan pemahaman tentang kompleksitas perilaku dan penghayatan tersebut. Untuk keperluan itu, peneliti psikologi harus memperlakukan manusia secara empatis sebagai makhluk yang jelas memiliki kesadaran (memiliki pemahaman tentang hidupnya). Giorgi (1995) menjelaskan dalam uraiannya:
What remains to be mentioned is the fact that how one is systematic, methodical, critical and general with objects of knowledge that do possess consciousness. The criteria are the same, but the manner of implementing the criteria are quite different because of the essential qualitative difference between phenomena that have consciousness and those that lack of it.

Kupas Tuntas Metode Penelitian Kualitatif

PENGERTIAN METODE PENELITIAN KUALITATIF

Terdapat kesalahan pemahaman di dalam masyarakat bahwa yang dinamakan sebagai kegiatan penelitian adalah penelitian yang bercorak survei. Ditambah lagi ada pemahaman lain bahwa penelitian yang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan datanya dianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman ini berkembang karena kuatnya pengaruh aliran positivistik dengan metode penelitian kuantitatif.
  1. Ada dua kelompok metode penelitian dalam ilmu sosial yakni metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Di antara kedua metode ini sering timbul perdebatan di seputar masalah metodologi penelitian. Masing-masing aliran berusaha mempertahankan kekuatan metodenya
  2. Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metode penelitian kualitatif adalah keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapat dianalisa dengan metode yang dipinjam dari ilmu eksakta.
  3. Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaan angka
  4. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.

DASAR-DASAR PENELITIAN KUALITATIF

Paradigma Metode Penelitian

Ada dua metode berfikir dalam perkembangan pengetahuan, yaitu metode deduktif yang dikembangkan oleh Aristoteles dan metode induktif yang dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif adalah metode berfikir yang berpangkal dari hal-hal yang umum atau teori menuju pada hal-hal yang khusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif adalah sebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebut diperlukan dalam penelitian.

Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik. Tetapi dalam perkembangannya, data yang berupa angka dan pengolahan matematis tidak dapat menerangkan kebenaran secara meyakinkan. Oleh sebab itu digunakan metode kualitatif yang dianggap mampu menerangkan gejala atau fenomena secara lengkap dan menyeluruh.

Tiap penelitian berpegang pada paradigma tertentu. Paradigma menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Peneliti bersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yang terjadi dan tanpa ingin berusaha untuk merubah. Masa ini disebut masa pra-positivisme.

Setelah itu timbul pandangan baru, yakni bahwa peneliti dapat dengan sengaja mengadakan perubahan dalam dunia sekitar dengan melakukan berbagai eksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebut masa positivisme.

Pandangan positivisme dalam perkembangannya dibantah oleh pendirian baru yang disebut post-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolak belakang dergan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap positivisme. Menurut pandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu tetapi lebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teori tertentu saja.

Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secara kronologis berurutan yakni metode pra-positivisme, positivisme, dan post-positivisme.

Ciri-ciri Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian lain. Untuk mengetahui perbedaan tersebut ada 14 ciri penelitian kualitatif yaitu:
  1. Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam kondisi yang asli atau alamiah (natural setting).
  2. Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data berdasarkan pengamatan dan wawancara
  3. Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.
  4. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil, artinya dalam pengumpulan data sering memperhatikan hasil dan akibat dari berbagai variabel yang saling mempengaruhi.
  5. Latar belakang tingkah laku atau perbuatan dicari maknanya. Dengan demikian maka apa yang ada di balik tingkah laku manusia merupakan hal yang pokok bagi penelitian kualitatif. Mengutamakan data langsung atau “first hand”. Penelitian kualitatif menuntut sebanyak mungkin kepada penelitinya untuk melakukan sendiri kegiatan penelitian di lapangan.
  6. Dalam penelitian kualitatif digunakan metode triangulasi yang dilakukan secara ekstensif baik tringulasi metode maupun triangulasi sumber data.
  7. Mementingkan rincian kontekstual. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang sangat rinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti.
  8. Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti, jadi tidak sebagai objek atau yang lebih rendah kedudukannya.
  9. Mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dan segi pendiriannya.
  10. Verifikasi. Penerapan metode ini antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif.
  11. Pengambilan sampel secara purposif. Metode kualitatif menggunakan sampel yang sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian.
  12. Menggunakan “Audit trail”. Metode yang dimaksud adalah dengan mencantumkan metode pengumpulan dan analisa data.
  13. Mengadakan analisis sejak awal penelitian. Data yang diperoleh langsung dianalisa, dilanjutkan dengan pencarian data lagi dan dianalisis, demikian seterusnya sampai dianggap mencapai hasil yang memadai.
  14. Teori bersifat dari dasar. Dengan data yang diperoleh dari penelitian di lapangan dapat dirumuskan kesimpulan atau teori.

Dasar Teoritis Penelitian

Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah. Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah:
  1. Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.
  2. Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka. Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses penafsirannya bersifat esensial serta menentukan.
  3. Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan menurut perspektif ini seorang peneliti mungkin dapat memikirkan suatu peristiwa di mana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana sebaiknya diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.
  4. Pendekatan etnometodologi. Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata hidup mereka sendiri. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Seorang peneliti kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut pandang dari objek penelitiannya.

KEDUDUKAN DAN RAGAM PARADIGMA

Kedudukan Paradigma Dalam Metode Penelitian Kualitatif

Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan penemuan dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda. Dari sini dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka cabang studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan pengorganisasian, yang meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan, prinsip-prinsip serta metoda-metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan peneliti di dalam mencari kebenaran melalui kegiatan penelitian.

Dasar-dasar untuk melakukan kebenaran itu biasa disebut sebagai paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Ada berbagai macam paradigma yang mendasari kegiatan penelitian ilmu-ilmu sosial. Paradigma-paradigma yang beragam tersebut tidak terlepas dari adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan Hermeneutika.

Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba pasti. Sedangkan Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut.

Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh peneliti sangat ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya. Oleh karena itu pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu dilakukan oleh para peneliti. Bagi kegiatan penelitian, paradigma tersebut berkedudukan sebagai landasan berpijak atau fondasi dalam melakukan proses penelitian selengkapnya.

Sekian artikel tentang Memahami Metode Penelitian Kualitatif Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka
  • Purwandari, E. Kristi (1998), Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI (LPSP3) 

Memahami Ruang Lingkup Job Redesign dan Job Enrichment

$
0
0
Memahami Ruang Lingkup Job Redesign dan Job Enrichment - Telah lama para manejer meyakini, bahwa penempatan orang yang tepat untuk suatu pekerjaan adalah jaminan bagi keberhasilan suatu perusahaan. Pepatah lama mengatakan “ the right man on the right job”, artinya menempatkan orang sesuai dengan keahliannya. Di samping itu diakui pula oleh para karyawan bahwa pada suatu saat bekerja itu sampai kepada titik jenuh, mereka merasa tidak memiliki tantangan dan tidak memiliki motivasi untuk bekerja lebih baik.

Apabila kondisi tersebut telah muncul ke permukaan, maka ada empat alternatif yang bisa dilakukan oleh manajemen, yaitu:
  1. organisasi tidak melakukan apa-apa.
  2. Manajemen menawarkan pekerja uang untuk menerima pekerjaan yang berulang-ulang, tidak menarik dan membosankan.
  3. Organisasi dapat berusaha menggantikan pekerja dengan mesin dengan mengotomasi banyak pekerjaan.
  4. Perusahaan mendesain ulang pekerjaan agar pekerjaan tersebut mempunyai arti bagi pegawai.
Artikel ini akan membahas tentang bagaimana manajemen menyiasati kejenuhan karyawan atau pegawai dengan melakukan serangkaian tindakan job redesign dan job enrichment

Memahami Ruang Lingkup Job Redesign dan Job Enrichment_
image source: lam-inc.com
baca juga: Memahami Metode Penelitian Kualitatif Menurut Para Ahli
  1. PENGERTIAN
Desain pekerjaan adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Dalam lingkup manajemen personalia,  desain pekerjaan sangat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja, di mana hal ini tercermin pada kepuasan individu para pemegang jabatan.

            Menurut Kartono (2002:167), salah satu kepuasan kerja  sejati yang bisa diperoleh dalam lingkungan kerja ialah rasa bangga dan keberhasilan/sukses melaksanakan tugas pekerjaan sampai tuntas. Di samping itu, pencapaian kerja tidak dapat dipungkiri ada korelasinya dengan motivasi, di mana di dalamnya menyangkut:
  1. Pekerjaan itu bisa dilakukan sebagai tujuan akhir, yaitu sebagai pencapaian keahlian. Misalnya, suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pegawai pada akhirnya membuat ia semakin professional dibidangnya. Seorang ahli komputer akan lebih nyaman apabila ditempatkan pada bagian komputer.
  2. Pekerjaan bisa dilakukan secara sukarela atas dasar motivasi “kerja sebagai tujuan intermedier/sementara”, namun masih ada kaitannya dengan situasi kerja. Misalnya untuk mendapatkan kawan bergaul, mendapatkan status sosial, bisa berkuasa, memperoleh hiburan, dapat menyalurkan hobby dan bakat, untuk mendapatkan kawan satu profesi, dan lain-lain.
  3. Pekerjaan itu mungkin diterima atas dasar motivasi-motivasi ekstrinsik; yaitu rangsangan-rangsangan dari luar. Misalnya motivasi hobby mengumpulkan uang, terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarga, dan sebagainya.
  1. RUANG LINGKUP “JOB RESDESIGN”
Secara teoretik ada empat (4) langkah yang menjadi ruang lingkup “job redesign”, yaitu:
  1. Job redesign merubah hubungan dasar anatar pekerja dan pekerjaan, yang sudah lama menjadi masalah human relations. Pada masa Manajemen ilmiah, pekerjaan dianggap sebagai komoditi tetap yang tidak bisa dirubah. Pandangan perilaku (behavior) menekankan pada seleksi dan training Job redesign membongkar tradisi tersebut dengan asumsi bahwa pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang kuat atas motivasi pekerja, kepuasan dan produktivitas. Jadi, job redesign memandang bahwa pekerjaan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan prestasi kerja seseorang. Misalnya, seorang sarjana komunikasi akan sangat baik jika ditempatkan pada bagian humas pada sebuah perusahaan atau instansi. Ia akan termotivasi karena jenis pekerjaannya sesuai dengan keahliannya.
  2. Job redesign tidak berusaha merubah sikap (seperti mempengaruhi pekerja untuk memberi perhatian pada hasil kerja dalam program mengurangi kegagalan) tetapi mengasumsikan bahwa sikap positif akan mengikuti jika pekerjaan ini didesain ulang dengan layak. Artinya, jika seseorang ditempatkan kembali pada posisi yang sesuai keahliannya, maka akan muncul sikap positif (motivasi tinggi, disipliun, produktif, dll) dalam melaksanakan pekerjaannya.
  3. Job redesign membantu individu memperoleh kembali kesempatan untuk mengalami jerih payah dari melakukan sesuatu dengan baik. Ini lebih dari sekadar kepuasan, di sini ada juga merasa berharga dan memiliki kemampuan dimana pekerja merasa tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Misalnya, seorang pegawai atas dasar pertimbangan tertentu dipindahkan kepada unit lain, maka ia memiliki kesempatan untuk membuktikan dirinya bisa berprestasi tinggi di tempat yang baru. Di sinilah rasa kemanusiaannya merasa dihargai.
  4. Seringkali ketika organisasi mendesain ulang pekerjaan dan mengatasi masalah pegawai dan pekerjaannya. Seperti telah dikemukakan di atas, suatu saat siapaun memiliki kejenuhan dan masalah dalam pekerjaannya, maka me-redesign pekerjaan bagi karyawan adalah kebutuhan.
Job redesign menjadi alat yang ampuh karena menjadi basis untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya organisasi. Menurut ahli, ini merupakan jalan bagi perusahaan untuk bekerja “lebih bijak” dari pada “lebih keras”.
  1. TEKNIK JOB REDESIGN
Beberapa teknik yang sering digunakan dalam job redesign adalah sebagai berikut:
  1. Job Rotation
            Menggerakkan pekerja dari satu pekerjaan kepada yang lain untuk tujuan mengurangi kejenuhan adalah job rotation (rotasi pekerjaan) atau juga dikenal dngan istilah “rolling”. Perpindahan bisa dilakukan dalam bagian atau antar bagian yang berbeda atau dalam unit yang ada. Misalnya, pegawai yang asalnya dibagian personalia dirotasi ke bagian umum, dan sebagainya.

            Beberapa keuntungan yang dapat diraih dalam rotasi ini adalah: (a) mereka lebih tertarik terhadap pekerjaan baru, lebih tertantang, dan ini suatu hal yang positif untuk meningkatkan kinerja pegawai, (b) pegawai merasa memiliki wawasan yang luas (bertambah) dengan pekerjaan yang barunya, dan (c) semangat pegawai yang mengalami rotasi akan meningkat sehingga produktivitasnya meningkat.
  1. Job Enlargement
            Memberikan kesempatan pekerja untuk melakukan sesuatu yang “lebih” adalah job enlargement (perluasan kerja). Biasanya pekerjaan baru ini sama dengan apa yang telah dilakukan oleh seseorang sebelumnya. Misalnya, Mila menangani customer relations (hubungan dengan pelanggan), Kamal bergerak di bidang government relations (hubungan dengan pemerintah)  dan Leni menangani employee relations (hubungan dengan karyawan), ketiganya dapat memperluas pekerjaannya dengan mengijinkan setiap ornag dari mereka melakukan ketiga fungsi tadi.

            Jadi, pekerjaan Mila, kamal atau Leni bisa diperluas dengan cara melakukan ketiga jenis pekerjaan tersebut. Dengan cara demikian ketiganya merasa memiliki tantangan baru dalam bekerja. Beberapa peneliti melaporkan bahwa keuntungan utama job enlargement tampaknya adalah meningkatnya kepuasaan kerja dan kualitas pekerjaan.
  1. Job Enrichment (Perluasan Pekerjaan)
Perluasan secara horizontal), yaitu penambahan lebih banyak tugas kepada karyawan untuk meningkatkan variasi pekerjaan dan mengurangi sifat pekerjaan yang membosankan. Memang secara sekilas perluasan ini akan mengakibatkan in-efisiensi, tetapi di sisi lain perluasan ini akan memacu karyawan untuk bekerja lebih optimal, secara psikologis hilangnya rasa bosan atau jenuh, dan tumbuhnya motivasi yang tinggi.

Perluasan pekerjaan secara vertikal, yaitu perluasan pekerjaan dan tanggung jawab secara vertikal. Perubahan dan perluasan ini  suatu yang direncanakan dengan maksud memberi variasi pekerjaan lebih besar terutama bagi karyawan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih. Lebih jauh, perluasan secara vertikal ini  akan memberi kepuasan batin (psikologis) dan pengembangan pribadi.

Tetapi perlu disadari, job enrichment bukan tanpa resiko, mereka yang melakukannya tanpa determinasi (keinginan) yang kuat untuk melakukan dengan benar akan gagal. Untuk itu diperlukan juga untuk mempertimbangkan dimensi-dimensi pekerjaan inti.
  1. Dimensi Pekerjaan Inti
Dimensi pekerjaan inti (core job dimensions) adalah karakteristik-karakteristik yang membuat pekerjaan lebih motivasional. Ada lima dimensi pekerjaan inti:
  1. Skill Variety (berbagai keterampilan)
  2. Task identity (Identitas tugas)
  3. Task significance (pentingnya tugas)
  4. Otonomi, dan
Skills Variety 
Skills Variety adalah tingkatan dimana pekerjaan membutuhkan pemenuhan berbagai kegiatan. Dua keterampilan yang umum adalah keterampilan motorik dan intelektual. Keterampilan motorik dibutuhkan untuk melakukan sesuatu dalam bentuk gerakan, sedangkan keterampilan intelektual untuk berpikir. Jika sebuah pekerjaan dapat menghimpun keduanya, ini dapat menyediakan berbagai varietas lebih besar lebih dari satu yang dibutuhkan. Misalnya, seorang pegawai memiliki keterampilan motorik menjalankan computer, ia pun memiliki kemampuan intelektual dalam merancang suatu program.

Task Identity
Task Identity adalah tingkatan dimana pekerjaan membutuhkan penyelesaian keseluruhan atau tiap pekerjaan yang dapat diidentifikasi. Seseorang dapat melakukan lebih dalam pekerjaannya, sebagai akibatnya mereka akan teridentifikasi pekerjaannya (tercipta “sense of belonging”). Task identity akan lebih besar apabila seseorang terlibat lebih besar dalam penyelesaian suatu pekerjaan.
Misalnya, Dini terlibat total dalam mengerjakan penggajian para pegawai lainnya, maka akan timbul di jiwa Dini perasaan memiliki terhadap pekerjaan tersebut. Dan oleh karenanya ia akan semakin bersemangat dalam bekerja.

Task Significance
Task Significance adalah tingkatan dimana sebuah pekerjaan mempunyai pengaruh yang mendasar atas hidup dan pekerjaan orang lain. Ketika pegawai dapat melihat bagaimana pekerjaan yang mereka lakukan mempengaruhi orang lain, mereka cenderung lebih termotivasi melakukan pekerjaannya dengan baik.

            Misalnya, pekerjaan yang dilakukan Heru pada bagian akademik pada salah satu Perguruan Tinggi berpengaruh terhadap Rudi yang bekerja pada bagian kemahasiswaan. Maka  Heru akan semakin memiliki motivasi untuk bekerja lebih baik, sebab ia merasakan bahwa pekerjaannya sangat menentukan orang lain.

Otonomi
Otonomi adalah tingkatan dimana pekerjaan menyediakan pekerja kebebasan, kemerdekaan dan penilaian yang baik (kebebasan dalam menentukan langkah) dalam menjadwalkan pekerjaan dan menentukan bagaimana melakukannya. Ketika para pekerja mulai merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas mereka tanpa tergantung pada orang lain untuk arahan dan instruksi, mereka mengembangkan perasaan tanggung jawab pribadi yang kuat untuk sukses dan gagalnya pekerjaan. Mereka termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan yang terbaik.

            Misalnya, berhasilnya suatu perusahaan televisi akan sangat bergantung kepada Dani sebagai manajer pemasaran. Maka Dani akan berusaha sekuat mungkin untuk bekerja, karena ia merasa kepercayaan penuh (otonomi) yang telah didapatkannya akan menentukan keberhasilan perusahaannya.
  1. PRINSIP-PRINSIP PENGAYAAN PEKERJAAN (JOB ENRICHMENT PRINCIPLES)
Ada banyak cara untuk memperkaya pekerjaan yang menjadikan pekerjaan lebih berarti. Dalam bagian ini kita melihat lima (5) prinsip pengayaan pekerjaan:
  • Pembentukan unit kerja yang natural (alami).
Salah satu cara memperkaya pekerjaan adalah melalui pembentukan unit kerja yang alami di mana pegawai mendapatkan kepemilikan pekerjaan. Contoh, tanggung jawab untuk semua pekerjaan pengetikan oleh satu departemen atau orang dapat ditugaskan pada satu juru ketik. Seiring dengan jalannya waktu, juru ketik mulai mengidentifikasi diri dengan tugasnya dan melihat bagaimana bahan tersebut bernilai bagi seseorang yang menerimanya.
  • Pembentukan hubungan pekerja-klien
Pekrja sangat jarang kontak dengan pengguna produk atau jasanya. Jika hubungan tersebut dapat dibangun, komitmen kerja dan motivasi biasanya meningkat. Ada tiga langkah dalam membina hubungan pekerja-klien:
  1. Identifikasi klien (siapa-siapa saja kliennya)
  2. Tentukan kontak langsung yang paling memungkinkan anatara pekerja dan klien (misalnya melalui pameran di mall, dan lain-lain)
  3. Bentuk sistem dimana klien dapat mengevaluasi kualitas produk dan jasa dan mengatakan penilaiannya secara langsung kepada pekerja (misalnya memlaui surat pembaca, kotak saran dan lain-lain).
Dengan cara begitu, maka pegawai seolah-olah merasa diperharikan oleh para kliennya, yang pada akhirnya memotivasi kerja mereka.
  • Pengabungan Tugas (combining Task)
Prinsip penggabungan tugas-tugas didasarkan atas asumsi bahwa motivasi kerja yang lebih tinggi dapat terjadi ketika serangkaian tugas-tugas yang simpel digabungkan membentuk suatu model yang baru dan lebih besar. Misalnya, bagian persoanlia bisa digabungkan dengan bagian litbang (penelitian dan pengembangan). Penggabungan kedua jenis pekerjaan tersebut akan memicu motivasi baru.
  • Vertical Loading (Menambah/Membebani Pekerjaan)
Ketika  kesenjangan (gap) anatara “melakukan” dan “mengkontrol” dikurangi, “vertical loading “ terjadi. Khususnya, tanggungjawah yang sebelumnya merupakan tanggungjawab manajemen sekarang didelegasikan  kepada pegawai sebagai  bagian dari pekerjaan. Beberapa cara membebani pekerjaan secara vertical (vertically loading a job) termasuk:
  • Memberi pekerja tanggung jawab untuk memutuskan metode kerja dan untuk menasehati/membantu melatih pegawai yang kurang berpengalamanan.
  • Memberikan kebebasan yang meningkat kepada pekerja termasuk keputusan-keputusan tentang kapan memulai dan berhenti bekerja, kapan istirahat, dan bagaimana menentukan prioritas kerja.
  • Mendorong pegawai untuk mengatasi kesulitan-kesulitannya dan mengelola krisis pekerjaan dari pada dengan cepat memanggil penyelia mereka.
  • Memberikan pegawai pengetahuan yang meningkat tentang aspek keuangan, organisasi, dan kontrol yang meningkat atas anggaran yang mempengaruhi pekerjaan mereka.
Ketika pekerjaan dibebani secara vertical, otonomi naik, pekerja merasa tanggungjawab personal dan akuntabilitas untuk outcome/dampak dari usaha mereka.
  • Membuka Saluran Umpan Balik
Dalam banyak pekerjaan, banyak cara untuk membuka saluran umpan balik sehingga pekerja dapat memonitor kinerja mereka. Salah satu cara seperti yang telah disebutkan di muka adalah membangun hubungan klien-pekerja dimana pekerja dapat belajar apa yang klien suka dan tidak suka tentang produk atau jasa yang disediakan.

Cara yang lain adalah menempatkan/memberikan kontrol yang sebesar mungkin kepada pegawai. Misalnya dari pada kulaitas produk di cek oleh bagian quality assurance, lebih baik di cek oleh bagian tersebut. Cara tersebut dapat menyediakan feedback dengan cepat, dan memberikan kesempatan kepada individu kontrol diri. Menempatkan fungsi kontrol kualitas ditangan pekerja mengakibatkan kualitas dan kuantitas output yang lebih besar. Prinsip-prinsip ini membantu mengatasi salah satu masalah Human Relations.


Gambar Job Redesign


Sekian artikel tentang Memahami Ruang Lingkup Job Redesign dan Job Enrichment. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Hodgetts, Richard M., Modern Human Relations At Work, The Dryden Press Harcourt Brace Jovanovich, Fort Worth, TX, 1993.
  • Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations. Bandung: mandar Maju, 1993.

Pengertian dan Karakteristik Kepemimpinan dalam Manajemen

$
0
0
Pengertian dan Karakteristik Kepemimpinan dalam Manajemen - Dalam sebuah manajemen, kepemimpinan memegang peranan penting untuk menggerakkan roda perusahaan. Kepemimpinan yang efektif akan melahirkan perusahaan yang mampu berkompetisi dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang kepemimpinan menjadi keharusan yang tak terelakan. 

Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami tentang pengertian kepemimpinan, karakteristik personal dan - karakteristik kepemimpinan yang berkaitan dengan efektifitas manajerial termasuk superior intelligence, kematangan emosi, dorongan motivasi, keterampilan problem-solving, keterampilan manajerial dan kepemimpinan, dll. 

KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)
  1. Pengantar
Alkisah, seorang raja yang sudah memasuki usia senja sedang mempersiapkan putranya agar suatu ketika kelak dapat menggantikan dirinya. Ia mengirim putranya kepada seorang bijak untuk belajar mengenai kepemimpinan. Setelah menempuh perjalanan panjang, bertemulah putra mahkota ini dengan si orang bijak. “Aku ingin belajar padamu cara memimpin bangsaku” katanya. Orang bijak menjawab “ masuklah engkau ke dalam hutan dan tinggalah disana selama setahun. Engkau akan belajar mengenai kepemimpinan.”

Setahun berlalu. Kembalilah putra mahkota ini menemui si orang bijak. “ Apa yang sudah engkau pelajari ?” tanya orang bijak. “ Saya sudah belajar bahwa inti kepemimpinan adalah mendengarkan, “jawabnya.” Lantas, apa saja yang sudah engkau dengarkan ?”  “Saya sudah mendengarkan bagaimana burung-burung berkicau, air mengalir, angin berhembus, dan srigala melolong di malam hari,” jawabnya.  “Kalau hanya itu yang engkau dengarkan berarti engkau belum memahami arti kepemimpinan. Kembalilah ke hutan dan tinggalah di sana setahun lagi,  “kata si orang bijak itu.

Walaupun penuh keheranan, putra mahkota ini kembali mengikuti saran tersebut.  Setahun berlalu dan kembalilah ia pada si orang bijak. “Apa yang sudah kau pelajari”  kata orang bijak. “Saya sudah mendengarkan suara matahari memanasi bumi, suara bunga-bunga yang mekar merekah, serta suara rumput yang menyerap air. “Kalau begitu engkau sekarang sudah siap menggantikan ayahmu. Engkau telah memahami hakekat kepemimpinan,” kata si orang bijak sambil memeluk sang putra mahkota.

Dari cerita ini terdapat beberapa yang perlu direnungkan bagi siapa pun yang akan menjadi seorang pemimpin, yaitu:
  1. Syarat utama kepemimpinan adalah kemampuan mendengarkan. Manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut. Ini adalah isyarat bahwa kita perlu mendengar dua kali sebelum berbicara satu kali. Mulut juga didesain tertutup sementara telinga kita dibuat terbuka. Ini juga pertanda bahwa kita harus sering memutup mulut dan membuka telinga.
  2. Seorang pemimpin bahkan dituntut untuk dapat mendengarkan hal-hal yang tak bisa didengarkan, menangkap hal-hal yang tak dapat ditangkap, serta merasakan hal-hal yang tak dapat dirasakan oleh orang kebanyakan.
  3. Seorang pemimpin perlu mendengarkan dengan mata. Inilah tingkat kedua mendengarkan. Karena jika hanya mendengarkan dengan telinga itu adlah hal yang bisa.
  4. Seorang pemimpin perlu mendengarkan dengan hati. Inilah tingkat mendengarkan yang tertinggi. Artinya, seorang pemimpin harus peka terhadap hal-hal sekecil apapun dan dapat menangkap apa yang menjadi perasaan bawahannya.
Kepemimpinan adalah bagian vital dalam sebuah organisasi atau perusahaan, di mana di dalamnya melibatkan banyak orang, bersentuhan dengan pembagian kerja, pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab, serta pembagian hak dan kewajiban. Apabila seluruh ruang lingkup pekerjaan diatur di atur tanpa memperhatikan pembagian kerja yang logis dan rasional, maka cepat atau lambat perusahaan tersebut akan segera bermasalah. Di sinilah letak vitalnya kepemimpinan.
Pada dasarnya, kepemimpinan bukan saja persoalan kecakapan dengan basis intelektualitas yang tinggi. Tetapi kepmimpinan pun merupakan seni atau “gaya” yang khas dari seseorang dalam mempengaruhi orang lain, sehingga orang yang dipengaruhi mau dan sukarela menurut apa yang diinginkan oleh pimpinan. Namun demikian, kepemimpinan akan memiliki nilai yang tinggi apabila di dalamnya menggabungkan antara intelektualitas dan seni (art).

Pengertian dan Karakteristik Kepemimpinan dalam Manajemen_
image source: research.mbs.ac.uk
baca juga: Memahami Ruang Lingkup Job Redesign dan Job Enrichment

PENGERTIAN PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
    Perkataan pemimpin/leader mempunyai beberapa pengertian, di antaramya adalah:
    • Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan-kecakapan di satu bidang, sehingga dia mmpu menpengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan.
    • Pemimpin dalam pengertian yang lebih luas ialah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan ataui posisi.
    • Pemimpin adalah pemandu, penujuk, penuntun, dan komandan.
    Sedangkan kepemimpinan didefinisikan antara lain sebagai berikut:
    • Kepemimpinan atau leadership adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang terorganisir dalam usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya.
    • Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha mereka untuk memperoleh kemajuan dalam mengejar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
    • Kepemimpinan adalah proses dengan mana seorang agen menyebabkan seorang bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu.
    • Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
    Apabila diringkaskan terdapat lima faktor yang tercakup dalam definisi kepemimpinan, yaitu:
    1. Seorang agen, yaitu pendukung kekuasaan dan pelaksana dari kepemimpinan/leadership.
    2. Suatu proses (cara berlangsungnya suatu pristiwa) di mana pemimpin tengah menggerakan suatu kegiatan.
    3. Bawahan yang melakukan tugas-tugas dan peranan, sesuai dengan ketentuan konvensi (permufakatan, penjanjian, persetujuan) yang diterimanya.
    4. Bertingkah lakunya bawahan seperti yang diharapkan oleh pimpinan dan konvensi yang ada.
    5. Cara atau sistem tertentu, dibantu dengan tata kerja, norma-norma, aturan, sanksi-sanksi dan insentif kerja.
    Selanjutnya, konsep kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari tiga hal penting, yaitu:
    1. Kemampuan, yaitu segenap daya, kesanggupan, kecakapan dan kekuatan yang terdapat pada individu untuk bertingkah laku; khususnya dalam hal ini untuk bertingkah laku sebagai pemimpin perusahaan, usaha, bisnis dan industri.
    2. Kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga seseorang mampu mengatur, membawa, memimpin dan memerintah orang lain.
    3. Kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas, legalitas, pengaruh mengatur dan mengarahkan pengikutnya. Kekuasaan pemimpin bisa berasal dari:
      1. kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
      2. Sifak dan sikapnya yang unggul sehingga mempunyai kewibawaan dan kekuasaan terhadap penganut-penganutnya
      3. Memiliki informasi, pengetahuan dan penmgalaman yang luas dan lebih banyak
      4. Pandai bergaul dan berkomunikasi; human relation yang baik.
                Seorang pemimpin yang baik mempunyai visi kemana mereka akan pergi dan mempunyai kemampuan untuk menciptakan antusiasme di antara pengikutnya untuk mendapatkan tujuan. Beberapa manajer sangat efektif sekali dalam memimpin, tetapi tidak sedikit di antara mereka tidak efektif. Banyak orang percaya ini tergantung pada karakteristik pemimpin seperti dorongan (motivasi), toleransi ketika menghadapi tekanan (stressing), akomodatif terhadap bawahan, responsif tehadap perbahan, serta memiliki visi yang original dalam memajukan perusahaan atau oranias.

                Sebagian orang berargumentasi bahwa karakteristik personal menentukan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Karakteristik personal seperti kompetensi mental yang superior (berkemampuan tinggi), kematangan emosi, dan keterampilan mengatasi masalah. Mereka mengklaim bahwa tidak ada karakteristik kepemimpinan yang ada adalah l karakteristik personal yang berorientasi satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan dampak yang diharapkan.

    PENDEKATAN DALAM KEPEMIMPINAN

    1. Pendekatan Sifat-Sifat (Traits Approach)
    Dalam sejarah dan perkembangannya, studi tentang karakteristik kepemimpinan, dikenal dengan “Traits Theory” (teori sifat). Teori atau pendekatan ini memfokuskan pembahasannya kepada faktor-faktor yang menyumbangkan kepada efektifitas kepemimpinan. Pendekatan ini mengasumsikan attribut-atribut seperti inisiatif, dominasi sosial dan ketabahan (persistence) merupakan faktor utama dalam keberhasilan dan kegagalan kepemimpinan.

    Ralp stogdill, salah satu ahli kepemimpinan, membedakan pemimpin dan pengikut, yang efektif dan tidak efektif. Pemimpin dicirikan oleh dorongan kuat untuk tanggung jawab, dan penyelesaian pekerjaan, semangat, pantang mundur dalam mendapatkan tujuan, suka “beresiko”, dan mempunyai keaslian (originalitas) dalam penyelesaian masalah, dorongan untuk mendorong inisiatif dalam situasi sosial, percaya diri, identitas diri (jati diri), kemauan untuk menerima akibat dari keputusan dan aksi, kesiapan untuk menghadapi tekanan (stress), kemauan untuk mentoleransi frustasi dan kelambatan, kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dan kapasitas untuk menstruktur (membuat) sistem interaksi sosial dalam mencapai.

    2. Pendekatan keperilakuan (Behavioral Approach)

    Dalam pendekatan ini dapat dilihat pola tingkah laku pemimpin untuk mempenmgaruhi karyawannya. Perilaku pemimpin ini dapat berorientasi kepada tugas atau kepada hubungan antar karyawan. Menurut pendekatan ini, kepemimpinan terdiri atas empat sistem, yaitu:
    1. Exploitative authoritative, yaitu bercirikan tidak ada kepercayaan kepada bawahan. Pemimpin ini selalu menggunakan ancaman dan hukuman kepada karyawan.
    2. Benevolent authoritative, yaitu sedikit kepercayaan kepada bawahan tetapi hubungan seperti seorang tuan dengan budaknya dan masih mengguakan ancaman dan hukuman dalam pelaksnaan tugas. Komunikasi terjalin sedikit teapi tetap berdasarkan ketidakpercayaan.
    3. Consultative, yaitu berdasarkan kepercayaan kepada bawahan tetapi tidak penuh. Proses pengambilan keputusan untuk hal yang penting tetap berada ditangan pemimpin, tetap kepercayaan yang dibangun sudah merupakan dasar komunikasi.
    4. Partisipative, yaitu sistem yang ideal ada kepercayaan yang penuh dari atasan. Percaya diri dan kreativitas karyawan merupakan unsur penting. Komunikasi sangat terbuka, hubungan antar karyawan lancar dan suasana perusahaan sehat dan segar.

    KARAKTERISTIK PERSONAL DALAM KEPEMIMPNAN
    Banyak karakteristik personal muncul berhubungan dengan efektifitas manajerial. Kita akan melihat beberapa karakteristik personal yang utama yang secara signifikan menyumbangkan efektifitas kepemiminan. Karakteristik personal tersebut adalah kepandaian yang superior, kematangan emosi, dorongan motivasi, keterampilam mengatasi masalah, ekterampilan manajerial, keterampilan kepemimpinan dan keinginan untuk memimpin.
    • Kepandaian yang superior
                Menurut penelitian manajer yang efektif cenderung mempunyai kepandaian yang superior. Beberapa peneliti melaporkan intelligence quotient (IQ) pemimpin yang berhasi berada diantara 115-130. Namun demikian, harus  diingat, bahwa kecerdasan merupakan hal yang relatif.  Artinya, tidak setiap memimpin memiliki IQ tinggi, kepemimpinan bukan hanya persoalan kepandaian tetapi juga ditentukan oleh kemampuan di dalam membangun hubungan dan seni mempengaruhi orang ain.
    • Kematangan emosi
                Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi. Mereka percaya diri dan mampu mengarahkan bawahannya dengan tenang dan menampilkan perilaku yang mendukung. Jika bawahan membuat kesalahan, pemimpin yang efektif mencoba mengunakan pengalaman untuk mengajari dan membimbing orang tersebut agar tidak terjadi kesalahan yang sama.
    • Dorongan motivasi
                Pemimpin yang efektif mempunyai dorongan (motivasi) yang tinggi. Motivasi bisa dipicu oleh beberapa hal, yaitu: Pertama, mereka tampaknya termotivasi oleh kesempatan untuk memperoleh kesempatan untuk memperoleh kekuasaan dan mengaktualisasikan dirinya. Kedua, mereka termotivasi karena meningkatnya pendapatan pribadi (penghasilan). Misalnya, dengan menjadi pemimpinan atau pimpinan maka akan menerima gaji lebih tinggi.
                 Pemimpin yang efektif seringkali mengukur kemajuannya dalam bentuk kuantitatif: berapa banyak uang dia hasilkan, berapa banyak promosi dia peroleh dan berapa banyak bawahan yang dia punya. Dalam banyak hal, pemimpin yang mempunyai motivasi tinggi akan mengembangkan bawahannya untuk mempunyai motivasi yang tinggi pula.
    • Keterampilan mengatasi masalah
                Pemimpin yang efektif mempunyai keterampilan menyelesaikan masalah yang sangat baik. Mereka melihat masalah sebagai sebuah tantangan dan kesempatan untuk menunjukan kemampuan manajerial mereka. Keterampilan ini berkaitan erat dengan dorongan (motivasi) yang tinggi dan bersedia menanggung resiko. Berani memimpin berarti berani menanggung resiko dan konsekuensi-konsekuensi lainnya.
    • Keterampilan manajerial
                Pemimpin yang efektif mempunyai keterampilan manajerial. Ada tiga tipe keterampilan manajerial: keterampilan teknis, keterampilan behubungan dengan manusia, dan keterampilan konseptual.
    1. Keterampilan teknis (technical skill) adalah pengetahuan tentang bagaimana sesuatu itu bekerja. Ini sangat penting untuk manajer tingkat terendah seperti penyelia (supervisor). Misalnya, seorang supervisor tidak hanya memiliki kemampuan mempengaruhi bawahanya, tetapi ia pun mempunyai kemampuan teknik seperti mengoperasikan mesin atau peralatan lainnya.
    2. Keterampilan berhubungan dengan manusia (Human skill) adalah pengetahuan tentang bagaimana berhubungan dengan manusia. Ini sangat penting untuk manajer tingkat menengah yang harus memimpin manajer lainnya. Tanpa pemahaman yang solid tentang area perilaku ini seperti komunikasi antar pribadi, motivasi, konseling, dan mengarahkan, manajer menengah tidak akan efektif dalam memimpin bawahannya.
    3. Keterampilan konseptual (conceptual skill) adalah pengetahuan tentang bagaimana semua bagian-bagian organisasi dan departemen cocok antara satu dengan yang lainnya (fit togrther). Keterampilan ini meliputi banyak kegiatan, dari memformulasikan tujuan-tujuan organisasi, kebijakan dan prosedur, mengembangkan teknik-teknik untuk menangani tata alir kerja (work flow), mengkoordinasikan yang tampaknya tidak terkait tetapi dapat membantu organissi beroperasi sebagai unti yang terintegrasi.
    • Keterampilan kepemimpinan
                Walaupun kepemimpinan yang efektif tergantung situasi, beberapa karakteristik personal tampaknya menyumbangkan keterampilan kepemimpinan terhadap manajer. Beberapa di antaranya berhubungan dengan tugas, sedangkan yang lain berhubungan dengan aspek sosial.
                Karakteristik yang berkaitan dengan tugas untuk pemimpin yang efektif sebagaimana diutarakan oleh Stogdill, di dalamnya berupa inisiatif, keinginan untuk berhasil, orientasi tugas, dorongan untuk tanggung jawab dan tanggung jawab dalam mengejar tujuam.
                Sedangkan beberapa karakteristik sosial dari pemimpin yang efektif adalah kemampuan administrasi, keterampilan interpersonal (menjalin hubungan aau komnikasi), fleksibilitas (tact) dan diplomasi, kemampuan untuk bekerjasama (cooperativeness) dan ketertarikan (attractiveness).
    • Keinginan untuk memimpin
                Supaya menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus berkeingan untuk memimpin, dan harus mau bertanggungjawab atas kedudukannya.

    PERILAKU KEPEMIMPINAN
    Sejauh ini paling tidak ada  4 (empat) gaya perilaku kepemimpinan, yaitu: otoritarian, paternalistik, partisipatif, dan laissez-faire.

    1. Kepemimpinan otoritarian

      Pemimpin yang menganut kepemimpinan otoritarian cenderung menekankan pada pekerjaan, dengan penekanan pada penyelesaian pekerjaan dan sedikit pada aspek manusia. Pemimpin seperti ini cocok dalam manajemen klasik dimana pekerja dipandang sebagai faktor produksi semata.

      2. Kepemimpinan paternalistik

        Pemimpin yang mempraktekan  kepemimpinan paternalistik adalah mereka yang menekankan pada pekerjaan, tetapi tidak seperti otoritarian, mereka mempunyai pertimbangan untuk pegawai.  Mereka cenderung menjaga pegawainya seperti “seorang ayah menjaga keluarganya”. Filosofi dasarnya adalah “kerja keras dan saya akan menjagamu”. Banyak manajer adalah manajer paternalistik yang percaya bahwa bawahan menginginkan seseorang menjaga mereka dan menyediakan keamanan kerja, program asuransi, program pensiun dan lain-lain.

        3. Kepemimpinan partisipatif

          Pemimpin yang mempunyai perhatian untuk manusia dan pekerjaan adalah kepemimpinan partisipatif. Mereka mendorong bawahan, mereka memainkan peran aktif dalam mengoperasikan perusahaan, tetapi mereka menahan diri untuk membuat keputusan final pada hal-hal yang penting. Singkatnya, mereka mendelegasikan wewenang tetapi tidak memberikan menurut keinginan bawahan. Ahli manajemen meyakini tidak seorang manajerpun  dapat melaksanakan secara efektif dalam batas waktu tertentu tanpa dukungan partisipasi pegawai.

          4. Kepemimpinan laissez-faire

            Laissez-faire adalah terminologi dalam bahasa Perancis yang artinya tanpa campur tangan (noninterference).  Model kepemimpinan ini, bawahan memainkan peran yang lebih besar. Jika seorang pemimpin terus dalam transisi ini, dia dekat sekali dalam posisi meberikan  posisi kepemimpinannya.  Dalam kepemimpinan ini, seorang pemimpin hanya mengecek sekali-kali untuk melihat bagaimana pekerjaan tersebut selesai dilakukan.

            PERILAKU KEPEMIMPINAN YANG UMUM
                          Untuk memahami kepemimpinan yang efektif penting bagi kita untuk menyadari beberapa hal yang dilakukan pemimpin yang efektif dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya, diantaranya adalah:
              1. Memotivasi bawahan untuk menjadi “self-leaders” dan memotivasi dan mengarahkan diri sendiri.
              2. Mendukung pegawai dan memberi bantuan dan pedoman yang diperlukan.
              3. Dapat mengambil keputusan.
              4. Tidak menjanjikan yang tidak dapat dipenuhi.
              5. Memuji orang di depan orang lain jika melakukan pekerjaan dengan baik dan memberi peringatan secara pribadi jika mereka membuat kesalahan.
              6. Jika memungkinkan, mempromosikan orang dalam.
              1. MODEL KEPEMIMPINAN KONTINGENSI
                          Gaya pemimpin apakah yang cocok dengan tiap situasi?  Jawabanya adalah kita perlu mencocokan gaya kepeimimpinan dengan tuntutan lingkungan. Untuk itu, mari kita melihat tiga pendekatan kontingensi: (1) Fiedler’s Contingency model, (2) Managerial Grid, dan (3) the Path-goal theory of leadership.
              1. Fiedler’s Contingency Model
                          Fiedler berpendapat bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh sistem motivasi kepemimpinan  tetapi juga derajat dimana pemimpin dapat mengontrol dan mempengaruhi situasi. Untuk lebih mudah melakukan klasifikasi Fiedler dan kawan-kawan mengembangkan “the least preferred coworker scale” (skala teman sekerja yang paling sedikit disukai) / LPC.
                          Dengan menggunakan kuesioner yang meminta responden untuk mendiskripsikan dengan siapa dia bekerja sedikit lebih baik.  Manajer yang mempunyai LPC yang tinggi:
              1. Perseorangan cenderung berorientasi pada hubungan.
              2. Mendapatkan kepuasan yang tinggi dengan membangunhubungan personal yang dekat dengan anggota kelompok.
              Sedangkan manajer dengan LPC yang rendah mempunyai:
              1. Cenderung berorientasi kepada tugas, dan
              2. Mendapatkan banyak kepuasan dari penyelesaian pekerjaan, walaupun harus menghadapi resiko buruknya hubungan interpersonal dengan pegawai.
                          Sebagai tambahan dari LPC test, Fiedler juga mencari variable-variabel situasional yang dapat digunakan untuk menjelaskan situasi-situasi kelompok dan dia menemukan tiga:
              1. Hubungan pemimpin dan anggotasangat penting. Pemimpin yang dipercayai oleh bawahan dapat mempengaruhi kinerja kelompok apapun kedudukannya. Sebaliknya, pemimpin yang tidak dipercaya harus tergantung dari posisi power (kekuasaannya) untuk menyelesaikan pekerjaannya.
              2. Struktur tugas adalah tingkatan di mana tugas kepemimpinan diprogramkan sedemikian rupa dalam bentuk “step-by-step fashion”. Jika tugas terstruktur dengan baik, pemimpin tahu apa yang harus dilakukan, jika ada masalah organisasi akan membantu. Tetapi jika pekerjaan tidak terstruktur, tidak ada solusi yang tepat, dan pemimpin sangat tergantung pada hubungan personal untuk memaksa kelompok melakukan dengan caranya.
              3. Posisi power pemimpin adalah otoritas yang diberikan pada posisi pemimpin. Sebagai contoh, presiden mempunyai power yang lebih dari wakil presiden, dan kepala divisi mempunyai power lebih dari kepala unit.
                          Teori Fiedler menawarkan alternatif yang penting untuk memperbaiki hubungan manusia (human relations). Pertama, organisasi dan juga pemimpin bertanggungjawab untuk kesuksesan karena pemimpin bisa efektif dan tidak efektif tergantung pada situasi. Kedua, rekayasa pekerjaan agar cocok dengan pemimpin.  Rekomendasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa lebih mudah lingkungan kerja seorang pemimpin daripada personalitas seorang pemimpin.
              1. The Managerial Grid
                          Pendekatan “grid” dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Grid mempunyai dua dimensi yaitu kepedulian pada produksi dan kepedulian terhadap manusia:
              1. gaya manajerial adalah manajer dengan perhatian yang rendah untuk manusia dan pekerjaan.
              2. gaya manajerial dimana sorang pemimpin dengan perhatian yang tinggi untuk pekerjaan dan rendah untuk manusia.
              3. gaya manajerial adalah pemimpin dengan perhatian tinggi untuk manusia dan rendah untuk pekerjaan.
              4. gaya manajerial dimana pemimpin mempunyai kepedulian yang moderat baik untuk manusia dan pekerjaan.
              5. gaya manajerial adalah pemimpin dengan perhatian tinggi untuk manusia dan pekerjaan.
              1. Path-Goal Theory
                          Teori kepemimpin Path-Goal didasarkan atas teori pengharapan-motivasi dan kepedulian yang tinggi baik untuk manusia dan pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Robert House, di dalamnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
              1. Pemimpin dapat memperbaiki motivasi bawahan dengan membuat ganjaran (reward) untuk kinerjanya lebih menarik. Dengan memberikan kenaikan gaji, promosi, dan pengenalan, pemimpin dapat meningkatkan preferensi pegawai dengan kemajuan yang harus diraih.
              2. Jika tugas pegawai didefinisikan dengan buruk, pemimpin dapat meningkatkan motivasi dengan menyediakan pegawasan yang membantu , pelatihan, dan kejelasan tujuan.
              3. Jika pekerjaan bawahan sudah terstruktur dengan baik, misalnya dalam kasus pekerja assembling atatu masinis, pemimpin harus menahan diri untuk memperkenalkan struktur yang baru. Daripada mencemaskan pekerjaan, pemimpin harus lebih meluangkan waktu dengan memperhatikan kebutuhan pribadi dengan memberikan perhatian, pujian dan dukungan.
                          Dalam konteks human relations, teori ini mempunyai tiga manfaat utama yaitu: Pertama, ini membantu mengintegrasikan teori pengharapan dan kepemimpinan kontingensi. Kedua, ini menekankan ulang pentingnya pemimpin peduli akan pekerjaan dan manusia. Ketiga, ini mendorong pemimpin untuk menganalisa situasi untuk menentukan tingkatan yang tepat untuk – kepedeluian terhadap manusia dan pekerjaan.

              Sekian artikel tentang Pengertian dan Karakteristik Kepemimpinan dalam Manajemen. Semoga bermanfaat.

              Daftar Pustaka
              1. Hunsaker, Philip L. & Alessandra, Anthony J., The art of Managing People, Simon & Schuster Inc., New York, 1980.
              2. Hodgetts, Richard M., Modern Human Relations At Work, The Dryden Press Harcourt Brace Jovanovich, Fort Worth, TX, 1993.
              3. Effendy, Onong Uchjana. Human Relations & Public Relations dalam Manajemen. Alumni Bandung, 1993.

              Pengertian, Proses, dan Rintangan Komunikasi Menurut Ahli

              $
              0
              0
              Pengertian, Proses, dan Rintangan Komunikasi Menurut Ahli - Tanpa komunikasi mungkin tidak akan ada kehidupan. Jangankan manusia yang dianugrahi sifat berbudaya, binatang sekalipun dalam mempertahankan survivalitas hidupnya melakukan komunikasi. Rakhmat (1994:vii) dengan panjang lebar menjelaskan, demikian:
              Komunikasi ada di mana-mana: di rumah, ketika anggota-anggota keluarga berbincang di meja makan; di kampus, ketika mahasiswa-mahasiswa mendiskusikan hasil tentamen; di kantor, ketika kepala seksi membagi tugas; di mesjid, ketika muballigh berkhotbah; di DPR, ketika wakil-wakil rakyat memutuskan nasib bangsa; juga ditaman-taman, ketika seorang pecinta mengungkapkan rindu dendamnya. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 70 % waktu bangun kita digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi menentukan kualitas hidup kita.
              Salah satu unsur penting dalam kehidupan sosial adalah kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan sesama, baik itu dalam lingkup komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi dan sebagainya. Dengan komunikasi setiap individu memungkinkan saling berbagi cerita, berbagi pengalaman dan saling melakukan pembelajaran. Dengan berkomunikasi konflik seberat apapun dapat diatasi. Dengan komunikasi kehidupan manusia semakin berkualitas.

              Pengertian, Proses, dan Rintangan Komunikasi Menurut Ahli_
              image source: www.lifehack.org
              baca juga: Pengertian dan Karakteristik Kepemimpinan dalam Manajemen

              Namun persoalannya, apakah komunikasi yang kita bangun cukup efektif sehingga sesuai dengan harapan ?  Apakah komunikasi yang kita lakukan memiliki dampak atau pengaruh sebagaimana yang kita inginkan ? Tentu saja jawabannya bisa ya……., juga bisa tidak. Itu semua sangat  tergantung kepada bagaimana kita melakukan aktivitas komunikasi.

              Tulisan ini sengaja disajikan untuk memberikan pengetahuan teoretik-akademik mengenai bagimana caranya melakukan komunikasi yang efektif. Hal ini penting dilakukan agar setiap komunikasi yang dilakukan tepat merngenai sasaran sebagaimana dikehendaki.

              Dalam konteks kehidupan di perusahaan, komunikasi efektif semakin vital keberadaannya, dengan harapan setiap jenis komunikasi menjadi faktor penunjang dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Komunikasi yang dibangun bisa dalam konteks formal maupun informal. Baik komunikasi vertikal maupun horizontal, atau komunikasi diagonal.

              PENGERTIAN KOMUNIKASI

              Seseorang yang mempunyai kemampuan mengemukakan pandangan dengan sederhana dan efektif dan memiliki kemampuan untuk mengerti pembicaraan orang akan mempunyai kesempatan sukses yang lebih besar dalam masyarakat dan lingkungan bisnis yang kompleks dan multidimensional

              Dalam berbagai literatur mengenai komunikasi kita menemukan definisi-definisi, pendapat atau pandangan yang berbeda mengenai komunikasi. Tetapi pada intinya ahli komunikasi menekankan bahwa komunikasi merupakan pengetahuan yang dapat diaplikasikan (applied science) pada semua bidang.
              Inti dari Komunikasi adalah pertukaran pesan di antara dua orang atau lebih.
                PROSES KOMUNIKASI
                  Komunikasi diartikan dalam banyak ragam. James A.F. Stoner, menyebutkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseoarng berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. John R. Schemerhorn mengartikan komunikasi sebagai proses antarpribad dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berat bagi kepentingan mereka.

                  Apabila meneliti dengan seksama pengertian-pengertian di atas, maka pada hakekatnya komunikasi adalah sebuah proses, yaitu proses pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi tidak terjadi pada ruang hampa melainkan terjadi dalam kompleksitas tatanan sosial yang saling pengaruh mempengaruhi. Oleh karena itu senantiasa berproses dari waktu ke waktu.
                  Proses komunikasi di dalamnya melibatkan berbagai unsur yang saling terkait satu sama lain. Unsur-unsur atau komponen-komponen komunikasi itu adalah:
                  1. Source (sumber), bisa berupa orang, lembaga, buku dan sejenisnya.
                  2. Komunikator, yaitu berupa individu yang sedang berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi (pers) dan sebagainya.
                  3. Pesan, yaitu keseluruhan daripada yang disampaikan oleh komunikator.
                  4. Saluran (channel), yaitu bisa berupa panca indera atau media massa.
                  5. Komunikan, yaitu penerima pesan.
                  6. Effect (hasil), yaitu hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan komunikator.

                  RINTANGAN KOMUNIKASI
                    Komunikasi bisa berjalan secara efektif jika tidak terdapat faktor-faktor atau unsur-unsur yang menghambat. Banyak faktor yang mempunyai hubungan fungsional untuk mencapai efektivitas komunikasi. Unsur-unsur komunikasi yang terdiri dari komunikator, pesan, dan komunikan menjadi bagian penting dalam efektivitas komunikasi. Faktor penting dalam komunikasi adalah sejauhmana ketika sedang berlangsungnya komunikasi dapat menghindari apa yang disebut noise.

                    Gangguan (noise) dapat didefinisikan setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Gangguan ini bisa berupa inferensi statis atau suatu panggilan telepon, musik yang hingar bingar disebuah pesta, atau sirene di luar rumah. Sementara Cangara mencatat tujuh hal yang dapat mengganggu proses komunikasi, yaitu:
                    1. Gangguan teknis, terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan. Misalnya gangguan pada stasiun televisi atau radio, gangguan jaringan telepon, dan sebagainya.
                    2. Gangguan semantik, yakni gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan bahasa yang digunakan. Misalnya: (1) kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu, (2) bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh penerima, (3) struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga membingungkan penerima, (4) latar belakang budaya yang menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-simbol bahasa yang digunakan.
                    3. Gangguan psikologis, terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya, rasa curiga penerima kepada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.
                    4. Rintangan fisik atau organik, yaitu rintangan yang disebabkan karena kondisi geografis, misalnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai, tidak ada sarana kantor pos, kantor telepon, jalur transfortasi, dan sebagainya. Dalam komunikasi antar manusia, rintangan fisik juga bisa diartikan karena adanya gangguan organik, yakni tidak berfungsinya salah satu panca indera pada penerima.
                    5. Rintangan status, yaitu rintangan yang disebabkan karena jarak sosial di antara perserta komunikasi. Misalnya, adanya jarak antara senior dan junior, atasan atau bawahan. Perbedaan ini pada gilirannya menuntut perilaku komunikasi yang selalu memperhatikan kondisi dan etika yang sudah membudaya dalam masyarakat, yakni bawahan cenderung hormat kepada atasannya, mahasiswa cenderung manut kepada dosennya, dan seterusnya.
                    6. Rintangan kerangka berpikir, yaitu rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena latar belakang pengalaman dan pendidikan antara peserta komunikasi berbeda. Semakin jarak perbedaan ini lebar, maka komunikasi yang dibangun semakin kurang bagus atau lancar. Sebaliknya semakin perbedaan diantara pesrta komunikasi ini kecil atau bahkan tidak ada, maka komunikasi semakin lancar dan efektif. Schramm, menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya kominikasi.
                    7. Rintangan budaya, ialah rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Di negara-negara sedang berkembang masyarakat cenderung menerima informasi dari sumber yang banyak memiliki kesamaan dengan dirinya, seperti bahasa, agama dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.

                    Hambatan atau gangguan komunikasi juga dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut, yaitu: 
                    1. Gangguan yang terdiri dari gangguan mekanik (mechanical, chanel noise) dan gangguan semantik (semantic noise).
                    2. Kepentingan (interest), dimana akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan memperhatikan pesan yang disampaikan jika pesan tersebut berhubungan dengan kepentingannya.
                    1. Motivasi terpendam, dimana motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya, dan hal itu akan berimplikasi komunikasi yang dilakukannya.
                    2. Prasangka, yaitu salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi paling dominan bermain serta seringkali mengambil kesimpulan tanpa pikiran yang jernih.

                    Jika dalam proses komunikasi mampu meminimalisir atau bahkan dapat menghilangkan sama sekali gangguan atau hambatan komunikasi, maka dapat dipastikan komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Pada tahap ini, seluruh partisipan komunikasi (komunikator dan komunikan) harus mengetahui betul hambatan apa yang paling dominan ketika mereka berkomunikasi.

                    Dalam konteks komunkasi yang lebih terbatas, misalnya pada sebuah perusahaan atau organisasi, beberapa rintangan di bawah ini perlu diwaspadai, di antaranya: Rintangan Pengiriman Pesan yang Efektif (Barriers to effective sending)
                    1. Gagal untuk memahami materi pesan (Failure to know your material)
                    • Tidak cukup tahu mengenai subjek tersebut.
                    • Tidak mengorganisasikan dan mempresentasikan materi tersebut dengan cara yang mudah dimengerti
                    • Tidak fokus
                    • Pidato yang tidak teratur
                    • Generalisasi padahal dibutuhkan spesifikasi
                    • Ketidakpastian yang mengurangi kredibilitas
                    1. Gagal untuk mengetahui khalayak (Failure to know your audience). Bahkan dengan pengetahuan yang menyeluruh tentang materi dan pengorganisasian yang efektif, presentasi anda mungkin akan gagal bila tidak mengetahui/memenuhi kebutuhan audience. Misalnya, audience tidak akan dapat mencerna pesan anda karena komunikasi yang dilakukan terlalu teknikal atau terlalu simple, terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak terjelaskan.
                    Anda akan gagal dalam memfokuskan pesan anda pada keinginan audience jika terlalu panjang. Karena jika orang-orang bisnis dibombardir dengan data dan angka dan memberikan audience terlalu banyak untuk dibaca dan didengar secara otomatis akan mengurangi kesempatan mereka untuk mengerti poin-poin pembicaraan anda.

                    Komunikasi akan gagal jika pengirim kekurangan perasaan emphaty dari audience. Emphaty adalah kemampuan untuk memahami orang lain. Ini merupakan elemen yang terpenting dalam komunikasi yang efektif karena memungkinkan kita menyisihkan pandangan (opini) dan mendapatkan persepsi yang sama dengan audience.

                    Komunikator yang menegrti emphaty akan mampu memprediksikan bagaimana orang akan merespon pesannya. Emphaty membuat anda dapat membingkai komunikasi anda dengan cara yang lebih efektif.

                    An abrasive personal style
                      Gaya seseorang dapat meningkatkan atau menghambat komunikasi. Abrasive personality, sebagai contoh: rasa bermusuhan, sombong dan lain-lain, membuat feedback sangat sulit dan keterbukaan untuk perubahan menjadi tidak mungkin. Ini juga akan menciptakan “communication tension”I (komunikasi yang cenderung meinggi) ketika orang tersebut tidak menyukai cara si pembicara membawakannya, perhatian mereka terhadap yang dikatakan dan ditulis melemah.

                      Abrasive style juga diekspresikan dalam bentuk nada suara (the tone of the message). Abrasive personality adalah nyata dalam tulisan maupun percakapan. “Condescending, dismissive, paternalist, angry atau negative tone (nada)” dapat terlihat dengan jelas ditulisan karena dapat memberikan kesempatan kepada audience untuk membaca kembali apa yang telah dikatakan. Pesan tertulis dapat menciptakan problem lebih besar dari pada pesan lisan.

                      Self-monitoring (memonitor dri sendiri), adalah penting. Contoh, jika sebuah pesan walaupun poin-poinnya akurat, teliti cara anda menyampaikan kepada audience jika ditelusuri dan ditemukan masalah pada sikap atau gaya komunikasi anda (style of communication). Anda harus membuat perubahan-perubahan.

                      Kesan Pertama yang Buruk (Making of poor first impression)
                        Kesan pertama merupakan hal yang penting dalam bisnis maupun hubungan personal. Kegagalan untuk berlaku, bergaya ataupun berbicara dalam sikap yang konsisten dengan peran anda, akan dapat merusak citra anda ketika anda bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya.

                        Pahami arti pentingnya kesan pertama dengan cara berusaha mengantisipasi reaksi negatif yang akan timbul. Berbusana dengan layak, berjabat tangan dengan kuat, berbicara dengan baik dan terorganisasi. Sebelum mengirimkan pesan tertulis, baca ulang setiap surat, memo, dan laporan dari perspektif orang yang akan menerimanya. Analisa respon yang mungkin timbul sehingga dapat membantu menghilangkan kesalahan yang tidak diduga.

                        KOMPONEN KOMUNIKASI EFEKTIF
                          Pesan (Message)
                            Pesan (Message) adalah komunikasi tertulis, liasn ataupun non verbal yang transmisikan oleh pengirim kepada audience.

                            Perkataan, nada, metode pengorganisasian, kekuatan alasan (argumen) anda dan pengaruh emosional, yang anda pilih untuk dikomunikasikan dan apa yang anda pilih untuk ditinggalkan, dan gaya presentasi anda adalah bagian dari pesan.

                            Pesan mempunyai komponen intelektual dan emosional. Melalui penggunaan alasan dan bukti kita berusaha menginformasikan atau meyakinkan. Melalui penggunaan emosi atau “motivasional appeal”, kita berusaha untuk membangkitkan perasaan, perubahan pikiran dan mendorong aksi
                            Pesan yang tidak focus dan tidak terorganisir dengan baik, menggunakan bahasa atau nada yang tidak layak atau berisi kesalahan-kesalahan teknis dalam penulisannya, menciptakan masalah-masalah komunikasi.

                            Bahasa yang diucapkan yang berisi bahasa “Prokem” atau terlalu sering diselingi “Ums”,..”Iya … kan” dan lain-lain akan mengurangi pengaruh dari pesan itu sendiri.
                            Begitu pula pada surat memo dan laporan dengan menggunakan format yang salah ataupun dengan format yang tidak kita kenal akan membuat komunikasi sulit untuk dimengerti.

                            Saluran (Channel)
                              Setiap pesan ditransmisikan melalui saluran-saluran dimana pesan dari pengirim dan pesan dari penerima berkomunikasi (berinteraksi).
                              Medium tersebut dapat berupa :
                              1. Face to face communication (komunikasi tatap muka)
                              2. Telephone
                              3. Radio, televise, surat kabar, dll
                              Pesan tertulis disampaikan dalam bentuk :
                              • Surat
                              • Memo, dan
                              • Laporan
                              Perkembangan teknologi memungkinkan pengembangan media komunikasi lebih lanjut seperti :
                              • Komputer dengan internet (interactive media)
                              • Video conferences
                              • Electronic mail (e-mail)
                              • Voice mail
                              • Fax machine
                              Sehingga pemilihan saluran komunikasi yang benar dan tepat menjadi sangat penting dari sebelumnya.

                              Gangguan Pada Saluran (Channel Barriers)

                              Sebagaimana tela dikemukakan di atas, menurut ahli teori komunikasi, gangguan (noise) adalah segala sesuatu yang mengganggu dalam transmisi pesan sehingga dapat berpengaruh sebaliknya seperti merubah arti pesan. Physical noise (gangguan fisik) dapat berupa gangguan suara lingkungan seperti sirine dll yang dapat mengganggu seseorang untuk mengdengarkan dengan baik.

                              Dalam pesan tertulis, physical noise dapat berupa halaman yang tercetak dengan buruk atau kertas yang buram sehingga sulit untuk menangkap pesan.

                              Semantic noise terjadi bila pembicara dan pendengar membicarakan sesuatu hal dengan arti yang berbeda seperti orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda, menggunakan jargon atau kompleks terminology yang tidak dimengerti oleh pendengar.

                              Penerima (Receiver)
                                Penerima adalah audience kepadanya pesan diarahkan. Sebagai aturannya, penerima dalam memasuki setiap transaksi komunikasi mempunyai perasaan dan satu set opini atau konsepsi sebelumnya (frame of reference) yang mempengaruhi bagaimana mereka merespon pesan. Komunikator yang berhasil memperhitungkan kebutuhan ini dan menggunakannya sebagai poin awal dalam usahanya untuk menginformasikan atau mempengaruhi/membujuk.

                                Semua audience pada dasarnya ”selfish” dalam arti mereka bereaksi kepada pesan dengan pertanyaan dasar yang bersifat self-center,“Bagaimana ini dapat membantu saya”. Sebagai contoh kustomer menginginkan surat anda menjawab masalah kreditnya, seorang supervisor mengharapkan laporan anda yang berisi rekomendasi untuk proyek yang baru dll. Kebutuhan ini menentukan keinginan audience dan respon audience.

                                Gangguan Pada Sipenerima (Receiver Barriers)

                                Ketika audience mempunyai kemampuan mendengar dan membaca yang buruk, komunikasi tidak dapat berjalan dengan baik. Audience anda mungkin tidak akan memperhatikan pesan-pesan anda sebelum nilai-nilai pesan tersebut menjadi jelas. Ini terjadi jika audience anda tidak punya kemauan untuk menemukan keinginan dalam pesan yang tampaknya tidak menarik, dan tidak punya komitmen untuk memperhatikan dan menagtasi kesan pertama.

                                Umpan Balik (Feedback)
                                  Feedback terdiri dari pesan-pesan yang dikirimkan kembali oleh audience kepada pengirim (sender). Feedback dapat menyebabkan pengirim merubah presentasi pesan atau membatalkan keseluruhannya. Karena feedbacknya buruk, maka komunikator bisa menghentkan presentai atau komunikasinya.

                                  Gangguan Pada Umpan Balik (Barriers to Feedcak)
                                  1. Keadaan yang tidak mendukung iklim berdiskusi membuat tidak mungkin bagi pegawai/masyarakat memberikan umpan balik yang jujur dan terbuka atas apa yang mereka dengar dan baca.
                                  2. Umpan balik mungkin saja diberikan terlambat ataupun tidak layak. Ini dapat terjadi karena umpan balik yang diberikan tidak mengenai isu-isu utama (key points) melainkan pada hal-hal yang tidak berkaitan misalnya karakter seseorang atau hal-hal lain yang tidak penting.
                                  3. Umpan balik sering dikomunikasikan secara non-verbal seperti ekspresi wajah, gerakan dan suara. Pada kenyataannya, tanda-tanda non-verbal tersebut seringkali mengisyaratkan pesan-pesan yang kuat dari pada kata-kata.

                                  Konteks (Context)
                                    Konteks mengacu pada situasi dimana komunikasi terjadi dan setiap faktor mempengaruhi transmisi pesan.

                                    Konteks bisa merupakan sesuatu didalam suatu lingkungan misalnya, lingkungan kantor ataupun sesuatu yang lebih besar misalnya, budaya.
                                    Contoh faktor-faktor lingkungan adalah :
                                    • Kesempatan dimana pesan sangatlah dibutuhkan (Pemerintah meminta sebuah proposal).
                                    • Perilaku teman kerja terhadap teman kerja yang lain (Pegawai yang tidak saling menyukai satu sama lainnya akan mempersulit komunikasi).
                                    • Banyaknya orang yang terlibat dalam komunikasi pesan (rapat dengan tujuh orang akan mempunyai dinamika komunikasi yang berbeda dengan rapat yang dihadiri oleh dua orang).
                                    • Banyaknya inforamsi yang saling berkompetisi untuk mendapatkan perhatian (Manajer yang mempunyai tiga proyek yang harus diselesaikan segera akan mempunyai respon yang berbeda terhadap sebuah memo dengan seorang manajer yang mejanya bersih).
                                    Budaya, dalam lingkup yang lebih besar, meliputi Budaya Perusahaan, Masyarakat dan Budaya Nasional dan juga Budaya Internasional. Perbedaan budaya, sebagai contoh diekspresikan dengan gaya bekerja yang berbeda-beda yang mempengaruhi peraturan-peraturan komunikasi yang tidak tertulis.

                                    Gangguan pada konteks (contextual barriers)

                                    Information Overload

                                    Panerima menerima begitu banyak pesan dari berbagai sumber. Terlalu banyak informasi dan sedikit waktu untuk menyerapnya menyebabkan penerima beranggapan tidak satupun pesan yang diterima layak untuk mendapatkan perhatian.

                                    Sekian artikel tentang Pengertian, Proses, dan Rintangan Komunikasi Menurut Ahli. Semoga bermanfaat.

                                    Daftar Pustaka
                                    1. Hunsaker, Philip L. & Alessandra, Anthony J., The art of Managing People, Simon & Schuster Inc., New York, 1980.
                                    2. Hodgetts, Richard M., Modern Human Relations At Work, The Dryden Press Harcourt Brace Jovanovich, Fort Worth, TX, 1993.
                                    3. De Vito, Joseph A (1996). Essential of human communication. New York : Harper Collins Publishers.
                                    4. Boone, LE; Kurtz, DL & Block, JR (1984). Contemporary business New Jersey: Prentice Hall.
                                    Viewing all 293 articles
                                    Browse latest View live