Quantcast
Channel: Ilmu Psikologi
Viewing all 293 articles
Browse latest View live

Pengertian & Strategi Rekrutmen dan Seleksi Manajemen SDM

$
0
0
Pengertian & Strategi Rekrutmen dan Seleksi Manajemen SDM - Artikel makalah ini membahas tentang rekrutmen dan seleksi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai rekrutmen dan seleksi.

Rekrutmen

Definisi Rekrutmen


Rekrutmen adalah proses mencari, menarikan kandidat yang sesuai dari dalam organisasi atau dari luar organisasi untuk posisi yang dibutuhkan. Kandidat yang sesuai adalah seseorang yang sesuai karakteristiknya untuk dapat bekerja secara memuaskan dalam pekerjanya.

Perencanaan Rekrutmen

Sebelum rekrutmen dilaksanakan, organisasi perlu menentukan apa dan jumlah lowongan yang dibutuhkan. Informasi tersebut diperoleh dari perencanaan sumber daya manusia dan analisa pekerjaan. 

Pengembangan Strategi Rekrutmen


Organisasi harus mempersipakan hal-hal sebagai berikut :

- Siapa yang akan melakukan dan bagaimana persiapannya?
Dalam organisasi, departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengorganisasikan proses rekrutmen. Karena rekruter akan berinteraksi langsung dengan kandidat makan mereka harus memiliki pengetahuan tentang organisasi secara umum dan secara spesifik dari pekerjaannya.

- Rekrutmen yang seperti apa yang akan digunakan?
Aspek positif dan negatif dari organisasi perlu diketahui oleh aplikan. Bila mereka mengerti maka melihat secara objektif.

- Dimana akan dilakukan?

- Apa sumber dan metode yang akan digunakan?
Ada dua jenis yaitu :

a. Sumber internal
Metode yang dapat gunakan adalah :
  • Pencarian secara informal
  • Iklan atau penarawan internal
  • Data dari sistem informasi sumber daya manusia (HR System)

b. Sumber ekternal
Metode yang dapat gunakan adalah :
  • Iklan di surat kabar, majalah, radio, televise dan lain-lain yang dapat menarik calon pegawai
  • Agen pencari tenaga kerja (agency)
  • "Walk-ins" atau "write-in". Pencari kerja melamar dengan memasukkan lamarannya meskipun belum ada perkerjaan yang tersedia.
  • Referensi dari karyawan
  • Institusi pendidikan
  • Konsultan Pencari Kerja Eksekutif (Head Hunter, Executive Search Firms)
  • Metode lain, seperti langsung mengirim email ke calon pekerja, job fair / career exhibitons, atau agensi outsourching.

Proses Rekrutmen
1. Menerima dari sumber rekrutmen
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
  • Seleksi awal untuk memisahkan yang cocok dan tidak
  • Jajaran manajer harus siap untuk mewawancara
  • Kandidat yang tidak berhasil harus diinformasikan

2. Menseleksian awal

3. Evaluasi rekrutmen

Pengertian & Strategi Rekrutmen dan Seleksi Manajemen SDM_
image source: www.newhaven.edu

Seleksi

Definisi Seleksi

Seleksi meliputi pemisahan aplikan dan yang dieliminasi karena tidak sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan / atau organisasi.

Manfaat Seleksi

Banyak biaya yang dikeluarkan untuk rekrutmen, seleksi dan pelatihan. Biaya akan menjadi besar saat karyawan yang diterima tidak memiliki keterampilan yang diharapkan, seringkali membutuhkan waktu yang panjang hingga mereka sebenarnya sesuai dengan gaji yang sudah didapatnya. Biaya akan semakin besar bila saling memilih karyawan.

Seleksi yang buruk juga menyebabkan buruknya kesesuaian antara pekerja dan pekerjaan, dimana akan menyebabkan ketidakpuasan kerja, kinerja karyawan yang buruk dan turnover.

Faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam seleksi


1. Deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan

2. Lingkungan organisasi dan sosial

3. Pendekatan dalam seleksi
Ada tiga jenis :
  • Tahapan Proses (the successive hurdles approach)
    Kandidat harus sesuai dengan persyaratan dalam setiap tahap. Metode ini menghemat waktu dan biaya karena tidak semua aplikan melalui semua tahapan
  • Kompensasi
    Aspek yang sangat tinggi dari seorang kandidat dapat mengkompensasikan aspek yang lemah
  • Kombinasi
    Kemampuan dan motivais menjadi aspek pertama yang diuji. Bila lulus, maka ia akan menjalani seluruh proses seleksi.

Prosedur Seleksi

Berikut ini adalah prosedur dari seleksi :


Preditor Seleksi

1. Validitas
Ada beberapa tipe validitas :
  • Criterion-related validity, didalamnya meliputi :
    - Concurrent validity
    - Predictive validity
  • Contenct validity
  • Construct validity
  • Face validity

2. Reliabilitas
Tipenya adalah :
  • Test-retest reliability
  • Parallel forms reliability
  • Inter-rater reliability
  • Internal consistency reliability

3. Keadilan
Adalah variabel persepsi dimana masing-masing individu akan berbeda. Berikut ini beberapa variabel yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan dan beberapa hal potensial yang berasosiasi dengan persepsi :
  • Proses dan prosedur yang digunakan
  • Infomasi yang digunakan
  • Hasil relatif yang dicapai
  • Konstituen yang berbeda
  • Faktor situasional

Tipe Predictor Seleksi
1. Form aplikasi

2. Pengetesan psikometrik
Berikut ini klasifikasi tes psikometrik yang dapat gunakan sebagai dasar pertimbangan administrasi :
  • Speed tests versus power tests
  • Group tests versus individual tests
  • Paper and Pencil Tests versus Performance Tests
  • Aptitude versus proviciency test.

Berikut ini klasifikasi tes psikometrik yang dapat digunakan sebagai dasar pengetesan isi :
  • Ability tests
  • Personality tests
  • Interest questionnaires
  • Work sample tests

3. Referensi
Referensi dapat digunakan sebagai predictor untuk tujuan seleksi karena hal tersebut tidak mengeluarkan biaya dan menggunakan waktu sebagai metode lain. Hal tersebut didasari asumsi bahwa perilaku masa lalu dapat sebagai prediktor yang baik untuk perilaku masa depan. Berikt ini bentuk referensi yang dapat memberikan informasi mengenai aplikan :
  • Institusi pendidikan
  • Tempat kerja sebelumnya
  • Testemoni dari teman

4. Hasil Medis

5. Wawancara

6. Pusat Penaksiran (Assesment Centres)


Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian & Strategi Rekrutmen dan Seleksi Manajemen SDM

Daftar Pustaka

  • Rothmann, I. & Cooper, C. (2008). Organizational Psychology and Work Psychology : Topics in Applied Psychology. London : Hodder Education

Pengertian dan Metode Penimbangan Karya Menurut Para Ahli

$
0
0
Pengertian dan Metode Penimbangan Karya Menurut Para Ahli - Artikel ini akan membahas tentang pengertian penimbangan karya, manfaat penimbangan karya, kondisi untuk mensukseskan penimbangan karya, pelatihan penimbangan karya, sumber penimbangan karya, wawancara penimbangan karya dan manajemen kinerja. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai definisi penimbangan karya, manfaat penimbangan karya, kondisi untuk mensukseskan penimbangan karya, pelatihan penimbangan karya, sumber penimbangan karya, wawancara penimbangan karya dan manajemen kinerja.

Pengertian Penimbangan Karya

Penimbangan karya adalah aktivitas dalam pengelolaan sumber daya manusia yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana karyawan melakukan pekerjaannya secara efektif. Hal tersebut merupakan proses evaluasi dan pendokumentasian kinerja karyawan sebagai bahan pertimbangan untuk pelatihan dan pengembangan, promosi, pemberian kompensasi dan seleksi (Gerber dalam Rothman & Cooper, 2008).

Pengertian dan Metode Penimbangan Karya Menurut Para Ahli_
image source: www.entrepreneur.com
baca juga: Pengertian & Strategi Rekrutmen dan Seleksi Manajemen SDM

Manfaat Penimbangan Karya

Berikut ini adalah manfaat dari penimbangan karya :

  1. Tujuan Pengembangan
    Penimbangan karya dapat menentukan karyawan yang membutuhkan pelatihan dan membantu mengevaluasi hasil dari pelatihan. Penimbangan karya memberikan umpan balik tentang kekuatan dan kelemahan dari karyawan.
  2. Tujuan Penghargaan
    Penimbangan karya dapat membantu organisasi menentukan siapa yang perlu menerima kenaikan gaji dan promosi
  3. Tujuan motivasional
    Penimbangan karya memiliki efek motivasional karena karyawan menerima umpan balik mengenai kinerja mereka
  4. Tujuan perencanaan sumber daya manusia
    Data penimbangan karya sangat penting dalam perencanaan sumber daya manusia
  5. Tujuan penelitian manajemen sumber daya manusia
    Penimbangan karya dapat digunakan untuk memvalidasi teknik seleksi.


Kondisi Penting yang Menentukan Keberhasilan Implementasi Penimbangan Karya

Manajemen dalam organisasi memiliki beberapa tanggung jawab :

  1. Perlu memiliki komitmen dan secara aktif mengatur sistem penimbangan karya yang ada
  2. Perlu menghubungkan antara sistem penimbangan karya dengan strategi dan kebijakan organisasi serta menyusun tujuan spesik dari sistem penimbangan karya tersebut.
  3. Perlu mencipatakan suasana kerja yang beroritasi pada kinerja
  4. Perlu memperhatikan keterlibatan dari inidividu yang terlibat dengan pendekatan motivasional. Perlu terlebih dahulu memperhatikan pada sistem pengembangan karyawan baru kemudian penghargaan pada karyawan yang berprestasi.
  5. Perlu tidak menganggap manajemen kinerja sebagai fungsi sumber daya manusia.


Kriteria yang umumnya digunakan dalam penimbangan karya yaitu :

  1. Kriteria sifat (trait)
    Sifat adalah dimensi kepribadian yang dapat diamati, seperti inisiatif, keramahan dan agresivitas. Kriteria sifat adalah pendekatan penimbangan karya tradisional yang paling sering digunakan. Meskipun hasilnya kurang memuaskan.
  2. Kriteria perilaku
    Kriteria perilaku mengukur perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan, seperti meminta masukan ide dan saran dari bawahan untuk menyelesai permasalahan. Kriteria ini memungkinkan organisasi untuk menentukan perilaku kerja yang relevan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Kriteria ini amat berguna dalam mengidentifkasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan dan mengkomunikasikan hasil penimbangan karya pada mereka demi peningkatan kinerja. Kriteria ini tidak berguna untuk tujuan administratif karena perilaku yang berbeda mungkin menghasilkan hasil kinerja yang serupa.
  3. Kriteria hasil kerja
    Kriteria ini adalah hasil kerja seperti volume penjualan, volume produksi dan jumlah ketikan yang salah. Kriteria ini secara spesifik menjelaskan kontribusi karyawan pada tujuan organisasi. Kriteria ini bersifat objektif dan kecil untuk bias.


Kriteria hasil kerja tidak bermanfaat untuk tujuan pengembangan, karena memberikan dasar factual serta sedikit untuk memberikan saran untuk memperbaiki kinerja. Hal ini juga sulit untuk mendapatkan kriteria hasil kerja pada pekerjaan jangka pendek yang jumlah pekerjaanya banyak. Masalah lain dari pengukuran jenis ini adalah faktor situasional dari karyawan, dimana karyawan memiliki sedikit kendali yang dapat mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya, kondisi kualitas peralatan yang tersedia, ketersedian bahan kerja, perubahan ekonomi, dukungan anggaran dan kerjasama orang-orang yang menjadi masukan bagi proses kerja karyawan tersebut.

Penggunaan kriteria hasil kerja memiliki efek negatif pada kinerja :

  1. Orientasi menjadi jangka pendek
  2. Mentalitas karyawan menurun
  3. Komitmen karyawan terhadap pencapaian tujuan yang diluar kendali mereka
  4. Karyawan menjadi kurang peduli untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja mereka


Sehingga menjadi sangat penting untuk menentukan tujuan, standard an area kinerja utama dalam sistem penimbangan karya dan memberikan perhatian pada aspek-aspek berikut :

  1. Mengintegrasikan dengan strategi dan perencanaan bisnis dari organisasi
  2. Sudah dilakukan analisis pekerjaan untuk menentukan dimensi kinerja
  3. Perilaku dan hasil kerja adalah sama penting
  4. Memungkinkan perilaku individu dalam mempengaruhi pengukuran
  5. Harapan dari hasil kerja dan perilkau serta standar harus jelas dan terukur


Manajemen puncak harus terlibat dan harus berpartisipasi dalam pembentukan, evaluasi dan penyesuaian sistem. Penimbangan karya harus menjadi perhatian setiap manajer, bagia atas, menengah, maupun tingkat awal perlu bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem tersebut.

Proses pengumpulan data harus sistematis dan dapat diandalkan agar dapat dipastikan data tersebut akurat. Pengguna sistem sering merasa tidak puas bukan karena tidak sah, tapi tidak menganggap sistem tersebut sebagai instrumen untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan (Latham & Mann dalam Rothman dan Cooper, 2008). Berikut ini persyaratan sistem pengukuran kinerja :

  • Valid : langkah-langkah apa yang hendak diukur
  • Reliable : langkah-langkah tersebut haruslah akurat
  • Tujuan : menerapkan prosedur yang jelas
  • Standar : menggunakan item yang sama untuk setiap pekerja
  • Praktis : sederhana dan mudah dijalankan


Berikut ini adalah beberapa metode penimbangan karya :

  1. Graphic Rating ScalesPenilai memberikan penilaian pada sifat tertentu yang terkait kinerja, perilaku atau hasil kerja pada skala yang sudah ada deskripsinya dari rentang kinerja rendah hingga tinggi. Jenis ini sering buruk dalam kaitannya dengan pekerjaan yang dilakukan kesehariannya, reliabilitas dan validitasnya.
  2. ChecklistSama dengan graphic rating scales. Hanya pada graphic rating scales menggunakan sifat sebagai kriteria kinerja, pada checklist menggunakan deskripsi perilaku. Berbeda dengan graphic rating scales yang tidak berdasarkan analisa pekerjaan, pada checklist menggunakan kejadian khusus hasil yang ada dalam hasil analisa pekerjaan sebagai itemnya. Penilai diminta persetujuaan terhadap penyataan perilaku yang ada.
  3. Behavioral Rating ScalesSering disebut Behaviourally Anchored Rating Scales (BARS) atau Behavioural Observation Scale (BOS). Meskipun sama dengan graphic rating scale, BARS dan BOS dikembangkan berdasarkan analisa pekerjaan. Metode kejadian khusus dalam analisis pekerjaan digunakan untuk melihat perilaku yang efektif dan tidak efektif. Jenis ini memungkinkan unutk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari kinerja.


Berikut ini adalah dua metode evaluasi kinerja individual :

  1. Metode indeks langsungMetode ini berkaitan dengan hasil kerja. Standar berasal dari hasil kerja yang didefinisikan oleh pengawas atau dinegosiasikan antara atasan dan bawahan.
  2. Management by Objective (MBO)MBO membangun tujuan untuk tugas-tugas tertentu yang kinerjanya diperlukan untuk mencapai pencapaian departemen dalam jangka pendek. Proses MBO adalah :
    a. Tetapkan tujuan kinerja untuk jangka waktu tertentu
    b. Atasan dan bawahan berpartisipasi dalam penetapan tujuan
    c. Ada umpan balik kinerja


Pelatihan untuk Penilai

Berikut ini adalah isi dalam pelatihan bagi penilai :

  1. Filosofi yang mendasari pengelolaan sistem
  2. Nilai-nilai yang mendasari sistem
  3. Teknik yang digunakan
  4. Negosiasi tujuan dan standar komunikasi
  5. Aspek hubungan interpersonal
  6. Persiapan penimbangan karya
  7. Penanganan masalah dalam penimbangan karya
  8. Wawancara umpan balik
  9. Mendiskusikan kinerja yang rendah
  10. Keterampilan observasi dan mencatat dan kesalahan-kesalahan dalam penilaian
  11. Dimensi dan standar kinerja
  12. Menghubungkan kinerja dan penghargaan
  13. Aspek administrative


Sumber Penilaian

Menurut Lathan & Mann dalam Rorthman & Cooper (2008) sumber penilai adalah :

  1. Penilaian atasanKinerja bawahan cenderung meningkat beberapa tahun ketika penilaian kinerja berlangsung. Namun atasan menghabiskan sedikit waktu pada penilaian bawahannya. Hasil penilaian menjadi kurang baik saat atasan terbatas untuk mengamati perilaku bawahan atau kurang memiliki hubungan yang baik sehingga menjadi bias.
  2. RekanDianggap sumber informasi yang dapat diandalkan karena cenderung lebih menekankan hubungan interpersonal dan motivasi.
  3. Penilaian diriKaryawan cenderung menilai diri mereka lebih baik daripada penilaian atasannnya. Perbedaan budaya juga dapat mempengaruhi. Dalam budaya timut, mengkritik diri adalah hal penting untuk meningkatkan kinerja.
  4. BawahanCenderung dapat meningkatkan perubahan positif pada perilaku atasan dan kinerjanya. Bawahan yang tidak diizinkan untuk memberikan umpan balik secara tanpa diketahui identitasnya akan lebih buruk dibandingkan yang diperbolehkan untuk menyamarkan identitasnya.


Wawancara dalam Penimbangan Karya

Wawancara dalam penimbangan karywa dalam menjadi pengalaman yang menurunkan motivasi karyawan saat mereka menerima penilaian negative. Penelitian menunjukkan wawancara dalam penimbangan karya dapat memberikan pengaruh :

  1. Karyawan merasa tidak pasti keberadaan mereka
  2. Karyawan akan menilai atasanya lebih buruk setelah mereka diwawancarai (dibandingkan sebelum diwanwancarai)
  3. Proses wawancara cenderung mendominasi (ototiter) dimana tidak sesuai dengan nilai demokratis
  4. Wawancara tidak mengarahkan pada perubahan perilaku yang konstruktif


Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas wawancara akan meningkat ketika wawancara bertujuan untuk pemecahan masalah. Tersebut termasuk pengaturan suasana dimana atas dan bawahan mendiskusikan tujuan kinerja dan standar kinerjanya.

Pendekatan pemecahan masalah mendorong karyawan untuk berpikir tentang masalah pekerjaan mereka dalam suasana yang tidak mengancam dan akan memberikan solusi sendiri dalam permasalah tersebut. Partisipasi karyawan merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi keberhasilan penilaian.

Persiapan wawancara meliputi :

  1. Format penilaian kinerjaPewawancara harus mengerti apa isi dari format penilaian kinerja tersebut
  2. Kinerja karyawanPewawancara harus dapat mendapat apa pun yang ditanya oleh karyawan dan memberikan argumentasi dari penilaian yang diberikannya
  3. Pengertahuan tentang diri sendiriAtasan harus mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain, hal tersebut merupakan hal penting dalam memberikan umpan balik negative sebagai masukan yang konstruktif.


Berikut ini hal penting dalam efektivitas wawancara penimbangan karya :

  1. Stuktur dan kendali dalam wawancaraTujuan wawancara harus dijelaskan, pengendalian dalam berjalannya wawancara perlu diperhatikan dan perlu adanya pengaturan dan persiapan. Tidak boleh mengintrupsi selama proses. Karyawan diajak untuk berorintasi pada kinerja masa depan dengan memperhatikan pengembangan kekuatannya. Diakhir wawancara dibuat kesimpulan.
  2. Membangun dan memelihara rapport
    Suasana yang sesuai untuk wawancara harus ditetapkan, wawancara harus dibuka dengan cara yang hangat dan tidak mengancam, dan atasan harus peka dengan kebutuhan dan perasaan karyawan
  3. Bereaksi terhadap stressPewawancara harus tetap tenang selama ledakan emosional karyawan, meminta maaf pada saat yang tepat.
  4. Memberikan umpan balikFokus pada fakta bukan opini, dan bukti harus tersedia bila ada ketidaksetujuan atas penilaian.
  5. Menyelesaikan konflikPewawancara harus mengelola konflik dalam wawancara, membuat komitmen yang tepat dan menetapkan tujuan yang realistis untuk memastikan resolusi konflik
  6. Mengembangkan karyawanPewawancara harus menawarkan untuk membantu karyawan mengembangkan karirnya, tentukan kebutuhan pengembangan dan merekomendasikan apa yang diperlukan untuk pengembangannya.
  7. Memotivasi karyawanPewawancara harus memberikan insentif bagi karyawan untuk mau bekerja dalam organisasi dan berperilaku efektif, memberikan komitmen untuk dapat mendorong tingkat kinerja yang tinggi dan memberikan dukungan agar kinerja mereka baik.


Manajemen Kinerja

Di masa lalu, organisasi difokuskan pada penilaian kinerja. Saat ini, fokus bergeser ke manajemen kinerja. Manajemen kinerja adalah sistem manajemen yang sistematis yang direncanakan untuk dapat dibagai menjadi subsistem yang terintegrasi, diarahkan pada peningkatan individu, kelompok dan efektivitas organisasi. Subsistem meliputi penentuan tujuan, standar kinerja, pengukuran kinerja, umpan balik dan pengembangan karyawan.

Manajemen kinerja dimulai dengna pertanyaan, “kinerja apa yang harus dikelola?”. Hal ini berkaitan dengan dimana dan apa yang organisasi ingin lakukan dan apa yang ingin dicapai di tahun-tahun mendatang. Jangka panjang rencana strategis digunakan untuk memilih tujuan spesifik organisasi dan perilaku yang harus diperkuat dan dihargai untuk mencapai tujuan.

Tujuan kinerja terkait dengan rencana bisnis, harus diputuskan untuk setiap departemen dan individu. Kinerja harus dikelola untuk menjembatani kesenjangan antara keadaan sekarang dan harapannya yang diinginkan melalui pengelolaan resistensi terhadap perubahan. Umpan balik dan pelatihan menghasilkan peningkatan atasan dan hubungan karyawan untuk meningkatkan komitmen organisasi dan mengurangi niat untuk berhenti dari karyawan.

Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian dan Metode Penimbangan Karya Menurut Para Ahli.

Daftar Pustaka

  • Rothmann, I. & Cooper, C. (2008). Organizational Psychology and Work Psychology : Topics in Applied Psychology. London : Hodder Education

Pengertian dan Metode Pengembangan Karir di Dunia Kerja

$
0
0
Pengertian dan Metode Pengembangan Karir di Dunia Kerja - Pada materi ini akan dibahas mengenai pengembangan karir. Bagian awal fokus pada definisi beberapa terminology seperti pengembangan karir, perencanaan karir dan manajemen karir. Selanjutkan dibahas mengenai pentingnya pengembangan karir. Dimana akan diuraikan masalah teori karir, tahapan karir. Kemudian dilanjutkan dengan keberhasilan karir.. Lalu dibahas perencanaan karir dan manajemen karir sebagai komponen pengembangan karir. Dan yang terakhir adalah fokus pada evaluasi manajemen karir.

Definisi Pengembangan Karir

Karir adalah serangkaian posisi / pekerjaan yang dijalani seseorang dalam aktivitas kerjanya.

Pengambangan karir mencakup perencanaan karir dan implementasi dari perencanaan karir melalui pendidikan, pelatihan, pencariaan kerja dan pengalaman bekerja. Dari perspektif organisasi, pengembangan karir adalah proses pembimbingan penempatan, mutasi, pengambangan karyaman yang didasari asesmen, aktivitas pelatihan yang terencana dan tugas-tugas yang terencana. Oleh sebab itu pengembangan karir meliputi baik pengembangan karis personal maupun manajemen karir organisasi.

Perencanaan karir adalah proses personal melalui pekerja merencanakan kehiduapan pekerjaannya denga mengidentifikasi dan mengimplementasikan langkah-langkah untuk mencapai tujuan karir. Perencanaan karir meliputi evaluasi kemampuan dan minat, pertimbangan kesempatan karir, perencanaan tujuan karir dan perencanaan aktivitas pengembangan karir yang sesuai. Perencanaan karir utamanya proses individual, tapi organisasi tempat bekerja dari karyawan dapat membantu melalui penawaran konseling karir dari psikolog kerja dan organisasi (psikologi PIO) dan atasannya. Lebih spesifik, organisasi dapat mengadakan workshop unutk membantu pekerjanya mengevaluasi diri mereka sendiri dan memilih program pengembangan, membuat lembar kerja perencanaan karir yang tersedia sesuai minat pekerja, dan menyebarkan informasi kesempatan pekerjaan di dalam dan di luar organisasi.

Manajemen karir, merupakan bagian dari pengembangan karir, fokus pada perencanaan dan aktivitas dari organisasi (Beach dalam Rothmann & Cooper, 2008). Dalam manajemen karir, pihak manajemen memastikan kesesuaian perencanaan karir pekerja dengan kebutuhan organisasi dan mengimplementasikan program untuk pencapaian tujuan tersebut.

Pengertian dan Metode Pengembangan Karir di Dunia Kerja_
image source: www.hmcgroup.net.au
baca juga: Pengertian dan Metode Penimbangan Karya Menurut Para Ahli

Pentingnya Pengembangan Karir

Perubahan saat ini pada pola karir umumya disebabkan oleh faktor ekternal seperti globalisasi, perubahan teknonologi yang cepat, deregulasi peraturan pekerja dan perubahan dalam struktur organisasi (Kidd dalam Rothmann & Cooper, 2008).

Secara umum, para pekerja ingin ketertarikan dan keberartian pekerjaan dan mereka juga ingin dapat meningkatn keterampilan dan kemampuannya. Pengembangan karir memungkinkan kesemua hal itu baik bagi pekerja maupun organisasi.

Pentingnya pengembangkan karir dapat juga disimpulkan dari alasan lain pengembangan karir di organisasi. BIla organisasi menaruh perhatian yang cukup pada pengembangan karir, maka akan menarik perhatian pekerja yang bermutu karena ada pola yang jelas. Banyak pekerja yang bermutu akan suka dengan organisasi seperti tersebut. Lalu juga akan menurunkan tingkat turnover karena mereka melihat bahwa kebutuhan mereka terpenuhi. Pekerja akan cenderung lebih produktif dan bekerja lebih baik ketika kemampuan mereka secara utuh digunakan.

Teori tentang Karir

Kesesuian Individu dan Lingkungan

Teori ini menjelaskan derajat kesesuaian antara pekerja dan lingkungannya. Untuk menerapkan perspektif ini diperlukan data yang valid dan reliabel mengenai perbedaan individual (seperti kemampuan, minat, kepribadian dan nilai diri) dan pekerjaan. Pendekatan ini secara positif terkait dengan kesejahteraan pekerja dan berhubungan negative dengan ketidakpuasan pekerjaan (Tinsley dalam Rothmann & Cooper, 2008). Pendekatan kesesuaian individu dan lingkungan diukur dari penghargaan yang diharapkan individu dan kepuasaan yang mungkin dapat dicapai oleh mereka, atau kesesuaian antara kemampuan individu dan tuntutan dari pekerjaan. Berikut ini beberapa teori yang fokus dengan pendekatan ini :
  • The Minnesota Theory of Work Adjustment dari Davis dan Lofquist
  • The Attraction-Selection-Attrition (ASA) Model dari Schenieder
  • The Theory of Vocational Choice dari Holland

Peran tahapan kehidupan dalam perkembangan karir

Istilah pengembangan karir mengisyaratkan proses perkembangan. Psikologi perkembangan dan pengetahuan mengenai perbedaan individual menjadi dua dari tiga hal penting untuk pengembangan karir. Hal ketiga atau yang terakhir menjadi penting adalah kondisi posisi / pekerjaan yang juga berbeda-beda karena tempat posisi/pekerjaan yang berbeda tentunya menuntut hal yang berbeda dan pekerjanya juga akan dibayar secara berbeda pula.

Beberapa tahun terakhir, psikologi perkembangan tidak memerankan hal penting dalma perkembangan karir. Ada dua alasan, pertama, psikologi perkembangan menaruh perhatian pada perkembangan anak dan dewasa. Kedua, peneliti memfokuskan pada besarnya kesesuaian antara perbedaan individual dan beragama pekerjaan. Hal itu tentu jelas baik individu maupun pekerjaan berubah dari waktu ke waktu.

Psikologi perkembangan memahami individu akan berkembangan melalui urutan tahap dalam kehidupannya. Ada hal yang berbeda untuk masing-masing tahapan tersebut. Tahapan tersebut yaitu kanak-kanal awal, kanak-kanak pertengahan, kanak-kanan akhir, remaja awal, remaja pertengahan, remaja akhir, masa dewasa, dewasa awal, dewasa menengah, dewasa akhir. Daniel Levinson (dalam Rothmann & Cooper, 2008) juga mengindektifikasikan tahapan transisi atau struktur kehidupan dari dewasa akhir menuju dewasa menengah (paruh baya). Hal ini menjadi untuk diperhatikan karena setiap tahap memiliki isu masing-masing dimana individu harus menghadapi dan menjalani tugas yang ada dimasing-masing tahapan tersebut.

Meskipun tugas-tugas dan isu-isu dimana individu tersebut harus hadapi antara perkembangna pribadi dan isu keluarga, tugas-tugas dan isu-isu tersebut terkait dengan tugas atau isu dalam karir. Hal tersebut karena individu adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Implikasi dari cara pandang tersebut maka organisasi perlu memperhatikan apa yang dilakukan pada pekerjaan akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan kehidupan pribadi karyawan. Lebih lanjut, bila organisasi harus memindahkan individu ke kota lain, pihak manajemen harus mempertimbangkan pengaruh, seperti perlunya merelokasi keluarga karyawan dan bagaimana penyesuaian diri karyawan.

Tahapan karir dalam perkembangan karir

Perkembangan karir tidak berjalan paralel dengan tahapan perkembangan individu. Kondisi yang ada tidak selalu mengikuti tahapan karir. Suatu karir secara terbuka dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan keuntungan yang diperoleh perusahaan.

1. Pilihan karir

Pilihan karir adalah proses perkembangan. Hal ini berarti ada sub tahapan dalam pilihan pekerjaan. Tidak terlalu sulit untuk dipahami, misalnya seorang anak laki-laki ingin bekerja sebagai pemadam kebakaran kerena dia melihat pekerjaan tersebut menarik, atau seorang anak perempuan yang berharap ingin perawat. Ketika mereka bertambah usia, mereka menyadari bahwa pekerjaan yang mereka impikan tersebut tidaklah seindah apa yang mereka pikirkan. Mereka juga muali menyadari ada pilihan-pilihan. Lebih lanjut mereka memperhatikan kesesuaian keterampilan, kemampuan dan karakteristik mareka yang sesuai dengan pekerjaannya.

Tahapan pilihan pekerjaan ini melalui sub tahapan yaitu :
  • Fantasi 
  • Realitas 
  • Spesifikasi 

Masing-masing individu perlu memahami diri mereka masing-masing seperti halnya dunia pekerjaan unutk memilih pilihan yang berarti. Hal ini berarti individu perlu memahami kebutuhannya, kemampuannya, minatnya dan karakteristiknya. Individu perlu memiliki pengetahuan mengenai perbedaan pekerjaan dan persyaratan yang perlu dipenuhi untuk dapat bekerja dengan baik.

Setelah pilihan pekerjaan dibuat, perlu persiapan sebelum menjalani pekerjaan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan :
Memilih jurusan pendidikan/universitas. Bisa diawali dengan magang.
Mencari pekerjaan/posisi dalam organisasi atau menjadi wirausaha. Tahapan ini merupakan tugas utama yang perlu dijalani oleh individu muda mempertimbangkan kondisi dunia pekerjaan yang ada. Mereka harus memiliki apa yang dibutuhkan dari pekerjaan tersebut. Misalnya, mencari tahu dimana informasi lowongan pekerjaan dan bagaimana menulis surat lamaran kerja, bagaimana mengisi formulir lamaran, menyusun CV dan bagaimana menghadapi wawancara seleksi.

2. Karir Awal

Langkah besar selanjutnya dalam tahapan karir adalah karir awal. Umumnya orang melihat ada dua sub tahap pada tahap ini :
  • Establishment 
  • Achievement 

Umumnya pada karir awal ini berjalan bersama dengan tahapan kehidupan orang dewasa. Hal yang perlu diperhatikan adalah apa yang dibangun oleh individu dalam pekerjaannya hampir bersamaan dengan individu di tahapan dewasa muda untuk menikah dan memulai kehidupan keluarga. Kondisi ini cukup membawa beban bagi mereka. Untuk menyelesaikan tahap ini individu perlu energy, semangat dan antusias.

Individu pada tahap establishment perlu memiliki keinginan untuk belajar dan bekerja keras. Individu berupaya untuk menyesuaikan diri dengan organisasi tempat ia bekerja dan menjalani tugas dengan baik. Mereka seharusnya menunjukkan inisiatifdan keinginan untuk memberikan kontribusi pada organisasi. Akan tetapi mereka tetap perlu memahami bahwa mereka masih pada fase percobaan (probation) dan pihak manajemen akan menentukan apakah individu tersebut layak menjadi bagian dari organisasi atau tidak.

Satu hal yang menjadi sangat penting yang organisasi dapat lakukan adalah memberikan tantangan dari pekerjaan bagi karyawan baru sesegera mungkin. Cara ini menjadi ujian bagi mereka yang baru bergabung dalam organisasi. Dalam kondisi tersebut, organisasi dapat melihat indikasi apakah karyawan baru tersebut dapat memberikan kontribusi bagi organisasi secara jangka panjang atau tidak. Hal lainnya, penting juga organisasi memberikan mereka masukan mengenai kinerja mereka.

Yang perlu diperhatikan pada sub tahap achievement, berbeda dengan sub tahapan advancement. Tahap achievement (pencapaian) mengarah ke sub tahap advancement, akan tetapi terkadang tidak terjadi. Saat mereka sebenarnya sudah siap untuk promosi, akan tetapi terhambat karena jalur promosi terkunci atau tertutup oleh pekerja senior. Kondisi ini diperburuk dengan proses pengurangan jumlah pekerja sesuai dengan fakta akhir-akhir ini organisasi cenderung membuat stuktur yang ramping. Bila individu berapa pada tahap ini tidak ingin keluar dari organisasi, cara lain adalah mereka harus tetap menarik dan produktif.

3. Karir Pertengahan


Biasanya walaupun tidak musti sama selalu, tahap karir pertengahan ini sejalan dengan tahap kehidupan dewasa muda. Beberapa orang menyebut transisi setengah baya atau krisis paruh baya. Individu mulai mempertanyakan beberapa hal, seperti kenapa saya sibuk dengan pekerjaan saya? Apakah ada yang lebih berarti dari pekerjaan saya? Apakah saya telah menelantarkan keluarga saya? Tidak semua orang mengalami krisis paruh baya ini. Ini berarti bukanlah sesuai yang salah bila seseorang tidak mengalaminya.

Individu pada tahap ini bertanya pada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pekerjaan atau karir nya. Saat ini merupakan waktu bagi mereka untuk menginventarisasi mengenai tujuan karir yang telah direncanakan mereka sejak memulai berkarir. Mereka mulai menyadari waktu yang tersisa untuk menyelesaikan tugas dan pencapaian tujuan mereka. Banyak diantara mereka menyadari bahwa manusia adalah makhluk fana yang dapat meninggalkan dunia lebih awal dibandingkan apa yang telah mereka pikirkan. Tidak mengherankan beberapa orang membicarakan pengalaman krisis paruh baya mereka. Organisasi dapat melakukan memberikan pelayanan konseling bagi mereka.

Salah satu tugas utama dari tahap karir pertengahan adalah tetap produktif dalam bekerja dan berusaha untuk memperbaharui keterampilan yang mereka miliki. Individu harus selelau berusahan untuk mengikuti perkembangan dan perubahan dalam bidang spesialisasinya atau pekerjaannya, Organisasi dapat membantu pekerja untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka secara terus menerus. Tugas lain bagi pekerja adalah untuk berupaya untuk mencapai kemajuan dari karirnya. Ketika pekerja tidak mengalami kemajuan akan ia akan terhambat dalam organisasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang dibutuhkan, kecepatan untuk mengikuti kondisi dan kurangnya kesempatan promosi.

4. Karir Akhir

Pada tahap ini banyak orang meminta pension diri atau menerima paket pesangon sebelum mencapai usia pensiun yang seharusnya. Tidak banyak orang yang bisa mencapai tahap ini dalam organisasi. Bagi yang berhasil, ada dua tugas utama yang harus diselesaikan pada tahap ini, tugas pertama pada umumnya sama dengan tahap karir pertengahan, dimana mereka tetap harus produktif. Ini juga berarti keterampilan mereka juga harus selalu diperbaharui. Tugas utama lainnya adalah persiapan menghadapi pensiun.

Persiapan yang baik untuk pensiun mencakup beberapa hal. Perencanaan keuangan seharusnya sudah dipersiapakn pada awal karir. Ketika mereka pensiun, ada beberapa hal yang sudah harus siap yaitu tempat tinggal, jaminan kesehatan bagi mereka, hubungan dengan teman dan saudara dan kondisi kesehatan yang terjaga. Persiapan yang sifatnya psikologis saat menghadapi pensiun juga menjadi suatu hal yang penting, tapi sering diabaikan.

Persiapan yang bersifat psikologis seperti menyadari pentingnya adanya aktivitas bekerja memiliki peran penting dalam kehidupan bagi sebagian besar individu. Dengan bekerja seseorang menjamin penghidupan bagi diri sendiri dan tanggungannya. Selain itu bekerja juga menjadi sumber pemenuhan kebutuhan. Salah satunya adakah kebutuhan untuk interaksi sosial, kebutuhan untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat, adanya selalu kesibukan dan memanfaatkan kemampuan dan keterampilan mereka.

Kesuksesan Karir

Seseorang yagn berhasil dalam karirnya adalah ketika ia memiliki pekerjaan dengan digaji baik dan status yang tinggi (Beach dalam Rothmann & Cooper, 2008). Mereka lebih banyak berorientasi pada kebebasan pribadi, penentuan nasib sendiri dan memiliki pandangan pribadi mengenai kesuksesan berkarir.

Berikut ini orientasi baru mengenai kesuksesan karir yang termanifestasi pada diri pekerja
  • Ingin memiliki kendali dalam pengembangan karir mereka dengan memutuskan kapan atau apa yang diperlukan seperti pelatuhan tambahan, mengajukan posisi / pekerjaan tertentu dan kapan harus meninggalkan organisasi
  • Nilai-nilai pribadi, seperti kebebasan, pertumbuuhan dan penentuan nasib sendiri
  • Ingin mempertahankan keseimbangan yang sehata antara keterlibatan dalam bekerja / karir dengan keluarga, teman serta kegiatan lain (olahraga, hobby)
  • Ingin memiliki pandangan sendiri tentang apa yang dibutuhkan dana apa arti menjadi sukses. Ini berarti keberhasilan karir adalah hal yang sangat pribadi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang ingin mengalami kesuksesan kariri harus memainkan peran penting dan aktif dalam perencanaan karir dan manajemen karir pribadi.

Perencanaan karir sebagai komponen pengembangan karir

Organisasi memiliki peran dalam membantu karyawan dalam perencanaan karirnya :

  1. Membantu individu dalam memahami diri merekaMenyedian workbook. Tujuannya dalah membantu pekerja untuk menggali diri mereka / asesmen diri. Mereka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, kemampuan, keterampilan,. Selain menyelesaikan workbook, mereka juga dapat mendapatkan data dari tes minat, bakat dan kepribadian untuk mempelajari lebih lanjut tentang diri mereka. Hal lain adalah dengan menerima umpan balik dari kinerja mereka.
  2. Membantu individu dalam mengindentifikasi peluang karir yang berbedaIndividu mengidentifikasi kemampuan, minat dan yang lainnya yang berhubungan dengan karir, individu harus mengidetifikasi karakteristik pekerjaan untuk mengetahui kemampuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Tujuan harus spesifik sehingga dapat terukur.
  3. Membantu individu dalam perencanaan strategi karirDisebut pula sebagai rencana karir. Dalam hal ini individu membuat strategi perencanaan karir.
  4. Membantu individu dalam menetapkan strategi karirIndividu membuat strategi perencanaan karir, ia harus menetapkan apa yang sudah direncanakan.


Manajemen Karir sebagai Komponen Perencanaan Karir


  1. Mengintegrasikan manajemen karir dengan perencanaan sumber daya manusiaMelalui proses perencanaan sumber daya manusia dapat menentukan program pelatihan dan pengambangan untuk karyawan yang harus diambil oleh mereka dalam rangka mempersiapkan untuk tuntutan dimasa depan.
  2. Mengidentifikasikan Jalur KarirMerupakan penyesuaian aspirasi karir individu dengan kesempatan yang tersedia di sebuat organisasi. 
  3. Menginformasikan Jalur Karir KaryawanSetelah jalur karir teridentifikasi, karyawan harus diberitahu tentang jalur ini. Hal tersebut memungkinkan mereka untuk terlibat dalam perencanaan karir pribadi yang realistis yang terintegrasi dengan upaya manajemen karir organisasi.
  4. Memasang Iklan Lowongan KerjaKaryawan diizinkan untuk menawarkan diri pada kesempatan baru.
  5. Penilaian KaryawanDilakukan dengan cara yang berkelanjutan di organisasi. Melalui proses penilaian kinerja informasi tentang potensi dapat diperoleh secara terus menerus.
  6. Menawarkan Konseling KarirKonseling karir adalah proses kegiatan, strategi dan intervensi yang digunakan untuk membantu karyawan dalam mengekplorasi karir, perencanaan dan pengambilan keputusan karis dalam proses kerja.
  7. Pengalaman KerjaMetode terbaik dalam manajemen karir adalah pengalaman kerja karyawan. Hal tersebut karena karyawan langsung berhadapan dengan kondisi pekerjaan.
  8. Kebijakan dan Praktik Sumber Daya ManusiaAda sistem manajemen karir dengan adanya kebijakan dan praktiknya. Rotasi adalah salah satu metode manajemen karir.


Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian dan Metode Pengembangan Karir di Dunia Kerja.

Daftar Pustaka

  • Rothmann, I. & Cooper, C. (2008). Organizational Psychology and Work Psychology : Topics in Applied Psychology. London : Hodder Education

Perilaku Konsumen Ekonomi, Keyakinan Sosial, dan Kinerja

$
0
0
Perilaku Konsumen Ekonomi, Keyakinan Sosial, dan Kinerja - Materi ini membahas tentang aspek ekonomi dan kehidupan konsumen, keyakinan sosial dan sistem nilai. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai aspek ekonomi dan kehidupan konsumen, keyakinan sosial dan sistem nilai kinerja.

Menyimpan, Membelanjakan dan Pinjaman Pribadi

Dalam keseharian individu, pasti akan berhadapan dengan pengambilan keputusan mengenai uang. Banyak sekali keputusan yang dipertimbangkan, misalnya mengenai menabung untuk liburan ke luar negeri, mengurus tagihan kartu kredit dan yang lainnya.

Pada materi ini akan dibahas mengenai isu menabung, kredit dan pinjaman personal. Pembahasan ini akan menjelaskan pengaturan keuangan pribadi melalui batasan ekonomi dan faktor psikologi sosial.

Perilaku Konsumen Ekonomi, Keyakinan Sosial, dan Kinerja_
image source: www.tnooz.com
baca juga: Pengertian dan Metode Pengembangan Karir di Dunia Kerja

Perkembangan dalam Pembelajaan Konsumen Modern

Melihat praktek sehari-hari dalam peminjaman uang telah menunjukkan pertumbuhan yang cepat, terutama pada satu atau dua decade terakhir. Ditambah lagi, cara-cara untuk mendapatkan pinjaman telah mengalami perubahan yang radikal melalui ketersedian kredit konsumtif serta penggunaan kartu kredit. Kondisi menimbulkan fenomena semakin banyaknya tunggakan kredit konsumsi yang jumlah berlipat ganda.

Pada aspek penyimpanan uang, ada asumsi bahwa penyipanan dan peminjaman adalah kebalikan praktek keuangan, misalnya bila seseorang memiliki kelebihan uang maka ia akan menabung. Dan bila yang dia kekerangan uang maka akan meminjam. Akan tetapi hubungan antara meminjam dan menabung ternyata tidak semudah itu. Salah satu contoh, angka tabungan di Inggris pada tingkat nasional tidak selalu menunjukkan pengurangan karena kredit konsumen dan kenaikan utang, banyak orang meminjam uang dan menyimpan pada waktu yang bersamaan (Lunt & Livingstone dalam Semin, 1996).

Pendekatan Ekonomi

Teori awal yang menjelaskan bahwa pendapat adalah hal penting yang utama dari salah satu pendukung empiris dari tabungan (Lea, Tarpy & Webly dalam Semin, 1996). Yang paling berpengaruh adalah pendekatan ekonomi terkini (reasionalitas) yang diawali dari asumsi bahwa menabung berarti penangguhan konsumsi. Sederhananya, persoalan rasional seseorang adalah untuk membuat pilihan antara membelanjakan sekarang atau nanti (membelanjakan atau menyimpan) sehingga keputusan yang diambil memiliki manfaat. Teori-teori lain berupaya menjelaskan pola optimal dari menabung, membelanjakan dan meminjam. Yang paling terkenal adalah hipotesa daur hidup dari Mogliani dan Brumberg dimana menjelaskan bahwa seseorang berusaha merencanakan pembelanjaan konsumsi untuk keseluruhan daur hidup mereka.

Teori lain dikenal dengan teori perhitungan mental dari Shefrin & Thaler. Model ini menggunakan konsep psikologi dari pengendalian diri dan self framing. Model ini memungkinkan individu untuk menilai, menghabiskan dan menyimpang uang secara berbeda, tergantung pada sumbernya dan framing menekankan persepsi mereka akan kategori uang adalah penting. Pengendalian diri adalah latihan ketika individu menyelesaikan tekanan antara rencana jangka panjang dan keinginan konsumsi yang mendesak melalui peraturan yang dibebankan kepada diri sendiri dan komitmen eksternal. Kekuatan model ini adalah dapat memberikan pemahaman mengapa orang meminjam dan menabung pada satu waktu yang sama.

Faktor Psikologis

Penelitian faktor psikologis menaruh perhatian pada perbedaan individu dalam bagaimana seseorang mengatur keuangannya, termasuk bagaimana motivasi, sifat pribadi, kemampuan dan minat mereka. Berikut ini adalaha hirarki tabungan yang mengidentifikasikan tipe-tipe dari penabung berdasarkan motivasi yang mendasarinya :

- Cash Manager
Menyimpan uang untuk membayar tagihan setiap hari

- Buffer Saver
Menyimpan untuk menghadapi situasi yang mendesak

- Goal Saver
Menyimpan untuk hal-hal yang lebih baik, misalnya memberi rumah yang lebih bagus atau luas

- Wealth Manager
Bertujuan untuk investasi

Ide menabung memerlukan kerelaan seseorang untuk tidak mendapatkan kesenangan sesaat. Dalam konsep ekonomi dikenal sebagai konsep time preferences atau pemilihan waktu yang lebih tepat. Dalam konsep psikologi dikenal dengan konsep ability to delay gratification yaitu kemampuan individu untuk menunda kesenangan (Lea dkk dalam Samin, 1996).

Sudut Pandangan Psikologi Sosial

Keputusan-keputusan mengenai keuangan sehari-hari dipengaruhi oleh konteks moral dan budaya. Di Inggris ektiak kerja protestan meyakini bahwa menabung adalah hal yang dibenarkan oleh agama (dimana hasil kerja keras, usaha dan ketekunan), sementara meminjam uang adalah salah karena hasil dari kemalasan dan ketidakcermatan dalam membelanjakan uang).

Secara budaya orang-orang sering kali merasa berada dalam sebuah tekanan untuk mengkonsumsi dan berbelanja karena aktivitas tersebut dihubungkan dengan identitas dan gaya hidup. Individu yang mengkonsumsi berarti kemewahan dan kesenangan. Hal tersebutlah yang menyebabkan ia terus mengkonsumsi. Akan tatapi disayangkan penelitian mengenai meminjam dan menyimpan masih sangat sedikit untuk dapat mengatakan bahwa variable psikologi sosial untuk memprediksi dapat meningkatkan kemampuan dan menjelaskan siapa yang akan menyimpan dan siapa yang akan terlibat dalam hutang.

Lea dkk (dalam Samin, 1996) mengatakan bahwa pinjaman merupakan masalah utama dari kesulitan keuangan, pinjaman individu yang besar akan mengurangi pendapatan mereka, status pekerjaan mereka dan tidak jarang mengurangi aset.

Sebaliknya, Livingstone & Lunt (dalam Samin, 1996) menemukan dibandingkan individu yang tidak memiliki pinjaman, mereka yang memiliki pinjaman cenderung lebih impulsif dalam berbelanja, merasa kurang dapat mengendalikan keuangan mereka, kurang merasa puas dengan standar hidup mereka, menyalahkan permasalahan keuangan mereka dalam membenarkan adanya fasilitas kredit, limit kredit yang tinggi, menikmati belanja, perencanaan keuangan yang tidak hati-hari dan kurang displin diri.

Pengertian Psikologi dan Sosial Mengenai Uang

Uang telah menjadi bagian dari hidup manusia selama lebih dari 2500 tahun, akan tetapi masih sedikit yang mengetahui kegunaan dan arti uang tersebut. Dari sudut pandang ekonomi tradisional, uang tidak lebih dari sekedar media pertukaran barang atau jasa yang diterima secara umum (Lewis dkk dalam Samin, 1996).

Uang sebagai Mata Uang Sosial maupun Non Sosial

Ekonom melihat uang sebagai keperluan non sosial dan mereka berargumen bahwa akan sangat mudah dimengerti apakah individu dapat memahami 4 fungsi utamanya :

  1. Sebagai media pertukaran, uang memberi kesempatan kepada orang-orang untuk dapat menukar barang-barang yang memang diperlukan pada waktu tertentu
  2. Penyimpanan nilai
  3. Unit standar dari akun, yang dimana nilai suatu benda diterjamahkan
  4. Pembayaran atas benda untuk jangka waktu yang lama


Para antropologis ekonomi memperhatikan peranan uang dalam hubungan sosialnya dengan manusia, seperti membuat kehidupan sosial, kategori budaya agar terlihat dan berjalan stabil. Misalnya, kegunaan dua bentuk uang di pulai pasifik sangatlah berhubungan dengan jenis kelamin, dimana ndap (satu buah kerang) dihargai sebagai uang milik para lelaki dan nko (seperangkat yang terdiri dari 10 buah kerang) sebagai uang para wanita (Einzig dalam Samin, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa uang memiliki arti penting dan simbolik dalam kehidupan sosial.

Motivasi Bawah Sadar dan Kepribadian Uang

Pendekatan-pendekatan psikoanalisa menginformasikan adanya kesamaan bahwa mereka melihat hubungan orang dewasa dengan uang dan kepemilikan merupakan hasil ketidaksadaran dari pertentangan antara kesenangan masa bayi akan kotoran (feses) dan larangan untuk itu dari orang tua dan lingkungan. Ajaran klasik Freud mengatakan “anal eroticism atau kesenangan anal terkait uang dan kepemilikan adalah simbol feses, yang memberikan kesenangan seseorang untuk memiliki kontrol yang hilang pada feses yang sesungguhnya dan menghubungkan kesenangan fisik (erotik) selama proses belajar toilet training yang terbatas.

Penekanan yang umum dalam pendekatan-pendekatan ini ada pada motivasi bawah sadar dan cara-cara yang dibesar-besarkan tanpa kontrol dalam berurusan dengan uang (seperti ciri anal, menumpuk dan menderita) adalah bukti dalam tipologi terbaru dari kepribadian uang, dimana uang disamakan dengan kekuatan, cinta, keamanan dan ekspresi diri. Sebagai contoh, Goldberg & Lewis (dalam Samin, 1996) mengidentifikasikan obsesi terhadap uang sebagai berikut :

  1. Pengumpul keamanan, tidak mempercayai orang lain dan menggunakan uang mereka untuk mengurangi kecemasan mereka akan ketergantungan terhadap orang lain
  2. Perebut kekuasaan, melihat uang sebagai kekuatan, kontrol dan kekuatan; kekalahan keuangan berarti ketidakberdayaan dan memalukan
  3. Penjual cinta, menghubungkan antara uang dan cinta, dimana uang adalah simbol dari cinta, atau uang adalah cinta itu sendiri, atau cinta dijadikan komoditas yang dapat diperjualbelikan
  4. Pemuji kemandirian, menggunakan uang untuk mendapatkan kebebasan dan kemandiriaan


Bagaimanapun menariknya konsep psikoanalisa dianggap sulit untuk dapat dipakai dalam studi empiris dan penemuan-penemuan penelitian yang sudah ada tidak mampu memberikan dukungan yang meyakinkan terhadap kepribadian. Kecenderungan untuk membesar-besarkan ketidaknormalan dibandingkan dengan penggunaan uang sehari-hari. Lalu juga tidak mampu menjelaskan secara mudah perubahan kebiasaan keuangan seseorang atau perbedaan pengertian uang pada kelompok sosial. Kekuatan psikoanalisas adalah memberikan pengertian uang sebagai simbol-simbol selain hanya sebagai media pertukaran.

Psikologi Sosial dari Kepemilikan Harta Benda

Barang-barang yang ada disekeliling individu memiliki kegunaan sebagai alat prakis agar dapat membuat hidup lebih mudah, lebih nyaman dan lebih efisien. Namun, bukan hanya untuk fungsional, afa bukti yang menguatkan fungsi psikologis dari barang-barang tersebut. Harta dianggap sebagai bagian dari diri, bisa berfungsi sebagai simbol materi dari identitas dan makna sosial psikologis yang berubah-ubah sepanjang kehidupan.

Harga Benda Sebagai Bagian dari Diri

Dalam penjelesan Belk (dalam Samin, 1996) menunjukkan bahwa masyarakat menganggap keseluruhan objek harga adalah bagian dari diri dan menyimpulkan bahwa harta adalah perpanjangan diri. Kepemilikan barang membuat seseorang merasa dirinya menarik. Dengan menggunakan harta individu membangun citra diri yang positif.

Perubahan Makna dan dan Fungsi Harta Sepanjang Waktu

Perbedaan makna dari harta dapat digambarkan melalui model sebagai berikut :

Perubahan Makna dan dan Fungsi Harta Sepanjang Waktu_
perbedaan makna dari harta

Ada 2 tipe utama dari fungsi harta :

  1. Kegunaan sebagai instrument atau alat untuk memberikan kontrol atau membuat kegiatan sehari-hari menjadi lebih mudah
  2. Sebagai simbol ekspresi mengenai siapa individu yang menggunakan atau memiliki
    a. Simbol kategorikal, memungkinkan individu untuk mengekspresikan posisi, kemakmuran dan status sosial mereka dan mengindikasikan keanggotaan mereka pada kelompok tertentu. Baik dalam kategori sosial yang luas (seperti jenis kelamin) dan kelompok yang lebih kecil atau bagian budaya.
    b. Simbol ekspresi diri, mereka dapat merepresentasikan kualitas uni dari seseorang, nilai-nilai, perilaku-perilaku, membuat catatan singkat mengenai riwayat hidup dan mengidentifikasikan hubungan interpersonal.

Kepercayaan Sosial dan Sistem Nilai

Berikut ini adalah model yang menjelaskan perubahan pengertian antara konsumen budaya, konsumen barang dan konsumen individual.


Pengertian Modern dan Fungsi dari Belanja

Secara tradisional, penekanan pada belanja adalah perilaku membeli, keputusan konsumen mengenai benda tertentu yang akan dibeli, dimana dan kapan (Tybout & Artz dalam Samin, 2996).

Menurut Gunter & Furnham (dalam Samin 1996) terdapat tipologi dari motivasi belanja yang membedakan individu satu sama lain dalam berbelanja, yaitu sebagai berikut :

  1. Pembelanja Ekonomis (Economic Shopper)
    Bertujuan untuk membuat penilaian, pembelian yang efisien, menggunakan harga dan kualitas
  2. Pembelanja Pembentuk Kepribadian ( Personalizing Shopper)
    Lebih perduli dengan interaksi sosial dalam proses pembelian
  3. Konsumen beretika (Ethical Consumer)
    Mendukung toko-toko lokal dan kecil
  4. Apathetic Shopper
    Tidak menyukai berbelanja dan jauh lebih peduli dengan kenyamanan dan usaha yang minim.


Sekian artikel tentang Perilaku Konsumen Ekonomi, Keyakinan Sosial, dan Kinerja.

Daftar Pustaka

  • Semin G. R. (1996). Applied Social Psychology. London : Sage Publication

Isu Metodologis & Penyimpangan Sosial Perilaku Berkendara

$
0
0
Isu Metodologis & Penyimpangan Sosial Perilaku Berkendara - Materi ini membahas tentang Isu metodologis kajian tentang perilaku berkendara, Kaitan antara pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, Penyimpangan sosial umum dan perilaku berkendara, Model kognisi sosial dan perilaku berkendara, Bias sosial dan bias kognitif terkait perilaku berkendara, Modifikasi perilaku berkendara.

Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai Isu metodologis kajian tentang perilaku berkendara, Kaitan antara pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, Penyimpangan sosial umum dan perilaku berkendara, Model kognisi sosial dan perilaku berkendara, Bias sosial dan bias kognitif terkait perilaku berkendara, Modifikasi perilaku berkendara.

Isu Metodologis & Penyimpangan Sosial Perilaku Berkendara_
image source: www.bikede.org
baca juga: Perilaku Konsumen Ekonomi, Keyakinan Sosial, dan Kinerja

Perilaku Berkendara

*penyusunan materi dibantu penerjemahan bahasa oleh sdri. Yulianti Sulaiman Lie,Sulyanah dan Nina Aisyah

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah sosial yang serius di seluruh dunia. Data statistik di Inggris menunjukkan selama tahun 1992 terdapat sekitar 233.000 laporan kecelakaan lalu lintas, 3885 diantaranya fatal, yang mengakibatkan 4.229 meninggal dunia. Hal yang sama terjadi di Jerman, Prancis, Jepang dan Amerika. Jelaslah bahwa masalah ini sangat mendunia, meskipun angka kecelakaan cenderung menurun selama 20 tahun terakhir ini. Setiap kecelakaan yang terjadi merupakan peristiwa yang traumatis dan tragis bagi orang-orang yang terlibat didalamnya dan kerugian yang ditimbulkan dimasyarakat sangat besar, termasuk kerugian secara ekonomis. Beberapa statistic menujukkan hal itu. Lebih jauh lagi, data menunjukkan bahwa yang rentan menjadi korban adalah mereka yang berusia muda. Pada tahun 1992, dari jumlah kematian yang ada, 0,7 % disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Data 35 % korban berusia 16—19 tahun dan 19 % berusia 20-29 tahun walaupun tidak semua dari kecelakaan tersebut melibatkan mereka sebagai berkendara.

Secara umum telah diketahui bahwa faktor manusia memainkan peranan penting dalam kecelakaan lalu lintas (Grayson & Maycock dalam Samin, 1996). Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan kesadaran bagi pengguna kendaraaan mengenai hal tersebut. Dalam penelitian mengenai faktor manusia yang disusun secara luas, telah dibuat perbedaan antara performa pengendara (driver performance) yang menggambarkan apa yang dapat pengendara lalukan berdasarkan kemampuan fisik dan mentalnya, dengan perilaku berkendara (driver behavior) yang meliputi apa yang seseorang pengendara benar-benar lakukan, yang mungkin ditentukan secara kultural dan sosial (Evans dalam Samin, 1996). Dalam sebuah penelitian penyebab kecelakaan, telah diketahui bahwa kesalahan pengemudi dan pengguna jalan adalah faktor penyebab yang signifikan.

Tinjauan kembali atas perbedaan-perbedaan individual dalam kenderungan kecelakaan (Lester dalam Samin, 1996) mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor manusia dalam 7 area :

  • Keterampilan psikomotor
  • Gaya dalam mempersepsi
  • Kemampuan kognitif
  • Ukuran kinerja berkendara
  • Kepribadian
  • Faktor sosial dan keluarga
  • Sikap


Lester mengobservasi bahwa 4 hal pertama dari area ini yang dapat dikategorikan sebagai pengukuran keterampilan dan kemampuan, telah gagal menunjukkan hubungan antara perilaku berkendara dengan kecenderungan kecelakaan. Lebih lanjut lagi, penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan kecelakaan dengan faktor sosial dan sikap.

Isu metodologis kajian tentang perilaku berkendara

Para psikologi yang terlibat dalam penelitian mengenai faktor-faktor penyebab dari perilaku pengendara menghadapi sejumlah masalah metodologi. Tiga pilihan utama metodologi yang tersedia adalah observasi langsung, driving task simulation dan self report, dimana masing-masing memiliki keterbatasan sendiri. Observasi langsung dari perilaku pengendara mungkin dilakukan dari pinggir jalan atau dari kendaraan lain untuk menghindari obsever effect (Baxter, Manstead, Stardling dkk dalam Samin, 1996). Pengumulan data dengan metode ini mungkin membutuhkan peralatan khusus seperti radar. Metode ini paling berguna untuk pengumpulan data mengenai tingkah laku pengendara yang lazim, seperti :

  • Penggunaan sabuk pengaman
  • Jarak diantara kendaraan
  • Pilihan kecepatan.


Cara lain yang bisa digunakan adalah peneliti ikut sebagai penumpang di dalam kendaraan yang akan diobservasi atau dalam suatu tes dengan menggunakan kendaraan yang disiapkan oleh peneliti. Namun ada dua masalah dengan pendekatan ini, yang pertama ada kemungkinan terjadi experiment effects dan yang kedua adanya kesulitan untuk membandingkan performa pengendara ketika menggunakan dua kendaraan yang berbeda. Lebih lanjut lagi, penelitian ini membutuhkan banyak waktu dan upaya. Informasi yang lebih detail tentang perilaku pengendara dapat diperoleh ketika berkendara secara normal disimulasikan. Beberapa peneliti menggunakan kendaraan yang distandarkan untuk menghapus kesulitan dalam membandingkan performa pengendara. Dan kendaraan yang distandarkan dapat disesuikan sehingga beberapa pengukuran kognitif dan reaksi psikologis terhadap situasi berkendara dapat dinilai.

Pengumpulan data dengan metode self report adalah paling sederhana dan murah. Bagaimanapun, metode pengumpulan data ini tergantugn pada kemampuan dan kesediaan responden untuk berespon secara jujur, dan mendapatkan kritik sepertinya kurangnya validitas, merupakan kelemahan yang sangat jelas. Beberapa dukungan untuk validitas self report telah dilakukan melalui berbagai penelitian menggunakan berbagai metode untuk mengecek validitas. Selain itu, terdapat beberapa bukti tentang reliabilitas self report dalam pengukuran perilaku pengendara. Beberapa demonstrasi menunjukkan bahwa sangat mungkin untuk menggunakan metode ini dalam pengukuran perilaku berkendara.

Ringkasnya, meskipun masing-masing metode mempunyai kekurangan, namun masing-masing dapat menjawab beberapa permasalahan dalam penelitian.

Kaitan antara pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas

Sebuah studi menunjukkan perbedaan yang sangat jelas antara kesalahan berkendara dengan pelanggaran berkendara. Ada perbedaan jelas antara error, violations dan lapse :

  • Error adalah kegagalan dari tindakan yang direncanakan meliputi perilaku seperti salah menilai kecepatan kendaraan yang mendekat ketika hendak mendahului kendaraan di depannya
  • Violations adalah kesengajaan meliputi perilaku seperti berkendara sangat dekat dengan kendaraan didepannya sebagai signal untuk menepi
  • Lapse adalah kesalahan seperti menyalakan lampu depan ketika hendak menghidupkan wipers.


Penyimpangan sosial umum dan perilaku berkendara

Beberapa penelitian yang menitikberatkan pada perilaku pengendara telah mencoba menilai bagaimana tingkat penyimpangan ketika berkendara berhubungan dengan penyimpangan sosial umum lainnya. Hasilnya menyatakan bahwa adanya hubungan positif antara kecenderungan kesalahan dengan penyimpangan. Terdapat pula beberapa bukti dari catatan criminal bahwa tindakan kriminal berhubungan dengan kecelakaan. Ditemukan bahwa penyimpangan sosial tidak ada hubungannya dengan usia, dan skor untuk pria lebih tinggi dibandingkan skor wanita. Ada hubungan positif yang signifikan antara penyimpangan sosial, kecepatan berkendara yang sangat tinggi, penyimpangan saat berkendara. Sejumlah kecelakaan diasosiasikan dengan kecepatan yang tinggi, level penyimpangan yang lebih tinggi dan penyimpangan sosial. Sejumlah kecelakaan dihubungkan dengan kecelakaan berkendara yang tinggi dan penyimpangan sosial, namun bukan dengan penyimpangan saat berkendara.

Teori-teori problem-behavior dibuat untuk mengukur perilaku masalah-masalah sosial dan kesehatan diantara kaum muda, meliputi minum alcohol, merokok, kenakalan remaja, penggunaan obat-obatan dan perilaku seksual. Dalam penelitian yang melibatkan 1.800 remaja Amerika, hampir dua pertiga pria dan satu pertiga perempuan dilaporkan mengambil resiko selama berkendara untuk 6 bulan pertama. Hubungan antara pengambilan resiko selama berkendara dan pengambilan resiko lainnya adalah 0.51 untuk pria dan 0.42 untuk perempuan. Berbagai perilaku beresiko selama berkendara dihubungkan dengan berbagai variasi psikososial cenderung menimbulkan masalah perilaku umum, Jessor (dalam Samin, 1996) mengatakan bahwa untuk mengurangi resiko berkendara penting untuk melakukan intervensi pada level gaya hidup daripada masalah perilaku itu sendiri.

Model kognisi sosial dan perilaku berkendara

Theory of Planned Behaviour menentukan cara bagaimana tiga teori disusun yaitu sikap terhadap perilaku, norma-norma subjektif, dan kontrol perilaku. Niat (intention) dilihat hasil dari sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol perilaku. Sikap terhadap perilaku didasarkan pada behavior belief , norma subjektif dan kontrol perilaku pada control belief.

Bias sosial dan bias kognitif terkait perilaku berkendara

Pendekatan yang berbeda untuk memahami motivasi pengendara diambil sebagai ide permulaan bahwa pengendara yang mengambil resiko cenderung mengalami bias, contohnya di dalam mempersepsi resiko dan digambarkan dalam literature sosial sebagai bagaimana bias tersebut beroperasi.

- Attributional Bias
Attributional menunjukkan proses dimana penerima sampai pada penjelasan penyebab perilaku mereka dan orang lain. Analisa menyebutkan adanya tendensi dari pengendara untuk menyatakan penyimpangan berkendara mereka disebabkan karena keadaan situasi, sementara pengendara lain disebabkan oleh faktor watak.

- False Consensus
Atribut dan perilaku dilihat relative umum oleh orang-orang yang memiliki atribut dan perilaku tersebut dibandingkan dengan yang tidak memilikinya

- Illusion of Control
Illusion of Control dapat digunakan untuk menjelaskan peremehan terhadap resiko. Kontrol persepsi yang menyesatkan merujuk kepada tendensi individu untuk melihat diri mereka memiliki kontrol lebih terhadap perilaku dan lingkungan mereka dari yang sesungguhnya.

- Cognitive Misperception
Hal ini terkait dengan penggunaan alkohol dalam berkendara

Modifikasi perilaku berkendara

  • Teknik untuk menghilangkan bias kognitif
  • Pemberian umpan balik


Sejumlah studi menilai keefektifan umpan balik mengurangi kecepatan berkendara

  • Mengubah sikap
  • Mengubah perilaku


Kesimpulan

Data statistic menunjukkan bahwa banyak kecelakaan lalu lintas di berbaai negara. Kecelakaan ini telah menyebabkan kerugian non materi dan materi yang besar. Analisa penyebab kecelakaan menunjukkan bahwa perilaku pengendara memainkan peranan penting dalam terjadinya kecelakaan ini, yang menyarankan para psikologi untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan.

Untuk mencoba memodifikasi perilaku pengendara adalah upaya yang tidak mudah. Namun fakta mengatakan bahwa perilaku, norma sosial dan perilaku yang berhubungan dengan minuman keras dan berkendara telah berubah dratis dalam 30 tahun terakhir menunjukkan upaya-upaya yang efektif.

Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Isu Metodologis & Penyimpangan Sosial Perilaku Berkendara. Semoa bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Semin G. R. (1996). Applied Social Psychology. London : Sage Publication

Tujuan, Tata Cara dan Tahap-Tahap Penulisan Skripsi

$
0
0
Tujuan, Tata Cara dan Tahap-Tahap Penulisan Skripsi Psikologi - Materi ini membahas tentang alasan, tata cara dan tahap-tahap penulisan skripsi psikologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai alasan, tata cara dan tahap-tahap penulisan skripsi psikologi.

Tujuan Pendidikan Sarjana Psikologi

Berdasarkan Kurikulum Nasional, Program Pendidikan Psikologi mencakup program pendidikan Sarjana Psikologi dan program pendidikan Profesi Psikolog. Kedua program pendidikan ini memiliki tujuan yang berbeda.

Adapun tujuan dari pendidikan Sarjana Psikologi adalah menghasilkan tenaga Sarjana Psikologi yang :
  1. Memahami pengetahuan dasar psikologi dan teknik pengamatan secara objektif, sehingga dapat mengintepretasikan tingkah laku manusia, baik perorangan maupun kelompok, menurut kaidah-kaidah psikologi.
  2. Mampu melaksanakan penelitian dan menyusun laporan penelitian psikologi secara ilmiah dan professional.
  3. Menunjukkan kepekaan yang bertanggung jawab terhadap nilai, proses, dan masalah sosial budaya, agama, politik dan ekonomi yang berpengaruh pada tingkah laku manusia, sehingga dapat mengintepretasikan tingkah laku dalam kaitannya dengan kondisi Indonesia.
  4. Mengenal, menghayati dan mengamalkan Kode Etik Psikologi yang meliputi kode etik keilmuan dan penelitian.

Berdasarkan Tujuan Pendidikan Sarjana Psikologi tersebut diatas, terutama pada butir dua, maka mahasiswa yang akan menjadi Sarjana Psikologi harus membuat skripsi. Dengan membuat skripsi, calon sarjana psikologi dilatih kepekaannya untuk mengamati gejala psikologis dan melakukan penelitian yang diharapkan dapat memperkaya bidang psikologi, terutama psikologi yang khas Indonesia.
Tujuan, Tata Cara dan Tahap-Tahap Penulisan Skripsi Psikologi_
image source: www.psychology.com
baca juga: Contoh Format Penulisan Skripsi yang Baik dan Benar

Definisi Skripsi

Skripsi Sarjana Psikologi adalah laporan hasil penelitian ilmiah (penelitian empiris) dengan menggunakan data primer sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi dan mencapai gelar Sarjana Psikologi.

Definisi ini mengandung pengertian bahwa :


1. Skripsi adalah karya ilmiah
  • Ini berarti penulisan skripsi harus mengacu pada ketentuan-ketentuan penulisan ilmiah seperti :
  • Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang baku, efisien dan tidak memiliki penafsiran ganda
  • Setiap kutipan harus dituliskan rujukannya
  • Kesimpulan yang diajukan dibuat berdasarkan penalaran yang mengikuti hukum-hukum logika, khususnya dalam psikologi.

2. Skripsi merupakan laporan
Ini berarti apa yang ditulis dalam skripsi adalah laporan tentang sesuatu yang telah dikerjakan, dalam hal ini adalah penelitian. Laporan ini harus merupakan suatu laporan yang utuh dan berkesinambungan antara judul, permasalahan, teori, metode, pengolahan data dan kesimpulan, maupun diskusi dan saran yang diberikan.

3. Yang dilaporkan adalah penelitian ilmiah
Penelitian adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjawab suatu permasalahan atau pertanyaan. Kegiatan ini meliputi :
  • Perumusan pertanyaan/masalah
  • Penjelasan mengenai jenis penelitian
  • Penjelasan mengenai jenis, jumlah, dan cara mendapatkan data penelitian
  • Penjelasan mengenai cara yang digunakan untuk mengolah dan menafsirkan data
  • Perincian mengenai data yang diperoleh
  • Penjelasan mengenai hasil pengolahan data
  • Intepretasi dan kesimpulan yang dihasilkan

Jadi inti dari skripsi adalah pertanyaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kaidah keilmuan. Pertanyaan yang diajukan adalah kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan dari proses penalaran dengan memanfaatkan teori-teori sebagai dasar penelitian, data dilapangan serta kaitan teori dengan hasil penelitian.

Ciri-Ciri Skripsi

Sebagaimana layaknya suatu laporan penelitian skripsi mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :
  1. Merupakan permasalahan psikologis
  2. Judul skirpsi harus menggambarkan variable-variable penelitian, hubungan antar variable, ruang lingkup permasalahan
  3. Didasarkan pada penelitian empiris (penelitian lapangan)
  4. Didasarkan pada metode penelitian yang tepat (sesuai dengan masalah yang diteliti)
  5. Kesimpulan yang diajkan sesuai dengan permasalahan yang diajukan
  6. Dilakukan dibawah bimbingan berkala dan teratur oleh dosen pembimbing
  7. Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
  8. Kesimpulan atas teori dan hasil penelitian yang diajukan didasarkan pada hukum-hukum logika
  9. Kalimat yang ditulis harus jelas, runtut, benar ejaannya, cermat dalam penulisannya
  10. Memiliki abstrak 
  11. Memiliki daftar pustaka

Tujuan Skripsi

Tujuan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi mempunyai tujuan sebagai berikut :
  1. Untuk menilai kemampuan dalam mengidentifikasi kemampuan mahasiwa dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah psikologi secara ilmiah
  2. Untuk mengevaluasi keterampilan mahasiswa dalam menerapkan metode penelitian secara benar
  3. Untuk mengevaluasi kemampuan mahasiwa dalam melakukan penalaran secara logis, serta melakukan analisis sistesis terhadap gejala-gejala psikologis yang ada
  4. Untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa dalam menyampaikan hasil penelitian secara tertulis

Skripsi merupakan karya tulis dan penelitian mandiri mahasiswa, yang disusun dalam jangka waktu paling cepat satu semester dan paling lambar dua semester, dibawah bimbingan seorang dosen.

Sebagai suatu karya mandiri maka skripsi harus merupakan karya yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dari skripsi mahasiswa lainnya, terutama dalam masalah penelitian, metode penelitian, serta kesi, terutama dalam masalah penelitian, metode penelitian, serta kesimpulan yang dibuat.“Kemandirian” penulisan skripsi juga berarti bahwa perencaanaan, pelaksanaan, dan penulisan laporan penelitian dilakukan oleh mahasiswa.

Sebagai suatu syarat untuk menyelesaian pendidikan, skripsi ini harus diuji di depan panitia ujian. Penguji skirpsi akan melakukan penilaian atas kemandirian mahasiwa dalam melakukan penelitian dan kemampuan mahasiswa dalam mempertahankan skripsinya.

Tahap-Tahap Penulisan Skripsi

Skripsi merupakan hasil dari suatu rangkaian kegiatan yang meliputi penemuan masalah, penelitian literature, penelitian lapangan, pengolahan data dan pembuatan kesimpulan/jawaban atas masalah berdasarkan data yang diperoleh.

1. Penemuan masalah

Adapun jens penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa dalam skripsi, kegiatan utama dan kadang paling sulit adalah menemukan masalah penelitian. Meskipun sulit, kegiatan ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum mahasiwa melangkah lebih jauh. Tanpa masalah yang jelas, mahasiwa tidak akan dapat memiliki dan menulis teori yang tepat. Tanpa teori yang kuat, mahasiwa tidak akan dapat menemukan subjek penelitian dengan tepat, maupun alat ukur yang akurat. Kesalahan dalam memilih subjek penelitian dan ketidakakuratan alat ukur menyebabkan kesalahan dalam pengolahan data, yang pada akhirnya menyebabkan kesalahan dalam pembuatan kesimpulan. Dengan kata lain, penemuan dan perumusan masalah merupakan kegiatan yang mempunyai dampak luas.

Pad dasarnya, setiap gejala psikologi ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi masalah penelitian. Yang diperlukan adalah kejelian dan ketanggapan dalam melihat gejala. Leong dan Pfaltzgraff dalam Setiadi, Matindas dan Chairy (2003) menjelaskan bahwa menemukan masalah berkaitan dengan minat dan preferensi individu, sama seperti, minat dan preferensi individu terhadap makanan dan musik. Individu Setiadi, Matindas dan Chairy (2003) menjelaskan bahwa menemukan masalah berkaitan dengan minat dan preferensi individu, sama seperti, minat dan preferensi individu terhadap makanan dan musik. Individu yang berbeda akan memiliki bidang minat yang berbeda untuk menelitiannya .Oleh karena itu, masalah penelitian tidak bisa dipaksakan dan diseragamkan untuk semua mahasiwa.

Untuk dapat menemukan masalah yang menarik dan penting untuk diteliti, mahasiwa perlu memiliki keluasan wawasan dan pilihan. Proses penemuan masalah meliputi serangkaian kegiatan beragaam yang membutuhkan keterbukaan terhadap ide-ide baru dan perubahan masalah. Selain itu mahasiswa harus realistis untuk memilih masalah yang tidak terlalu kompleks serta tidak terlalu sulit dalam mencari subjek penelitiannya.

Masalah penelitian dapat ditemukan berdasarkan:
  • pengalaman pribadi mahasiwa;
  • observasi terhadap gejala yang ada dalam kehidupan sehari-hari; 
  • tukar pendapat dengan teman, dosen, ahli dalam bidang tertentu; 
  • pembahasan dalam seminar, kongres, konferensi atau pertemuan ilmiah lainnya; 
  • tulisan-tulisan dalam jurnal, majalah, buku teks, skripsi, tesis, disertasi atau hasil penelitian lainnya. 

Masalah penelitian harus memiliki karakteristik berbentuk pertanyaan, berisi variabel-variabel yang akan diteliti, menggunakan istilah/terminologi psikologi.

Pada penelitian kuantitatif, permasalahan yang diajukan umumnya mempertanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih, misalnya: “Apakah ada hubungan antara tingkat kreativitas dengan kualitas pengambilan keputusan?”; serta dapat diuji secara empiris dengan metode statistik tertentu. Sedangkan pada penelitian kualitatif, permasalahan umumnya berkaitan dengan proses dan dinamika dari suatu fenomena tertentu. Masalah yang diajukan misalnya: “Bagaimana proses pencandu obat kembali kambuh?”

Komponen penting yang mendukung keberhasilan penulisan skripsi adalah penguasaan mahasiswa terhadap masalah / topik yang akan diteliti, keterbukaan berpikir, serta kreativitas. Penguasaan mahasiswa terhadap topik hanya dapat diperoleh jika mahasiswa menyediakan waktu dan usaha yang cukup untuk mempelajari masalah penelitian dengan cara mengidentifikasi dan mempelajari sumber-sumber informasi yang penting untuk penelitian. Sedangkan keterbukaan berpikir dan kreativitas dibutuhkan agar mahasiswa dapat menerima masukan dan pendapat dari orang lain serta menemukan hal-hal baru dalam menulis skripsi, baik dalam menemukan masalah, menulis landasan teori, menentukan metode penelitian, mengolah dan menginterpretasi data, maupun mencari kaitan antara basil penelitian dengan teori yang diajukan sebelumnya.

2. Melakukan Studi Kepustakaan

Setelah mahasiswa menentukan masalah utama penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan mendalam tentang teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Biasanya studi kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku teks; jurnal dan majalah penelitian; skripsi, tesis, dan disertasi; makalah-makalah seminar, kongres, simposium, maupun artikel-artikel dari Internet.Melalui studi kepustakaan ini, mahasiswa dapat lebih mempertajam masalah penelitian, menyusun pertanyaan dan hipotesis penelitian, serta membuat alat ukur dan alat pengumpul data penelitian.

3. Menentukan Disain Penelitian


Setelah memastikan masalah yang akan diteliti, mahasiswa harus menentukan disain penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang baik adalah penelitian yang disainnya sudah ditentukan sebelum pengambilan data. Dengan menentukan disain penelitian berarti mahasiswa sekaligus sudah menentukan bagaimana pengumpulan dan pengolahan data akan dilakukan. Memang tidak ada penelitian yang sempurna dan tidak ada satu disain tertentu yang tepat untuk semua penelitian. Oleh karena itu, Wampold (1996) dalam The Psychology Research Handbook mengatakan bahwa untuk memilih disain penelitian yang tepat, seseorang harus mempunyai:
  • tujuan yang spesifik yang akan dipenuhi oleh disain penelitian.
  • kriteria untuk menentukan apakah disain memiliki probabilitas yang tinggi untuk memenuhi tujuan di atas.
  • pengetahuan tentang logika penentuan disain penelitian sehingga disain yang dipilih dapat memenuhi tujuan penelitian.

4. Menjalankan Penelitian, Mengolah Data dan Membuat Kesimpulan

Setelah masalah, tujuan, dan disain penelitian ditetapkan, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan dan menjalankan penelitian, atau lebih dikenal dengan melakukan pengambilan data.

Persiapan penelitian meliputi penentuan subyek penelitian, mempersiapkan alat pengumpul data dan perlengkapan lain yang dibutuhkan, serta menghubungi pihak-pihak yang terkait dengan pengumpulan data penelitian.

Setelah pengumpulan data, kegiatan yang paling menarik adalah mengolah data, menginterpretasi hasil penelitian, membuat kesimpulan penelitian, serta membuat diskusi atas hasil atau kesimpulan penelitian.

Dalam menginterpretasikan hasil penelitian, mahasiswa harus selalu ingat pada masalah yang akan dijawab. Yang diinterpretasikan pertama kali atas hasil yang berkaitan dengan masalah utama penelitian.Jika mahasiswa menemukan hal-hal menarik dari data yang ada dan ingin mengolahnya lebih lanjut, maka dapat dilakukan analisis tambahan. Hal yang sama juga berlaku pada saat membuat kesimpulan. Sementara itu, pada saat membuat diskusi atas hasil yang diperoleh, mahasiswa harus mengkaitkan hasil penelitian dengan teori yang mendasari masalah penelitian. Jika perlu dan dapat dilakukan, mahasiswa juga dapat menambahkan informasi dari penelitian lain, majalah, atau data lain yang mendukung hasil penelitian tetapi belum dituliskan dalam bab landasan teori.

Sekian artikel ilmu psikologi tentang Tujuan, Tata Cara dan Tahap-Tahap Penulisan Skripsi Psikologi.

Daftar Pustaka
  • Setiadi, B.N., Matindas, R.W., Chairy, L.S. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi Psikologi. Jakarta : LPSP3-UI

Contoh Format Penulisan Skripsi yang Baik dan Benar

$
0
0
Contoh Format Penulisan Skripsi yang Baik dan Benar - Materi ini membahas tentang bentuk penulisan skripsi yang baik dan benar. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai bentuk penulisan skripsi yang baik dan benar.

FORMAT PENULISAN SKRIPSI

1. Tebal Skripsi
Tebal tubuh skripsi sekurang-kurangnya 40 halaman dan sebanyak-banyaknya 100 halaman (mulai dari abstrak sampai daftar pustaka).

2. Kertas dan Pengetikan
  1. Kertas yang digunakan untuk menulis skripsi adalah kertas HVS minimal 70 gram berukuran A4 (21,0 cm x 29,7 cm).
  2. Skripsi diketik pada satu muka saja, tidak timbal balik.
  3. Ukuran tulisan skripsi adalah : bagian kiri dan atas berjarak 4 cm, sedangkan bagian kanan dan bawah berjarak 3 cm
  4. Jenis huruf yang digunakan adalah huruf yang umum seperti Romans dengan ukuran yang setara dengan 12 pt.
  5. Spasi
    - jarak antara judul bab dan awal teks adalah 4 spasi.
    - jarak antara judul sub bab dengan teks adalah 4 spasi.
    - jarak antar teks adalah 2 spasi.
    - kutipan diketik dengan 1 spasi, ditulis rata kiri 5 huruf ke dalam dengan spasi kanan rata dengan teks.
  6. Penomoran halaman
    - Penomoran halaman dengan angka Arab (1, 2, dst) dimulai dari halaman pertama pendahuluan sampai dengan halaman terakhir daftar pustaka.
    - Penomoran halaman dengan angka Romawi kecil (i, ii, dst) secara berurutan digunakan mulai dari halaman pertama kata pengantar, daftar isi, sampai dengan halaman terakhir daftar tabel (jika ada).
    - Semua penulisan nomor halaman dituliskan di bagian tengah bawah tanpa disertai keterangan apapun, seperti: pendahuluan, kata pengantar, dsb.

3. Kulit Sampul dan Penjilidan
Skripsi yang diajukan untuk diujikan dijilid dengan sampul muka plastik putih dan sampul belakang berwarna biru muda.
  • Skripsi yang telah diperbaiki dijilid dengan urutan sebagai berikut: kulit luar adalah sampul skripsi.
  • Kulit bagian kedua adalah sampul muka (kertas HVS) dengan tulisan sama seperti pada sampul skripsi.
  • Kulit bagian ketiga adalah lembar pengesahan dari dosen pembimbing dan dekan fakultas.
Contoh Format Penulisan Skripsi yang Baik dan Benar_
image source: alfa-img.com
baca juga: Tujuan, Tata Cara dan Tahap-Tahap Penulisan Skripsi Psikologi

SUSUNAN ISI SKRIPSI

Pada umumnya, susunan isi skripsi terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu : bagian awal (front matter), bagian tubuh laporan (main body/text), bagian akhir (reference section)

Bagian Awal

Bagian awal skripsi terdiri dari :

1. Judul
Judul skripsi sangat penting karena judul skripsi adalah bagian tulisan yang pertama kali dibaca orang sehingga judul harus dapat memberikan gambaran tentang ide pokok skripsi kepada pembaca.Oleh karena itu, walaupun pada waktu mengajukan usulan skripsi judul sementara telah dicantumkan, judul yang pasti dari suatu skripsi baru dapat ditentukan setelah seluruh isi skripsi selesai ditulis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan judul skripsi:
  • menarik perhatian dan menyimpulkan ide pokok dari skripsi secara sederhana dengan gaya bahasa yang baik.
  • merupakan pernyataan yang padat dan singkat dari topik utama, dapat mengidentifikasikan variabel penelitian, serta hubungan yang ada antar variabel tersebut.
  • tidak menggunakan singkatan atau akronim. Bila terpaksa, singkatan yang dipakai hendaknya sudah dimengerti umum.
  • dapat dimengerti bila berdiri sendiri, artinya tidak diperlukan konteks tertentu untuk mengartikan judul skripsi.
  • hindari kata-kata klise seperti : penelitian pendahuluan, studi perbandingan, penelaahan terhadap, penelitian empiris.
  • panjang judul berkisar antara 12 - 15 kata. Bila mutlak diperlukan, judul utama dapat diikuti dengan sub judul yang menjelaskan isi skripsi.

Judul skripsi ditulis dengan huruf kapital, di tengah halaman. Sedangkan sub judul ditulis dengan huruf kecil.

2. Halaman Abstrak
Abstrak merupakan suatu tulisan singkat dan menyeluruh dari isi skripsi sehingga dengan membaca abstrak pembaca dapat menilai isi skripsi dengan cepat karena abstrak berisi pokok masalah, dasar teori, data, analisa, dan kesimpulan.Dengan hanya membaca abstrak diharapkan pembaca dapat menentukan apakah skripsi berisi bahan yang dicari sehingga perlu dibaca lebih lanjut.Selain itu abstrak membantu pustakawan dalam menentukan indeks perpustakaan.

Abstrak terdiri dari:
  • alasan dan tujuan penelitian
  • metode penelitian
  • hasil penelitian
  • kesimpulan dan saran

Adapun persyaratan penulisan abstrak adalah :
  • harus mudah dibaca dan dipahami.
  • harus akurat, artinya benar-benar merefleksikan isi dan tujuan dari skripsi serta tidak ditambah dengan bahan yang tidak dimuat dalam skripsi.
  • dapat berdiri sendiri, terlepas dari skripsi. Oleh karena itu, singkatan atau akronim harus didefinisikan, semua nama tes atau alat ukur harus dieja dengan benar, dan kutipan yang dicantumkan harus lengkap.
  • harus padat terarah, artinya setiap kalimat harus dapat memberikan informasi sebanyak dan setepat mungkin.
  • tidak bersifat penilaian/penafsiran, artinya abstrak harus berbentuk laporan dari penelitian yang telah dilakukan dan bukan komentar atau penilaian terhadap hasil penelitian tersebut.

3. Kata Pengantar
Kata pengantar biasanya dapat (tidak harus) berisi tentang:
  • tujuan dari penulisan skripsi.
  • ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu atau memungkinkan terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi.
  • kata penutup yang berisi pertanggungjawaban isi skripsi dan harapan-harapan penulis. Kalimat pertanggungjawaban antara lain berbunyi: “Seluruh isi skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis”.

Judul kata pengantar ditulis dengan huruf kapital, di tengah halaman, berjarak 6 spasi di bawah margin atas.

Kalimat yang digunakan dalam kata pengantar harus ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hindari bahasa anak muda dan nama panggilan untuk pembimbing maupun dosen lain.

4. Daftar Isi
Bagian ini memuat daftar dari seluruh isi skripsi yang meliputi kata pengantar, judul dan sub judul dari setiap bab, sampai lampiran.

Judul setiap bab diketik seluruhnya dalam huruf kapital, sedangkan sub judul diketik dalam huruf kecil kecuali huruf awal diketik dengan huruf kapital.

Nomor halaman judul dan sub judul diketik di sebelah kiri

5. Daftar Tabel (bila ada)
Bagian ini berisi nomor dan nama semua tabel yang ada dalam naskah laporan maupun tabel lain yang dimasukkan dalam lampiran.

6. Daftar Gambar (bila ada)
Bagian ini berisi nomor dan nama semua gambar (baik berupa grafik, diagram, bagan, peta, dan sebagainya) yang ditampilkan dalam skripsi.

Bagian Tengah

1. Pendahuluan (Bab I)
Tujuannya adalah memberitahu pembaca mengenai penelitian secara umum. Umumnya bab pendahuluan meliputi :
  • Latar belakang permasalahan secara umum dan bagaimana peneliti sampai pada masalah itu.
  • Permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian.
  • Bagaimana dan dengan pendekatan apa peneliti mencoba menjawab masalah yang diajukan.
  • Apa manfaat/kegunaan penelitian dilihat dari sumbangan ilmiahnya bagi pengembangan ilmu atau teori dan sumbangan praktisnya.

Dalam menguraikan latar belakang permasalahan penelitian, diuraikan tinjauan literatur dan/atau hasil penelitian sebelumnya mengenai masalah yang akan diteliti dalam tulisan yang singkat dan mudah dipahami. Dengan kata lain, peneliti harus dapat mengantar pembaca pada alasan mengapa permasalahan yang diteliti pada penelitian skripsi ini penting untuk dilakukan.

Uraian tentang latar belakang permasalahan ini ditutup dengan menyatakan secara jelas masalah yang akan diteliti sehingga pembaca dapat mengetahui dengan pasti variabel-variabel apa yang akan diteliti.

Dalam latar belakang juga harus dikemukakan mengenai bagaimana atau pendekatan apa yang digunakan dalam penelitian sehingga dapat mengarahkan pembaca mengenai metode yang akan digunakan dalam penelitian, yang meliputi penjelasan mengenai subyek penelitian, alat ukur yang digunakan, disain dan/atau jenis penelitian, serta teknis analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Bab pendahuluan ini ditutup dengan penjelasan tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

2. Latar Belakang Teoritis/Tinjauan Kepustakaan (Bab II)
Tujuan dari bab ini adalah membahas teori-teori yang berhubungan dengan masalah penelitian dan hubungan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan.

Peneliti hendaknya dapat memberikan kesan bahwa ia memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kepustakaan yang berhubungan dengan penelitiannya. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan:
  • membahas teori-teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang benar-benar sesuai dengan masalah penelitian.
  • (bila perlu) mencoba membuat ringkasan dari hasil-hasil penelitian terdahulu yang menyangkut: (1) penemuan penting, (2) isu-isu metodologi yang relevan, (3) kesimpulan umum, dan (4) kekurangan/ kelemahan dari penelitian tersebut.

Perlu dihindari pembahasan yang terlalu panjang lebar dan yang mengikutsertakan penelitian-penelitian yang kurang relevan, karena akan memberi kesan bahwa peneliti tidak dapat membedakan/ memisahkan hal yang penting dari yang tidak penting untuk dibahas.

Jika dalam skripsi akan diteliti hubungan antara dua variabel atau lebih, atau penelitian merupakan penelitian eksperimental maka sebaiknya pada subbab terakhir pada bab latar belakang teoritis ditutup dengan menguraikan dinamika hubungan antara variabel berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya. Dengan membuat uraian dinamika hubungan ini maka peneliti juga dapat lebih mengarahkan hipotesis penelitian yang diajukan untuk menjawab permasalahan skripsi.

Hipotesis
Bila penelitian anda adalah melibatkan keterkaitan antara dua variabel atau lebih. Setelah uraian keterkaitan antar variabel tersebut dijelaskan langkah berikutnya adalah membuat hipotesis penelitian yang disebut sebagai hipotesis alternatif atau hipotesis kerja.Hipotesis penelitian merupakan jawaban tentatif terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara beberapa variabel dalam penelitian.

Baik tidaknya perumusan hipotesis penelitian dinilai dari dua kriteria:
  • Apakah hipotesis menyatakan hubungan antar variabel penting dalam penelitian.
  • Apakah hipotesis dapat diuji. Ini berarti hipotesis harus dapat didefinisikan, diobservasi, dan dapat diukur.

Selain hipotesis penelitian disusun pula hipotesis nol, yaitu bentuk khusus dari hipotesis yang diasosiasikan dengan hipotesis statistik.Pada dasarnya hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada hubungan antar variabel yang diteliti.Hipotesis nol ini penting dalam menentukan teknik analisis statistik yang dipergunakan.

3. Metode Penelitian (Bab III)
Bab metode hendaknya menguraikan bagaimana penelitian dilakukan secara rinci sehingga :
  • Pembaca dapat menilai tepat atau tidaknya metode yang dipilih. Kesalahan dalam menentukan metode penelitian dapat berarti bahwa penelitian tidak valid sehingga hasil penelitian sulit dipertanggung jawabkan.
  • Pembaca dapat menilai reliabilitas dan validitas penelitian yang dilakukan.
  • Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian atau mengulang peneliti (melakukan replikasi) atau menganalisa kembali data penelitian.

Bab ini biasanya terdiri dari 4 sub bab, yaitu :

- Subyek penelitian
Subbab ini hendaknya menguraikan tentang karakteristik dan alasan dari sampel yang digunakan; cara dan alasan penentuan sampel/teknik sampling; serta jumlah sampel yang dibutuhkan.

Karakteristik umumnya meliputi ciri-ciri demografi seperti tempat dimana subyek diambil, jenis kelamin, tingkat usia, pekerjaan, pendidikan, tingkat inteligensi, atau tingkat sosial ekonomi. Dalam menyebutkan karakteristik sampel perlu dijelaskan alasan pemilihan sampel tersebut.Yang perlu diingat adalah bahwa sampel dipilih karena ada pertimbangan teoritisnya, bukan sekedar karena alasan kemudahan belaka.Meskipun demikian, jika tidak ada teori yang mendukung alasan pemilihan, maka peneliti harus menguraikan alasannya secara logis dan ilmiah.

Ilmu Psikologi - Pada penelitian eksperimental perlu diuraikan juga apakah dilakukan randomisasi / random assignment terhadap subyek penelitian, karena randomisasi merupakan faktor penting yang turut mempengaruhi hasil penelitian.Jika randomisasi tidak dilakukan, peneliti perlu menjelaskan alasannya.

Jika penelitian bersifat longitudinal, perlu dilaporkan juga jumlah sampel pada tahap permulaan sampai tahap akhir penelitian.

- Instrumen/Alat ukur yang digunakan
Subbab ini menguraikan semua alat ukur ataupun instrumen lain yang digunakan dalam penelitian skripsi. Yang termasuk alat ukur meliputi alat tes tertentu baik berbentuk skala sikap, tes proyeksi, tes kemampuan, lembar observasi, dan wawancara, kuesioner, dan lain sebagainya.Sedangkan instrumen dapat berbentuk peralatan audiovisual, stopwatch, pensil, maupun perlengkapan lainnya.

Panjang pendeknya subbab ini tergantung pada variabel yang diteliti.Pada penelitian yang sederhana, Subbab ini dapat pendek sekali.Sebaliknya pada penelitian yang kompleks, penelitian untuk adaptasi alat tes psikologis, atau penelitian yang bersifat analisa faktor, dan sebagainya diperlukan uraian yang lebih panjang lebar.

Dalam menjelaskan alat ukur penelitian yang bersifat kuantitatif perlu dijelaskan juga skala apa yang digunakan alat ukur (skala nominal, order, interval, atau rasio), serta bagaimana teknik skoring yang dilakukan terhadap alat penelitian. Penjelasan ini penting karena akan memudahkan peneliti untuk mencari teknik analisa statistik yang tepat dalam mengolah data penelitian.

Bila alat ukur merupakan alat ukur baru yang dibuat peneliti serta dilakukan uji coba dan revisi terhadap alat ukur tersebut, maka seluruh tahap ini perlu dilaporkan bagaimana dilakukannya dan bagaimana hasilnya.Keseluruhan kegiatan ini, mulai dari pengumpulan data uji coba hingga hasil pengolahan data uji coba dilaporkan dalam penjelasan mengenai uji validitas dan reliabilitas.

(1) Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian
Pada bagian ini diuraikan secara lengkap teknik pengujian validitas dan reliabilitas yang digunakan, alasan pemilihan teknik tersebut, dan rumus yang digunakan.

(2) Hasil Uji Coba Alat Penelitian
Bagian ini berisi uraian mengenai bagaimana uji coba dilakukan.Uraian meliputi penjelasan mengenai siapa dan jumlah subyek uji coba, serta hasil uji coba dari alat penelitian (yang terdiri dari nilai koefisien validitas dan reliabilitas, item-item yang tidak valid dan yang dibuang).

Prosedur Penelitian

Subbab ini hendaknya menguraikan secara terperinci bagaimana penelitian akan dilakukan. Apa yang dikemukakan dalam subbab ini sangat tergantung pada jenis penelitian.

Pada penelitian lapangan, prosedur mencakup persiapan peneIitian, pelaksanaan, cara melakukan pendekatan terhadap responden maupun kondisi lapangan, cara pengumpulan dan pengolahan data, dan sebagainya.

Pada penelitian eksperimental, prosedur mencakup bentuk manipulasi eksperimental, instruksi yang diberikan, dan sebagainya. Sedangkan cara mengontrol variabel sekunder yang berpengaruh terhadap hasil penelitian dituliskan pada subbab kontrol setelah subbab prosedur penelitian.

Catatan:
Salah satu bentuk penulisan prosedur penelitian adalah mengemukakan apa yang direncanakan saja, sedangkan apa yang sesungguhnya dilaksanakan ditulis pada bab pelaksanaan penelitian. Mengingat bahwa yang penting diketahui oleh pembaca adalah apa yang sesungguhnya dilaksanakan, adalah lebih efisien bila pada subbab prosedur hanya dilaporkan apa yang telah dilaksanakan. Penyimpangan dari wacana semula hanya disertakan bila hal ini relevan untuk menilai pelaksanaan pengumpulan data. Dengan demikian bab pelaksanaan penelitian dapat ditiadakan.

Metode Analisis

Pada subbab ini hendaknya dijelaskan metode analisa yang dipakai dan alasan pemilihannya. Metode analisa yang benar adalah metode yang sesuai dengan masalah penelitian dan alat/instrumen yang digunakan, misalnya untuk membandingkan skor matematika antara dua kelompok penelitian dapat digunakan metode analisa t-test untuk unrelated sample, sedangkan untuk membandingkan frekuensi antara dua data penelitian dapat digunakan Chi-square.

4. Analisis Data dan Interpretasi (Bab IV)
Pembahasan tentang analisa data dan interpretasi dapat ditulis sebagai dua bagian yang terpisah maupun digabung menjadi satu.

Bab ini biasanya terdiri dari uraian mengenai : (1) gambaran umum subyek atau responden penelitian, yang meliputi gambaran mengenai ciri-ciri demografi seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, dan sebagainya; serta (2) hasil penelitian, yang berkaitan dengan analisis terhadap data penelitian sesuai dengan masalah yang akan dijawab maupun analisa tambahan atas data yang ada.

Analisis data merupakan pengorganisasian dan pengolahan semua data yang terkumpul di lapangan. Proses pengorganisasian data ini dapat berbentuk tabel, grafik, atau gambar. Setiap tabel, grafik, maupun gambar yang ditampilkan harus diberi judul. Meskipun pengorganisasian data dalam bentuk tabel, grafik, atau gambar sangat membantu, hindarilah penggunaan data yang sama di beberapa tempat yang berbeda ataupun penggunaan tabel yang sebenarnya dapat diuraikan dengan beberapa kalimat singkat. Harus diingat bahwa tabel, grafik, atau gambar hanya merupakan pelengkap dari tulisan sehingga tidak dapat berdiri sendiri.Perlu bagi penulis untuk mengarahkan pembaca kepada bagian-bagian dari tabel, grafik, atau gambar yang perlu diperhatikan.

Bila melaporkan hasil pengolahan statistik, misalnya t-test, F-test, Chi-square, jangan hanya melaporkan derajat signifikansinya saja, tetapi juga mengikutsertakan nilainya, degree of freedom-nya, dan arah dari efek.Cantumkan juga statistik deskriptif, nilai rata-rata, dan penyimpangan standar.

Interpretasi terhadap hasil penelitian sebenarnya merupakan kegiatan yang cukup sulit karena pada bagian ini peneliti harus dapat mengevaluasi apakah data yang ada menjawab pertanyaan penelitian serta apakah mendukung atau tidak mendukung hipotesis penelitian.

Jika peneliti secara langsung akan melakukan analisis dan interpretasi terhadap data penelitian, maka di setiap akhir pengorganisasian data dalam bentuk tabel, grafik, maupun gambar dilengkapi dengan Interpretasi peneliti terhadap data tersebut.

Untuk penelitian dengan pendekatan kualitatif, bab ini dapat dimulai dengan :
  • Mempresentasi kronologis peristiwa yang diamati.
  • Mempresentasi insiden-insiden kritis atau peristiwa-peristiwa kunci berdasarkan urutan kepentingan insiden.
  • Mendeskripsikan tempat, setting dan/atau lokasi yang khusus.
  • Memfokuskan analisis dan presentasi pada individu atau kelompok yang menjadi unit analisis primer.
  • Menjelaskan proses-proses yang terjadi pada saat penelitian.
  • Memfokuskan pengamatan pada isu-isu kunci yang sejalan dengan masalah penelitian.

Analisis pada penelitian kualitatif berisi konsep, tema, atau kata-kata kunci yang muncul dari hasil wawancara atau observasi, sesuai dengan apa yang menjadi permasalahan penelitian. Sedangkan pada bagian interpretasi, peneliti menjelaskan data secara lebih ekstensif dan mendalam. (lihat Poerwandari, 1998:105-112)

5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran (Bab V)
Bab ini memiliki tiga subbab yang ditulis secara terpisah, yaitu subbab kesimpulan, subbab diskusi, dan subbab saran.

Pada subbab kesimpulan, peneliti memberikan jawaban atas masalah yang diajukan atau memutuskan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Kesimpulan ini dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi terhadap data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Subbab diskusi merupakan subbab yang sebenarnya, menarik tetapi kadang sulit karena pada subbab ini, dibutuhkan penguasaan teori yang luas dan mendalam, serta pemikiran kreatif dan logis dalam menjelaskan hasil penelitian yang diperoleh.

Dalam subbab diskusi, peneliti dapat membandingkan hasil penelitian yang diperoleh dengan hasil penelitian sebelumnya serta alasan mengapa hasil penelitian berbeda atau sama dengan penelitian sebelumnya. selain itu peneliti juga dapat mengemukakan kemungkinan alasan mengapa suatu hipotesis penelitian ditolak atau diterima berdasarkan teori-teori yang sudah diuraikan dalam bab landasan teoritis maupun teori lain yang mendukung. Penjelasan mengenai alasan ini dapat digunakan oleh peneliti lain maupun peneliti yang bersangkutan untuk melakukan penelitian lanjutan.

Setiap penelitian tentu saja tidak luput dari kekurangan meskipun telah dipersiapkan dengan matang.Oleh karena itu, peneliti juga dapat mengungkapkan kelemahan-kelemahan penelitian yang menyebabkan hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya atau yang menyebabkan hipotesis penelitian ditolak.

Pada sub bab saran, peneliti menyebutkan saran-saran praktis sesuai hasil dan masalah penelitian, misalnya saran dilakukannya pelatihan tertentu atau penerapan pola asuh tertentu yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar; serta saran-saran metodologis untuk penelitian lanjutan.

Bagian Akhir

Bagian akhir dari suatu skripsi umumnya berisi daftar pustaka dan lampiran berupa tabel, grafik, gambar, contoh item kuesioner, atau hasil pengolahan data.

1. Daftar Pustaka

Daftar pustaka adalah daftar bahan yang menjadi sumber dan dasar penulisan skripsi. Bahan tersebut dapat berupa buku teks; artikel dalam jurnal, majalah, atau surat kabar; skripsi, tesis, atau disertasi yang dibaca langsung oleh peneliti; sumber lisan, dan sebagainya.

Penyusunan daftar pustaka diurutkan berdasarkan abjad nama akhir pengarang dan mengikuti aturan penulisan sesuai dengan APA Manual Publication (penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada bab V)

2. Lampiran

Lampiran dikumpulkan secara terpisah dan diberi nomor urut dengan angka Arab. Jika lampiran banyak, sebaiknya dikelompokkan berdasarkan jenisnya, misal:
  • Lampiran A: khusus untuk tabel/gambar/grafik
  • Lampiran B: khusus untuk kuesioner
  • Lampiran C: khusus untuk hasil pengolahan data
  • Lampiran D: khusus untuk data verbatim wawancara

Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Contoh Format Penulisan Skripsi yang Baik dan Benar.

Daftar Pustaka
  • Setiadi, B.N., Matindas, R.W., Chairy, L.S. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi Psikologi. Jakarta : LPSP3-UI

Memahami Karakter Cinta Seseorang Berdasarkan Gadget

$
0
0
Memahami Karakter Cinta Seseorang Berdasarkan Gadget - Pada Psikotest kali ini anda diminta pilih & beri tahu pola pemakaian gadget yg biasa anda jalankan, pola tersebut dengan cara tak cepat berhubungan bersama pola anda dalam menjalin pertalian cinta.

Suatu hari anda mendapati satu buah gadget baru, & anda serta-merta ganti background layarnya, kira-kira gambar apa yg anda pilih?
  1. Foto diri anda sendiri 
  2. Foto sama teman anda dalam sebuah aktivitas 
  3. Foto pemandangan alam atau tak mengubah background 

Anda mendaftarkan gadget anda ke salah satu fasilitas social, kira-kira foto apa yg anda pakai yang merupakan profil di fasilitas sosial itu?
  1. Foto diri sendiri 
  2. Foto kartun 
  3. Foto artis

Ringtone apa yg anda pakai buat gadget baru anda?
  1. Lagu yg gembira, on beat atau keras 
  2. Musik Galau / Lagu romantis 
  3. Senantiasa mensilentnya supaya tak menggangu 

Pelapis layar apa yg anda pakai buat gadget baru anda?
  1. Anti gores transparent
  2. Anti-Spy
  3. Tidak Dengan pelapis layar

Apa type gadget yg anda sukai?
  1. Layar sentuh (Touchscreen) 
  2. Mempunyai tombol qwerty 
  3. Gadget Candybar (Tombol biasa) 
JAWABAN

Memahami Karakter Cinta Seseorang Berdasarkan Gadget_

Pertanyaan yg diajukan ialah pertanyaan yg berhubungan bersama proses pendekatan anda dgn seorang yg baru, berikut penjelasannya :

Background gadget baru yg anda pakai mengacu terhadap apa yg dapat anda melakukan dalam menjalin suatu jalinan yg baru
  1. Foto diri anda sendiri : Anda yaitu satu orang yg pemberani & optimis, dalam satu buah interaksi anda berani utk memulainya bersama baik, & pun sanggup yakin diribuat cobalah mengenal oranglain, elemen ini baik, tetapi janganlah terlampaui agresif pun, coba utk cerdas dalam laksanakan pendekatan bersama perhitungkan saat &tak terlampaui terburu-buru. 
  2. Foto dgn kawan anda dalam satu buah aktivitas : Dalam mengawali satu buah interaksi, kebanyakan anda dibantu oleh sohib terdekat anda dalam aspek dukungan, mencari tahu, meminta saran dalam mengawali pertalian, menjadi orang terdekat anda yakni orang yg pun turut berkontribusi dalam jalinan anda bersama lawan kategori 
  3. Foto pemandangan alam atau tak ganti background : Dalam perihal ini ada dua barangkali, mula-mula anda merupakan kategori orang yg susah mengawali suatu jalinanbaru bersama sendirinya, anda membiarkan ketika yg mempertemukan anda dgn lawan type, menjadi tak terlampaui memaksa, terburu-buru & berupaya terlampauikeras. Mungkin ke-2, anda masihlah terperangkap dalam kenangan dgn bersama pasangan anda dulu, maka anda tak terlampaui memikirkan menyangkut suatu pertalian yg baru 

Foto di fasilitas social merupakan gimana anda laksanakan pendekatan kepada pasangan yg baru
  1. Foto diri sendiri : Pendekatan anda jalankan merupakan bersama trick pendekatan dengan cara segera, anda yakin bersama kekuatan yg anda punyai utk menciptakanbeliau tertarik, & pun anda percaya bahwa dgn seluruh kelebihan, pengalaman dalam jelang lawan kategori & pencapaian yg anda peroleh anda mampu bersama mudahh mendekatinya. 
  2. Foto Kartun : Anda mengupayakan menarik perhatiannya dgn lelucon yg anda untuk, berikhtiar membuatnya bahagia dgn apa yg anda jalankan, menjadi disaat ia ada bersamamu, anda senantiasa jadi pribadi yg menghibur, mendengarkan, & serta senantiasa mau menciptakan beliau tersenyum & tertawa 
  3. Foto artis: Anda mengupayakan membuatnya terkesan secara menirukan sekian banyak teknik dari kawan & diri sendiri yg anda yakini bisa dgn gampang sanggup di terima oleh beliau, namun berhati-hatilah dikarenakan tiap-tiap orang mempunyai sifat yg tidak serupa, artinya ada serta pola pendekatan yg tidak serupa. 

Ringtone yg anda pakai ialah percakapan yg biasa anda pakai dalam mengawali pendekatan bersama lawan jenis
  1. Musik keras : Anda mengedepankan logika & kenyataan dalam mencari tahu minat dari dirinya buat lebih dekat dengannya, anda serta condong mempunyai pola percakapan yg eskpresif, menyukai berbicara, menceritakan tidak sedikit elemen supaya menciptakan dirinya terkesan 
  2. Musik galau : Anda berikhtiar mengedepankan perasaan dalam berkata, sensitive, perhatian & melibatkan perasaan dalam proses pendekatan, menjadi percakapan ygdibuat lebih terhadap percakapan yg personal, dari hati ke hati & pun sifatnya pribadi. 
  3. Silent : Anda melaksanakan pendekatan dengan cara diam-diam, perlahan tetapi tentu, tidak sedikit yg tak tahu bahwa anda sedang melaksanakan pendekatan padaseorang, pola percakapannn anda dengannya serta amat anda batasi, anda lebih tidak jarang memperhatikannya dari kejauhan mengenai apa yg ia kerjakan, daripada bersikap segera. 

Pelapis layar gadget mengacu pada keterbukaan anda dgn yg baru anda kenal
  1. Anti gores : Anda mengupayakan kelihatan baik, mengusahakan tampil apa adanya, tak ada yg ditutupi dalam menjalin suatu pertalian dgn lawan type, dikarenakanmenurut anda keterbukaan & saling yakin adalah jalan buat mencapai satu buah jalinan yg ideal 
  2. Anti Spy : Anda cobalah merahasiakan beberapa perihal biar tampak baik, tujuan anda yakni baik, ialah bahwa apa yg tak butuh ketahuan lawan kategori, menjadi andatidak ingin menyusahkan oranglain dgn sikap anda 
  3. Tidak dengan pelapis : Anda condong cuek, tak terlampaui memperdulikan kepercayaan, & pun beranggapan tak ada yg butuh dirahasiakan, menjadi anda yaitu anda, itulah prinsip anda. Tapi mencoba buat lebih cerdas bersama mengaplikasikan sekian banyak prinsip sederhana yg difungsikan dalam menjalani pertalian 

Gadget yg anda sukai yakni jenis orang yg anda inginkan
  1. Layar sentuh : Anda senang orang yg sensitive, mengerti perasaan anda, sanggup mendengarkan anda bersama baik, jadi kawan dalam bercerita 
  2. Qwerty : Anda senang orang yg cerdas & menarik, pribadi yg bakal menolong anda menyelesaikan sekian banyak masalah 
  3. Candybar : Anda senang orang yg sederhana, apa adanya, & tak angkuh, dikarenakan bagi anda interaksi yakni sesuatu elemen yg sederhana 

"Percayalah bahwa cinta yg sejati, merupakan cinta yg sanggup mendewasakan kedua pasangannya."

 Sekian artikel Psikotest tentang Memahami Karakter Cinta Seseorang Berdasarkan Gadget.

Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi

$
0
0
Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi - Studi psikopatologi merupakan suatu upaya mencari penyebab mengapa orang memiliki perilaku, pikiran dan perasaan yang tidak diharapkan, kadangkala aneh dan umumnya merusak diri sendiri

Mendefinisikan perilaku abnormal bukanlah pekerjaan yang mudah. Perilaku abnormal tidaklah cukup dipandang dari satu karakter tunggal. Berikut adalah beberapa karakteristik untuk mendefinisikan perilaku abnormal (Davidson, 2006):

1. Kejarangan Statistik

Salah satu perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal atau kurva berbentuk lonceng menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.

Walaupun beberapa perilaku atau karakteristik yang jarang terjadi yang terdapat pada orang-orang tertentu kita anggap sebagai sesuatu yang abnormal, dalam beberapa kasus tidak terdapat hubungan sama sekali. Memiliki kemampuan atletik yang hebat merupakan sesuatu yang jarang terjadi, namun beberapa orang melihatnya sebagai bagian dari psikologi abnormal. Orang yang memiliki IQ tinggi (idiot savant) juga dikategorikan sebagai abnormalitas. Komponen statistic hanya memberikan sedikit panduan bagi kita dalam menentukan perilaku mana yang jarang terjadi yang harus dipelajari para psikopatolog. 

Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi_
image source: www.universalclass.com
baca juga: Pengertian Normal dan Abnormal Dalam Psikologi Menurut Para Ahli

2. Pelanggaran Norma

Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang mengamatinya. Namun ada keterbatasan juga dalam kriteria ini karena keragaman budaya dapat mempengaruhi bagaimana orang-orang memandang norma social dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain.

3. Distress Pribadi

Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya. Distress pribadi jelas sesuai dengan banyak bentuk abnormalitas (misal orang-orang yang mengalami gangguan anxietas dan depresi benar-benar sangat menderita. Namun beberapa gangguan tidak selalu menyebabkan distress. Contohnya Psikopat memperlakukan orang lain dengan tanpa perasaan dan mungkin terus-menerus melanggar hokum tanpa sedikit pun merasa bersalah, menyesal, ataupun cemas. Dan tidak semua bentuk distress (misalnya kelaparan atau rasa sakit ketika melahirkan) menjadi bagian dari studi abnormalitas.


4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku

Disabilitas yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Contohnya gangguan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas social atau pekerjaan (misalnya kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan dll yang disebabkan penyalahgunaan zat.

5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)

Tidak semua distress atau disabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distres dan disabilitas seringkali dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons tidak diharapkan terhadap stressor lingkungan. Sebagai contoh, gangguan kecemasan didiagnosis bila kecemasan tidak diharapkan dan diluar proporsi dalam suatu situasi, sebagaimana bila seseorang selalu cemas akan situasi keuangannya

Sejarah Psikopatologi

Demonologi Awal

Doktrin bahwa wujud yang jahat, seperti setan, mungkin merasuki seseorang dan mengendalikan pikiran dan tubuhnya seringkali disebut dengan Demonologi. Pemikiran-pemikiran demonologis terdapat pada berbagai manuskrip Cina, Mesir Babilonia dan Yunani Kuno. Sejalan dengan kepercayaan bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh kerasukan ruh jahat, penanganannya seringkali mencakup eksorsisme, yaitu pengusiran roh jahat dengan mantera atau siksaan ritualistic. Eksorsisme umumnya berbentuk serangkaian doa yang rinci, menciptakan suara bising, memaksa orang yang kerasukan untuk minum ramuan yang rasanya sangat tidak enak, dan kadangkala tindakan yang lebih ekstrim seperti pemukulan atau dibuat kelaparan agar tubuh tidak mengenakkan untuk ditempati ruh jahat.

Somatogenesis

Pada abad ke-5 SM, Hippocrates seringkali dianggap bapak ilmu kedokteran modern, yang memisahkan ilmu kedokteran dari agama, sihir dan takhayul. Dia menolak kepercayaan Yunani yang diyakini pada masa itu bahwa para dewa memberikan penyakit fisik berat dan gangguan mental sebagai hukuman.

Hippocrates berpendapat bahwa otak adalah organ kesadaran kehidupan intelektual dan emosi, sekaligus dia berpendapat bahwa pikiran dan perilaku yang menyimpang adalah indikasi terjadinya suatu patologi otak. Hippocrates seringkali dianggap sebagai salah satu pelopor somatogenesis – suatu istilah yang menunjuk bahwa masalah yang terjadi pada soma, atau tubuh fisik, akan mengganggu pikiran dan tindakan.

Hippocrates mengklasifikasikan gangguan mental kedalam tiga kategori antara lain: mania, melankolia à depresi dan prenitis atau demam otak à schizophrenia. Dia juga mewariskan catatan sangat rinci yang menggambarkan berbagai simtom yang dewasa ini dikenal terdapat dalam epilepsy, delusi alkoholik, stroke dan paranoia.

Hipocrates percaya bahwa fungsi otak yang normal, demikian juga kesehatan mental bergantung pada keseimbangan yang baik diantara empat humor atau cairan tubuh yaitu darah, cairan empedu hitam, cairan empedu kuning, dan lender. Ketidakseimbangan antara keempatnya akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang lambat dan tumpul, sebagai contoh, kemungkinan tubuh mengandung cairan lendir yang lebih banyak. Cairan empedu hitam yang dominan adalah penyebab melankolia; terlalu banyak cairan empedu kuning menyebabkan mudah tersinggung dan kecemasan; dan terlalu banyak darah menyebabkan berubah-ubahnya temperamen.

Sistem Klasifikasi Awal

Emil Kraepelin (1856-1926) menulis sebuah buku teks psikiatri pada tahun 1883 yang dilengkapi dengan system klasifikasi dalam upaya menetapkan sebab-sebab biologis berbagai penyakit jiwa. Kraepelin membedakan berbagai gangguan mental berdasarkan kecenderungan sejumlah simtom (gejala) tertentu, yang disebut sindrom, yang muncul bersamaan secara teratur sehingga dapat dianggap memiliki sebab fisiologis yang mendasarinya, seperti halnya penyakit medis tertentu dan sindromnya mungkin disebabkan disfungsi biologis. Dia beranggapan bahwa setiap penyakit jiwa berbeda dari yang lainnya, memiliki awal/penyebab, simtom, perjalanan, dan hasil tersendiri. Walaupun berbagai pengobatan tidak memberikan hasil, setidaknya perjalanan penyakit dapat diprediksikan.

Kraepelin mengusulkan dua kelompok utama penyakit mental berat: demensia precox, istilah awal untuk schizophrenia dan psikosis manik-depresif. Dia menduga bahwa ketidakseimbangan kimiawi merupakan sebab skizofreniadan ketidakteraturan metabolism sebagai penyebab psikosis manik-depresif.

KLASIFIKASI MODERN

Klasifikasi Abnormalitas dan Psikopatologi abad modern ini diatur menggunakan beberapa panduan sebagai berikut:
  • DSM (Diagnosis and Statistical Manual) à American Psychiatric Association (APA) dan DSM IV-TR (Text Revision)
  • ICD (International Classification of Diseases) à WHO dan ICD-10
  • PPDGJ (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa) à Indonesia dan PPDGJ-3 (terjemahan dari ICD-10)

Beberapa inovasi besar membedakan edisi ketiga dan versi DSM selanjutnya. Salah satu perubahan tersebut adalah penggunaan klasifikasi multiaksial, dimana setiap individu diukur berdasarkan lima dimensi yang berbeda atau aksis

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I : Semua kategori diagnostik kecuali gangguan kepribadian dan retardasi mental)

F00-F09 = Gangguan mental organik

F10-F19 = Gangguan mental akibat zat psikoaktif

F20-F29 = Skizophrenia, Gangguan skizotipal & Gangguan waham

F30-F39 = Gangguan suasana perasaan (Mood)

F40-F48 = Gangguan neurotik, Somatoform dan Gangguan terkait stress

F50-F59 = Sindroma perilaku yang berhubungan dengan fisiologis

F60-F69 = Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

F80-F89 = Ganguuan perkembangan psikologis

F90-F98 = Gangguan perilaku dengan onset masa kanak-kanak dan remaja

F99= Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental

Gangguan kepribadian Paranoid

Skizoid

Skizotypal

Antisosial (psikopat)

Borderline

Histrionik

Narcissistic

Aksis III : Kondisi Medis umum (Gangguan Fisik)

Infeksi

Penyakit endokrin, nutrisi dan metabolik

Penyakit susunan syaraf

Penyakit sistem pernapasan

Penyakit sistem pencernakan

dsb

Aksis IV : Masalah Psikososial & lingkungan

Problem perkawinan

Pengasuhan anak

Problem interpersonal (pacaran, pertengkaran dengan tetangga, teman)

Keuangan

Sakit fisik

Trauma tsunami

Terkait dengan hukum

Aksis V : Penilaian Fungsi Global (GAF: Assessment of Functioning (GAF) à level keberfungsian saat ini

100-91= gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi

90-81= gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian

80-71= gejala sementara& dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah

70-61= beberapa gejala ringan& mentap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik

CLINICAL ASSESSMENT (PEMERIKSAAN KLINIS)

Proses pengumpulan informasi mengenai suatu gejala penyakit dari berbagai sumber, agar dapat digunakan untuk mendiagnosa, mencari kemungkinan penyebab, membuat prognosis dan menentukan terapi suatu penyakit.

Data yang dikumpulkan antara lain:
  • Anamnesa : riwayat penyakit
  • Auto anamnesa : informasi riwayat penyakit dari pasien sendiri
  • Allo anamnesa : informasi riwayat penyakit dari keluarga, teman, tetangga dsb

Metode Pemeriksaan
  • Wawancara Klinis
  • Observasi
  • Tes Psikologis

Wawancara Klinis

  • Rapport : menjalin hubungan yang saling percaya
  • Intake interview: wawancara awal untuk mengungkap permasalahan (presenting problems)
  • Wawancara terstruktur

Hal-hal yang diungkap:
  • Perilaku abnormal
  • Hal-hal yang mengganjal pikiran, perasaan
  • Perasaan tidak enak
  • Kondisi yang menimbulkan masalah
  • Riwayat sebelumnya
  • Bagaimana masalah itu mempengaruhi kondisi klien sekarang
  • Informasi yang diperlukan
  • Identitas pribadi: sosiodemographic data
  • Deskripsi dari presenting problems
  • Psychosocial history
  • Medical/psychiatric history
  • Family relationship

Mental status examination
  • Penampilan
  • Perilaku 
  • Orientasi
  • Memory
  • Sensory
  • Persepsi
  • Afek
  • Mood
  • Proses pikiran
  • Insight

Judgement
  • Untuk menemukan lokasi tumor, luka atau abnormalitas otak
  • MRI (Magnetic Resonance Imaging)
  • Akurasi lebih besar dari CT scan
  • Neuro Imaging


Daftar Pustaka
  • Davidson, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2006.Psikologi Abnormal: Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini

$
0
0
Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini - Dalam artikel ini kita akan mengenali berbagai macam gangguan anak. Beserta penyebab dan penanganan yang tepat. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami berbagai jenis gangguan pada anak serta mengenali penangannya dengan tepat.

Klasifikasi Gangguan Pada Masa Kanak Kanak 

  • Menurut DSM IV TR menuliskan secara garis besar gangguan pada masa anak adalah gangguan yang spesifik terjadi pada masa anak
  • Menurut Davison (2006) gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak diklasifikasikan menjadi dua kelompok :
    1. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang diarahkan ke luar diri seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas dan impulsivitas
    2. Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang terfokus ke dalam diri. Misalnya, depresi, menarik diri, kecemasan, gangguan mood pada anak.


Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini_
image source: medicmagic.net
baca juga: Definisi & Perbedaan Normal dan Abnormal dalam Psikologi

Cacat Mental

  • Cacat mental adalah seseorang yang memiliki kelainan dan keterbatasan mental sehingga menghambat seseorang untuk menjalankan aktivitas sehari-hari
  • Dalam ilmu Psikologi cacat mental atau keterbelakangan mental biasa disebut dengan istilah Retardasi Mental
  • Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya / ketidakberdayaan ketrampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (PPDGJ, 1993)
    1. Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan
    2. Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan anxietas atau gangguan mood


Kriteria Retardasi Mental atau Cacat Mental

Kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR didefinisikan sebagai suatu gangguan dengan kriteria :

  1. Fungsi intelektual yang sangat di bawah rata-rata (IQ < 70)
  2. Kurangnya perilaku adaptif : Menjalankan aktivitas sehari-hari (menggunakan toilet dan berpakaian, berbelanja, makan, menggunakan transportasi umum, berinteraksi dengan orang lain)


Klasifikasi Retardasi Mental atau Cacat Mental

  1. Retardasi mental ringan (IQ 50-70) : Masih mampu menjalankan kehidupan sehari-hari dengan bimbingan yang cukup. Masih bisa menjalankan tugas yang berkaitan dengan ketrampilan atau non akademik
  2. Retardasi mental sedang (IQ 35-50) : Mampu menjalankan kehidupan sehari-hari namun terlambat dan perlu pengawasan sepanjang hidup.
  3. Retardasi mental berat (IQ 20-35) : Memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Hanya dapat melakukan aktivitas yang terbatas
  4. Retardasi mental sangat berat (< 25) : Membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka


Etiologi Retardasi Mental dan Cacat Mental

Tidak terdapat etiologi yang dapat diidentifikasi : kelompok sosioekonomi, etnis dan ras

Etiologi biologis yang diketahui :

  1. Anomali genetik dan kromosom
  2. Penyakit gen resesif : Fenilketonuria. Defiansi enzim hati yang menyebabkan kerusakan otak
  3. Penyakit infeksi : rubella
  4. Kecelakaan
  5. Bahaya lingkungan


Intervensi Retardasi Mental dan Cacat Mental

  1. Penanganan residensial : Lembaga pendidikan dan pelatihan, asrama
  2. Intervensi berbasis perilaku : Reward dan punishment, token ekonomi
  3. Intervensi Kognitif : Latihan instruksional diri
  4. Instruksi dengan bantuan komputer


Disabilitas Belajar

Merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat atau kurangnya kesempatan pendidikan

Klasifikasi Disabilitas Belajar

Menurut Davison (2006) gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi 3 yaitu :

  1. Gangguan Membaca : Gangguan ini biasanya dikenal dengan disleksia. Mengalami kesulitan belajar untuk mengenali kata, memahami bacaan, menulis ejaan.
  2. Gangguan Menulis : Gangguan ini biasanya ditandai dengan ketidakmampuan untuk menyusun kata tertulis
  3. Gangguan Berhitung : Kesulitan bekerja dengan hal hal yang berkaitan dengan angka meliputi mengenal angka dan menghitung angka


Etiologi Disabilitas Belajar

  1. Abnormalitas otak yang kemungkinan bersifat keturunan
  2. Abnormalitas otak yang dikarenakan adanya mikroskopik pada lokasi, jumlah dan pengaturan neuron 


Sekian artikel tentang Macam-Macam Gangguan Mental Pada Anak Usia Dini.

Daftar Pustaka

  • Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa
  • Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (1993). Jakarta : Departemen Kesahatan RI
  • Instrumen Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Pada Balita dan Anak Prasekolah. (2006). Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi

$
0
0
Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi - Artikel psikologi kali ini akan membahas tentang pengenalan Tes Bakat, Minat dan Prestasi sebagai bagian dari pengukuran psikologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan dasar-dasar tes bakat, minat dan prestasi.

PENGANTAR
“Richie Sambora adalah seorang gitaris yang berbakat.“
“Agus tampaknya berbakat dalam bidang matematika. Nilai matematika-nya selalu di atas 8.”
“Saya ingin tahu apa bakat anak saya, apakah lebih cocok ke IPA atau IPS”.

Ungkapan-ungkapan di atas merupakan ilustrasi mengenai mengenai konsep bakat, minat dan prestasi. Bakat, minat dan prestasi merupakan konsep yang berbeda, namun saling menunjang satu sama lain. Bakat yang didasari oleh minat dapat menghasilkan prestasi yang optimal. Berikut ini akan dibahas mengenai tes bakat, minat dan prestasi yang akan dipelajari di dalam mata kuliah ini.

Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi_
image source: naijajobinterview.com
baca juga: Pengertian Tes Minat dan Bakat Menurut Para Ahli Beserta Contoh

Tes Bakat (Aptitude Test)

Secara umum, bakat (aptitude) dapat diartikan sebagai potensi seseorang untuk berprestasi. Hal ini berarti bahwa seseorang yang menunjukkan bakat tertentu melalui kemampuan actual yang terukur, yang mengidikasikan apa yang telah ia lakukan dengan penuh keyakinan, dengan perkiraan performa mereka akan semakin meningkat dengan adanya pelatihan. Dengan demikian, di dalam tes bakat secara tidak langsung terkandung pula tes performance dan interest (kinerja dan minat), yang dapat mempresiksi prestasi di masa datang (making prediction about future achievements)

Kemunculan tes bakat tidak terlepas dari sejarah perkembangan tes inteligensi. Meskipun tes inteligensi pada awalnya dirancang untuk mengukur berbagai fungsi dalam rangka memperkirakan tingkat intelektual umum individu, namun jelaslah bahwa tes-tes semacam itu agak terbatas cakupannya. Tidak semua fungsi penting terwakili disana. Kebanyakan tes inteligensi merupakan ukuran kemampuan verbal, dan dalam arti yang lebih sempit, kemampuan menangani hubungan-hubungan numerik, hubungan abstrak dan simbolis. Perlahan-lahan para psikolog menyadari bahwa istilah inteligensi adalah nama yang keliru, karena hanya aspek tertentu dari inteligensi yang diukur oleh tes-tes tersebut.

Bisa dipastikan tes ini mencakup kemampuan-kemampuan yang amat penting dalam budaya yang menjadi konteks rancangan tes. Namun bagi peruntukkan yang lebih tepat, dilihat dari segi jenis informasi yang hendak didapat tes-tes ini akan lebih disukai. Contohnya sejumlah tes yang mungkin akan disebut tes inteligensi selama tahun 1920-an, selanjutnya akan dikenal sebagai tes bakat sekolah. Pergeseran istilah ini terjadi ketika orang mengalami kenyataan bahwa tes yang sebenarnya disebut tes inteligensi sebenarnya mengukur kombinasi kemampuan yang dituntut dan didorong oleh penelitian akademik.

Sebelum Perang Dunia I, para psikolog telah mulai mengakui perlunya tes bakat khusus untuk melengkapi tes-tes inteligensi global. Tes bakat khusus ini dikembangkan secara khusus untuk digunakan di dalam konseling pekerjaan, seleksi dan klasifikasi personel industri dan militer. Di antara tes-tes yang digunakan paling luas adalah tes-tes bakat mekanikal, klerikal, musikal dan artistik.

Evaluasi kritis atas tes inteligensi berikutnya adalah kinerja individu pada berbagai bagian tes menunjukkan variasi yang cukup besar. Hal ini tampak jelas pada tes-tes kelompok, dengan soal-soal yang umumnya dipilah-pilah menjadi subtes yang isinya relative homogen. Sebagai contoh, seseorang dapat mendapat skor tinggi pada subtes verbal dan skor yang rendah pada subtes numerical, atau sebaliknya. Variabilitas internal semacam ini juga ditangkap pada tes seperti Stanford-Binet, yang ada di dalamnya, misalnya, semua soal yang menggunakan kata-kata terbukti sulit untuk individu tertentu, sementara soal-soal yang menggunakan gambar atau bentuk geometris bisa memberikan keuntungan baginya.

Para pengguna tes ini, terutama psikolog klinis, sering memanfaatkan perbedaan tersebut dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai kondisi psikologis individu. Jadi, tidak hanya IQ atau skor global, melainkan juga kinerja pada kelompok soal atau subtes tertentu yang akan diperiksa dalam mengevaluasi masing-masing kasus. Akan tetapi, praktek semacam ini harusnya tidak direkomendasikan secara umum, karena tes-tes inteligensi tidak dirancang untuk menganalisis bakat yang berbeda-beda. Kerap semua subtes yang dibandingkan mengandung terlalu sedikit soal sehingga tidak memungkinkan memperoleh perkiraan yang stabil atau dapat diandalkan tentang kemampuan tertentu. Akibatnya, perbedaan yang diperoleh antara skor-skor subtes akan sangat terlihat jika individu di tes ulang pada hari yang berbeda atau dengan tes yang sama namun dalam bentuk lain. Oleh karena itu,diperlukan tes yang dirancang khusus untuk menyingkap perbedaan-perbedaan kinerja pada berbagai fungsi.

Aplikasi praktis atas sejumlah tes menunjukkan perlunya tes multibakat (multiple aptitude test). Hal ini didukung oleh perkembangan penelitian terhadap penggolongan sifat kepribadian (trait organization). Telaah statistic tentang hakikat inteligensi telah menyelidiki hubungan antara skor yang diraih oleh banyak orang pada tes yang berbeda. Penyelidikan seperti ini dimulai oleh psikolog Inggris Charles Spearman (1904, 1927) selama dasawarsa pertama abad ke-20. Perkembangan metodologis selanjutnya yang didasarkan pada penelitian para psikolog Amerika seperti T.L Kelly (1928) dan LL. Thurstone (1938, 1947b), dan juga pada karya peneliti Amerika dan Inggris lainnya, yang dikenal sebagai analisis faktor.

Salah satu hasil praktis yang paling utama dari analisis faktor adalah perkembangan kumpulan tes multibakat (multiple aptitude batteries). Semua kumpulan tes ini dirancang untuk mampu mengukur keberadaan seseorang menurut masing-masing dari kelompok sifat. Sebagai ganti skor total atau IQ, skor yang dipisah diperoleh atas sifat atau ciri seperti pemahaman verbal, bakal numerikal, visualisasi spasial, penalaran aritmatik dan kecepatan perceptual. Dengan demikian, kumpulan tes tersebut menjadi instrument yang sesuai untuk melakukan analisis intra-individu, atau diagnosis diferensial, yang ingin didapatkan oleh pengguna tes selama bertahun-tahun. Kumpulan tes ini juga memasukkan banyak informasi yang sebelumnya diperoleh dari tes-tes bakat khusus ke dalam program tes yang komprehensif dan sistematik, karena kumpulan tes multibakat mencakup sejumlah faktor yang biasanya tidak termuat dalam tes inteligensi.

Kumpulan tes multibakat mengalami perkembangan yang relatif terlambat dalam bidang pengetesan. Hampir semua pengetesan muncul sejak tahun 1945. Dalam kaitan ini, karya penelitian para psikolog militer selama perang dunia II harus diperhatikan. Banyak riset tes yang dilakukan dalam angkatan bersenjata yang didasari oleh analisis faktor dan diarahkan pada kumpulan tes multibakat. Pada Angkatan Udara, misalnya tes khusus disusun untuk pilot, pembom, operator radio, penemu jarak dan spesialisasi militer lainnya. Sejumlah kumpulan tes multibakat juga dikembangkan untuk penggunaan sipil dan diterapkan secara luas dalam konseling pendidikan dan pekerjaan serta dalam klasifikasi personel.

Pada artikel ini, selain akan dibahas mengenai tes multibakat, akan dipelajari pula tes bakat yang sifatnya single test. Pembagiannya adalah sebagai berikut :

1. Jenis single test

  • Tes Kraeplin


2. Jenis multiple battery test

  • Differential Aptitude Test (DAT)
  • General Aptitude Test Battery (GATB)
  • Flanagan Aptitude Classification Test (FACT)
  • Tes Adkudag (Administrasi Keuangan dan Perdagangan)


Tes Minat (Interest Inventory)

Menurut Dictionary of Psychology (Reber, 1985), minat diartikan sebagai kesukaan, perhatian, keingintahuan, keterarahan tujuan, motivasi, focus. Hakekatnya minat (dan juga sikap) merupakan aspek penting dari kepribadian. Minat akan mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapat seseorang dari aktivitas waktu luang dan fase-fase utama lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Interest inventory atau inventori/tes minat merupakan instrumen yang didesain untuk mengevaluasi minat atau preferensi seseorang terhadap berbagai bidang atau aktivitas. Sebagian besar inventori minat dirancang untuk menaksir minat individu terhadap bidang pekerjaan. Sejumlah inventori juga memberikan analisis minat dalam kurikulum pendidikan atau bidang studi, yang nantinya terkait dengan keputusan karier. Meskipun frekuensi penggunaan tes dalam konseling masih cukup stabil sejak tahun 1950-an, penggunaan tes minat telah relatif meningkat dibandingkan tes kepribadian (Zytowski & Warman, 1982). Inventori yang belakangan dikembangkan atau direvisi mencerminkan perubahan dalam konseling karier. Salah satu perubahan ini berkaitan dengan meningkatnya penekanan pada eksplorasi-diri (self-exploration). Semakin banyak instrumen memberikan kesempatan bagi individu untuk mempelajari hasil-hasil tes terinci dan menghubungkannya dengan informasi pekerjaan serta data lain tentang kualifikasi dan pengalaman pribadi.

Perubahan kedua terkait dengan sasaran pengukuran minat. Dewasa ini, ada lebih banyak penekanan pada perluasan pilihan karier yang terbuka bagi individu. Jadi inventori minat digunakan untuk medekatkan individu dengan pekerjaan yang cocok, yang mungkin jika tidak diperkenalkan, maka tidak akan dipertimbangkan oleh individu tersebut.

Perubahan ketiga terkait dengan perluasan pilihan–pilihan karier ini. Perubahan ini terjadi sebagai bentuk keprihatinan tentang keadilan terhadap jenis kelamin (sex fairness). Secara umum, inventori minat membandingkan minat yang diungkapkan seorang individu dengan minat orang-orang pada umumnya dalam pekerjaan yang berbeda. Jika ada kesenjangan yang besar dalam proporsi pria dan wanita pada sejumlah pekerjaan, misalnya seperti teknik atau keperawatan, perbedaan ini akan mempengaruhi interpretasi hasil-hasil yang didapatkan oleh pria dan wanita pada inventori minat. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan untuk mengurangi bias gender ini. Salah satunya adalah penghapusan bias jenis kelamin dalam perumusan butir-butir soal inventori. Cara lainnya adalah menyeimbangkan isi soal secara rata dalam sosialisasi jenis kelamin dan menyediakan norma-norma paling pas untuk tiap kelompok jenis kelamin pada skala-skala inventori.

Di antara banyak inventori minat yang tersedia dewasa ini, maka pembahasan tes inventori minat akan difokuskan pada 3 tes,yaitu :

  1. Rothwell-Miller Interest Blank (RMIB)
  2. Kuder Preference Record – Vocational
  3. Self-Directed Search (Holland)


Tes Prestasi (Achievement Test)

Ketika para psikolog sibuk mengembangkan tes inteligensi dan tes bakat, ujian sekolah tradisional mengalami sejumlah perubahan teknis (O.W Caldwell & Courtis, 1923; Ebel & Damrin, 1960). Salah satu langkah penting ke arah ini dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri di Boston pada tahun 1845, ketika ujian tertulis menggantikan ujian lisan terhadap para siswa oleh para penguji yang datang ke sekolah tersebut. Argumen-argumen yang ditawarkan pada waktu itu untuk mendukung inovasi tersebut adalah bahwa ujian tertulis menempatkan semua siswa pada situasi seragam, yang memungkinkan cakupan isi yang lebih luas, mengurangi unsur peluang atas pilihan pertanyaan yang akan diberikan oleh penguji dan menyingkirkan kemungkinan pilih kasih oleh penguji. Semua argumen ini memiliki lingkaran yang terdengar akrab di telinga banyak orang, karena di kemudian hari argumen ini digunakan untuk membenarkan penggantian pertanyaan-pertanyaan esai dengan soal pilihan ganda yang objektif.

Setelah peralihan abad ini, tes standar pertama untuk mengukur hasil pengajaran sekolah mulai muncul. Dipelopori oleh karya E.L Thorndike, tes-tes ini memakai prinsip-prinsip pengukuran yang dikembangkan dalam laboratorium psikologi. Contoh-contohnya mencakup skala untuk penentuan peringkat kualitas tulisan tangan dan karangan tertulis, tes pengejaan, perhitungan aritmetik, dan penalaran aritmetik. Baru kemudian datanglah kumpulan tes prestasi, yang diprakarsai oleh publikasi edisi pertama Stanford Achievement Test pada tahun 1923. Para penyusunnya adalah 3 pelopor awal perkembangan tes : Truman L.Kelly, Giles M. Ruchdan Lewis M. Terman. Sebagai syarat atas munculnya banyak karakteristik tes modern, kumpulan tes ini memberikan ukuran kinerja yang dapat dibandingkan dalam berbagai mata pelajaran sekolah, yang dievaluasi berdasarkan kelompok normatif tunggal.

Pada saat yang sama, bukti terkumpul mengenai tidak adanya kesepakatan dikalangan guru-guru dalam menilai tes-tes esai. Pada tahun 1930, muncul pemikiran bahwa tes-tes esai tidak hanya menghabiskan waktu lebih banyak bagi para guru dan siswa, melainkan juga mencapai hasil yang kurang dapat diandalkan dibandingkan soal-soal objektif “jenis baru”. Ketika soal-soal objektif ini semakin banyak digunakan dalam tes-tes prestasi standar, ada penekanan yang semakin kuat pada soal-soal untuk menguji pemahaman dan penerapan pengetahuan, serta sasaran pendidikan lebih luas lainnya. Dasawarsa 1930-an juga merupakan awal munculnya mesin-mesin yang bisa memberikan skor pada tes, sehingga tes-tes objektif “jenis baru” dapat segera diadaptasikan.

Penyusunan program tes nasional, regional dan negara bagian adalah perkembangan parallel lain yang patut dicatat. Selain itu, penggunaan tes prestasi (achievement test) semakin meluas, antara lain untuk menyeleksi calon karyawan di bidang industri dan pemerintahan. Tes prestasi dalam bidang pendidikan, dapat kita ambil contoh seperti tes standar kelulusan pada masing-masing tingkat sekolah, seperti Ujian Akhir Nasional.

Ketika semakin banyak psikolog yang focus pada psikometri berpartisipasi dalam menyusun tes-tes prestasi standar, aspek-aspek teknis tes prestasi semakin menyamai aspek teknik tes inteligensi dan tes bakat. Prosedur untuk menyusun dan mengevaluasi semua tes ini memiliki banyak kesamaan. Peningkatan upaya untuk mempersiapkan tes prestasi yang akan mengukur pencapaian sasaran pendidikan yang luas, juga membuat isi tes prestasi lebih menyerupai tes inteligensi. Pada masa sekarang perbedaan antara dua jenis tes ini pada dasarnya terletak pada tingkat kekhususan isi dan sejauh mana tes itu mengandalkan instruksi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Gregory, Robert J. 2000. Psychological Testing: History, Principles and Aplication, 3rd edition. Allyn and Bacon.
  • Reber, Arthur S. 1985. The Penguin Dictionary of Psychology. Penguin Reference.

Konsep Bakat dan Perkembangan Pengukuran Tes Bakat

$
0
0
Konsep Bakat dan Perkembangan Pengukuran Tes Bakat - Bakat didefinisikan oleh Frank S Freeman sebagai suatu kombinasi indikasi karakteristik, suatu kapasitas individu akan penguasaan beberapa pengetahuan, keterampilan atau sekumpulan respon terorganisir tertentu. Dengan kata lain, Bakat merupakan komponen bawaan yang merupakan suatu kompetensi untuk melakukan perkerjaan tertentu dengan level tertentu. Bakat dapat merupakan fisik maupun mental. Guilford (1959) mengungkapkan dimensi bakat meliputi dimensi persepsi, dimensi psikomotor, dimensi intelektual.

Inteligensi, menurut Wechsler adalah agregat atau kapasitas global yang dimiliki individu untuk bertindak secara bertujuan, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.

Bakat merupakan suatu kemampuan atau potensi khusus yang berkembang secara istimewa atau menonjol dibandingkan dengan kemampuan yang lain, sedangkan kecerdasan merupakan dasar untuk berkembangnya bakat. Bakat dan inteligensi memiliki keterkaitan yang tinggi, dan di beberapa hal saling berlawanan. Pengukuran inteligensi (IQ) tradisional melihat inteligensi sebagai karakteristik tunggal yang terukur yang mempengaruhi kemampuan mental, bakat mengacu pada banyak karakteristik yang berbeda-beda yang dapat menjadi independen satu sama lain, seperti bakat pemrograman computer atau menerbangkan pesawat militer. Bakat paling baik diaplikasikan secara intra-individual untuk menentukan dalam tugas apa seorang individu lebih unggul.

Konsep Bakat dan Perkembangan Pengukuran Tes Bakat_
image source: www.beyondtheofficedoor.com
baca juga: Pengertian Tes Bakat, Minat, dan Prestasi dalam Psikologi

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor-faktor yang mempengaruhi bakat dapat dikelompokkan seperti di bawah ini:
  1. Faktor internal, factor ini meliputi kematangan fisik atau kematangan biologis. Kematangan juga terjadi dari segi mentalnya.
  2. Faktor eksternal, yang mencakup lingkungan dan pengalaman. Lingkungan yang baik akan memfasilitasi perkembangan bakat yang dimiliki individu yang bersangkutan.

CIRI KEBERBAKATAN:

Renzulli, et al (1981) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa yang mencirikan keberbakatan pada diri seseorang antara lain:
  • Kemampuan di atas rata-rata yaitu kemampuan itu harus cukup diimbangi dengan tugas dan tanggung jawab terhadap tugas
  • Kreativitas untuk memberikan gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah
  • Tanggung jawab atau mengikat diri terhadap tugas yaitu menampilkan semangat dan motivasi untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas

TES BAKAT

Anastasi (1997) mengemukakan bahwa esensi dari tes merupakan penentuan yang objektif dan distandarisasi terhadap sample tingkah laku.

Tes bakat dirancang untuk mengukur kemampuan potensial seseorang dalam suatu aktivitas tertentu dan dalam rentang waktu tertentu. Dalam istilah lain tes bakat sering dikenal sebagai:

  • Tes kemampuan khusus
  • Tes kekuatan kemampuan (power ability test)
  • Tes perbedaan individual


Ilmu Psikologi - Tujuan mengetahui bakat adalah untuk dapat melakukan diagnose dan prediksi. Tujuan diagnosa adalah dengan mengetahui bakat seseorang maka akan dipahami potensi yang dimilikinya. Dengan demikian dapat membantu menganalisis permasalahan yang dimiliki individu di masa kini secara lebih cermat. Permasalahan tersebut baik dalam bidang pendidikan, klinis maupun industry. Dengan bantuan tes bakat ini maka diharapkan psikolog dapat memberikan treatment yang tepat bagi individu yang bersangkutan.

Sedangkan tujuan prediksi adalah untuk memperkirakan kemungkinan kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam bidang tertentu di masa depan. Prediksi meliputi seleksi, penempatan dan klasifikasi.

SEJARAH TES MULTI-BAKAT

Baterai multilevel pertama dirancang sebagai sebuah versi kelompok dari tes inteligensi individual, walaupun baterai itu biasanya memiliki tujuan yang telah ditetapkan secara lebih sempit, yakni untuk menilai bakat bersekolah atau kesiapan untuk level pendidikan berikut. Perlahan menjadi jelas bahwa skor tunggal keseluruhan dapat dibandingkan dengan skor-skor yang lebih sempit

Tes inteligensi pada umumnya, baik yang diadmnistrasikan secara individual maupun kelompok, dirancang terutama untuk menghasilkan ukuran global tunggal dari level umum individual dari perkembangan kognitif, seperti IQ. Akan tetapi, baik perkembangan praktis maupun teoretis menjadi tertuju pada bakat khusus. Perkembangan ini mengarah ke penyusunan tes-tes terpisah untuk pengukuran beberapa bakat yang dapat diaplikasikan secara luas.

Sejumlah peristiwa telah membantu meningkatkan pertumbuhan minat akan pengukuran bakat yang berbeda. Pertama, semakin meningkatnya pengenalan akan variasi intraindividual dalam kinerja pada tes-tes inteligensi. Upaya membandingkan perbedaan relative individu atas subtes-subtes yang berbeda atau kelompok-kelompok soal mendahului pengembangan baterai multi bakat. Akan tetapi tes inteligensi tidak dirancang untuk tujuan ini.

Perkembangan dari baterai multibakat yang dipicu lebih lanjut oleh realisasi bertahap dari tes inteligensi umum sesungguhnya tidak seperti yang diharapkan. Banyak tes tersebut yang merupakan ukuran komprehensi verbal. Bidang tertentu, seperti kemampuan mekanikal biasanya tidak tersentuh, kecuali dalam beberapa skala kinerja non verbal. Ketika keterbatasan tes inteligensi menjadi jelas para psikolog mulai mengkualifikasi istilah ‘inteligensi’. Analisis selanjutnya memperlihatkan bahwa tes inteligensi itu sendiri dapat dikatakan mengukur sebuah kombinasi tertentu dari bakat khusus, seperti kemampuan verbal dan numeric. Telaah melalui analisis factor memberikan dasar teoretis bagi penyusunan baterai multibakat.

Salah satu dari baterai multi bakat yang paling luas digunakan adalah Differential Aptitude Test (DAT). Baterai ini dirancang terutama untuk digunakan dalam bimbingan karir siswa. DAT terdiri dari delapan subtes: penalaran verbal, penalaran numeric, penalaran abstrak, kecepatan dan kecermatan persepsi, penalaran mekanik, hubungan ruang (spatial), ejaan dan penggunaan bahasa.

PENGGUNAAN ALAT TES

Kompetensi penggunaan alat tes berkaitan erat dengan tingkatan atau level kompetensi pada alat tes itu sendiri. American Psychological Association telah mengkategorikan alat tes psikologi ke dalam tiga level sebagai berikut:

- Level A
Level ini mencakup alat tes yang dapat diadministrasikan, diskor dan diinterpretasikan dengan bantuan manual. Tes jenis ini dapat dipergunakan dan diinterpretasikan oleh non-psikolog yang memiliki rasa tanggung jawab dan kompetensi relevan.

Penggunaan tes-tes level A memerlukan kursus atau pelatihan di bawah pengarahan supervisor atau konsultan yang memiliki kualifikasi dan kredibilitas.

Contoh dari alat tes level ini adalah tes vokasional dan pencapaian akademis, sebagian besar inventori minat, dan tes-tes multiple choice yang menggunakan pengukuran sederhana dalam penginterpretasiannya, baik individual maupun kelompok

- Level B
Penggunaan alat tes level ini memerlukan latar belakang training khusus dalam pengadministrasian, scoring, dan interpretasi. Alat tes pada jenis ini lebih kompleks daripada level A dan memerlukan pemahaman tentang prinsip-prinsip psikometri, sifat-sifat yang diukur dan bidang keilmuan dimana alat tes tersebut digunakan (misalnya, pendidikan, klinis, dll)

Alat tes ini dapat dipergunakan oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat lanjut dari universitas atau institusi yang terakreditasi, atau telah memperoleh training yang setara dibawah pengawasan psikolog.

Tes level B umumnya mencakup sebagian besar tes prestasi, inventori dan tes personal, seperti tes bakat dan inventori kepribadian untuk populasi normal.

- Level C
Level ini merupakan kategori yang paling ketat dan mencakup tes dan alat bantu yang membutuhkan pelatihan dan pengalaman dalam pengadministrasian, scoring dan interpretasi.

Alat tes kategori ini memerlukan pemahaman yang mendasar mengenai tes psikologis. Secara khusus, tes kategori ini hanya dapat dipergunakan oleh mereka yang memperoleh pendidikan minimum master di bidang psikologi atau bidang yang berkaitan. Juga diperlukan verifikasi tentang ijin atau sertifikat sebagai psikolog.

Tes level C umumnya mencakup beberapa tes diagnostic klinis, kepribadian, bahasa atau bakat, baik kelompok maupun individual. Sebagai contoh, tes neuropsikologi, tes inteligensi individual, tes proyektif

Hal yang penting dipahami oleh pemeriksa adalah sebagai berikut. Secara umum hubungan yang terjalin antara pemeriksa dengan subjek yang diperiksa haruslah tetap hubungan antar manusia yang saling menghormati, saling menjaga dan menghargai. Dengan kata lain dapat ditarik suatu sikap seperti di bawah ini:

  1. Tidak menganggap subjek sebagai pasien atau penderita yang membutuhkan pertolongan, melainkan sebagai individu yang mempunyai harga diri, keinginan tertentu dengan menghargai latar belakang pribadinya
  2. Menjaga rahasia pribadi subjek
  3. Menciptakan rasa aman bagi subjek yang diperiksa, selama pemeriksaan berlangsung


PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN TES (KLASIKAL)

I. PERSIAPAN DIRI PEMERIKSA DAN PENGAWAS

  1. Pemeriksa dan pengawas harus menguasai materi tes yang disajikan
  2. Penampilan baik (cara berpakaian rapi, formal dan sopan)
  3. Menyiapkan diri untuk tampil sebagai seorang professional: kompeten dalam tugas dan bersikap objektif khususnya terhadap peserta
  4. Tugas utama pengawas adalah membantu pemeriksa tes sejak tahap persiapan tes, pelaksanaan tes sampai pemeriksaan berakhir
  5. Pemeriksa dan pengawas berperan sebagai tim dimana diperlukan kerjasama yang baik


II. PERSIAPAN PELAKSANAAN TES

  1. Ruangan tes harus bebas dari suara bising atau yang mengganggu lainnya
  2. Cahaya harus memadai
  3. Temperature atau kelembaban yang sesuai
  4. Tempat duduk peserta yang tidak terlalu dekat
  5. Memastikan materi sesuai dengan peserta tes


III. PELAKSANAAN TES

  1. Memeriksa dan memastikan semua peserta telah menerima buku tes, lembar jawab dan alat tulis
  2. Menjelaskan identitas yang harus dilengkapi pada lembar jawab
  3. Memberikan contoh untuk setiap tes
  4. Menjelaskan cara merevisi jawaban
  5. Memberikan kesempatan untuk pertanyaan bagi peserta yang belum jelas


IV. PENUTUP

  1. Pemeriksa dan pengawas harus memeriksa kelengkapan seluruh alat serta materi sesuai dengan jumlah sebelumnya
  2. Mengucapkan salam penutup


Sekian artikel tentang Konsep Bakat dan Perkembangan Pengukuran Tes Bakat.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Gregory, Robert J. 2000. Psychological Testing: History, Principles and Aplication, 3rd edition. Allyn and Bacon.
  • Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press

Konsep Tes Kraeplin, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor

$
0
0
Konsep Tes Kraeplin, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor - Tes Kraepelin adalah sebuah alat ukur yang diciptakan oleh seorang psikiater Jerman abad 19, bernama Emil Kraepelin. Mula-mula tes ini bertujuan untuk mengidentifikasi abnormalitas individu. Akan tetapi dalam perkembangannya, tes ini digunakan pula di kalangan angkatan bersenjata dan perusahaan, dalam rangka seleksi dan penempatan tenaga kerja.

Menurut Anastasi (1997), tes Kraepelin merupakan salah satu ‘Speed Test’, dimana waktu yang diberikan terbatas dan tidak akan cukup untuk menyelesaikan semua soal. Dengan demikian, pada tes ini testee memang tidak diharapkan untuk dapat menyelesaikan sepenuhnya setiap deret. Yang diharapkan adalah kita dapat melihat kecepatan kerja testee. Selain kecepatan kerja, factor lain yang dapat dilihat adalah ketelitian, konsentrasi dan stabilitas kerja.

Namun demikian dalam pengerjaan tes, ada beberapa aspek psikologis pada testee yang dapat mempengaruhinya ketika mengerjakan tes, antara lain:
Konsep Tes Kraeplin, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor_
image source: www.slideshare.net
baca juga: Konsep Bakat dan Perkembangan Pengukuran Tes Bakat

BENTUK TES KRAEPLIN

Bentuk tes berupa satu lembar kertas kuarto ganda memanjang bolak-balik terdiri atas 4 halaman. Halaman 1 untuk menuliskan identitas subjek, contoh tes dan skoring. Halaman 2 dan 3 berisi soal.

Tes berupa angka-angka sederhana dalam bentuk satuan (0 – 9) yang tersusun secara acak sebanyak 60 angka secara vertical pada tiap lajur. Testee diminta untuk menjumlahkan angka-angka secara berurutan dari bawah ke atas untuk dua angka yang berdekatan tanpa angka yang dilewati.

ADMINISTRASI TES KRAEPLIN

Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan tes:
  • Lembar soal tes, yang terdiri dari 45 lajur angka vertical (kolom), biasanya yang dikerjakan hanya 40 lajur angka
  • Stopwatch
  • Alat tulis (sediakan cadangan)
  • Alas menulis /meja yang memadai
  • Papan tulis atau flip chart untuk menjelaskan cara pengerjaan tes

Instruksi Tes

Dalam tes ini Anda akan menemukan kolom-kolom yang terdiri dari angka-angka. Tugas Anda adalah:
  1. Menjumlahkan setiap angka dengan angka di atasnya. Penjumlahan dilakukan dari bawah ke atas. (tunjukkan pada testee)
  2. Dari hasil penjumlahan dua angka tersebut, Anda hanya menuliskan angka satuannya saja. Angka satuan tersebuut ditulis di sebelah kanan kolom, tepat di antara kedua angka yang Anda jumlahkan (contohkan).
  3. Bila Anda melakukan kesalahan dalam menjumlahkan atau menulis, Anda tidak perlu menghapus angka yang salah. Cukup dengan mencoret angka yang salah tersebut dan dibetulkan di sampingnya. (contohkan)
  4. Setelah beberapa saat, Anda akan mendengar aba-aba ‘‘Pindah’’, maka Anda harus pindah ke kolom di sebelah kanannya. Mulailah lagi menjumlahkan angka-angka pada kolom itu dari bawah ke atas. 
  5. Demikian seterusnya.
  6. ‘‘Apakah ada yang ingin ditanyakan?’’
  7. Silakan mengerjakan tes dengan secepat dan seteliti mungkin.
  8. Sebagai latihan, mari kita kerjakan contoh yang terdapat pada halaman depan lembar tes. Dimulai dari kolom paling kiri. ‘‘Dimulai!’’ (setelah 30 detik beri aba-aba). ‘‘Pindah!’’ (setelah 30 detik) ‘‘Selesai! Silakan letakkan alat tulis Anda’’ 
  9. Periksa hasil pengerjaan contoh testee, pastikan testee mengerjakan dengan cara yang benar.

Instruksi lanjutan:

‘‘Silakan buka kertas di hadapan Anda.’’ (setelah semua membuka lembar tes), ‘‘Siap?’’ ‘‘Dimulai dari sekarang!’’

ASPEK PENGUKURAN 
TES KRAEPLIN

Aspek yang diukur pada tes kraeplin adalah performance seseorang, yang mencakup aspek kecepatan kerja, ketelitian kerja, konsistensi kerja (ritme) dan ketahanan kerja. Tes ini dapat disajikan secara individual maupun klasikal. Waktu keseluruhan yang diperlukan kurang lebih 25 - 30 menit. Perinciannya adalah sebagai berikut:
  • Pengisian identitas subjek 3 menit
  • Instruksi + 5 menit
  • Latihan mengisi soal 1 menit
  • Mengerjakan soal 20 menit (setiap kolom diberi waktu 30 detik)
Setiap 30 detik ada aba-aba untuk segera pindah untuk mengerjakan kolom yang berikutnya, sampai 40 kali kolom (Tes Kraeplin versi UI).

Tes ini digunakan untuk semua kepentingan yang memerlukan pengukuran terhadap aspek kecepatan kerja, ketelitian kerja, keajegan kerja dan ketahanan kerja. Biasanya sangat sering digunakan untuk kepentingan seleksi, promosi dan mutasi dalam bidang kerja dan jabatan (psikologi industri). Selain itu, bidang psikologi lainnya juga menggunakan alat tes ini, seperti psikologi pendidikan, klinis dan bidang lain yang disesuaikan dengan kepentingannya.

Beberapa indikasi yang dapat menjadi contoh catatan adalah:
Hasil penjumlahan angka yang sangat rendah dapat menjadi indikasi gejala depresi (ketiadaan motivasi mengerjakan tes)
Terlalu banyak kesalahan hitung dapat menjadi indikasi distraksi mental
Penurunan grafik secara curam, dapat mengindikasikan hilangnya ingatan sesaat pada saat tes
Rentang yang terlalu besar antara puncak tertinggi dan terendah dapat menjadi indikasi gangguan emosional.

Sebagai tes bakat, tes ini bertujuan mengukur performa optimal seseorang. Dengan demikian, penekanan pada scoring dan interpretasi lebih didasarkan pada hasil tes secara obyektif.

SKORING TES KRAEPLIN

Tahapan dalam scoring tes Kraeplin adalah:
  1. Membuat garis sambungan dari puncak-puncak tertinggi sehingga membentuk grafik 
  2. Membuat garis timbang: (Puncak tertinggi + Puncak terendah) : 2. Tujuannya adalah melihat konsistensi dan stabilitas emosi. 
  3. a. Fluktuatif = lebih dari 8 / 9
    b. Bila fluktuasi kurang dari angka tersebut dapat dikatakan cenderung stabil 
  4. Memeriksa tempo / kecepatan kerja; kecepatan testee mengerjakan kolom setiap menit
    2 x (banyaknya angka di atas garis timbang – angka di bawah garis timbang)
    ______________________________________________________________
    40 (banyaknya kolom) 
  5. Memeriksa ketelitian: Menjumlahkan banyaknya kesalahan dan jumlah lompatan (kolom yang terlewatkan). Kemudian hasilnya dicek dengan norma sehingga diperoleh skor ketelitian kerja.
  6. Mencari skor ketahanan kerja dapat dilihat dari stabilitas kerja, lihat fluktuasinya
  7. Lihat pada norma untuk kategorinya.

Performa yang baik dihasilkan oleh individu yang mampu menghasilkan unjuk kerja yang cepat, teliti dan stabil.

Sekian artikel Konsep Tes Kraeplin, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor.

DAFTAR PUSTAKA
  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press

Konsep Tes ADKUDAG, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor

$
0
0
Konsep Tes ADKUDAG, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor - Tes Adkudag (Administrasi Keuangan dan Perdagangan) merupakan baterai tes bakat yang dibuat khusus secara local, untuk mengukur kemampuan di bidang administrasi, keuangan dan perdagangan. Tes ini banyak dipakai sebagai indikator untuk tujuan seleksi di bidang keuangan dan administrasi, perdagangan dan sejenisnya. Tes Adkudag terdiri dari beberapa subtest (adkudag 1 – 5) dengan waktu yang terbatas pada masing-masing subtesnya.

Konsep Tes ADKUDAG, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor_
image source: sites.google.com
baca juga: Konsep Tes Kraeplin, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor

Adkudag 1
  • Terdiri dari 150 pasang pernyataan
Mengukur:
  • Kemampuan bahasa
  • Kemampuan mengambil keputusan
  • Kemampuan berpikir fleksibel
  • Ketelitian
  • Daya tahan
  • Kemampuan menyesuaikan diri

Adkudag 2
  • Terdiri dari 50 soal hitungan sederhana
  • Mengukur kemampuan komputasi, konsentrasi, ketelitian, daya tahan

Adkudag 3
  • Terdiri dari 25 soal aritmatika
  • Mengukur kemampuan aritmatika, konsentrasi, ketelitian, analisa sintesa

Adkudag 4
  • Terdiri dari 40 soal klasifikasi
  • Mengukur kemampuan administrative, judgement, logika berpikir

Adkudag 5
  • Terdiri dari 40 soal pengetahuan umum
  • Mengukur keluasan wawasan

ADKUDAG I

Pada tes ini terdapat 150 pasang kata. Tugas Anda adalah mencari mana dari 150 pasang kata ini yang memiliki persamaan ataupun perbedaan. Bila terdapat persamaan antara satu kata dengan pasangannya, beri tanda O dan tulis di sini (tunjukkan tempat menuliskan jawaban). Sementara bila terdapat perbedaan antara satu kata dengan pasangannya berikan tanda X. Apakah ada pertanyaan?.. Mari kita mulai!

ADKUDAG II

Pada tes ini terdapat soal hitungan sederhana. Ada soal penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Tugas Anda adalah menghitung dan mencari jawabannya. Apakah ada pertanyaan?... Mari kita mulai!

ADKUDAG III

Pada tes ini terdapat soal hitungan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Tugas Anda adalah menghitung. Tuliskan jawaban Anda di sini (tunjukkan tempat menuliskan jawaban). Apakah ada pertanyaan? …. Mari kita mulai!

ADKUDAG IV

Pada tes ini terdapat 40 uraian anggaran (tunjuk ke 40 soal tersebut). Pada bagian atas terdapat delapan kelompok anggaran a, b, c, d, e, f, g dan h. Tugas Anda adalah mengelompokkan ke-40 uraian tersebut ke dalam delapan kelompok anggaran. Tulis jawaban Anda di sini (tunjukkan) dalam bentuk hurufnya saja dengan jelas. Apakah ada pertanyaan?... Mari kita mulai!

ADKUDAG V

Pada tes ini terdapat 40 soal dengan pilihan jawaban. Tugas Anda adalah memilih salah satu pilihan jawaban yang paling tepat. Apakah ada pertanyaan?... Mari kita mulai!

Hasil jawaban dari tiap-tiap subtes dinilai dan dijumlahkan masing-masing. Skor mentah tersebut kemudian dikonversi menjadi skor standar dengan menggunakan norma tes Adkudag. Dengan demikian, kita dapat melihat gambaran kemampuan dari masing-masing aspek yang diukur pada diri testee.

Sekian artikel tentang Konsep Tes ADKUDAG, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor.

Daftar Pustaka
  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Diktat Psikodiagnostik V, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Konsep Tes PTP, Administrasi, Skoring dan Makna Hasil Skor

$
0
0
Konsep Tes PTP, Administrasi, Skoring dan Makna Hasil Skor - Tes Pemeriksaan Teknis Pasti atau disingkat tes PTP merupakan baterai tes yang disusun untuk mengukur bakat teknik seseorang, terutama bakat teknik untuk tenaga terdidik (skilled), seperti para lulusan Sekolah Menengah Kejuruan bagian Teknik.

Tes ini terdiri dari 9 sub tes antara lain:
  1. Subtes 1: balok
  2. Subtes 2: papan
  3. Subtes 3: hitungan
  4. Subtes 4: pengamatan
  5. Subtes 5: kubus
  6. Subtes 6: bacaan
  7. Subtes 7: pengertian
  8. Subtes 8: katrol
  9. Subtes 9: kawat.

Di antara 9 subtes tersebut dapat digunakan secara terpisah, sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya. Sementara itu, pelaksanaan tes ini dapat dilakukan baik secara klasikal maupun individual. Subtes 2, 5 dan 8 biasa dipakai untuk STM atau SMU jurusan IPA.

Konsep Tes PTP, Administrasi, Skoring dan Makna Hasil Skor_
image source: www.shutterstock.com
baca juga: Konsep Tes ADKUDAG, Administrasi, Skoring dan Hasil Skor

Dalam pelaksaan tes PTP secara klasikal, perlu ditekankan beberapa hal berikut:
  • Tes terdiri dari bermacam-macam subtes yang berbeda cara pengerjaan dan batas waktu pengerjaan.
  • Keserentakan pengerjaan, baik saat memulai maupun mengakhiri.
  • Memastikan material yang dipakai sudah memadai.

Beberapa material yang diperlukan antara lain: buku soal, lembar jawaban, 2 helai kertas kosong, 6 pola bergambar geometris, 4 kawat lemas, pensil, penghapus, tang (pembengkok kawat), dan stop watch

Subtes 1 (Balok)

Tugas : menghitung jumlah balok

Tujuan : mengukur ketajaman pengamatan ruang

Materi : buku soal, lembar jawaban, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta untuk menghitung jumlah balok. Jumlah soal pada subtes ini adalah 15 butir, dengan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan subtes ini selama 3 menit.

Subtes 2 (Papan)

Tugas : memilih potongan yang berhuruf, yang tersedia di bawah garis hitam tebal, untuk mengisi lingkaran atau lingkaran besar

Tujuan : melihat sistematika kerja dan ketajaman pengamatan

Materi : buku soal, lembar jawab, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, tugas testee adalah mengisi potongan papan dari A sampai T menggantikan lingkaran kecil (jumlah papan yang dipilih untuk mengisi sesuai dengan jumlah lingkaran yang digantikan). Penggunaan papan dapat lebih dari satu kali. Jumlah soal untuk diselesaikan sebanyak 24 butir, dengan waktu yang disediakan selamla 8 menit.

Subtes 3 (Hitungan)

Tugas : berhitung

Tujuan : Mengukur kecepatan bekerja dengan angka

Materi : buku soal, lembar jawab, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta untuk menyelesaikan soal hitungan sebanyak 20 butir soal, dengan durasi waktu 5 menit.

Subtes 4 (Pengamatan)

Tugas : mencontoh gambar

Tujuan : Mengukur short term memory dan kecermatan pengamatan

Materi : 6 pola gambar geometris ukuran 30 x 30 cm, selembar kertas kosong, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta untuk mencontoh gambar yang ditunjukkan tester selama beberapa 30 detik setiap gambarnya, dan menggambarkan pola tersebut pada kertas kosong yang telah disediakan. Subtes ini mencakup 5 gambar dengan waktu yang disediakan untuk menggambar selama 1 menit untuk setiap gambarnya.

Subtes 5 (Kubus)

Tugas : memilih potongan kertas yang dapat dijadikan kubus

Tujuan : Mengukur ketajaman ruang 3 dimensi

Materi : buku soal, lembar jawaban, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta untuk menentukan dapat atau tidaknya pola potongan-potongan kertas dijadikan kubus, dengan memilih B (benar, dapat dijadikan kubus) atau S (salah, tidak dapat dijadikan kubus). Subtes ini mencakup 22 soal dengan batas waktu selama 6 menit.

Subtes 6 (Bacaan)

Tugas : Menjawab pertanyaan dari sebuah bacaan

Tujuan : Mengukur pengertian bahasa

Materi : buku soal, lembar jawaban, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta membaca wacana yang disediakan, kemudian menjawab 10 pertanyaan yang ada di bawahnya. Subtes ini disediakan batas waktu selama 8 menit.

Subtes 7 (Pengertian)

Tugas : Menjawab pertanyaan dari pernyataan dan gambar teknik

Tujuan : Mengukur wawasan keteknikan

Materi : buku soal, lembar jawaban, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta menjawab 5 soal yang mengacu pada pernyataan ataupun gambar di atasnya. Pengerjaan subtes ini disediakan batas waktu selama 6 menit.

Subtes 8 (Katrol)

Tugas : Menggambar tali katrol dengan syarat tali itu harus melewati semua katrol, dan katrol-katrol itu harus berputar ke arah panah yang terdapat dekat katrol tersebut. Selain itu, tali tidak boleh saling bersilangan.

Tujuan : Mengukur wawasan keteknikan

Materi : buku soal, lembar jawaban, pensil, penghapus, stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta mengerjakan soal selama 6 menit.

Subtes 9 (Kawat)

Tugas : Membuat kawat seperti gambar pada pola

Tujuan : Mengukur keterampilan bekerja dengan tangan

Materi : buku soal, 4 kawat lemas ukuran penampang 1 mm sepanjang 20 cm, alat pembengkok (tang), stopwatch

Pada subtes ini, testee diminta mengerjakan 3, dengan waktu 30 detik untuk melihat tiap pola gambar dan 3 menit untuk menyelesaikan masing-masing soal.

Sekian artikel tentang Konsep Tes PTP, Administrasi, Skoring dan Makna Hasil Skor.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Diktat Psikodiagnostik V, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Konsep Tes DAT, Administrasi, Skoring, dan Hasil Skor

$
0
0
Konsep Tes DAT, Administrasi, Skoring, dan Hasil Skor - Differential Aptitude Test / DAT merupakan salah satu tes berbentuk battery test yang dapat mengukur multibakat. Awal mula terbentuknya tes ini tentu tidak jauh berbeda dengan tes bakat pada umumnya, yang berakar dari ketidakpuasan terhadap tes inteligensi, antara lain adanya variasi intraindividual pada individu yang melakukan tes inteligensi. Tes inteligensi tradisional, baik yang dilakukan secara individu maupun kelompok, dirancang terutama untuk menghasilkan ukuran global tunggal dari tingkat perkembangan kognitif individu secara umum seperti IQ. Akan tetapi, IQ saja dipandang sudah tidak memadai lagi. Para psikolog menyadari bahwa kemampuan mental tidak hanya terdiri darisatu factor saja, tetapi banyak faktor. Jadi dibutuhkan tes yang dapat mengukur bermacam-macam faktor ini dan tidak menghasilkan skor tunggal saja, melainkan beberapa skor sesuai dengan kemampuan yang diukur. Kemudian perkembangannya mengarah pada penyusunan tes-tes secara terpisah untuk mengukur beberapa bakat yang dapat diaplikasikan secara luas.

Dorongan kuat kepada pengetesan bakat secara khusus juga diberikan oleh para psikolog yang terus mengembangkan aktivitas dalam bimbingan karier, seleksi serta klasifikasi personel industri dan militer. Selain itu, telaah atas organisasi sifat melalui teknik analisis faktor memberikan dasar teoritis bagi penyusunan kumpulan tes multibakat. Melalui riset analisis faktor tersebut, berbagai kemampuan yang kurang mampu diungkap pada tes inteligensi dapat diidentifikasi secara lebih sistematis, dipilah dan ditetapkan. Selanjutnya, tes-tes dapat diseleksi sedemikian rupa sehingga masing-masing menggambarkan ukuran yang paling tersedia dari salah satu faktor atau sifat yang diidentifikasi oleh analisis faktor.

Konsep Tes DAT, Administrasi, Skoring, dan Hasil Skor_
image source: www.namibiansun.com
baca juga: Konsep Tes PTP, Administrasi, Skoring dan Makna Hasil Skor

Differential Aptitude Test (DAT) termasuk salah satu tes multibakat yang paling luas digunakan. Tes ini disusun oleh George K. Bennet, Harold G. Seashore dan Alexander G. Weisman. Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947, DAT telah direvisi secara berkala (edisi ke-5, form C, 1992). Kumpulan tes itu dirancang terutama untuk digunakan dalam bimbingan karier siswa kelas 8-12. DAT edisi ke-5 terdiri dari 2 level, yaitu:
  1. Level 1, dirancang terutama untuk siswa di kelas 7-9 dan orang dewasa yang telah menyelesaikan jenjang sekolah ini;
  2. Level 2, untuk siswa kelas 10-12 dan orang dewasa yang sudah bersekolah lebih dari 9 tahun, tetapi mungkin belum tamat sekolah menengah.

DAT merupakan seri tes yang terdiri dari 7 subtes, yakni:

1. Verbal Reasoning
- Sejauh mana kemampuan individu mengekspresikan ide dalam kata-kata (verbal)
- Sejelas apa individu dapat berpikir dan menalar dengan kata-kata

2. Numerical Reasoning
- Sebaik apa individu dapat memahami ide dalam angka
- Sejelas apa individu dapat berpikir dan menalar dengan angka-angka

3. Abstract Reasoning
- Sebaik apa individu memahami ide dalam bentuk non-verbal dan non-angka
- Sejauh mana individu mampu memikirkan persoalan tanpa panduan verbal

4. Perceptual speed and accuracy
- Seberapa cepat dan akurat individu dapat mengerjakan paperwork dan pekerjaan yang bersifat administratif

5. Mechanical Reasoning
- Seberapa mudah individu menangkap prinsip umum dalam ilmu fisika yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari
- Seberapa mampu individu memahami aturan sederhana dari mesin, alat gerak

6. Space Relations
- Sebaik apa individu dapat memvisualisasikan atau membentuk gambaran mental dari objek solid dengan melihat rancangan pada kertas datar (2 dimensi)
- Seberapa mampu individu berpikir dalam 3 dimensi

7. Language Usage
– Part I- Spelling
Seberapa mampu individu menyadari benar dan salahnya pelafalan dalam kata-kata bahasa Inggris
–Part II- Sentences
Seberapa mampu individu menggunakan bahasa Inggris
Seberapa mampu individu menggunakan tanda baca dan pemilihan kata

Tes ini sebaiknya diberikan secara keseluruhan (satu seri), tapi dapat juga diberikan satu subtes saja secara terpisah sesuai dengan tujuan dan aspek apa yang akan diukur.

Meskipun dasar pembuatan tes ini adalah untuk penilaian dalam pendidikan, tes ini dapat juga digunakan untuk pemilihan pekerjaan. Pembuatan butir-butir soal telah diusahakan semaksimal mungkin untuk menghindari pengaruh pendidikan dan kebudayaan, tetapi tidaklah mungkin untuk menghindarkannya sama sekali, terutama untuk Numerical Ability.

Di Indonesia pada umumnya dan di fakultas psikologi UGM pada khususnya telah menggunakan tes ini. Tapi karena beberapa kesulitan, baru 5 tes dari 7 tersebut yang digunakan, dengan menterjemahkan petunjuk atau instruksinya ke dalam bahasa Indonesia, dan beberapa bagian yang dianggap perlu untuk diadaptasikan. Kelima subtes tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Numerical Ability– Tes Berhitung
  2. Abstract Reasoning– Tes Penalaran
  3. Space Relation– Tes Pola
  4. Mechanical Reasoning– Tes Pengertian Mekanik
  5. Clerical Speed and Accuracy– Tes Cepat Teliti

Macam Sub-Tes Dalam DAT

Subtes pada DAT terdiri dari 2 kelompok besar: kelompok tes verbal dan kelompok tes non-verbal. Kelompok tes verbal terdiri atas: verbal reasoning, numerical ability, clerical speed accuracy, dan language usage. Sedangkan kelompok tes non-verbal antara lain: abstract reasoning, mechanical reasoning, dan space relation. Adapun deskripsi ke-delapan subtes tersebut adalah:

Verbal Reasoning (VR)

Dirancang untuk mengukur kemampuan berpikir abstrak, generalisasi dan konstruksi memahami konsep verbal. Perbendaharaan kata yang diguakan dalam tes ini meliputi perbendaharaan kata yang biasa digunakan dalam berbagai bidang, diantaranya sejarah, geografi, sastra dan sains.

Contoh pertanyaan subtes ini:

Pilihlah pasangan kata-kata yang benar untuk melengkapi kalimat di bawah ini:

….. biasa dipakai dalam resepsi, dan pakaian seragam SD dipakai di…

a.) Baju kerudung – wisata
b.) Peci dan sarung – mesjid
c.) Setelan jas – sekolah
d.) Kain kebaya – kondangan
e.) Jas dasi – rumah

Pilihan yang tepat adalah: C

Numerical Ability / Kemampuan Aritmatik

Dirancang untuk mengukur kemampuan memahami hubungan dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan konsep numeric. Tes ini lebih mengukur komputasi daripada penalaran numeric. Subtes ini sangat penting untuk prediksi dalam bidang matematika, fisika, kimia, teknik dan bidang lain yang membutuhkan kemampuan berpikir secara kuantitatif.

Contoh pertanyaan tes NA: 79

48 +


a.) 125
b.) 157
c.) 126
d.) 127
e.) 137

Jawaban yang benar adalah: D

Abstract Reasoning / Penalaran Abstrak

Dirancang untuk mengukur penalaran non-verbal. Dalam setiap butir tes ini menuntut pemahaman logis tentang prinsip-prinsip yang digunakan untuk mengubah diagram dan kemampuan membedakan perbedaan yang kecil pada garis, daerah, maupun bentuk.

Space Relation / Hubungan Spasial

Dirancang untuk mengukur visualisasi terhadap konstruksi objek tiga dimensi yang dibangun dari pola dua dimensi dan kemampuan membayangkan berbagai cara yang digunakan untuk memutar objek tersebut sehingga mempunyai bangunan seperti yang tampak dalam gambar

Mechanical Reasoning / Penalaran Mekanikal

Subtes ini menyediakan gambar situasi mekanik disertai pertanyaan dalam kata-kata sederhana. Tes ini mengukur pemahaman prinsip-prinsip mekanik dan fisika dalam situasi familiar. Skor tes ini akan dipengaruhi oleh pengalaman individu. Hasil ini digunakan untuk memprediksi kesuksesan dalam belajar dan pekerjaan yang menuntut pemahaman prinsip umum fisika. Berguna untuk memprediksi bidang pekerjaan mekanik, perakitan, pertukangan, reparasi, dll.

Clerical Speed

Mengukur kecepatan dan ketelitian respon dalam tugas-tugas yang membutuhkan persepsi sederhana. Tugas testee adalah memilih kombinasi angka atau huruf yang sama dengan kombinasi yang telah diberi garis bawah. Subtes ini merupakan elemen yang sering digunakan pada berbagai tugas administrasi.

Language usage
  • Subtes Language I: spelling
  • Language usage II: membedakan tata bahasa, menggunakan tanda baca. Banyak digunakan dalam bidang jurnalistik, korespondensi bisnis, dll

Berikut ini akan diuraikan masing-masing subtes yang terdapat di dalam tes DAT yang sudah diadaptasi di Indonesia oleh Universitas Gadjah Mada, disertai penjelasan bentuk tes, aspek yang diukur, tujuan, penyajian, waktu dan cara pemberian skor.

1. Tes Berhitung

No.TemaKeterangan
1Bentuk yang tersediaBerupa buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk pengerjaan. Jumlah soal 40 butir, lembar jawaban terpisah
2Aspek yang diukurKemampuan berpikir dengan angka, penguasaan hubungan numeric, misalnya penjumlahan sederhana. Maka dari itu subtes ini dinamakan arithmetic computation, bukan arithmetic reasoning.
3SajianIndividual dan klasikal
4Waktu30 menit mengerjakan, ditambah waktu pemberian instruksi 5-10 menit.
5TujuanPrediksi dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Dalam bidang pendidikan meliputi Matematika, Fisika, Kimia,Teknik, Ilmu Sosial
6Cara pemberian skorNilai 1 (satu) untuk jawaban yang benar dan nilai 0 (nol) untuk jawaban yang salah.

2. Tes Penalaran

No.TemaKeterangan
1Bentuk yang tersediaBerupa buku cetakan. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal 50 butir dan lembar jawaban terpisah.
2Aspek yang diukurKemampuan penalaran individu yang bersifat non-verbal, yaitu meliputi kemampuan individu untuk dapat memahami adanya hubungan yang logis dari figur-figur abstrak atau prinsip-prinsip non-verbal design. Abstract reasoning bersama-sama dengan verbal reasoning dan numerical ability dapat mengukur general intelligence.
3SajianIndividual dan klasikal
4Waktu25 menit mengerjakan, ditambah waktu pemberian instruksi 5-10 menit.
5TujuanDigunakan di lingkungan pendidikan/sekolah dan perusahaan. Tes ini relevan untuk pelajaran atau pekerjaan/profesi yang memerlukan persepsi hubungan antara benda-benda
6Cara pemberian skorBila sesuai dengan kunci jawaban diberi skor 1 (satu), bila tidak sesuai diberi skor 0 (nol). Skor tertinggi = 50. Rumus pemberian skor = R – ¼ W (jumlah yang benar dikurangi ¼ jumlah yang salah).

3. Tes Pola

No.TemaKeterangan
1Bentuk yang tersediaTes pola yang sudah diperbanyak oleh fakultas Psikologi adalah edisi tahun 1952. Tes ini berupa buku cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal 40 butir, lembar jawaban terpisah. Ada juga edisi tahun 1961. Soal 60 butir dengan nama Tes Ruang Bidang.
2Aspek yang diukurKemampuan mengenal benda konkret melalui proses penglihatan, khususnya secara tiga dimensi. Butir soal dibuat agar testee dapat mengkonstruksi benda dengan pola yang tersedia secara tepat. Jadi testee harus dapat memanipulasi secara mental, mempunyai kreasi terhadap suatu struktur benda tertentu dengan perencanaan yang baik.
3SajianIndividual dan klasikal
4Waktu30 menit mengerjakan, ditambah waktu pemberian instruksi 5-10 menit.
5TujuanDigunakan khusus untuk mengetahui kemampuan seseorang mengenal ruang tiga dimensi, baik untuk studi maupun pekerjaan. Kemampuan ini diperlukan sekali dalam bidang perencanaan, design, arsitektur, seni atau bidang lain yang memerlukan pengamatan tiga dimensi.
6Cara pemberian skorSkor salah dan benar sesuai kunci jawaban yang tersedia. Skor akhir adalah jumlah jawaban yang benar dikurangi jumlah jawaban yang salah (Rumus R-W).

4. Tes Pengertian Mekanik

No.TemaKeterangan
1Bentuk yang tersediaBerupa buku cetakan. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal 68 butir, lembar jawaban terpisah
2Aspek yang diukurDaya penalaran di bidang kerja mekanis dan prinsip Fisika, yang merupakan salah satu faktor inteligensi dalam arti luas
3SajianIndividual dan klasikal
4Waktu30 menit mengerjakan, ditambah waktu pemberian instruksi 5-10 menit.
5TujuanMengetahui kemampuan khusus dalam bidang mekanik, dalam rangka penjurusan studi maupun memilih pekerjaan.
6Cara pemberian skorNilai 1 (satu) untuk jawaban yang benar dan nilai 0 (nol) untuk jawaban yang salah. Skor tertinggi 68. Rumus perhitungan skor = R – ½ W (jumlah yang benar dikurangi ½ jumlah yang salah).

5. Tes Cepat dan Teliti

No.TemaKeterangan
1Bentuk yang tersediaBerupa buku cetakan, berukuran kuarto. Pada halaman pertama tertulis petunjuk mengerjakannya. Dua halaman soal bagian I dan dua halaman soal bagian II. Masing-masing bagian terdiri dari 100 butir, lembar jawaban terpisah
2Aspek yang diukurRespon subjek terhadap tugas-tugas atau pekerjaan yang menyangkut kecepatan persepsi (dari stimulus yang bersifat sederhana), kecepatan respon terhadap kombinasi huruf dan angka, ingatan yang sifatnya sesaat (momentary retention)
3SajianIndividual dan klasikal
4Waktu3 menit untuk bagian I dan 3 menit untuk bagian II. ditambah waktu pemberian instruksi 5-10 menit. Karena tes ini merupakan tes kecepatan, maka sebelum testi mengerjakan tes, tester harus yakin bahwa testee sudah paham dengan apa yang harus ia kerjakan.
5TujuanUntuk konseling sekolah (siswa yang mendapatkan skor rendah pada tes ini kemungkinan mengalami kesulitan dalam kecepatan dan presisi), atau untuk seleksi para pelamar pekerjaan tertentu.
Karena tes ini dapat dipergunakan untuk mengukur produktivitas seseorang dalam mengerjakan tugas rutin yang melibatkan persepsi dan pemberian tanda-tanda, maka utamanya tes ini dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan clerical.
6Cara pemberian skorSkor hanya diberikan pada bagian II saja. Bagian I tidak diskor karena dianggap latihan. Skor total adalah jumlah soal yang dikerjakan dengan benar.

VALIDITAS DAT

Validitas tes DAT adalah validitas prediktif, dianalisis dengan cara:

  1. Mencari korelasi dengan prestasi belajar di berbagai mata pelajaran secara terpisah dari kelas 8 – 12. Kriterianya berupa prestasi belajar yang diperoleh dalam satu jangka waktu tertentu dari administrasi DAT. Criteria diperoleh secara longitudinal 1 tahun hingga 4 tahun, dan criteria berupa prestasi mahasiswa tahun pertama dari mahasiswa akademik, keguruan dan institut teknologi.
  2. Mencari korelasi dengan criteria hasil tes prestasi standar.
  3. Dengan memperhatikan para lulusan SMA yang sukses dalam studi di perguruan tinggi atau dalam berbagai pekerjaan.


Dari hasil validitas dengan subjek siswa sekolah dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • Numerical Ability (Kemampuan Aritmatik) merupakan predictor terbaik untuk bahasa, social, sains dan matematika
  • Verbal Reasoning dan Sentences merupakan predictor yang baik untuk sebagian besar mata pelajaran
  • Abstract Reasoning merupakan predictor terbaik untuk sains dan berbagai kursus industrial art
  • Spelling merupakan predictor terbaik untuk bahasa Inggris
  • Mechanical Reasoning merupakan predictor terbaik bagi sejumlah pekerjaan mekanik seperti geometri pesawat dan reparasi mesin.


Sekian artikel tentang Konsep Tes DAT, Administrasi, Skoring, dan Hasil Skor

DAFTAR PUSTAKA

  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Informasi Tes, Edisi Kedua, Unit Pengembangan Alat Tes Psikodiagnostika. Fakulatas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  • Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press

Konsep Tes Kreativitas, Tujuan, dan Jenis Tes Kreativitas

$
0
0
Konsep Tes Kreativitas, Tujuan, dan Jenis Tes Kreativitas - Artikel ini akan membahas pengenalan Konsep Kreativitas, Tujuan Dan Penggunaan, Serta Macam Tes Kreativitas. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep, fungsi tes kreativitas, dan mempraktekkan administrasi tes, serta mampu melakukan skoringnya.

Kreativitas

Dari berbagai alasan yang dikemukakan untuk mengukur bakat kreatif, ada 5 alasan penting untuk menemukenali bakat kreatif:

1. Pengayaan
Tujuan utama tes kreatif adalah untuk mengidentifikasi bakat kreatif anak.

2. Remediasi
Alasan lain untuk melakukan pengukuran adalah untuk menemukenali mereka yang kemampuan kreatifnya sangat rendah. Meskipun demikian, program remedial dalam kreativitas masih sangat langka.

3. Bimbingan Kejuruan
Penggunaan tes kreativitas untuk membantu siswa memilih jurusan pendidikan dan karier pada tahap awal. Selain itu, informasi mengenai kemampuan ini berguna dalam menyarankan siswa mengikuti pendidikan dan kejuruan yang menuntut kemampuan kreatif

4. Evaluasi Pendidikan
Pendidik sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah sekolah akan menggunakan program pengembangan kreativitas. Sayangnya kurangnya evaluasi hasil pendidikan menyulitkan untuk menentukan efektivitas programnya .

5. Pola Perkembangan Kreatif
Pakar psikologi tertarik untuk mengetahui pola perkembangan kreativitas karena 2 alasan, pertama mereka ingin mengetahui perkembangan atau penurunan kreativitas pada berbagai tipe orang, dan kedua, mereka ingin mengetahui apakah ada masa puncak dimana kreativitas sebaiknya dilatih.

Konsep Tes Kreativitas, Tujuan, dan Jenis Tes Kreativitas_
image source: www.creativitypost.com
baca juga: Konsep Tes DAT, Administrasi, Skoring, dan Hasil Skor

Tujuan Penggunaan Tes Kreativitas

1. Identifikasi Anak Berbakat Kreatif
Dalam seleksi siswa kreatif untuk mendapat tingkat kepercayaan yang tinggi, sebaiknya menggunakan dua sumber untuk mengukur kreativitas. Misalnya dengan tes kreativitas, selain penilaian guru mengenai tingkat kreativitas anak.

2. Penelitian
Penelitian membantu kita memahami perkembangan kreativitas. Tes kreativitas dalam penelitian dapat digunakan dengan dua cara; pertama untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif dan membandingkan mereka dengan orang-orang pada umumnya. Kedua tes kreativitas dalam penelitian dapat digunakan untuk menilai dampak pelatihan kreativitas terhadap kreativitas peserta.

3. Konseling
Tes kreativitas dapat juga digunakan untuk bimbingan dan konseling siswa. Konselor atau psikolog sekolah di SD atau sekolah menengah memerlukan informasi mengenai seorang siswa yang dikirim karena problem sikap atau masalah lain.

Tes yang Mengukur Ciri Kepribadian Kreatif

  1. Tes mengajukan pertanyaan
  2. Tes risk taking, digunakan untuk menunjukkan dampak pengambilan resiko terhadap kreativitas
  3. Tes kreativitas verbal, merupakan tes yang pertama dikonstruksikan di Indonesia untuk mengukur kelancaran, kelenturan, originalitas dan elaborasi dalam berpikir
  4. Tes kreatif figural, diadaptasi dari Torrance test, distandarisasi untuk anak usia 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi UI


TES KREATIVITAS VERBAL

Tes Kreativitas pertama yang dikonstruksi di Indonesia pada tahun 1977 adalah tes kreativitas verbal (mengukur keampuan berpikir divergen) dan skala sikap kreatif (Munandar, 1977). Konstruksi tes kreativitas verbal berdasarkan model struktur intelek dari Guilford sebagai kerangka teoritis. Tes ini terdiri dari enam sub tes yang semuanya mengukur dimensi operasi berpikir divergen, dengan dimensi konten verbal, tetapi masing-masing berbeda dalam dimensi produk. Setiap subtes mengukur aspek yang berbeda dari berpikir kreatif. Kreativitas atau berpikir kreatif secara operasional dirumuskan sebagai suatu proses yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, orisinalitas dalam berpikir.

Sub tes kreativitas verbal terdiri dari enam sub tes, yaitu:

a. Permulaan kata

Pada subtes ini testee harus memikirkan sebanyak mungkin kata yang mulai dengan susunan huruf tertentu sebagai stimulus. Tes ini mengukur kelancaran dengan kata, yaitu kemampuan untuk menemukan kata yang memenuhi persyaratan structural tertentu.

Skoring:
Setiap kata mendapat skor 1 (satu) jika memenuhi persyaratan, yaitu kata tersebut mulai dengan susunan huruf yang ditentukan. Kata tersebut harus betul ejaannya sejauh menyangkut susunan huruf yang diberikan, tetapi tidak perlu sempurna jika tidak menyangkut susunan huruf yang merupakan persyaratan

b. Menyusun kata

Pada subtes ini, testee harus menyusun sebanyak mungkin kata dengan menggunakan huruf-huruf dari satu kata yang diberikan sebagai stimulus. Tes ini mengukur kelancaran kata, dan menuntut kemampuan dalam reorganisasi persepsi.

Skoring:
Keseluruhan kata yang dibentuk harus betul ejaannya, karena kata tersebut haruslah dibentuk dari huruf-huruf kata yang telah ditentukan. Jadi ini merupakan suatu persyaratan yang terkandung dalam stimulus tes. Perlu pula diperhatikan bahwa tidak dibenarkan untuk menggunakan huruf-huruf lain yang tidak terkandung dalam kata dari item tes dan tidak dibenarkan pula untuk menggunakan suatu huruf dalam kata item tes sampai dua kali, kecuali bila dalam kata item tes huruf tersebut memang muncul dua kali.

c. Membentuk kalimat tiga kata

Pada subtes ini testee harus menyusun kalimat yang terdiri dari tiga kata, huruf pertama untuk setiap kata diberikan sebagai rangsangan. Akan tetapi urutan dalam penggunaan ketiga huruf tersebut boleh berbeda-beda sesuai keinginan testee.

Skoring:
Urutan huruf yang diberikan dalam pembuatan kalimat boleh diubah. Jadi tidak perlu selalu dalam urutan yang diberikan. Tiap kalimat boleh memakai satu kata yang telah dipakai pada kalimat-kalimat sebelumnya. Kalimat yang memakai dua kata dari kalimat-kalimat sebelumnya, tidak diskor. Jawaban boleh menggunakan nama orang. Susunan kata dalam kalimat harus betul dan logis. Kesalahan dalam ejaan kata tidak mempengaruhi skor, kecuali jika menyangkut huruf pertama dari kata.

d. Sifat-sifat yang sama

Pada subtes ini testee harus menemukan sebanyak mungkin objek yang semuanya memiliki dua sifat yang ditentukan. Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan gagasan, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang memenuhi persyaratan tertentu dalam waktu yang terbatas.

Skoring:
Di bawah ini dirumuskan apa yang diartikan dengan sifat-sifat yang disebut pada masing-masing item:

  1. Bulat dan keras
    Bulat disini adalah bulat gepeng (bundar), misalnya seperti uang logam, maupun bulat sepenuhnya, misal bola. Yang dapat diambil sebagai patokan ialah bahwa kesan keseluruhan dari benda tersebut adalah kebulatannya. Yang dimaksudkan dengan keras di sini adalah tahan terhadap tekanan atau tidak mudah ditekan, tidak mudah berubah bentuk.
  2. Putih dan dapat dimakan
    Dapat dimakan maksudnya ialah; meliputi makanan maupun minuman (misal susu). Merupakan bahan yang telah matang, telah dimasak maupun yang masih perlu dimasak, misal beras dan tepung
  3. Panjang dan tajam
    Panjang maksudnya adalah diartikan secara relative bentuknya memanjang dan tidak melebar, misalnya jarum. Tajam adalah semua benda yang ujung/tepinya tajam, misalnya lembing, pisau, pensil yang diraut, dsb.
  4. Panas dan berguna
    Panas dan berguna adalah semua benda yang kegunaannya adalah akibat dari kepanasannya dan kehangatannya. Benda yang mempunyai efek panas walaupun suhu benda tersebut tidak tinggi, dibenarkan (misal minyak serai, obat gosok, param)


e. Macam-macam penggunaan

Pada subtes ini testee harus memikirkan sebanyak mungkin penggunaan yang tidak lazim dari benda sehari-hari. Tes ini merupakan ukuran kelenturan dalam berpikir, karena dalam tes ini testee harus melepaskan diri dari kebiasaan melihat benda sebagai alat untuk melakukan hal tertentu saja. Selain itu, tes ini juga mengukur originalitas berpikir, yang ditentukan secara statistic, dengan melihat kelangkaan jawaban yang diberikan.

Skoring:
Semua penggunaan yang menunjukkan penggunaan yang lazim atau biasa tidak mendapatkan skor. Penggunaan benda tersebut tidak harus dalam keadaan utuh (misal surat kabar dirobek-robek untuk dijadikan bahan prakarya) dan tidak perlu digunakan keseluruhannya.

f. Apa akibatnya

Pada subtes ini testee harus memikirkan segala sesuatu yang mungkin terjadi dari suatu kejadian hipotetis yang telah ditentukan sebagai stimulus. Kejadian atau peristiwa itu sebenarnya tidak mungkin terjadi di Indonesia, tetapi testee harus mengumpamakan seandainya kejadian tersebut terjadi di Indonesia, apa akibatnya? Tes ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam member gagasan digabung dengan elaborasi, diartikan sebagai kemampuan mengembangkan gagasan, merincinya dengan mempertimbangkan berbagai implikasi.

Skoring:
Tes ini menghasilkan suatu skor yang merupakan gabungan dari kelancaran memberikan gagasan dan elaborasi. Setiap jawaban yang menjunjuk pada akibat yang masuk akal dari kejadian hipotetis mendapat skor 1 (satu). Selain itu, setiap elaborasi yang ditambahkan dan memperkaya jawaban atau merupakan akibat tambahan juga mendapat skor.

TTCT (Torrance Test of Creative Thinking)

E. Paul Torrance adalah seorang pemimpin intelektual dalam riset kreativitas dan terkenal akan pengembangan Torrance Test of Creative Thinking (TTCT), yang banyak digunakan di dunia pendidikan dan bisnis untuk menilai kapasitas kreatif individu. Torrance mendefinisikan kreativitas sebagai:
‘‘Sebuah proses menjadi peka terhadap masalah, kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, elemen yang hilang, ketidakharmonisan, dan lain-lain; mengidentifikasikan kesulitan; mencari solusi, membuat perkiraan atau memformulasikan hipotesis mengenai defisiensi: menguji dan melakukan pengujian ulang, dan akhirnya mengkomunikasikan hasil.’’
Menurut Torrance, motivasi kreatif dan keterampilan serta kemampuan kreatif penting untuk terjadinya pencapaian kreatif orang dewasa.

Bentuk Tes

Dua versi TTCT adalah TTCT verbal dan TTCT figural. TTCT verbal memiliki 2 form parallel; A dan B, terdiri dari lima aktivitas;

  • Bertanya dan menebak
  • Peningkatan produk
  • Penggunaan yang tidak biasa
  • Pertanyaan yang tidak biasa
  • Menebak


Stimulus untuk masing-masing tugas mencakup gambar dimana testee memberikan respon dalam bentuk jawaban tertulis. Sedangkan TTCT figural memiliki dua form parallel: A dan B, dan terdiri dari tiga aktivitias:

  • Konstruksi gambar
  • Melengkapi gambar
  • Bentuk berulang dari garis atau lingkaran


Pada pembahasan ini difokuskan pada TTCT figural. Untuk melakukan aktivitas secara lengkap dibutuhkan waktu 10 menit pada setiap aktivitas. TTCT dapat diadministrasikan sebagai tes individu maupun tes klasikal. Dibutuhkan 30 menit, sehingga kecepatan sangat penting, dan kualitas artistic tidak diperlukan untuk penilaian

Tujuan

TTCT merupakan bagian dari program penelitian panjang yang menekankan pengalaman kelas yang menstimulasi kreativitas. Focus utama Torrance adalah untuk memahami dan menumbuhkan kualitas yang membantu individu untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Tes ini tidak dibuat semata-mata untuk mengukur kreativitas, tetapi menjadi alat untuk meningkatkan kreativitas itu sendiri. Torrance mengusulkan beberapa penggunaan tes ini:

  1. Memahami pikiran manusia dan fungsinya serta perkembangannya
  2. Mencari dasar efektif bagi instruksi individual
  3. Menyediakan petunjuk untuk program remedial dan psikoterapeutik
  4. Mengevaluasi efek program pendidikan, material, kurikulum dan prosedur pengajaran
  5. Menyadari potensi laten.


Dengan kata lain, meskipun tes telah digunakan secara umum untuk asesmen identifikasi anak berbakat, Torrance berencana untuk menggunakannya sebagai dasar untuk pemberian instruksi individu berdasarkan skor tes murid. Dengan demikian, tujuan TTCT adalah untuk penelitian dan eksperimen, sedangkan untuk penggunaan umum adalah untuk perencanaan instruksional dan penentuan kekuatan murid.

Ruang Lingkup

Guilford melihat berpikir kreatif terdiri dari berpikir divergen, yang menekankan kefasihan, fleksibilitas, originalitas dan elaborasi. Meskipun demikian, Guilford mencatat bahwa berpikir kreatif tidak sama dengan berpikir divergen, karena kreativitas membutuhkan sensitivitas terhadap masalah demikian pula kemampuan mendefinisikan ulang, yang mencakup transformasi pikiran, reinterpretasi, dan kebebasan dari keterbatasan fungsional dalam mencari solusi yang unik.

Dalam pengukuran potensi kreatif ada lima subskala yang dideskripsikan di bawah ini:

  1. Fluency (kelancaran): Jumlah dari gagasan-gagasan relevan; menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah gambar-gambar figural.
  2. Originalitas (keaslian): jumlah dari gagasan yang tidak biasa; menunjukkan kemampuan menghasilkan respon yang tidak biasa dan unik. Prosedur scoring mengkategorikan respon umum sebagai 0 dan semua respon original sebagai 1.
  3. Elaborasi: jumlah dari gagasan tambahan; menunjukkan kemampuan testee untuk mengembangkan dan mengelaborasi gagasan.
  4. Abstractness of Titles: tingkatan melampaui labeling; berdasarkan gagasan bahwa kreativitas mencakup pemikiran abstrak. Hal ini mengukur tingkatan sebuah judul melampaui labeling konkret dari gambar.
  5. Resistance to Premature Closure: tingkatan keterbukaan psikologis, berdasarkan keyakinan bahwa perilaku kreatif menuntut seseorang untuk melibatkan berbagai informasi ketika memproses informasi dan menjaga keterbukaan pemikian ‘open mind’.


Sekian artikel tentang Konsep Tes Kreativitas, Tujuan, dan Jenis Tes Kreativitas.

DAFTAR PUSTAKA
Kim, K. H. 2006. Can We Trust Creativity Test? A Review of Torrance Test of Creative Thinking (TTCT). Lawrence Erlbaum Associates, Inc: Creativity Research Journal Vol. 18 No. 1, 3-14
Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press

Konsep Tes Minat, Tujuan Penggunaan, dan Jenis Tes Minat

$
0
0
Konsep Tes Minat, Tujuan Penggunaan, dan Jenis Tes Minat  - Dalam artikel ini akan dibahas mengenai Konsep Tes Minat, Tujuan Dan Penggunaan, Serta Macam Tes Minat. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep, sejarah dan fungsi tes minat, serta memahami berbagai macam tes minat.

Menurut Dictionary of Psychology (Reber, 1985), minat diartikan sebagai kesukaan, perhatian, keingintahuan, keterarahan tujuan, motivasi, fokus. Hakekatnya minat (dan juga sikap) merupakan aspek penting dari kepribadian. Minat akan mempengaruhi prestasi pendidikan dan pekerjaan, hubungan antar pribadi, kesenangan yang didapat seseorang dari aktivitas waktu luang dan fase-fase utama lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep Tes Minat, Tujuan Penggunaan, dan Jenis Tes Minat_
image source: www.youtube.com
baca juga: Konsep Tes Kreativitas, Tujuan, dan Jenis Tes Kreativitas

Pada dasarnya para ahli sepakat bahwa minat dipandang berbeda dengan aspek kognitif. Dengan demikian, untuk mengetahui minat seseorang digunakan instrument untuk mengukurnya. Interest inventory atau tes minat merupakan instrumen yang didesain untuk mengevaluasi minat atau preferensi seseorang terhadap berbagai bidang atau aktivitas. Sebagian besar inventori minat dirancang untuk menaksir minat individu terhadap bidang pekerjaan. Sejumlah inventori juga memberikan analisis minat dalam kurikulum pendidikan atau bidang studi, yang nantinya terkait dengan keputusan karier. Meskipun frekuensi penggunaan tes dalam konseling masih cukup stabil sejak tahun 1950-an, penggunaan tes minat telah relative meningkat dibandingkan tes kepribadian (Zytowski & Warman, 1982). Inventori yang belakangan dikembangkan atau direvisi mencerminkan perubahan dalam konseling karier. Salah satu perubahan ini berkaitan dengan meningkatnya penekanan pada eksplorasi-diri (self-exploration). Semakin banyak instrument memberikan kesempatan bagi individu untuk mempelajari hasil-hasil tes terinci dan menghubungkannya dengan informasi pekerjaan serta data lain tentang kualifikasi dan pengalaman pribadi.

Perubahan kedua terkait dengan sasaran pengukuran minat. Dewasa ini, ada lebih banyak penekanan pada perluasan pilihan karier yang terbuka bagi individu. Jadi inventori minat digunakan untuk mengakrabkan individu dengan pekerjaan yang cocok, yang mungkin jika tidak diperkenalkan, maka tidak akan dipertimbangkan oleh individu tersebut.

Perubahan ketiga terkait dengan perluasan pilihan–pilihan karier ini. Perubahan ini terjadi sebagai bentuk keprihatinan tentang keadilan terhadap jenis kelamin (sex fairness). Secara umum, inventory minat membandingkan minat yang diungkapkan seorang individu dengan minat orang-orang pada umumnya dalam pekerjaan yang berbeda. Jika ada kesenjangan yang besar dalam proporsi pria dan wanita pada sejumlah pekerjaan, misalnya seperti teknik atau keperawatan, perbedaan ini akan mempengaruhi interpretasi hasil-hasil yang didapatkan oleh pria dan wanita pada inventori minat. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan untuk mengurangi bias gender ini. Salah satunya adalah penghapusan bias jenis kelamin dalam perumusan butir-butir soal inventory. Cara lainnya adalah menyeimbangkan isi soal secara rata dalam sosialisasi jenis kelamin dan menyediakan norma-norma paling pas untuk tiap kelompok jenis kelamin pada skala-skala inventori.

Sejarah Perkembangan Inventori Minat

Parsons (1909) merupakan perintis dalam panduan vokasional dan konselor lain yang bekerja dengannya di Boston melihat kebutuhan yang kuat untuk analisis individu, studi okupasi individu. Ia mendirikan the Vocations Bureau di Boston, dan memilih untuk membantu para remaja dalam mengidentifikasi kapabilitas mereka dalam rangka memilih pekerjaan dengan harapan realistis akan keberhasilan. Untuk mencapai hal ini, Parsons menyarankan pada orang-orang muda untuk membaca biografi, mengobservasi pekerja pada pekerjaan mereka dan menguji deskripsi pekerjaan yang ada.

Para peneliti awal seperti Alfred Binet, Arthur Otis dan Lewis Terman mulai mempelajari perbedaan individu dalam inteligensi dan mengembangkan tes untuk mengukur perbedaan ini sebelum Perang Dunia I. Karena adanya kebutuhan pengklasifikasian jumlah besar peserta yang masuk ke Angkatan Bersenjata dan perlunya menguji tipe pekerjaan militer yang cocok dengan mereka, maka Angkatan Bersenjata mengembangkan tes bakat khusus.

Antara tahun 1935-1940, Minnesota Employment Stabilization Research Institute mengembangkan tes psikologi dan metode pengujian kemampuan dan minat dari orang-orang yang tidak bekerja, mempelajari potensi re-edukasi serta masalah yang dihadapi oleh para pengangguran tersebut, dan memperlihatkan metode re-training dan re-edukasi. Super (1983) menemukan hasil kerja MESRI menjadi kreasi yang dikenal sebagai occupational abilitity patterns (profiles), yang memberikan bukti dari kemungkinan mengukur multi dimensi dari perbedaan individu, serta menggunakan panduan vokasional dan penempatan ini.

Setelah Perang Dunia II berakhir, organisasi lainnya muncul dan memperoleh momentum dalam menyediakan panduan pendaftaran perguruan tinggi (Super 1983). Dengan tujuan yang serupa dengan testing and guidance, American College Testing memiliki program yang menyediakan pijakan bagi John Holland dalam pengembangan teorinya mengenai pilihan okupasi sebagai sebuah proses mencocokkan seseorang dan situasi kerja (Holland, 1973). Konselor karir kini dapat mengandalkan alat-alat tes dan pengukuran dalam upaya konseling mereka.

Meskipun tidak semua ahli karir mengembangkan instrument spesifik untuk digunakan dalam teori mereka, sebagian besar mempertimbangkan inventori minat sebagai alat integral untuk memahami gambaran menyeluruh perkembangan karir untuk diinterpretasikan dalam konteks sebuah keragaman yang luas. Watkins dan Hackett (1995) menyebutkan tiga inventori minat yang mendapat atensi besar dan digunakan oleh psikolog konseling saat ini; Strong-Campbell Interest Inventory (1991), Self-Directed Search (Holland,1958), dan Kuder Occupational Interest Survey (1991).

Penggunaan Tes Minat

Pada umumnya hasil tes minat digunakan dalam 4 bidang terapan yaitu, konseling karier bagi siswa sekolah lanjutan, konseling pekerjaan bagi karyawan, penjurusan siswa sekolah lanjutan atau mahasiswa dan perencanaan bacaan dalam pendidikan dan latihan.

Konseling Karier

Hasil tes minat digunakan dalam konseling karier untuk siswa-siswa sekolah, khususnya sekolah menengah umum (SMU) pada tahun-tahun pertama mereka menginjakkan kaki di bangku sekolah. Walaupun demikian, hasil tes minat dapat juga digunakan untuk siswa sekolah kejuruan yang merencanakan untuk segera bekerja setelah lulus. Selain itu, konseling karier dapat digunakan bagi orang-orang putus sekolah lanjutan yang sedang mencari pekerjaan yang cocok bagi mereka dalam waktu dekat.

Kegunaan hasil tes minat bagi siswa SMU adalah untuk menunjukkan bidang pekerjaan secara umum dan luas agar mereka segera mempersempit berbagai alternative bidang pekerjaan dan memfokuskan diri pada beberapa bidang yang jelas.

Konseling Pekerjaan

Hasil tes minat digunakan dalam konseling pekerjaan untuk karyawan-karyawan yang telah bekerja dalam perusahaan atau bidang pekerjaan lain. Dalam hal ini fungsi tes minat adalah untuk memastikan konsistensi antara tugas pekerjaan yang telah dijalani dengan pilihan pekerjaan yang disukai. Selain itu, tes minat dapat digunakan dalam rangka peningkatan efisiensi perusahaan dan kepuasan kerja karyawan.

Penjurusan Siswa

Pada prinsipnya penjurusan siswa di sekolah lanjutan merupakan penempatan siswa pada jurusan-jurusan atau program studi yang tersedia. Jika jurusan atau program studi terbatas, misalnya 2 sampai 3 saja, maka sebaiknya kita tidak menggunakan tes minat yang mengukur minat seseorang secara luas. Lebih tepat jika kita hanya menggunakan suatu tes minat yang sesuai dengan jurusan atau program studi yang ada.

Perencanaan Bacaan Pendidikan

Buku-buku bacaan di sekolah-sekolah SD, SMP, SMU dan perguruan tinggi kadang tidak disukai oleh para siswa dan mahasiswa karena dipandang tidak relevan atau tidak sesuai dengan bidang minatnya. Dalam system pendidikan klasikal, tes minat dapat dimanfaatkan untuk mengetahui materi bacaan yang tepat bagi siswa agar prestasi mereka juga meningkat. Tes minat berfungsi untuk memilih jenis-jenis bacaan yang disukai oleh mayoritas siswa. Macam-macam tes minat: SVIB (Strong Vocational Interest Blank), KOIS (Kuder Occupational Interest Survey), CAI (Career Assessment Inventory), RMIB (Rothwell Miller Interest Blank), dll.

Pada pembahasan mengenai tes minat yang dalam artikel ini, ada tiga macam inventori yang akan menjadi fokus, yaitu:
  1. Rothwell-Miller Interest Blank
  2. Kuder Preference Record – Vocational
  3. Self-Directed Search

Sekian artikel tentang Konsep Tes Minat, Tujuan Penggunaan, dan Jenis Tes Minat.

DAFTAR PUSTAKA
  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Reber, Arthur S. 1985. The Penguin Dictionary of Psychology. Penguin Reference.
  • Nur’aeni. 2012. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press

Konsep Tes RMIB, Administrasi, Skoring, dan Fungsi Tes RMIB

$
0
0
Konsep Tes RMIB, Administrasi, Skoring, dan Fungsi Tes RMIB - Artikel ini membahas tentang Konsep tes RMIB, Administrasi, Skoring Dan Makna Skor Yang Dihasilkan. Melalui artikel ini diharapkan ampu memahami konsep, fungsi tes RMIB, dan mempraktekkan administrasi tes, serta mampu melakukan skoringnya.

Tes RMIB (Rothwell-Miller Interest Blank) ini pada awalnya disusun oleh Rothwell pada tahun 1947. Saat itu, tes hanya terdiri dari 9 kategori dari pekerjaan yang ada. Kemudian pada tahun 1950, tes diperluas menjadi 12 kategori pekerjaan oleh Kenneth Miller. Sejak itu, tes yang digolongkan tes minat ini dinamakan Rothwell-Miller Interest Blank.

Hal yang menjadi kekhususan tes ini adalah:
  1. Mudah dikerjakan oleh subjek
  2. Cepat diskor
  3. Menimbulkan minat secara interaktif dari subjek terhadap pekerjaan tersebut
  4. Dapat dimasukkan ke dalam battery test
  5. Lebih cocok diberikan pada remaja atau orang dewasa
  6. Hasil keseluruhan dari tes akan memperlihatkan pola minat subjek

Konsep Tes RMIB, Administrasi, Skoring, dan Fungsi Tes RMIB_
image source: www.gettyimages.com
baca juga: Konsep Tes Minat, Tujuan Penggunaan, dan Jenis Tes Minat

Tes RMIB (Rothwell-Miller Interest Blank) ini disusun dengan tujuan mengukur minat seseorang berdasarkan sikapnya terhadap suatu pekerjaan. Sikap tersebut didasarkan pada gagasan terhadap pekerjaan itu. Sikap tersebut didasarkan pada gagasan stereotip terhadap pekerjaan itu.

Pemikiran yang mendasari pembentukan tes ini adalah bahwa setiap orang memiliki konsep stereotip terhadap jenis-jenis pekerjaan yang tersedia atau yang disediakan masyarakatnya. Orang akan memilih pekerjaan yang sesuai dengan ide tertentu atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaan yang dimaksud. Stereotip semacam ini lebih banyak mendasarkan konsepnya pada hal-hal yang menarik daripada hal-hal yang merupakan kekhususan dari pekerjaan tersebut.

Keadaan seperti ini sangat memungkinkan terjadinya atau timbulnya stereotip yang benar atau salah sama sekali. Misalnya, stereotip dari pegawai bank adalah orang yang selalu berhubungan dengan pembayaran atau uang adalah benar. Tetapi pendapat umum yang mengatakan bahwa pekerjaan seorang pramugari adalah pekerjaan yang penuh dengan hal-hal yang menyenangkan, seperti jalan-jalan ke luar negeri, dsb adalah tidak sesuai dengan kenyataan seperti melayani penumpang yang justru menjadi tugas pokok seorang pramugari.

Tujuan terpenting dari tes ini bukanlah sekedar untuk mengetahui kebenaran dari stereotip tersebut, tetapi mengetahui kebenaran konsep itu benar-benar ada dan dapat menjadi pengaruh yang kuat terhadap konsep-konsep seseorang mengenai suatu pekerjaan. Karena biasanya apabila seseorang menyatakan sikap yang sama meskipun kenyataannya banyak pekerjaan yang berbeda dari konsepnya.

Kelompok dan Kategori 12 Jenis Pekerjaan Menurut Rothwell-Miller

1. OUTDOORS
Aktivitas yang dilakukan di luar, ruang terbuka, tidak berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya rutin.

  • Untuk laki-laki misalnya: petani, juru ukur, prospector bahan tambang, nelayan
  • Untuk perempuan misalnya: pekerja pertanian, guru olah raga, ahli tanaman, dll


2. MECHANICAL
Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, alat, mekanik, dll.

  • Untuk laki-laki misalnya: insinyur sipil, montir, ahli pembuat alat, tukang listrik, tukang las, dll.
  • Untuk perempuan misalnya: petugas perawat alat, operator mesin, ahli lensa, dll


3. COMPUTATIONAL
Pekerjaan yang berhubungan dengan angka-angka.

  • Untuk laki-laki misalnya: akuntan, ahli statistik, auditor, petugas bank, guru matematika, kasir bank, juru bayar
  • Untuk perempuan misalnya: akuntan, auditor, pegawai keuangan, kasir, dll.


4. SCIENTIFIC
Pekerjaan yang menyangkut analisa, penyelidikan, penelitian, eksperimen kimia dan ilmu pengetahuan lainnya.

  • Untuk laki-laki misalnya: ilmuwan, insinyur kimia, ahli meteorology, ahli biologi, ahli pertanian, ahli astronomi, ahli geologi, petugas laboratorium
  • Untuk perempuan: idem


5. PERSONAL CONTACT
Pekerjaan yang berhubungan dengan manusia, diskusi, membujuk, bergaul dan kontak dengan orang lain.

  • Untuk laki-laki misalnya: marketing, penyiar, salesman, agen periklanan, pewawancara, juru lelang, petugas humas
  • Untuk perempuan: pengusaha mode, penyiar, SPG, pewawancara, pedagang keliling, peraga alat kosmetik, petugas humas, peraga penjualan barang, dll.


6. AESTHETIC
Pekerjaan yang berhubungan dengan hal seni dan menciptakan sesuatu

  • Untuk laki-laki misalnya: seniman, artis komersial, guru kesenian, decorator, ahli interior, fotografer, penata panggung, penata etalasi, perancang motif tekstil, guru kesenian, perancang busana, dll
  • Untuk perempuan: idem


7. LITERARY
Pekerjaan yang berhubungan dengan buku, membaca, mengarang.

  • Untuk laki-laki misalnya: wartawan, pengarang, penulis drama, ahli sejarah, ahli perpustakaan, penulis majalah, kritikus buku, penyiar
  • Untuk perempuan: idem


8. MUSICAL
Pekerjaan yang berhubungan dengan music dan memainkan alat musik

  • Untuk laki-laki misalnya: pianis, dirigen, composer, kritikus musik, ahli pustaka musik, pemain band
  • Untuk perempuan: idem


9. SOCIAL SERVICE
Pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan terhadap kepentingan masyarakat, kesejahteraan umum, membimbing, menasihati, memahami, melayani, dsb.

  • Untuk laki-laki misalnya: guru, psikolog, kepala sekolah, pekerja social, Pembina rohani, petugas kesejahteraan masyarakat, dll
  • Untuk perempuan: idem


10. CLERICAL
Pekerjaan yang menuntut ketepatan, ketelitian, kerapihan

  • Untuk laki-laki misalnya: karyawan bank, pegawai tata usaha, petugas pengiriman barang, petugas arsip, pegawai pos, dll
  • Untuk perempuan misalnya: sekertaris, juru ketik, resepsionis, penulis steno, pegawai tata usaha, petugas arsip, pegawai bank, pegawai pos, dll


11. PRACTICAL
Pekerjaan yang memerlukan keterampilan dan praktek.

  • Untuk laki-laki misalnya: tukang kayu, tukang bangunan, ahli meubel, tukang batu, ahli ledeng, pembuat sepatu, dll
  • Untuk perempuan misalnya: penjahit, pembuat gerabah, penata rambut, juru masak, dll


12. MEDICAL
Pekerjaan yang berhubungan dengan pengobatan, perawatan penyakit, penyembuhan dalam hal yang terkait biologis dan medis.

  • Untuk laki-laki misalnya: dokter, ahli bedah, ahli farmasi, fisioterapis, mantri, dll
  • Untuk perempuan misalnya: idem.


Cara Pengecekan

Untuk mengecek agar tidak terdapat kesalahan dalam memindahkan angka-angka ranking, maka sesudah dijumlahkan, hasil penjumlahan dari semua angka haruslah sama dengan 702. Apabila terdapat dua angka yang sama, maka masing-masing angka dikurang atau ditambah 0,5 sesuai keperluannya. Misalkan terdapat angka kembar 5, dan angka 6 tidak ada, maka masing-masing angka tersebut ditambah dengan 0,5 sehingga masing-masing menjadi 5,5. Sedangkan apabila terdapat angka kembar 7 dan angka 6 tidak ada, maka kedua angka tersebut dikurangi dengan 0,5 sehingga masing-masing menjadi 6,5

Hasil Skoring

1. Lihat ranking
Yang terkecil berarti yang paling diminati. Lihat pula ranking 1, 2, 3.

2. Lihat konsistensi jawaban
Misalnya 2 1 3 1 2 1 berarti konsisten
2 4 9 12 3 5 berarti tidak konsisten

3. Lihat percentile, mengacu pada norma yang merupakan perbandingan dengan orang lain dalam kelompok. Misalnya jumlah skor 12 tergolong percentile <25, artinya subjek ini tidak terpengaruh lingkungan dalam menentukan dia tetap minat, walaupun tidak banyak orang yang berminat namun ia tetap menginginkan bidang tersebut.

Konsistensi seseorang dalam memberikan jawaban dapat dilihat dari:

  1. Penyebaran pilihan jawaban; apakah menetap pada kategori yang sama dari tiap kelompok.
  2. Pilihan bebas; apakah pilihan ini sesuai dengan hasil rangking yang diberikan atau hasil yang muncul dalam ranking
  3. Cara pemberian ranking; apakah subjek membuat ranking secara berurutan atau tidak. Yang dimaksud dengan berurutan misalnya sesudah menentukan suatu pekerjaan sebagai nomer 1, maka pekerjaan yang di bawahnya langsung diranking sebagai no.1, 2, 3, 4 dst


Apabila seseorang memberikan jawaban yang tidak konsisten, maka hal ini dapat diartikan sebagai:

  1. Pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang
  2. Merupakan indikasi dari sikap kurang peduli terhadap jenis pekerjaan yang ada
  3. Kelalaian kecerobohan subjek, bahkan dapat diartikan sebagai kecenderungan oposisi terhadap tester.
  4. Kemungkinan bahwa pekerjaan yang bersangkutan tidak mewakili kategori yang ada
  5. Kemungkinan bahwa beberapa elemen dari pekerjaan itu sendiri cenderung menyalahi stereotype yang terdapat di masyarakat


Apabila dilihat dari raw-scorenya, maka skor rendah dapat diartikan sebagai indikasi adanya minat yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan dengan skor yang lebih tinggi. Jadi dengan melihat bagaimana urutan skor untuk masing-masing pekerjaan, dapat dilihat pola minat seseorang. Semakin rendah skor, pekerjaan semakin disukai dan semakin tinggi skor, pekerjaan semakin tidak disukai.

Penggunaan Hasil

Hasil interpretasi dari tes minat Rothwell – Miller dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengarahkan atau memberikan saran pada individu. Selain itu, dapat pula dipergunakan sebagai bahan diskusi kelompok untuk mengembangkan suatu apresiasi terhadap kebutuhan akan adanya pekerjaan yang memuaskan.

Di samping itu, penggunaan utama dari hasil interpretasi ini adalah untuk membantu individu menentukan minat utamanya, yang kemudian akan diikuti dengan studi yang mendalam tentang pekerjaan yang terdapat di dalam lingkup minatnya.

Sekian artikel tentang Konsep Tes RMIB, Administrasi, Skoring, dan Fungsi Tes RMIB.

DAFTAR PUSTAKA

  • Anastasi, Anne & Urbina, Susana .2007. Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks.
  • Badan Penerbit dan Urusan Reproduksi dan Distribusi Alat-Alat Tes Psikologi, Informasi Tes (1997). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
  • Gregory, R. J. (2000). Psychological Testing: History, Principles and Application, 3rd ed. Allyn and Bacon
  • Marnath, G. G. (1990). Handbook of Psychological Assessment, 2nd ed. USA: John Wiley & Sons, Inc

Memahami Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro Menurut Para Ahli

$
0
0
Memahami Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro Menurut Para Ahli - Materi ini membahas tentang evaluasi tingkat makro dan mikro, kriteria evaluasi, pengertian evaluasi, mengapa evaluasi perlu dilakukan, model evaluasi, kuintet pelatihan, pra program pelatihan dan pengembangan, konstruksi tes 1 dan 2, serta tes pelaporan diri. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami evaluasi tingkat makro dan mikro, kriteria evaluasi, pengertian evaluasi, mengapa evaluasi perlu dilakukan, model evaluasi, kuintet pelatihan, pra program pelatihan dan pengembangan, konstruksi tes 1 dan 2, serta tes pelaporan diri.

Memahami Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro Menurut Para Ahli_
image source: www.mswguide.org
baca juga: Presentasi dan Alat Bantu Dalam Pelatihan dan Pengembangan

1. Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro
  • Apakah tujuan bisa dicapai ? 
  • Apakah kualitas yang dicapai sesuai dengan perangkat standar ? 
  • Apakah pencapaian yang diperoleh sudah efisien dan efektif ? 
  • Apakah individu dan organisasi tumbuh sebagai hasil dari pengembangan kontinu yang esensial? 

1) Evaluasi tingkat makro
  • Tepat waktu dan tidak melebihi alokasi waktu ?
  • Sesuai dengan standar yang telah disepakati ?
  • Sesuai dengan biaya ekonomis yang telah disepakati ?

Kriteria ini bisa diuji dengan jalan mengecek apakah:
  • Produknya sesuai dengan standar kualitas dan kuantitas;
  • Produknya memenuhi tuntutan pelanggan secara positif – dengan komentar spesifik, bukan sekadar tanpa keluhan, yang tidak bisa disebut evaluasi;
  • Pelanggan mengulang order sebagaimana diperlukan.

2) Evaluasi tingkat mikro
  • Dengan cara seefisien dan seefektif mungkin;
  • Dengan biaya serendah mungkin;
  • Dengan nilai implementasi setinggi mungkin;

2. Kriteria Evaluasi

Dalam evaluasi, informasi mengenai empat kriteria berikut penting diketahui:
  • Level peserta sebelum pelatihan 
  • Level peserta sesudah pelatihan 
  • Implementasi efektif pembelajaran 
  • Pembuktian bahwa perubahan-perubahan peserta merupakan hasil dari implementasi pelatihan 

Keterangan :
  • Posisi awal para peserta harus diketahui sebagai hasil dari pengukuran atau penilaiannya, sampai semaksimum mungkin. Komentar mengenai obyektivitas dan subyektivitas harus diterapkan dalam hal ini, sedapat mungkin bergantung pada sifat event yang sedang dievaluasi. 
  • Setelah masa pembelajaran tertentu, posisi peserta setelah pelatihan harus diketahui dalam bentuk dan ukuran yang sama seperti di awal pelatihan. Kriteria 1 dan 2 adalah elemen evaluasi yang sangat penting di awal pelatihan. Kriteria 1 dan 2 adalah elemen evaluasi yang sangat penting : jika posisi sebelum aksi untuk menghasilkan perbaikan tidak diketahui, tidak mungkin menilai perubahan apapun yang telah tercapai. 
  • Perubahan ke tempat kerja, para peserta mempraktekkan pembelajaran mereka, dan implementasi ini tidak hanya efektif, tetapi juga membuahkan perubahan atau perbaikan, baik bagi individu yang bersangkutan maupun organisasi, atau sebagian dari organisasi. 
  • Perubahan pembelajaran efektif kenyataannya adalah hasil dari inisiatif pembelajaran dan pengembangan, dan pasti tidak akan tercapai tanpa inisiatif itu. Apakah Perbaikan-perbaikan bisa terwujud di tempat kerja tanpa intervensi apapun ?Perubahan bisa diketehui, diantaranya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi dan komitmen peserta. Penting jika klaim atas perbaikan dihasilkan dari implementasi pelatihan dan pengembangan, karena itu perubahan harus betul-betul merupakan hasil dari proses ini; kalau tidak, biaya yang besar bisa dihamburkan dengan alasan-alasan yang keliru. 

3. Apakah evaluasi itu ?

Evaluasi merupakan prosesmengumpulkan hasil yang diperlukan untuk menentukan apakah pelatihan yang dilakukan berjalan dengan efektif. (the process of collecting the outcomes needed to determine if training is effective).

Evaluasi dapat dipahami melalui hal-hal berikut:

a. Validasi
Dipandang sebagai penilaian atau penyelidikan terhadap proses pelatihan dan pengembangan yang digunakan untuk mencapai pembelajaran dan perubahan. Proses pelatihan/pembelajaran sendiri “dievaluasi” untuk menjamin agar tujuan-tujuan tertentu dari, baik program pelatihan maupun tujuan-tujuan pesertanya dipenuhi. Pertanyaan-pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meliputi :

  1. Sasaran-sasaran terminal apa saja yang diterapkan pada program ini ?
  2. Dengan sasaran-sasaran terminal apa peserta memulai program ini?
  3. Apakah sasaran-sasaran program pelatihan ataupun peserta sendiri terpenuhi?
  4. Apakah metode-metode pelatihan yang digunakan efektif dan sesuai ?


Hal ini mempunyai aspek yang lebih luas, dan meskipun mencakup validasi event pembelajarannya, secara khusus mencermati masalah-masalah yang terkait dengan aplikasi pembelajaran di tempat kerja, implementasi jangka panjang, dan biaya serta nilai efektivitas pelatihan dan pengembangan yang diberikan.

b. Penilaian
Istilah penilaian sering digunakan sebagai pengganti “validasi”, tetapi lebih sering mengacu pada pengukuran aktual rentang pembelajaran dalam proses yang divalidasi. Misalnya, penilaian dengan menggunakan instrumen untuk mengukur tingkatan hasil pembelajaran peserta.

4. Mengapa Evaluasi Perlu Dilakukan ?

a. Alasan – alasan dilakukannya evaluasi :

  1. Evaluasi adalah hal baik untuk dilakukan
  2. Evaluasi adalah langkah-langkah yang harus dilakukan oleh instruktur dan peserta
  3. Evaluasi merupakan bagian dari tuntutan (akreditasi) stakeholder, baik internal maupun eksternal
  4. Evaluasi meningkatkan efektivitas pelatihan dan pengembangan


b. Keuntungan evaluasi

  1. Sasaran-sasasarn pelatihan tercapai
  2. Kebutuhan-kebutuhan/sasaran-sasaran klien terpenuhi
  3. Kebutuhan-kebutuhan/sasaran-sasaran peserta pembelajaran terpenuhi
  4. Kinerja diperbaiki
  5. Perubahan merupakan hasil nyata dari efektivitas pelatihan
  6. Pembelajaran ditransfer ke pekerjaan
  7. Bukti yang telah dipersyaratkan oleh sponsor

Dengan kata lain, evaluasi dilakukan karena investasi untuk pelatihan dan evaluasi itu sendiri memberikan data, baik formatif maupun sumatif. Evaluasi formatif (formative evaluation) dilakukan selama desain dan pengembangan program. Evaluasi ini membantu meyakinkan bahwa program pelatihan serta merasa puas dengan program tersebut. Selain itu, evaluasi formatif memberikan informasi tentang bagaimana membuat program yang lebih baik, termasuk pengumpulan data kualitatif mengenai program dimaksud.Pilot testingjuga dibuat sebagai proses memperkenalkan program pelatihan kepada peserta pelatihan, para manajer, dan pelanggan.Evaluasi sumatif diadakan untuk tujuan mengetahui apakah para peserta telah berubah sebagai hasil dari keikutsertaan dalam program pelatihan.

5. Model Evaluasi

Dalam menerapkan model evaluasi, perlu memahami siklus pelatihan berikut ini:


Langkah-langkah praktis dan logis yang diperlukan untuk mencapai evaluasi yang efektif diuraikan berikut ini:
  1. Analisis kebutuhan pelatihan yang mengarah pada sasaran-sasaran pelatihan.
  2. Desain proses evaluasi 
  3. Pengujian pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap prakursus
  4. Briefing manajer lini prakursus
  5. Penilaian dan validasi paruh waktu
  6. Akhir testing program
  7. Akhir ulasan reaksi program
  8. Akhir validasi program
  9. Rencana tindakan peserta pembelajaran
  10. Debriefing manajer lini pascakursus
  11. Follow-up jangka menengah
  12. Follow-up jangka panjang
  13. Analisis biaya dan efektivitas biaya
  14. Penilaian dan pelaporan pencapaian sasaran 

Dalam model evaluasi diperlukan suatu evaluasi yang sistematis tentang hasil dari program pelatihan.Apakah tenaga kerja berhasil mempelajari keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan?Apakah produktivitas meningkat setelah pelatihan?Apakah angka kecelakaan dan pemborosan berkurang?Apakah keterampilan interpersonal dan kepemimpinan meningkat? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, seorang psikolog industri dan organisasi harus membandingkan prestasi tenaga kerja yang tidak mendapatkan pelatihan dengan tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan dalam pekerjaan yang sama.

Salah satu cara yang digunakan untuk mengevaluasi keefektifan program pelatihan adalah dengan cara meminta tenaga kerja untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang berbentuk kuesioner. Data-data yang ditampilkan dalam kuesioner berhubungan dengan tujuan program pelatihan.Informasi yang didapatkan sangat berguna untuk staf pelatihan atau trainer untuk merencanakan program pelatihan selanjutnya.

Model Evaluasi Kirkpatrick (Four-Level Framework of Evaluation Criteria)

Keempat tingkatan itu didefinisikan sebagai berikut :
  • Level 1 – reaksi
  • Level 2 – pembelajaran
  • Level 3 – perilaku
  • Level 4 – hasil 

Level 1 – reaksi
Evaluasi di tingkat ini mengukur reaksi para peserta program.Dalam evaluasi ini banyak pertimbangan nilai subyektif yang bisa mempengaruhi obyektivitas.

Level 2 – pembelajaran
Kirkpatrick mendefinisikan pembelajaran dalam modelnya sebagai sejauh mana para peserta mengubah sikap-sikap, meningkatkan pengetahuan atau keterampilan sebagai buah dari mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Ia mengisyaratkan agar pembelajaran itu bisa dievaluasi dengan :
  • Penggunaan control groups
  • Pre-dan post-testing

Level 3 – perilaku
Evaluasi perilaku dalam model menyangkut sejauh mana transfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap terjadi sebagai hasil dari mengikuti program itu. Kirkpatrick menganjurkan untuk evaluasi ini diperlukan:
  • Penggunaan control groups secara kontinu
  • Memberikan waktu agar perubahan perilaku bisa terjadi
  • Mengevaluasi sebelum dan sesudah program
  • Mensurvei atau mewawancarai para peserta, atasan langsung mereka, bawahan mereka, dan setiap orang lain yang mempunyai kesempatan untuk mengawasi perilaku mereka;
  • Pengulangan evaluasi pada saat-saat yang tepat;
  • Mempertimbangkan kerugian-kerugian versus keuntungan-keuntungan dari bentuk evaluasi ini.

Level 4 – hasil
Pengembangan evaluasi di level ini menyangkut perubahan-perubahan yang berhasil diamati dalam level 3 dan meliputi usaha untuk merasionalisasi nilai pembelajaran dan implementasinya di tempat kerja, dari sudut pandang kembalinya investasi oleh organisasi (return on investment-ROI).

6. The Training Quintet

Format training quintetini diringkas dalam gambar berikut.

The Training Quintet
Gambar. Kuintet Pelatihan

Manajemen Senior
Sekalipun tidak secara langsung terlibat dalam pelaksanaan evaluasi, manajemen senior harus memainkan peranan penting, khususnya dengan :
1)      Mengotorisasikan sumber-sumber agar evaluasi bisa dilaksanakan
2)      Mengambil peran aktif dalam mewajibkan evaluasi itu dikerjakan
3)      Memberikan perhatian yang nyata, riil, aktif serta analitis pada hasil-hasil evaluasi.
Peran manajemen senior dalam kuintet pelatihan adalah :
1)      Menetapkan dan mengembangkan strategi pelatihan
2)      Secara aktif melibatkan fungsi pelatihan di tahap-tahap awal perencanaan
3)      Mewajibkan evaluasi dilaksanakan
4)      Memeriksa dan mendiskusikan hasil-hasil evaluasi

Manajer Pelatihan
Peran manajer pelatihan dalam kuintet pelatihan adalah :
1)      Menyepakati prinsip dan  program pelatihan
2)      Keterlibatan dan penghubung dengan manajemen senior
3)      Mengendalikan kebijakan dan praktik evaluasi
4)      Memeriksa hasil evaluasi
5)      Menyiapkan laporan evaluasi untuk manajemen senior
Manajer Lini
Ada tiga aktivitas pelatihan dan pengembangan dasar dimana manajer lini harus dilibatkan :
1)      Secara efektif menyeleksi metode program pelatihan yang tepat untuk staf mereka;
2)      Menyelenggarakan briefing prakursus dengan peserta pembelajaran
3)      Menyelenggarakan debriefing pascakursus dengan peserta pembelajaran untuk mengidentifikasikan tindakan usulan peserta pembelajaran dan bantuan sumber-sumber yang diperlukan.
Peran manajer lini dalam kuintet pelatihan adalah :

1)      Identifikasi kebutuhan pelatihan
2)      Seleksi staf untuk mengikuti pelatihan
3)      Keterlibatan dalam desain pelatihan
4)      Keterlibatan dalam pelatihan dan dukungan pelatihan.
5)      Keterlibatan dalam desain evolusi
6)      Briefing prakursus
7)      Debriefing pascakursus
8)      Evaluasi jangka menengah dan panjang

Instruktur / Pelatih
1)      Mendukung (setelah disepakati) aktivitas prakursus manajer lini dengan peserta pembelajaran – memberikan informasi program lengkap, dukungan untuk briefing prakursus, dan sebagainya;
2)      Mengidentifikasikan tingkat-tingkat pengetahuan dan keterampilan peserta pembelajaran pada awal program (kecuali ini sudah dilakukan sebelum peserta datang);
3)      Memantau tingkat dan rentang pembelajaran sementara program pelatihan berlangsung;
4)      Memodifikasi program sebagai hasil langsung dari pemantauan;
5)      Mengidentifikasikan tingkat-tingkat pengetahuan dan keterampilan para peserta pembelajaran pada akhir program;
6)      Mengarahkan para peserta ke arah rencana tindakan pascapelatihan.
7)      Bersama para peserta melakukan validasi terhadap program pelatihan itu sendiri (dan, dalam beberapa hal, penilaian terhadap kinerja para instruktur/pelatih);
8)      Mendukung (sebagaimana telah disepakati) debriefing pascakursus lini manajer bersama peserta pembelajaran;
9)      Mendukung (sebagaimana telah disepakati) evaluasi jangka panjang manajer lini mengenai implementasi pembelajaran itu (ini bisa dilakukan oleh instruktur / pelatih sendiri atau representatif mereka sehingga tidak hanya pembelajaran itu dievaluasi, tetapi juga validasi jangka panjang terhadap pelatihan itu sendiri bisa diwujudkan).
Peran instruktur/pelatih dalam kuintet pelatihan adalah :
1)      Mendukung manajer lini dalam identifikasi kebutuhan pelatihan dan peran-peran analisis kebutuhan pelatihan
2)      Mendesai dan menginplementasikan validasi program
3)      Mendesain dan mendukung atau mengimplementasikan keseluruhan evaluasi
4)      Mendukung manajer lini dalam peran briefing dan debriefing
5)      Mendukung manajer lini dalam peran evaluasi jangka menengah dan jangka panjang

Peserta pembelajaran
            Meskipun peranan utama peserta pembelajaran dalam program pelatihan adalah belajar; mereka harus dilibatkan dalam proses evaluasi—khususnya karena tanpa      komentar-komentar mereka, banyak dari evaluasi itu tidak akan terwujud. Untuk membantu evaluasi, peserta harus memiliki komitmen pada upaya mengerjakan setiap instrument penilaian dengan jujur dan sepenuhnya dengan menghindari kontaminasi akabat perasaan negatif.
            Peranan utama peserta pembelajaran dalam pelatihan dan evaluasi adalah :
1)      Keterlibatan dalam perencanaan dan desain program pelatihan
2)      Keterlibatan dalam perencanaan dan desain proses evaluasi
3)      Perhatian dan dukungan pada pendekatan evaluasi

1.      Pra Program Pelatihan dan Pengembangan
Pra program pelatihan dan pengembangan berkaitan dengan model evaluasi yang telah dibahas sebelumnya, yaitu :
a.       Analisis kebutuhan pelatihan hingga tujuan pelatihan
  1. Desain proses evaluasi
  2. Tes sebelum kursus atau penilaian pengetahuan, keahlian, dan kemauan
  3. Briefing sebelum pelatihan dan validasi
  4. Penempatan sementara dan validasi
  5. Penutupan program dengan tes
  6. Penutupan program dengan review reaksi
  7. Penutupan program dengan validasi
  8. Rencana tindakan yang akan diambil pembelajar
  9. Briefing ulang oleh manajer pascakursus
  10. Tindak lanjut jangka menengah
  11. Tindak lanjut jangka panjang
  12. Analisis keefektifan biaya dan nilai
  13. Penilaian dan laporan pencapaian tujuan

Analisis Kebutuhan Pelatihan
1)      Pelatihan dalam hal tertentu benar-benar dibutuhkan;
2)      Sudah jelas betul pelatihan itu untuk pemula atau remedial;
3)      Orang-orang yang bersangkutan benar-benar perlu dilatih;
4)      Segala hal menyangkut materi pokok pelatihan telah diputuskan;
5)      Tingkat pengetahuan atau keahlian yang dimiliki seluruh calon peserta telah dipertimbangkan.

Setelah dilakukan konsolidasi terhadap berbagai informasi tersebut, program pelatihan dan pengembangan dapat dilaksanakan. Bidang-bidang yang perlu dipertimbangkan meliputi :
a)      Materi seperti apa saja yang akan dipakai?
b)      Bentuk pelatihan seperti apakah yang kiranya paling efektif – model kursus, pelajaran terbuka, mentoring, instruksi langsung, penelitian kepustakaan, dan sebagainya?
c)      Bentuk kegiatan praktek seperti apakah yang akan digunakan, berapa porsinya, dan dalam program yang mana ?
d)      Berapa lama program akan selesai ?
e)      Berapa instruktur / pelatih dan pembicara tamu akan dilibatkan (kalau itu merupakan kursus pelatihan)?
f)       Bagaimana pelajaran terbuka akan dilakukan?
g)      Dimana pelatihan atau pembelajaran akan dilakukan?

Beberapa pertanyaan terakhir yang mesti diajukan begitu pelatihan dirancang adalah :
a)      Berbentuk apakah evaluasinya nanti ?
b)      Berapa waktu dan orang yang dibutuhkan untuk evaluasi tersebut ?
c)      Kapan evaluasi dilakukan ?
d)      Siapa yang bertugas (a) mendesain, (b) mengatur, dan (c) menganalisis dan melaporkan?
e)      Apa yang perlu diperhatikan atau apa yang harus dilakukan dari hasilnya?

Desain Proses Evaluasi
Prinsip utama yang mendasari rancangan bentuk evaluasi adalah bahwa proses evaluasi harus mengarah pada tujuan pelatihan dan pembelajaran untuk memastikan tujuan tersebut tercapai atau tidak dan apakah kemudian benar-benar diterapkan dengan efektif. Beberapa pertanyaan penting dalam desain proses evaluasi :
1)      Apakah metode yang digunakan sudah tepat?
2)      Apakah diberikan dengan efektif ?
3)      Apakah benar-benar mendorong dan membantu para peserta?
4)      Apakah tujuan pelatihan tercapai?

Selain itu, juga berkaitan dengan berbagai faktor dari pihak peserta :
1)      Apakah di tahap awal dan akhir mereka diidentifikasikan dan ditempatkan dengan cara tertentu?
2)      Apakah tujuan pribadi mereka, sejauh berkaitan dengan program tersebut, tercapai?
3)      Apakah metode pembelajaran benar-benar sesuai bagi mereka?
4)      Sejauh mana mereka mendapatkan sesuatu atau tidak (dan kenapa?)
5)      Apa yang akan mereka lakukan dengan segala yang telah mereka pelajari, dan akhirnya, apakah benar-benar melakukannya?

Mendesain Berbagai Bentuk Evaluasi
1)      Pre-testing atau pre-knowledge untuk mengukur tingkat keahlian dan pengetahuan peserta;
2)      Penilaian untuk mengawali kursus dengan melakukan penilaian pra program ataupun memastikan hal ini dengan bentuk pelatihan yang lebih spesifik;
3)      Evaluasi sementara harian atau dengan interval tertentu – hal ini sering dipertimbangkan, terutama bila program pelatihan dilakukan lebih dari satu hari, meskipun sebenarnya hanya perlu, terutama untuk program yang berjangka waktu satu minggu atau lebih;
4)      Evaluasi akhir program atau aktivitas untuk mengetahui reaksi atau segala yang terkait;
5)      Bentuk rancangan kegiatan dan berbagai rencana penggunaannya;
6)      Pengaturan evaluasi jangka panjang dan jangka menengah, baik dengan kunjungan maupun korespondensi, dan dilakukan oleh siapa.

Keterlibatan Para Manajer
            Secara taf konsepsional, semakin besar keterlibatan manajer dengan perkembangan staf, semakin besar kemungkinan para staf  akan sukses belajar, dengan hasil yang semakin meningkatkan keahian, efisiensi, sikap, dan efeltivitas kerja mereka.
            Berikut ini diuraikan checklist untuk praperencanaan evaluasi :
1)      Apakah analisis kebutuhan pelatihan telah dilakukan?
2)      Apa tujuan pelatihan?
3)      Apakah tujuan itu memungkinkan evaluasi? Jika tidak, kenapa dan apa lagi yang bisa dilakukan?
4)      Yakinkan adanya dukungan tambahan dari pihak manajemen.
5)      Tentukan waktu, yang melakukan, dan jangkauan proses evaluasi yang perlu anda ikuti.
6)      Apakah anda mementingkan validasi penuh atau sekedar melihat reaksi?
7)      Buatlah instrumen yang bisa memenuhi berbagai  keperluan evaluasi anda.
8)      Jika mungkin, tes dahulu instrument evaluative anda terhadap item-item program pelatihan.
9)      Tentukan bentuk rencana penutupan program.
10)  Buatlah kesepakatan mengenai tindakan evaluasi pasca program – siapa, apa, dimana, dan kapan dilakukan?

Beberapa pertanyaan yang harus dipertimbangkan dalam temu pengarahan pra-program dengan calon peserta antara lain :
a)      Karena pelatihan merupakan kebutuhan untuk kemajuan peserta, apakah sejak pelatihan disepakati ada perubahan yang signifikan?
b)      Apakah kursus atau event ini merupakan hal paling relevan untuk memenuhi kebutuhan pembelajar?
c)      Diskusikan dengan peserta tujuan program sejauh menyangkut lembaga anda sendiri, misalnya menyangkut kantor, seksi, tim, dan sebagainya.
d)      Diskusikan tujuan program dengan peserta, khususnya menyangkut pengaruh terhadap dirinya sendiri – menurut dia pada tahap preprogram ini ada di tingkat manakah level pengetahuan dan keahliannya?
e)      Diskusikan bagaimana pembelajar akan menyikapi pelatihan itu – bidang-bidang tertentu yang perlu penekanan, pengungkapan diri, dan sebagainya.
f)       Aspek-aspek lain yang tidak dibahas di atas.
g)      Menyatakan kesediaan memberi dukungan tambahan ketika pembelajar sudah kembali bekerja.
h)      Menyetujui tanggal dan waktu untuk melakukan temu debriefing pasca program (dilaksanakan segera setelah event pelatihan berakhir).

Temu Debriefing Pasca Program
            Berikut ini diuaraikan checklist debriefing Pasca Program
1)      Seberapa efektifkah program pelatihan itu menurut peserta secara pribadi? Apakah pendapatnya itu berbeda dengan pendapat peserta lainnya?
2)      Seberapa efektifkah para pelatihnya? Pintar melakukan pendekatan, logis, jelas dalam menyampaikan presentasi, menggunakan alat bantu dengan baik, tidak terlalu terburu-buru, dan sebagainya?
3)      Seberapa memadailah materi pelatihan menurut peserta pribadi?
4)      Seberapa up-to-date-kah materi yang digunakan?
5)      Apakah program itu benar-benar mencapai tujuan? Jika tidak, kenapa?
6)      Apakah tujuan pribadi peserta tercapai? Jika tidak, apa sebabnya?
7)      Apa materi baru yang didapat peserta, atau materi berguna apa yang ditekankan atau terus-menerus diingatkan pada peserta?
8)      Diskusikan dengan staf anda apa rencana kerja selanjutnya :
a)      Apa rencananya ? Bagaimana cara mengimplementasikan?
b)      Kapan dan berapa lama? Siapa saja yang mesti dilibatkan?
c)      Bisakah anda membantu/apakah staf anda butuh bantuan?
9)      Aspek-aspek lain yang tidak termasuk
10)  Tentukan hari tertentu, dalam kurun tiga sampai enam bulan ke depan, untuk mendiskusikan lagi review hasil implementasinya. Tawarkan kepada staf anda itu kemungkinan membuat review sementara.
11)  Diskusikan dengan instruktur/pelatih yang bersangkutan informasi umpan balik yang menurut anda perlu diperhatikan.

2.      Konstruksi Tes – 1
Dalam tahap evaluasi, ada berbagai macam tes yang bisa kita gunakan, dan kebanyakan dilakukan :
a.       Sebelum program pelatihan dan pengembangan;
b.      Pada permulaan program
c.       Secara progresif selama program;
d.      Di akhir event.
Adapun kontribusi tes pada pelatihan adalah :
1)      Penilaian tingkat pengetahuan, keahlian, dan sikap mental senelum pelatihan
2)      Ukuran hasil pembelajaran selama mengikuti program
3)      Menunjang umpan balik para pembelajar selama mengikuti kegiatan
4)      Umpan balik bagi para instruktur/pelatih atau penyelenggara program menyangkut keefektifan program pelatihan

Mendesain Tes
Pedoman berikut ini biasanya lebih sesuai untuk diterapkan dalam tes yang berkaitan dengan pengetahuan peserta, meskipun bagaimana desain dan menyusun teks akan dibahas kemudian. Desain tes bisa dikelompokkan dalam 9 (Sembilan) tahap sesuai dengan kemajuan yang logis :
1)      Tahap 1
Hal pertama yang harus dilakukan jika telah memastikan akan menggunakan tes adalah menentukan di bagian kursus atau program yang mana tes akan digunakan.
2)      Tahap 2
Dengan mempertimbangkan berbagai tujuan sesi atau program, pilihlah beberapa topik yang paling penting, pemilihan ini akan membantu menentukan cakupan tes yang akan diberikan.
3)      Tahap 3
Dengan mempertimbangkan jenis materi tes yang akan digunakan, selanjutnya perlu menentukan jenis tes yang mungkin paling sesuai
4)      Tahap 4
Setelah memilih jenis tes yang akan digunakan, anda bisa mulai menyusun tes itu. Ikutilah pedoman dan saran lain dalam pedoman dan saran lain dalam pedoman penyusunan tes tertentu, dan buatlah tes yang provisional.
5)      Tahap 5
Pengecekan akhir terhadap penggunaan tes yang valid harus dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar mudah bahwa tidak hanya grup yang berada di bawah pengawasan anda, tetapi juga grup-grup yang heterogen lainnya.
6)      Tahap 6
Tentukan bagaimana peserta akan diminta menjawab pertanyaan dalam tes. Alternatif yang biasa diambil termasuk :
a)      Metode esklusi
Dalam metode ini, kalau alternatif diberikan, jawaban yang benar harus dicoret. Misalnya, jika peserta memilih antara  “Ya/Tidak”, pilihlah jawaban dimasukkan dengan cara ini. Jika jawaban benar yang dipilih adalah “Tidak” maka “Ya” harus dicoret.
b)      Metode memberi tanda
Kalau alternatif diberikan, biasanya dalam bentuk daftar atau ruang yang terpisah (misalnya “Ya” “Tidak”). Jawaban yang tepat akan dilingkari.
c)      Mengotaki
Metode ini biasanya diselenggarakan jika jawaban yang ditawarkan ada beberapa. Kotak kecil bisa dibubuhkan di depan jawaban yang mungkin dan nantinya peserta akan mencentang atau membuat tanda silang di dalamnya untuk menunjukkan itulah jawaban yang dipilih. Jika anda menggunakan metode ini, buatlah instruksi bagaimana jawaban harus ditandai sejelas-jelasnya (dan bersiaplah bahwa instruksi ini akan diabaikan!”).
d)      Teks terpisah
Dengan beberapa tes – misalnya, tes esai – jawaban harus ditulis dalam lembar yang terpisah.Pastikan hal ini bisa dilakukan dan kalau ada beberapa pertanyaan, bagilah dan berilah ruang yang cukup untuk menuliskan jawaban.
7)      Tahap 7
Tulislah instruksi bagaimana mengerjakan tes dan cantumkan dalam lembaran tes.
8)      Tahap 8         
Susunlah kunci penilaian. Hal ini sekilas tidak begitu penting apalagi bila pemberi pelatihan sendirilah yang akan menganalisis hasilnya.
9)      Tahap 9
Tentukan dan susunlah beberapa rangkuman analisis dimana hasil tiap anggota grup bisa dimasukkan dalam tiap penyelenggaraan tes.
Jenis-jenis tes
1)      Pengetahuan – meski tidak selalu, tetapi biasanya tertulis;
2)      Keahlian – baik menyangkut keahlian dalam bidang pengoperasian, procedural maupun bidang umum. Untuk ini biasanya digunakan pendekatan praktis dan observasional. Lakukan tes praktik, observasi yang bisa diawali dengan keahlian pengetahuan yang tertulis.
3)      Perilaku dan sikap mental – biasanya pendekatan-pendekatan yang observasional dan praktis.

Jenis-jenis tes
Tes bisa dilakukan terhadap :
1)      Pengetahuan – meski tidak selalu, tetapi biasanya tertulis;
2)      Keahlian – baik menyangkut keahlian dalam bidang pengoperasian, procedural maupun bidang umum. Untuk ini biasanya digunakan pendekatan praktis dan observasional. Lakukan tes praktik, observasional yang bisa diawali dengan keahlian pengetahuan yang tertulis;
3)      Perilaku dan sikap mental – biasanya pendekatan – pendekatan yang observasional dan praktis.

Tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan
Pertanyaan-pertanyaan tes
1)      Apakah anda benar-benar menyelenggarakan tes ini?
2)      Apakah anda punya tujuan pelatihan yang pasti, komprehensif, dan terukur?
3)      Apakah pertanyaan-pertanyaan tes secara langsung terkait dengan tujuan yang akan dicapai dan bidang-bidang yang termasuk dalam program?
4)      Jangan mencoba memasukkan sembarang pertanyaan dalam program karena semua harus terbatas – pilihlah aspek yang paling penting dan signifikan saja.
5)      Rancang tes dengan format yang paling tepat – termasuk pertanyaan yang sesuai sekuen, tergantung apakah tes di awal atau akhir.
6)      Instruksi bagaimana menjawab tes harus akurat dan komprehensif, misalnya apakah harus dengan memberi centang, lingkaran, atau jawaban tekstual, dan sebagainya.
7)      “Uji” terlebih dahulu tes tersebut dengan grup selain peserta pelatihan sebelum nantinya benar-benar dilaksanakan untuk melihat berbagai cacat dan kekurangannya.
8)      Simpanlah selalu hasil tes demi validitas – perbedaan hasil yang mencolok merupakan bukti bahwa tes tidak valid.

Bentuk Tes Pengetahuan
Bentuk-bentuk dari tes pengetahuan adalah :
1)      Esai
2)      Jawaban Pendek
3)      Pilihan Binari
4)      Pilihan Ganda
5)      Menjodohkan jawaban
6)      Skala Likert Thurstone
7)      Skala Rangking

Esai
a)      Pada dasarnya, esai digunakan untuk mengetes bidang pengetahuan yang luas dan kemampuan pembelajar menyusun jawaban efektif dari data yang dianalisa dan diidentifikasi.
b)      Kelebihan tes ini terletak pada terungkapnya kemampuan peserta, sebagaimana dijelaskan di atas.
c)      Kelemahannya terletak pada terlalu banyaknya waktu yang diperlukan untuk menulis esai tersebut; keharusan menulis dengan jelas namun secepat kilat; kemampuan berbahasa para pembelajar, keuntungan bagi para penulis esai.

Pedoman-pedoman
a)      Pastikan bahwa masalah yang terkandung dalam jawaban teridentifikasi
b)      Instruksi tes lengkap meliputi :
üPanjang jawaban yang dikehendaki
üWaktu yang tersedia
üAspek-aspek praktis mengenai pemakaian kertas (bolak-balik)
c)      Bagaimana sistem penilaian esai

Masalah-masalah yang dijumpai para pembuat tes biasanya meliputi :
a)      Menilai esai yang tidak sesuai dengan instruksi sama sekali;
b)      Memahami bahasa yang digunakan;
c)      Membandingkan esai yang satu dengan yang lainnya;
d)      Benar-benar pakar dalam bidangnya;
e)      Menyadari bahwa esai pada dasarnya merupakan bentuk jawaban yang tidak begitu objektif dibanding jenis tes lainnya.

Tes dengan Jawaban Pendek
a)      Periksalah apakah semua pertanyaan yang ada bisa dijawab dengan jawaban-jawaban pendek.
b)      Gunakan bentuk pertanyaan langsung, jelas, dan pendek
c)      Gunakan pertanyaan-pertanyaan tunggal yang juga menuntut jawaban tunggal
d)      Gunakan metode yang memungkinkan jawaban pendek
e)      Ajukan pertanyaan yang tidak memerlukan kata-kata yang tidak perlu digunakan seperti kata “sebuah”, “suatu”, “beberapa”.
f)       Hindari bentuk pertanyaan yang bisa mengarah pada jawaban
g)      Kalau bisa, hindarilah kalimat-kalimat negatif.

Tes Pilihan Binari
Bentuk tes ini sangat obyektif dan dikaitkan secara gamblang dan langsung dengan tujuan serta poin-poin pembelajaran dalam program yang bersangkutan.Sebagaimana tersirat dalam namanya, para pembelajar disodori dua alternatif jawaban untuk soal yang diajukan. Dengan demikian pertanyaan yang banyak pun akan bisa dijawab dalam waktu yang cukup singkat. Waktu yang dibutuhkan untuk menganalisis jawaban tampaknya juga berkurang dan yang dipergunakan oleh aksesor hanyalah daftar jawaban untuk membandingkan jawaban benar atau salah – karena itu tanda tidak perlu diperlihatkan oleh instruktur / pelatih atau administrator.

Tiga model tes binari yang umum digunakan adalah :
1)      Respos ya/tidak
2)      Respons benar/salah
3)      Alternatif jawaban




Respons ya / tidak
Contoh penggunaan tes ini adalah tes dengan metode pertanyaan tertutup:
(Coret jawaban yang tidak sesuai)
Apakah perusahaan anda melakukan
review appraisal kerja ?                                                                                Ya / Tidak
Kalau ya, apakah mereka menerapkannya
pada semua staf ?                                                                                          Ya / Tidak
Atau
(Beri tanda kurung jawaban yang menurut anda sesuai)
Apakah perusahaan anda melakukan                                                                           
review appraisal kerja?                                                                                 Ya / Tidak
Kalau ya, apakah mereka menerapkannya
pada semua staf ?                                                                                          Ya / Tidak

Respon benar / salah
Respons ini serupa dengan pilihan Ya / Tidak, namun menawarkan alternatif jawaban benar atau salah. Soal biasanya diajukan dalam bentuk pernyataan dan bukan pertanyaan. Contoh model ini adalah :
(Coret jawaban yang tidak sesuai)
Operator mesin hanya boleh memencet tombol stop                                Benar/Salah
Atau
(Lingkari jawaban yang menurut anda sesuai)
Operator mesin hanya boleh memencet tombol stop                                Benar/Salah

Respons alternatif
Respons ini lebih mirip dengan respons Ya / Tidak daripada respons benar / salah karena respons tersebut menjawab pertanyaan. Contoh tipe ini adalah :
Siapa yang harus anda temui untuk
interview appraisal tahunan ?                                             bos saya / bosnya bos saya
atau
Siapa yang harus anda temui untuk
Interview appraisal tahunan ?                                             bos saya / bosnya bos saya

                                                                                                                                      
Alternatif di atas menunjukkan dua cara yang umum digunakan dalam tes. Jawaban yang benar dari alternatif yang dipisahkan dengan sebuah “/” bisa didapat dengan mencoret jawaban yang salah.Kalau ruangan longgar, jawaban yang benar juga bisa dilingkari.Apapun metode yang digunakan, tes harus dibuat sejelas mungkin.

Pedoman bagaimana menyusun soal untuk tes binary :
1)      Buatlah pertanyaan atau pernyataan yang jelas, tidak mengambang, dan sedapat mungkin singkat.
2)      Satu pertanyaan saja dalam masing-masing item
3)      Harus dijamin bahwa dalam pertanyaan benar/salah jawabannya pasti salah satu di antaranya.
4)      Sedapat mungkin dalam pertanyaan atau pernyataan itu tidak ada jawaban atau kesimpulan yang tersirat.
5)      Jangan terlalu banyak menggunakan bentuk negatif dan hindari kata “tiap”, “tidak pernah”, “selalu” karena banyak situasi yang tidak selalu benar atau salah.
6)      Hindarilah penggunaan kata-kata tertentu seperti “sering”, “biasanya”, “mungkin”, “cukup”, dan “kadang-kadang”.
7)      Harus dijaga agar pernyataan tidak cenderung tampak bisa benar, namun juga bisa salah.

Tes Pilihan Ganda
a)      Jawaban yang tidak lengkap
b)      Tes dengan alternatif jawaban

Tes dengan Menjodohkan 
Pangkat

Layanan
a. Corporal
¨
1. Royal Navy
b. Stoker
¨
2. Army
c. Wing Commander
¨
3. Army
d. Torpedoman
¨
4. Royal Air Force
e. Guardsman
¨
5. Royal Navy



Skala Pengukuran Likert dan Thurstone
Skala Thurstone menurut respons A = anda setuju, atau lebih dari sekadar tidak setuju; atau D = anda setuju, atau tidak setuju lebih dari sekadar setuju.
Contoh :
1.      Tanggung jawab pertama manajer adalah kepeduliannya terhadap staf.
D
A
2.      Seorang manajer harus bisa melakukan pekerjaan stafnya
D
A
3.      Dibanding bosnya, manajer lebih dekat pada stafnya
D
A

Skala Pengukuran Likert
Skala Likert menawarkan rentang jawaban yang lebih luas dari skala Thurstone. Oleh karena itu, terhindar dari kritikan tentang polarisasi dan biasanya menawarkan sekitar empat rentang pilihan :

SS       : Sangat setuju
S          : Setuju
TS       : Tidak setuju
SD       : Sangat tidak setuju

Skala Rangking
            Berikut ini beberapa aspek dalam manajemen yang baik .Coba urutkan rangkingnya berdasarkan mana yang lebih penting sesuai kebutuhan anda pada tahap ini. Urutkan rangkingnya menurut apa yang anda rasakan, bukan berdasarkan apa yang mungkin dituntut para instruktur/pelatih.
Item                                                                                       Ranking
Dukungan pada jawaban                                                       ………………..
Kesetiaan pada organisasi                                                      ………………..
Mau melatih bawahan                                                           ………………..
Memberi kesempatan ikut pelatihan dan sebagainya            ………………..




1.   Konstruksi Tes – 2
         Konstruksi tes-2 membahas dsain dan konstruksi tes yang lebih praktikal, mencakup tes :
a.       Keterampilan : keterampilan operasional, prosedural, atau keterampilan-keterampilan yang lebih umum; biasanya praktikal, dan yang bisa dilanjutkan dengan keterampilan pengetahuan tertulis.
b.      Sikap dan perilaku : pendekatan yang biasanya bersifat praktikal dan observasional.

Tes seperti itu dapat ditemukan dalam setiap tahapan dari evaluasi. Kontribusi te keterampilan, sikap, dan perilaku peserta pada pelatihan dipaparkan berikut ini:
a.       Penaksiran tingkat pengetahuan, keterampilan,dan sikapsebelum pelatihan
b.      Pengukuran pembelajaran selama periode program
c.       Umpan balik pendukung bagoi para peserta selama kegiatan pelatihan
d.      Umpan balik kepada para pelatih atau prosedur program lain tentang efektivitas program pelatihan

Observasi dan Penilaian Pemimpin (1)

Amati pemimpin selama kegiatan berlangsung.Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan buatlah catatan-catatan pendek tentang kejadian-kejadian penting yang berhubungan dengan terpenuhinya tugas pemimpin.
Apakah Pemimpin :
TUGAS
Menyelesaikan tugas ?
Seberapa berhasil ?

Menganalisis dan mendefinisikan tugas?

Seberapa baik ?

Membuat rencana?
Menguji gagasan, usulan, dan solusi
          Seberapa baik ?

Seberapa sering ?

Memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya?

Bagaimana caranya ?

Menggunakan semua informasi yang tersedia atau bisa didapatkan?
          Bagaimana caranya ?



KELOMPOK
Memberi pengarahan tugas secara efektif?
Mencapai kesepakatan tujuan?
Menyetujui proses kelompok: waktu, standar, prosedur?
            Seberapa sering ?

            Seberapa baik ?
            Seberapa baik ?

Mendorong kelompok untuk bekerja sama?
Seberapa sering?

Mengendalikan kelompok?
Seberapa baik?

Mengarahkan kelompok?
Bagaimana caranya?

Melibatkan semua anggota di semua bagian dalam proses?

Bagaimana caranya?



INDIVIDU
Memastikan bahwa tiap anggota memiliki  tugas/peran?
Memeriksa pemahaman tiap anggota tentang tugas dan peran mereka? Semuanya ? Hanya sebagian? Bagaimana? Meneliti keterampilan-keterampilan dan pengetahuan khusus? Mengonfirmasi kemajuan tiap individu? Mengabaikan seseorang? Mempersilahkan seseorang berbicara bila perlu? Terang-terangan menjengkelkan seseorang? Siapa? Bagaimana?





Observasi dan Penilaian Pemimpin (2)

1.      Seberapa baik pemimpin memperkenalkan tugas ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

2.      Seberapa jauh pemimpin memastikan bahwa tugas telah dipahami?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

3.      Seberapa baik pemimpin mengorganisasi kelompok untuk melaksanakan tugas ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

4.      Seberapa baik pemimpin meminta pandangan kelompok dalam mengidentifikasi masalah?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

5.      Seberapa baik pemimpin meminta pandangan kelompok dalam memecahkan masalah ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

6.      Seberapa baik pemimpin mendorong anggota berinteraksi secara efektif ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

7.      Seberapa efektif gaya pemimpin ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

8.      Seberapa jauh pemimpin berkontribusi, dan bukan anggotanya ?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Buruk

9.      Seberapa baik pemimpin mempersilahkan anggota yang diam agar berbicara ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

10.  Seberapa baik pemimpin memastikan bahwa setiap orang didengar ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

11.  Seberapa jauh pemimpin mencari alternatif  usulan atau solusi, dan sebagainya ?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Sedikit

12.  Seberapa jauh pemimpin mencari keputusan alternatif ?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Sedikit

13.  Seberapa efektif teknik-teknik kepemimpinan yang digunakan ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

14.  Seberapa efektif keterampilan komunikasi pemimpin ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk


Observasi dan Penilaian Anggota

1.      Seberapa baik anggota menunjukkan bahwa mereka memahami tugas ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

2.      Seberapa jauh anggota mengidentifikasi masalah ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

3.      Seberapa jauh para anggota melibatkan diri dalam diskusi ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

4.      Seberapa jauh kelompok menawarkan solusi alternatif ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

5.      Seberapa luas kemungkinan solusi yang bisa diberikan para anggota ?
Sangat luas
6
5
4
3
2
1
Tidak luas sama sekali

6.      Seberapa jauh kelompok melibatkan diri dalam pengambilan keputusan ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali


7.      Seberapa jauh para anggota berkontribusi secara keseluruhan ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

8.      Seberapa banyak pandangan pemimpin diperhatikan ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

9.      Seberapa banyak pandangan pemimpin  diperhatikan ?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

10.  Seberapa banyak para anggota tampaknya mendegarkan satu sama lain?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

11.  Seberapa banyak para anggota tampaknya mendengarkan satu sama lain?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

12.  Secara keseluruhan, seberapa efektif para anggota dalam melaksanakan tugas ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

Ada komentar tentang para anggota secara individual ?
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________

Observasi dan Penilaian Wawancara

1.      Seberapa baik pewawancara membuka wawancara ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

2.      Seberapa baik pewawancara menerapkan struktur yang efektif ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

3.      Seberapa banyak pewawancara menjelaskan struktur ini kepada orang yang diwawancarai ?
Semuanya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

4.      Seberapa baik pewawancara mengakhiri wawancara ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

5.      Seberapa banyak pewawancara menyadari reaksi orang yang diwawancarai ?
Semuanya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

6.      Seberapa cepat rapor diperoleh ?
Cepat
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

7.      Seberapa banyak orang yang diwawancarai didorong untuk berbicara ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

8.      Seberapa baik pewawancara menyusun dan mengajukan pertanyaan ?
Sangat baik
6
5
4
3
2
1
Buruk

9.      Seberapa besar sifat mengarahkan oleh si pewawancara ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

10.  Seberapa banyak si pewawancara tampak mendengarkan ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

11.  Seberapa banyak si pewawancara tampak tertarik ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

12.  Seberapa banyak si pewawancara menginterupsi orang yang diwawancarai ?
Banyak
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

13.  Seberapa banyak wawancara itu mencapai tujuan si pewawancara ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali

14.  Seberapa banyak wawancara itu mencapai tujuan orang yang diwawancarai ?
Sepenuhnya
6
5
4
3
2
1
Tidak sama sekali


Observasi Perilaku
a.      Untuk pewawancara
1)      Seberapa baik anda merasa bahwa Anda telah mengatasi situasi yang diajukan kepada Anda ?
2)      Mengapa Anda merasa demikian ?
3)      Jenis struktur apa yang Anda coba terapkan dalam wawancara ?
4)      Seberapa berhasil Anda rasa dalam hal itu ?
5)      Masalah-masalah apa yang terjadi selama wawancara ?
6)      Seberapa (baik) Anda mengatasinya ?
7)      Seberapa banyak Anda merasa bahwa perilaku Anda memengaruhi wawancara?
8)      Mungkinkah Anda semestinya berperilaku dengan cara lain (lebih efektif)?
9)      Seberapa banyak Anda membantu orang yang diwawancarai? Bagaimana ?
10)  Seberapa banyak Anda menghambat orang yang diwawancarai? Bagaimana ?
11)  Bagaimana perasaan Anda tentang perilaku dan tindakan orang yang diwawanarai dalam :
a)      Membantu Anda dalam melaksanakan wawancara ?
b)      Menghambat Anda ?

b.      Bagi yang diwawancarai
1)      Bagaimana perasaan Anda tentang peran Anda dalam wawancara ?
2)      Seberapa realistikkah aktivitas menurut Anda ?
3)      Masalah-masalah apa yang ditimbulkan bagi Anda ?
4)      Bagaimana masalah-masalah ini muncul?
5)      Bagaimana masalah-masalah ini ditangani dan siapa yang menanganinya untuk anda atau si pewawancara ?
6)      Seberapa banyak si pewawancara :
a)      Membantu Anda ?
b)      Menghambat Anda ?
7)      Seberapa baik (simpatik) Anda diterima dalam wawancara ?
8)      Siapa yang menghasilkan solusi – solusi yang mungkin diterapkan pada permasalahan-permasalahan itu ?
9)      Siapa yang menyarankan mengambil tindakan ?
10)  Apakah Anda menginginkannya dengan cara lain ?
11)  Apakah Anda siap menerima tindakan yang dianjurkan ?
12)  Bila Anda adalah pewawancara, cara lain seperti apa yang akan Anda tempuh?

2.      Tes Pelaporan Diri
Berikut ini diuraikan contoh angket pelaoran diri, biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai kesan peserta tentang diri sendiri.
1.      Bagaimana pendapat Anda tentang komunikasi Anda dengan para manager senior?
Sangat baik
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sangat buruk

2.      Bagaimana pendapat Anda tentang komunikasi Anda dengan teman sejawat?
Sangat baik
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sangat buruk

3.      Bagaimana pendapat Anda tentang komunikasi Anda dengan bawahan anda?
Sangat baik
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sangat buruk

4.      Bagaimana pendapat Anda tentang komunikasi tulis anda ?
Sangat baik
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sangat buruk

5.      Bagaimana pendapat Anda tentang komunikasi lisan Anda ?
Sangat baik
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Sangat buruk

Angket Pelaporan Diri Keterampilan Interpersonal

Berikut ini adalah contoh angket pelaporan diri keterampilan interpersonal.

Tinggi                                                                                                              Rendah
1.      Menyadari perilaku saya sendiri
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

2.      Menyadari perilaku orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

3.      Menyadari reaksi orang lain terhadap perilaku saya
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

4.      Menyadari reaksi saya terhadap perilaku orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

5.      Menyadari seberapa banyak saya berbicara
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

6.      Menyadari seberapa banyak saya mendukung orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

7.      Merasakan perasaan orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

8.      Merasakan perasaan orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

9.      Menyadari seberapa banyak saya menyela orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

10.  Menyadari seberapa banyak saya benar-benar mendengarkan orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

11.  Memberi tahu perasaan saya pada orang lain 
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

12.  Menyadari modifikasi perilaku saya yang perlu saya lakukan
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

13.  Mengetahui bagaimana modifikasi perilaku saya n
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

14.  Menyadari seberapa banyak saya mengemukakan gagasan bagi orang lain
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1


Pelaporan Diri Reflektif

            Pendekatan pe;laoran diri yang paling berhasil adalah ketika angket diisi pada bagian akhir kegiatan dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan orang lain memengaruhi si individu. Prosesnya adalah dengan meminta para peserta merefleksikan apa yang terjadi selama aktivitas tersebut, siapa yang bertanggung jawab, apa akibatnya, dan sebagainya.
Berikut ini diuraikan angket analisis aktivitas oleh diri sendiri.Bila sesuai, berikan skor pada masing-masing butir dengan melingkari angka yang Anda rasa paling sesuai dengan aspek tersebut.Tambahkan cacatan pendek untuk mengingatkan Anda tentang alasan mengapa Anda memberikan skor ini. Anda akan bisa merujuk angket ini dalam penilaian kegiatan lebih lanjut.

AKTIVITAS DAN TUGAS
Baik atau
Kurang

cukup
Sangat
kurang
Menurut Anda, seberapa berhasil Anda menyelesaikan tugas
6
5
4
3
2
1
Menurut Anda, seberapa sulit tugas tersebut ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa baik alokasi waktu untuk aktivitas tersebut ?
6
5
4
3
2
1
Apakah rencana ini disetujui oleh semua anggota ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda menggunakan semua sumber daya yang tersedia bagi Anda ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda menggunakan semua informasi yang tersedia atau yang bisa didapatkan ?
6
5
4
3
2
1
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan?













DIRI ANDA SENDIRI






Menurut anda, seberapa efektif kepemimpinan Anda ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda yakin bahwa para anggota tahu apa yang harus mereka kerjakan ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda mengonfirmasi kemajuan tiap anggota selama kegiatan tersebut ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda meminta orang berbicara ?
6
5
4
3
2
1
Seberapa banyak Anda menghasilkan anggota tertentu?
6
5
4
3
2
1
Seberapa sering Anda merangkum kemajuan ?
6
5
4
3
2
1
Apakah Anda memiliki banyak masalah sebagai pemimpin ?
6
5
4
3
2
1
Apa saja dan bagaimana mengatasinya ?






Apa yang Anda lakukan yang paling banyak membantu proses tersebut ?






Apa yang anda lakukan yang paling banyak menghambat proses tersebut






Adakah sesuatu yang lain yang mestinya bisa Anda lakukan untuk membantu aktivitas tersebut dan para anggota ?






Bila Anda adalah anggota dan bukan pemimpin, apa yang mestinya Anda lakukan?






Bila Anda harus mengulang aktivitas itu, perubahan-perubahan apa yang akan Anda lakukan?






Berapa nilai yang akan Anda berikan pada diri Anda sebagai pemimpin dalam kegiatan itu
6
5
4
3
2
1







PARA ANGGOTA







Seberapa membantu para anggota kelompok Anda dalam menyelesaikan aktivitas tersebut ?
6
5
4
3
2
1

Seberapa menghambat para anggota Anda dalam memproses aktivitas tersebut ?
6
5
4
3
2
1

Bagaimana bantuan atau hambatan ini muncul ?







Apa lagi yang Anda harapkan mestinya dilakukan oleh para anggota ?
6
5
4
3
2
1

Menurut Anda, bagaimana para anggota akan memberi skor pada anda sebagai pemimpin ?







Apa yang Anda pelajari dari aktivitas itu yang mungkin mampu Anda lakukan ketika Anda kembali bekerja ?












Teknik Evaluasi yang Tepat dalam Pelatihan
Tipe Pelatihan
Teknik Testing
Pengetahuan tentang fakta-fakta dan sebagainya
Tes tertulis
Keterampilan-keterampilan dan prosedur praktis
Demonstrasi praktik
Keteram[pilan-keterampilan umum
Analisis aktivitas; Analisis perilaku
Keterampilan-keterampilan interpersonal
Analisis perilaku

Sekian artikel tentang Memahami Evaluasi Tingkat Makro dan Mikro Menurut Para Ahli

Daftar Pustaka

  • Davis, E. (2008). ‘The art of training and development’ : the training managers: a handbook. Ensiklopedi. (terjemahan), Jakarta: Gramedia
  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.
  • Rae, L. (2005). ‘The art of training and development’ :effective planning.Ensiklopedi. (terjemahan), Jakarta: Gramedia
Viewing all 293 articles
Browse latest View live