Quantcast
Channel: Ilmu Psikologi
Viewing all 293 articles
Browse latest View live

Memahami Pengertian Kuartil, Desil, Persentil dan Contoh Soal

$
0
0
Memahami Pengertian Kuartil, Desil, Persentil dan Contoh Soal - Artikel ini membahas mengenai kuartil, desil, persentil, dan jenjang persentil. Melalui artikel ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman tentang pengertian kuartil, desil, persentil, dan, jenjang persentil; Cara menentukan Kuartil, Desil, Persentil, dan, Jenjang Persentil dari suatu distribusi; Penggunaan Kuartil, Desil, Persentil, dan Jenjang Persentil sebagai alat pembuatan klasifikasi.

Kuartil, Desil, Persentil dan Jenjang Persentil

Kuartil, Desil, Persentil dan Jenjang Persentil: Kategorisasi Berdasarkan Proposi

Kadang-kadang kita perlu membuat klasifikasi atau pengelompokan data menjadi beberapa klasifikasi dengan jumlah atau proporsi yang sama pada tiap klasifikasi (misal: menjadi dua, empat, sepuluh, atau bahkan seratus klasifikasi), maka untuk keperluan itulah, maka statistika menyediakan  kuartil, desil, persentil, dan, jenjang persentil.

Memahami Pengertian Kuartil, Desil, Persentil dan Contoh Soal_
image source: www.youtube.com
baca juga: Memahami Macam Ukuran Variabilitas dan Cara Menentukannya

KUARTIL

Jika akan membagi suatu distribusi menjadi empat bagian sama banyak (masing-masing seperempat bagian), maka kita harus menggunakan kuartil (K):  kuartil pertama (K1), kuartil kedua (K2), dan kuartil ketiga (K3).

Kuartil pertama membatasi 25% frekuensi distribusi di bagian bawah dan 75% frekuensi distribusi di bagian atas. Kuartil kedua (K2) membatasi 50% frekuensi distribusi bagian dibawah dan 50% frekuensi distribusi di bagian atas. Kuartil ketiga mambatasi 75% frekuensi dibagian bawah dan 25% frekuensi distribusi di bagian atas.


Untuk menentukan nilai Kuartil, dapat dipergunakan rumus sebagai berikut:


Tahapan-tahapan untung menghitung nilai kuartil dapan dilakukan dengan:
  • Tentukan ¼ N
  • Cari angka terdekat dari ¼ N
  • Cari interval kelas yang mengandung fk (interval yang mengandung mean)
  • Tentukan fkb (bilangan yang tepat di bawah fk dan mengandung K1
  • Masukkan semua angka ke dalam rumus

CONTOH:



DESIL DAN PERSENTIL

Penentuan dan penggunaan desil dan persentil hampir sama dengan kuartil. Perbedaannya, kuartil digunakan untuk membagi distribusi menjadi empat bagian, sedangkan desil digunakan untuk membagi distribusi menjadi sepuluh bagian, dan persentil digunakan untuk membagi distribusi menjadi seratus bagian.

Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan Desil dan Persentil yaitu:


Tahapan menentukan Desil yaitu:
  1. Hitung (n/10) N 
  2. Cari angka pada kolom fk yang terdekat dengan (n/10) N; tetapi tidak boleh kurang dari (n/10) N 
  3. Cari interval kelas pada kolom nilai yang mempunyai fk 
  4. Tentukan Bbny dari interval kelas yang mempunyai fk. 
  5. Cari f dari interval kelas yang mempunyai fk 
  6. Cari fkb, yaitu angka pada kolom fk yang tepat berada dibawahnya 
  7. Tentukan i 
  8. Masukkan ke dalam rumus 


CONTOH:



Tahapan menentukan Persentil:
  1. Hitung  (n/100) N
  2. Cari angka terdekat dengan (n/100) N pada kolom fk
  3. Cari interval kelas pada kolom nilai, yang mempunyai nilai fk tersebut
  4. Tentukan Bbny dari interval kelas tersebut
  5. Cari f dari interval kelas tersebut
  6. Cari fkb,yaitu angka pada kolom fk yang berada tepat dibawahnya.
  7. Tentukan I
  8. Masukkan nilai-nilai tersebut ke dalam rumus

CONTOH:



Kalau kita ingin mengetahui kedudukan suatu skor dalam suatu distribusi frekuensi, kita menggunakan persentase kumulatif atau percentil.

JENJANG PERSENTIL (percentil rank)

Dalam perlombaan biasanya kita memberi jenjang nomor satu atau jenjang ke satu, pada individu yang memperoleh sekor tertinggi, pada individu yang memperoleh sekor tertinggi berikutnya diberi jenjang kedua, dan seterusnya. Cara memberi jenjang semacam ini disebut jenjang menurut angka atau singkatnya jenjang angka (numerical rank).

Di samping jenjang angka cara lain, yang sering digunakan dalam statistika adalah jenjang menurut persentil atau singkatnya jenjang persentil (percentil rank) dan disingkat JP.
Jenjang persentil dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


JP           = Jenjang persentil yang kita hitung
X             = Suatu nilai (yang diketahui) yang akan dihitung jenjang 
                   persentilnya
Bbny       = Batas bawah nyata dari interval kelas yang   mengandung X
f                =  Frekuensi dari kelas yang mengandung X
fkb            = Frekuensi kumulatif dibawah interval kelas yang
                      mengandung X.
N              = Cacah data (jumlah frekuensi dalam distribusi).

CONTOH:

NilaifFk
76 – 86280
65 – 75978
54 – 641669
43 – 532553
32 – 421728
21 – 31811
10 – 2033
Σ80-


Video untuk Kuartil, Desil, dan Persentil


Sekian artikel tentang Memahami Pengertian Kuartil, Desil, Persentil dan Contoh Soal. Semoga bermanfaat.

Daftar Pustaka

  • Howell, D.C. 2012. Statistical Method for Psychology.
  • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. 2009. Statistics for the Behavioral Sciences
  • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, 2012. Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition.

Konsep dan Contoh Soal Distribusi Normal dan Z Score

$
0
0
Konsep dan Contoh Soal Distribusi Normal dan Z Score - Artikel ini akan membahas mengenai distribusi normal dan Z Score. Melalui artikel ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman tentang Konsep Distribusi Normal Dan Z Score.

Apa itu Distribusi Normal?

Distribusi normal adalah distribusi data yang jika diterjemaahkan menjadi grafik ditandai oleh bentuk seperti lonceng yang sempurna.

Konsep dan Contoh Soal Distribusi Normal dan Z Score_
image source: bestmaths.net
baca juga: Memahami Pengertian Kuartil, Desil, Persentil dan Contoh Soal

Distribusi normal, disebut pula distribusi Gauss, adalah distribusi probabilitas yang paling banyak digunakan dalam berbagai analisis statistika. Distribusi normal baku adalah distribusi normal yang memiliki rata-rata nol dan simpangan baku satu.


Secara Matematis dinyatakan dengan rumus:


π dan e adalah nilai konstan (π = 3.1416 dan e = 2.7183)
μ adalah rata-rata dan σ adalah standar deviasi

Mengapa mempelajari Distribusi Normal?

Kebanyakan variabel dependen (dependent variabel) diukur dan dianalisa dengan asumsi variabel tersebut memiliki distribusi normal. Dengan mengetahui distribusi normal, dapat diketahui posisi suatu nilai dalam data. Permasalahan pada data hasil pengukuran dapat diketahui dengan membandingkan data keseluruhan dengan kurva distribusi normal

Penggunaan Tabel Kurve Normal:  Z Score

Z score menunjukkan jumlah nilai/skor di bawah atau di atas rata-rata yang didapat berdasarkan Standard Deviasi. Rumus Z-score:


X = nilai atau skor
M = Mean atau rata-rata
SD = standard deviasi

I. Untuk menentukan persentase/frekuensi/proporsi dari kasus dalam suatu penyebaran normal yang dibatasi oleh skor tertentu.

    CONTOH SOAL

    Diketahui : X = 12 ; SD = 14 ; N = 100

    Ditanya :
    1. Berapa % kasus terletak antara 8 & 16?
    2. Berapa % kasus terdapat di atas 18?
    3. Berapa % kasus terdapat di bawah 6?

    Jawab:


    X1 = 16 à Z1 = 16 – 12 = +1
                                                                                        4

    X2 = 8 à Z2 = 8 – 12 = -1
                                                                                        4

    Lihat tabel Z à  Z = +1 atau -1 (dari Mean) adalah 34,13

    Jadi yang mendapat skor di antara 8 & 16 =
    2 x 34,13 = 68,26% x 100 orang = 68 orang


    Skor (X) = 18
    Z = (18 – 12) / 4 = 6/4 = 1.50
    Lihat Tabel Z (Mean to Z)à Z = 1.50  6.68%

    Jadi yang mendapat nilai di atas skor 18 =
    6.68% x 100 orang = 6-7 orang


    Skor (X) = 6
    Z = (6 – 12) / 4 = -1.50
    Lihat Tabel Z (Mean to Z) à Z = -1,50 à C = 6,68%

    Jadi yang mendapat nilai di bawah skor 6 =
    6.68% x 100 orang = atau 6-7 orang

    II. Untuk menentukan batas-batas skor dalam penyebaran normal yang mencakup suatu persentase tertentu dari kasus

    CONTOH SOAL

    Diketahui : X = 16 ; SD = 4
    Ditanya : Berapakah batas-batas skor yang mencakup 75% di tengah seluruh kasus ?


                            75% / 2 = 37,2 %

    Dari tabel Z (mean to Z) à  37.5 % à Z = 1,15
                          
                            Z = (X – X) / SD
                      1,15 = (X – 16) / 4
                         4,6 = X – 16
                              X = 16 ± 4,6

    Jadi skor yang membatasi 75% kasus yang terletak di tengah distribusi data
                             = 11,4 – 20,6


    III. Untuk membagi suatu kelompok besar menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil
    CONTOH SOAL

    Diketahui :
    UMPTN diikuti oleh 100 orang, ingin dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang sama (ABCDE)

    Ditanya : Berapa orang dalam setiap kelompok?
    Catatan:
    Z maks = +3 dan Z minimum = -3 è
    tiap kelompok memiliki Z = (3 + 3)/ 5 kelompok = 6/12 = 1,2

    Tiap kelompok memiliki Z = 1,2


    • C = (-0,6) – (+0,6) à lihat tabel Z (mean to Z) =
                                                    46,41% - 22,57% = 45,14% x 100 orang = 45 orang

    • B dan D à (±1,8) – (±0,6) à lihat tabel Z (mean to Z) =
                                                    46,41% - 22.57% = 23,84% x 100 orang = 24 orang

    • A dan E à 3 – 1,8 à lihat tabel Z (mean to Z) =
                                              49,87% - 46.41% = 3.46% x 100 orang = 3-4 orang


    IV. Untuk membandingkan 2 distrubusi yang overlapping
    CONTOH SOAL

    Dari tes ingatan yang diikuti oleh 300 anak laki-laki dan 250 anak perempuan

    Diketahui :
    Mean = 21.49                                                       Mean ♀ = 23.68
    SD = 3.63                                                              SD ♀ = 5.12                        
    Median = 21.41                                                    Median ♀ = 23.66

    Ditanya : berapa % berada di atas Median ♀ ?

    Jawab:
    Me ♀ = 23,66 – 21,49 = 2,17 skor unit di atas Mean
    atau Z = 2,17 / 3,63 = 0,60 di atas Mean

    Dari tabel Z (mean to Z) à Z = 60 à C = 27,43%
                                                                             = 27,43 x 300 = 82.29
                                                                             à 82 atau 83 orang


    LATIHAN
    1. Dalam suatu majalah olahraga dilaporkan bahwa dari penelitian terhadap 300 olahragawan lompat tinggi diperoleh data: Mean = 160cm; SD = 13
      - Berapa banyaknya orang yang dapat meloncat setinggi 180 cm ?
      - Berapa jumlah orang yang dapat meloncat setinggi 170cm – 190cm?
      - Mereka yang didiskualifikasikan dalam golongan 10% peloncat tinggi, dapat meloncat berapa cm ?
      - Berapa tinggi loncatan yang hanya dapat dicapai 5% dari kelompok itu?
      - Berapa banyaknya orang yang dapat meloncat setinggi 130cm -150cm?
      - Berapa proporsi orang yang dapat meloncat setinggi 147cm?
      - Berapa proporsi orang yang tidak dapat meloncat setinggi 140 cm ?
    1. 100 orang mahasiswa yang mengikuti ujian penerimaan pegawai, ingin dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang sama berdasarkan kurva normal: ABCDEF Ditanya : Berapa orang dalam setiap kelompok?
    2. Dari tes yang diikuti oleh 500 anak laki-laki dan 500 anak perempuan.
    Diketahui :
    Mean ♂ = 65                                                       Mean ♀ = 70
    SD ♂ = 4                                                              SD ♀ = 5
    Median ♂ = 50                                                    Median ♀ = 50
    Ditanya : berapa jumlah ♀ berada di atas Median ♂ ?

    Sekian artikel tentang Konsep dan Contoh Soal Distribusi Normal dan Z Score. Semoga beranfaat.

    Daftar Pustaka

    • Howell, D.C. 2012. Statistical Method for Psychology.
    • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. 2009. Statistics for        the Behavioral Sciences

    Konsep Distribusi Sampel dan Uji Hipotesa dalam Statistika

    $
    0
    0
    Konsep Distribusi Sampel dan Uji Hipotesa dalam Statistika - Hipotesa didefiniskan sebagai pernyataan yang bersifat dugaan mengenai adanya hubungan antara 2 variabel atau lebih. Pernyataan mengenai dugaan hubungan antara dua variabel tersebut sifatnya masih lemah kebenarannya, sehingga masih perlu dibuktikan dengan menggunakan perhitungan statistika.

    Hipotesa yang sudah dapat dibuktikan kebenarannya akan disebut sebagai  tesa. Dua variabel yang akan dibuktikan dibedankan menjadi independent variable (IV) dan dependent variable (DV). Independent variable (IV) adalah variabel yang dihipotesakan mempengaruhi dependent variable (DV). Sebagai contoh suatu penelitian memiliki hipotesa intelegensi (IQ) yang dimiliki anak desa akan berbeda dengan intelegensi yang dimiliki oleh anak kota. Maka dapat dinyatakan:

    Hipotesa          :  ada perbedaan IQ antara anak desa dan kota
    Variabel I (DV):  nilai IQ
    Variabel II (IV): tempat tinggal yang bervariasi

    Konsep Distribusi Sampel dan Uji Hipotesa dalam Statistika_
    image source: blog.medisin.ntnu.no
    baca juga: Konsep dan Contoh Soal Distribusi Normal dan Z Score

    Tujuan Pengujian Hipotesa

    Tujuan pengujian hipotesa bukan dimaksudkan untuk membuktikan apakah hipotesa benar atau salah, tetapi bertujuan untuk mengumpulkan kenyataan-kenyataan yang mendukung atau  tidak mendukung hipotesa. Dalam penguhian hipotesa yang dilihat adalah seberapa besar kemungkinan hipotesa dapat dibuktikan atau tidak. Dalam statistika pengujian hipotesa akan memiliki kemungkinan untuk memperoleh hasil 95% atau 99% hasil yang mendekati kenyataannya, namun dalam pengujian hipotesa tidak mungkin untuk mendapatkan hasil yang 100% sama dengan kenyataan.

    Macam-macam Hipotesa Penelitian

    Ada beberapa macam hipotesa, di antaranya:
    1. Hipotesa Konseptual, yaitu hipotesa yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Misal: taraf kecerdasan anak-anak kota lebih baik daripada anak-anak desa.
    2. Hipotesa Operasional, merupakan hipotesa masih harus dioperasionalisasikan sebelum dapat diuji.
    3. Hipotesa Statistik, yaitu pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel dengan menggunakan istilah-istilah statistik dan kuantitatif. Misal: rata-rata skor tes anak kota lebih tinggi daripada rata-rata skor anak desa:

    Hipotesa Nol dan Hipotesa Alternatif

    Hipotesa Nol (H0) menyatakan tidak ada hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, atau perbedaan antara dua kelompok yang ditemukan dengan penelitian hanya disebabkan faktor kebetulan. Sementara hipotesa alternatif (H1) menyatakan bahwa ada hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, dan perbedaan yang ditemukan pada dua kelompok yang diteliti bukan disebabkan oleh kebetulan.

    Dalam penelitian akan berusaha untuk menolak H0, maksudnya adalah penelitian ditujukan untuk membuktikan pernyataan bahwa tidak ada perbedaan antara variabel-variabel yang diteliti itu tidak benar. Jika H0 berhasil ditolak, maka H1 diterima, yang maksudnya adalah terdapat perbedaan antara dua variabel yang diteliti, dan perbedaan tersebut bukan disebabkan oleh kebetulan.

    Dalam pengujian hipotesa terdapat dua macam pengujian jika dilihat dari arah pengujiannya, yaitu:  Pengujian 2 arah (two-tail test) dan Pengujian 1 arah (one-tail test)

    1. Pengujian 2 arah (two-tail test)
      Pengujian ini dipakai jika kita peneliti tidak dapat menyatakan dengan pasti hasil yang didapatkannya. Pada pengujian ini analisa dititikberatkan pada  daerah kritis yang terletak di ujung kiri dan kanan pada grafik.




      2. Pengujian 1 arah (one-tail test)
        Pengujian ini dipakai jika kita dapat menyatakan dengan pasti hasil  yang diharapkan, dan daerah kritis terletak di ujung kanan pada grafik distribusi normal.




        Critical region

        Critical region afalah daerah untuk menolak Ho, atau daerah untuk kejadian-kejadian yang mempunyai probabilitas untuk timbul sangat kecil, yang berada di bawah H0 (p ≤ 0.01).
        Jadi dalam kejadian yang probabilitasnya sangat kecil memang terjadi memang betul2 ada perbedaan antara kedua Mean kelompok, bukan karena fakta kebetulan.

        Matriks Pengambilan Keputusan


        Ketika seorang peneliti melakukan analisa dan pengambilan keputusan, ada dua kemungkinan kesalahan yang dapat dilakukannya. Kedua kesaahan itu antara lain kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II.

        Kesalahan Tipe I  (α)  terjadi ketika kita menolak Ho, padahal Ho benar. Pada kesalahan Tipe I peneliti memutuskan ada perbedaan pada variabel-cariabel yang diteliti, padahal tidak ada perbedaan antara variabel-variabel; yang diteliti tersebut. Pada penelitian, perbedaan yang terjadi antara variabel-variabel disebabkan okeh kebetulan.

        Kesalahan Tipe II (β) terjadi ketika peneliti memutuskan bahwa H0 gagal ditolak, padahal seharusnya H0 seharusnya ditolak. Peneliti melakukan kesalahan karena menganggap tidak ada perbedaan antara variabel-variabel yang diteliti, padahal sebenarnya terdapat perbedaan antara variabel-variabel yang diteliti.

        Probabilitas Kesalahan Tipe I dan Tipe II
        Probabilitas peneliti membuat kesalahan dalam menganalisa hasil yang didapat dari pengujian  dipengaruhi oleh α (alpha) atau tingkat probablitas peneliti untuk menolak H0. Jika peneliti menggunakan standard α yang besar, maka semakin besar probabilitas kesalahan yang mungkin terjadi. Sementara, semakin kecil standard nilai α yang digunakan, maka semakin kecil pula probabilitas peneliti melakukan kesalahan Tipe I.

        Misal:
        Nilai α = .05, diartikan bahwa  terdapat probabilitas 5 dari 100  peneliti salah dalam menolak H0,  padahal Ho benar. Pada α = .01, terdapat probabilitas 1 dari 100 peneliti melakukan kesalahan dalam menolak H0. Hal tersebut jelas menunjukkan  Makin kecil nilai α, makin kecil pula kemungkinan kesalahan tipe I.

        Mengapa tidak membuat α sekecil mungkin? Karena jika kesalahan Tipe I (α) diperkecil, maka kesalahan tipe II justru naik, sehingga kemungkinan peneliti gagal menolak H0 padahal Ho salah menjadi lebih besar.

        Catatan:
        • Besarnya αdan β ditentukan oleh peneliti
        • Hubungan α dan β terbalik

        LATIHAN
        1. Apa itu hipotesa dan fungsi dari hipotesa dalam penelitian. Jelaskan
        2. Sebutkan tipe-tipe hipotesa. Jelaskan
        3. Apa beda one-tailed test d engan two-tailed test?
        4. Jelaskan perbedaan error tipe I dan error tipe II

        Sekian artikel tentang Konsep Distribusi Sampel dan Uji Hipotesa dalam Statistika. Semoga bermanfaat.

        Daftar Pustaka

        • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
        • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
        • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
        • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
        • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
        • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

        Konsep Probabilitas dan Distribusi Matematik dalam Statistika

        $
        0
        0
        Konsep Probabilitas dan Distribusi Matematik dalam Statistika - Probabilitas dan Distribusi Matematik merupakan dasar untuk melakukan estimasi populasi, mengetahui seberapa besar peluang bahwa kesimpulan tidak tepat. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan: pendekatan intuitif dan pendekatan formal.

        Konsep Probabilitas dan Distribusi Matematik dalam Statistika_
        image source: brightpips.com
        baca juga: Konsep Distribusi Sampel dan Uji Hipotesa dalam Statistika

        Pendekatan Intuitif
          Berapa probabilitas dari melempar sebuah koin dan mendapatkan Head? Jika melihat jumlah sisi koin = 2, maka secara logika terdapat peluang 50 – 50 untuk mendapatkan sisi koin Head atau Tail dalam 1 kali pelemparan koin. Respon serupa itulah yang akan diperoleh dengan memakai teori probabilitas, dengan dasar pemikiran:
          1. Berapa kejadian yang mungkin muncul dari melempar 1 koin? Head atau Tail
          2. Dari semua kemungkinan yang ada, berapa kemungkinan memperoleh 1 lemparan Head?
          3. Probabilitas keluar Head (p) =
          4. Berapa probabilitas untuk menebak (secara random) jawaban benar pada tes benar-salah?
          Contoh pada koin:
          1. Berapa probabilitas untuk memperoleh angka 2 dalam pelemparan sebuah dadu? Ada satu sisi angka 2 dari 6 sisi yang ada pada dadu: p = 1/6

          II. Pendekatan Formal

          Pada pendekatan formal, probabilitas dilihat dari semua kemungkinan kejadian dari suatu trial (OS)

          Coin:               E = Head
          True-False:    E = Jawaban benar
          Dadu:             E = nilai 2          

          • Jika 2 coin dilempar secara bersamaan, maka OS = (HH; HT; TH; TT). Peluang kedua-duanya H = 1/4; kedua-duanya T=1/2
          • 3 coin dilempar secara bersamaan, maka OS = (HHH; HHT; HTH; THH; HTT; THT; TTH; TTT). Peluang untuk mendapatkan: 3H bersamaan pada satu kali pelemparan = 1/8; 2H1T = 3/8; 1H2T = 3/8; 3T = 1/8
          • Dapat diperluas dengan pendekatan binominal (p+q)n
          • Hukum Additional dan Multiplication.

          Addition digunakan untuk “atau” sementara Multiplication digunakan untuk “dan”
          Contoh:

          Berapa probabilitas untuk mendapatkan nilai 1,2 atau 3 dalam satu kali lemparan dadu?
                      Dengan hukum addition: 1/6 + 1/6 + 1/6 = 3/6 = ½
          Berapa probabilitas untuk mendapatkan 4H dalam melempar coin sebanyak 4 kali?
                      Dengan hukum multiplication: ½ x ½ x ½ x ½ = 1/16

          Permutasi atau Perubahan
          • Penyusunan obyek2 (sejumlah n) yang tiap kali diambil sejumlah r, dengan memperhatikan susunannya. Rumus :
            Bila n besar, maka rumus:
          Kombinasi atau Gabungan
          • Seleksi terhadap obyek2 (sejumlah n) yang tiap kali diambil sejumlah r, tanpa memperhatikan tata susunannya. Rumus:
                                                    nCr   =      n!
                                                                   r ! (n-r) !

          Konsep Probabilitas dan Distribusi Matematik
          • Ada kesamaan bentuk (isomorphism) antara pemikiran2 matematik dan gejala alam. Contoh: kurva distribusi normal merupakan ide matematik beruapa Kurva berbentuk bel sempurna.
          • Kurve normal merupakan distribusi teoretik dari frekuensi suatu kejadian yang dikembangkan dalam hubungan dengan perhitungan probabilitas secara matematik. Oleh.karena itu pemahaman tentang kurva normal dapat diperoleh melalui pembahasan prinsip-prinsip probabilitas.



          Addition Theorem

          1. Misal sebuah dadu dilemparkan. Berapa probabilitas untuk mendapatkan nilai 1, 2 atau 3 dalam 1x lemparan ?
                      Kejadian mutually exclusive/independent: bila 1 kejadian terjadi maka kejadian lain          tidak bisa terjadi
                      Probability untuk mendapatkan angka 1 = 1/6
                      Probability untuk mendapatkan angka 2 = 1/6
                      Probability untuk mendapatkan angka 3 = 1/6
                      Maka: probabilitas untuk mendapatkan 1,2 atau 3 = 1/6 + 1/6 + 1/6 = ½ (addition of          probability)

          1. Melempar 2 mata uang, maka ada 4 kemungkinan kejadian : HH, HT, TH, dan TT.
                      Berapa probabilitas mendapatkan HH atau TT dalam pelemparan 2 mata uang/    koin?
                      Probabilitas untuk HH = ¼
                      Probabilitas untuk TT = ¼
                      HH atau TT = ¼ + ¼ = ½

          1. Melempar 2 dadu. Berapa probabilitas mendapatkan nilai 3 hasil penjumlahan 2 mata dadu?
                      Probabilitas dadu I-1 = 1/36
                      Probabilitas dadu I- 2 = 1/36
                      Probabilitas dadu II-1 = 1/36
                      Probabilitas dadu II-2 = 1/36
                      Prob untuk mendapatkan 1 dan 2 atau 2 dan 1 = 1/36 + 1/36 = 1/18

          1. Melempar 2 dadu. Berapa probabilitas mendapatkan 7 atau 11?
                      Probabilitas mendapatkan 7 = 6/36
                      Probabilitas mendapatkan 11 = 2/36
                      Probabilitas untuk mendapatkan 7 atau 11 = 6/36 + 2/36 = 8/36

          1. Berapa probabilitas mendapatkan Ace, King, Queen, atau Jack Heart pada waktu mengambil 1 kartu dari 1 set kartu remi?
                      Probabilitas untuk Ace heart = 1/52
                      Probabilitas untuk King heart = 1/52
                      Probabilitas untuk Queen heart = 1/52
                      Probabilitas untuk Jack  heart = 1/52
                      Ace, King, Queen, atau Jack = 1/52 + 1/52 + 1/52 + 1/52 = 4/52

          Multiple Theorem
          • Probabilitas dari joint occurance dari 2/lebih kejadian = produk dari probabilitas mereka secara terpisah. Misal: melempar 2 koin, maka kemungkinan kejadian = 4
          Probabilitas dari HH mis. ¼ , maka produk dari 2 kejadian independent, yaitu :
          koin I, probabilitas dari H = ½
          koin II, prob dari H = ½
          Maka, probabilitas bahwa keduanya H = p (H,H) = ½ x ½ = 1/4

          Contoh :

          1. Berapa probabilitas untuk mendapatkan 4H dalam melempar mata uang 4x?
                      Probabilitas setiap lemparan menghasilkan H = ½
                      Probabilitas empat2nya memunculkan H =  ½ x ½ x ½ x ½ = 1/16

          1. Berapa probabilitas mendapatkan 2 angka 6 dalam melempar 2 dadu?
                      Probabilitas bahwa dadu I = 6 = 1/6
                      Probabilitas bahwa dadu II = 6 = 1/6
                      Probabilitas keduanya menghasilkan 6 = 1/6 x 1/6 = 1/36

          1. Berapa probabilitas menarik Ace, King, dan Queen heart, tanpa dikembalikan lagi dari 1 set kartu?
                      Probabilitas kartu I Ace heart = 1/52
                      Probabilitas kartu II King heart = 1/52
                      Probabilitas kartu III Queen heart = 1/52
                      Ace, King, Queen = 1/52 x 1/51 x 1/50 = 1/132.600
          Distribusi Probabilitas

          Contoh:

          1. Dari 3 pelemparan mata uang, maka ada 8 kemungkinan yang akan muncul. Distribusi keadaannya:

          No of headsfp
          3
          2
          1
          0
          1
          3
          3
          1
          1/8
          3/8
          3/8
          1/8
          8

          1. Melempar 2 dadu

          Number (x)FP
          12
          11
          10
          9
          8
          7
          6
          5
          4
          3
          2
          1
          2
          3
          4
          5
          6
          5
          4
          3
          2
          1
          1/36
          2/36
          8


          1. Bila 2 coin dilempar pada saat bersamaan, maka ada 4 kemungkinan kejadian yang ada:

          IIIIIIIV
          Koin1HHTT
          2HTHT


          Probabilitas untuk dua2nya H = ¼
          Probabilitas untuk dua2nya T = ¼
          Probabilitas untuk kombinasi TH = ¼
          Probabilitas untuk kombinasi HT = ¼

          1. Bila 3 coin dilempar bersamaan, maka ada 8 kemungkinan kejadian:

          IIIIIIIVVVIVIIVIII
          1HHHTHTTT
          Koin2HHTHTHTT
          3HTHHTTHT

          Probabilitas untuk 3H = 1/8 (I)
           2H 1T = 3/8 (II, III, IV)
          1H 2T = 3/8 (V, VI, VII)

          Catatan:
          • Dapat diperluas dengan pendekatan binominal (p + q)n dimana :
                      p = Probabilitas bahwa suatu kejadian akan muncul (H)
                      q = Probabilitas bahwa suatu kejadian tidak akan muncul (T = non heads)
                      n = S faktor, misalnya : 2 coin = 2, 3 dadu = 3

          Distribusi Binomial (p + q)n
          • 2 coin : (H + T)2 = H2 + 2HT + T2
           (1/2 + ½)2 = (1/2)2 + 2 (1/2 x 1/2) + (1/2)2
           =   ¼   +   ½      +  ¼
                HH   HT/TH     TT

          • 3 coin : (1/2 + 1/2)3 = (1/2)3 + 3(1/2)2 (1/2) + 3(1/2) (1/2) + (1/2)3
           = 1/8 +  3/8  + 3/8 + 1/8
                    HHH  2HT   H2T  TTT


          Permutasi (Perubahan)
          • nPr ; P (n,r) ; Pn,r = Penyusunan obyek2 (sejumlah n) yang tiap kali diambil sejumlah r, dengan memperhatikan susunannya

                                                                                  nPr =      n !
                                                                           (n – r) !

          • Bila besar n = r (yang akan diambil sama banyak dengan jumlah obyeknya), maka:
           nPr = n !
          • Bila ada obyek2 sejumlah n, yang dikelompokkan karena mempunyai kesamaan jenis, sifat, bentuk, warna, dst, yang besarnya masing2 kelompok adalah n1, n2,…dst ; permutasinya diberi simbol nPn1, n2,…
          rumusnya:   nPn1,n2,… =         n !
                                                     n1 ! n2 !
          • Misalnya :
          Ada 3 orang, 2 orang adalah pria dan 1 orang adalah wanita, dan mereka harus berjalan berjajar. Bagaimanakah kemungkinan susunannya?

          3P2,1 =       3 !    =       3 x 2        =  6/2  = 3
                        2 ! 1 !        2 x 1 x 1  

          Kombinasi atau Gabungan
          • Seleksi terhadap obyek2 sejumlah n yang tiap2 kali diambil sebanyak r, tanpa memperhatikan tata susunannya
                nCr ; C (n,r) ; Cn,r ; Cr    =         n !
                                                               r ! (n –r) !

          • Contoh: Apabila ada 3 huruf A,B,C, bagaimana P dan C jika setiap kali diambil 2 huruf?
                                  3P2 =    3 !        =  3 x 2 x 1 = 6
                                              (3 – 2) !             1
                                  3C2 =      3 !         =     3 x 2 x 1    = 3
                                              2(3 – 2) !            2 x 1

          SOAL LATIHAN
          1. Semua huruf dalam alfabet ditulis dalam secarik kertas kecil. Masing-masing huruf ditulis 1x kemudian masing-masing digulung dan dimasukkan dalam kotak. Berapa peluang terambil huruf A, N,G,E,L dalam 1x pengambilan?
          2. A melempar 2 dadu. Berapa peluang (p) dadu yang dilempar mengeluarkan jumlah 6 atau 9?
          3. Dari 4 orang (3 perempuan, 1 laki-laki), cari berapa kemungkinan perubahan  (P) yang dapat  terjadi jika keempat orang tersebut harus duduk pada sisi yang sama (sejajar)

          Daftar Pustaka
          • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
          • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
          • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
          • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
          • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
          • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

          Konsep Chi-Square Sebagai Alat Uji Hipotesa dalam Statistika

          $
          0
          0
          Konsep Chi-Square Sebagai Alat Uji Hipotesa dalam Statistika - Artikel ini akan membahas mengenai Chi-square Uji hipotesa dan Chi-square Uji Estimasi. Melalui artikel ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman tentang konsep Chi-square sebagai alat uji hipotesa dalam Statistika.

          Asumsi dalam Statistika

          Asumsi adalah karakteristik yang diperlukan untuk menentukan  dan mengambil data sampel dari populasi sehingga dapat dilakukan inferential statistics yang akurat
          • Uji Parametik (Parametric Test): analisis inferential statistics yang dilakukan berdasarkan serangkaian asumsi terhadap populasi. Persyaratan: DV dalam skala interval atau rasio; Partisipan (sampel) dipilih secara acak (random sampling); populasi memiliki distribusi normal àContoh uji statistika: Z-zcore
          • Nonparametik (Nonparametric Test). Persyaratan: analisis inferential statistics yang dilakukan berdasarkan serangkaian asumsi terhadap populasi àDV dalam skala nominal atau ordinal; Partisipan (sampel) dalam jumlah kecil;  populasi memiliki distribusi tidak normal → Contoh uji statiska: Chi square

          Apa itu Chi-Square


          Chi Square Test atau Uji Chi Square: adalah uji statistika yang dilakukan jika data-data yang dimiliki dalam skala nominal. Chi Square adalah teknik statistik untuk menilai probabilitas memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata atau yang diobservasi (O) dengan yang diharapkan atau expected (E) dalam kategori-kategori tertentu sebagai akibat dari kesalahan sampling. Jadi, chi-square merupakan alat atau bagian dari estimasi dan bagian dari pengujian hipotesa
          1. Chi-square sebagai Alat Pengujian Estimasi
          Chi Square untuk uji estimasi (The Chi Square Test for Goodness of Fit): digunakan untuk menafsirkan keadaan populasi berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari satu kelompok sampel. Chi-suare uji estimasi menafsirkan apakah di dalam populasinya ada perbedaan frekuensi individu-individu yang termasuk ke dalam kategori-kategori tertentu, dimana dalam populasinya memang ada perbedaan ataukah perbedaan itu hanya karena kesalahan sampling.
          • Chi Square untuk estimasi(The Chi Square Test for Goodness of Fit) digunakan jika kita hanya memiliki data dari 1 variabel nominal yang dibedakan menjadi dua atau lebih kategori (misal: data pria-wanita)
          Rumus:
          X2= nilai chi square
          O = frekuensi yang diperoleh(obtained frequency)
          E = frekuensi yang diharapkan (expected frekuency)
          • df = jumlah kategori - 1
          • Hipotesa:
          H0         : tidak ada perbedaan dalam tiap kategori terhadap populasi                           secara umum
           Ha/H1: ada perbedaan dalam tiap kategori terhadap populasi                                      secara umum
          • Kesimpulan:
                X2hitung< X2tabel  →  H0 gagal ditolak  → tidak ada perbedaan dalam tiap                                                       kategori terhadap populasi secara umum
                X2hitung> X2tabel  →  H0 ditolak, Ha/H1 diterima → ada perbedaan dalam                                                        tiap kategori terhadap populasi secara umum
          CONTOH SOAL:
          Pada suatu jejak pendapat (survey) didapatkan jawaban seperti di bawah ini:
          KategoriObserved
          (O)
          Expected
          (E)
          Sangat Setuju (SS) 750625
          Setuju (S)650625
          Tidak Setuju (TS)600625
          Sangat Tidak Setuju (STS)500625
          Apakah terdapat perbedaan jawaban antara sampel terhadap populasi secara umum?
          • Tahap 1: tentukan kategori

                Kategori 1: yang memilih jawaban ‘Sangat Setuju (SS)’
                Kategori 2: yang memilih jawaban ‘Setuju (S)’
                Kategori 3: yang memilih jawaban ‘Tidak Setuju (TS)’
                Kategori 4: yang memilih jawaban ‘Sangat Tidak Setuju (STS)’

          • Tahap 2: tentukan H0 dan Ha/H1

               H0:      Tidak ada perbedaan jawaban survey terhadap populasi                                          secara umum
              Ha/H1: ada perbedaan jawaban survey terhadap populasi secara umum

          • Tahap 3: tentukan df (degree of freedom = derajat kebebasan) dan p (nilai kritis) untuk uji Chi Square

          df          = jumlah kategori – 1 = 4 – 1 = 3
          p           = 0,05 (5%)
          c2 tabel =  7,82








          • Tahap 4: Hitung nilai Chi Square dengan table

          KategoriObserved
          (O)
          Expected
          (E)
          O – E(O – E)2(O – E)2
          E
          Sangat Setuju (SS)75062512515.62525
          Setuju (S)650625256251
          Tidak Setuju (TS)600625– 256251
          Sangat Tidak Setuju (STS)500625– 12515.62525
          å25002500032.50052
          • Tahap 5: Buat Kesimpulan
          X2hitung        =  52
           X2tabel,p (0,05) = 7,82
          X2hitung > X2tabel  →  H0 ditolak
          “ Ada perbedaan jawaban survey terhadap populasi”

          1. Chi-square sebagai Alat Pengujian Hipotesa

          Chi square sebagai alat pengujian hipotesa akan menguji apakah perbedaan frekuensi yang diperoleh dari 2 sampel (atau lebih) merupakan perbedaan yang signifikan atau hanya disebabkan kesalahan sampling.

          Rumus:
          X2= nilai chi squareO = frekuensi yang diperoleh(obtained frequency)
          E = frekuensi yang diharapkan (expected frequency)

          • df = (dfkolom) (dfbaris) = (åkategori kolom – 1) (å kategori baris – 1)
          • Hipotesa:
                H0:      tidak ada perbedaan antara tiap kategori dalam tiap variabel                                dalam populasi secara umum
          atau
                            tidak ada hubungan antara IV terhadap DV
          • Ha/H1: ada perbedaan antara tiap kategori dalam tiap variabel dalam                                    populasi secara umum
          atau
                              ada hubungan antara IV terhadap DV
          • Kesimpulan:
           X2hitung< X2tabel  →  H0 gagal ditolak  à
                            tidak ada perbedaan antara tiap kategori dalam tiap variabel dalam                    populasi secara umum
          atau
                            tidak ada hubungan antara IV dengan DV
          X2hitung > X2tabel  →  H0 ditolak, Ha/H1 diterima à
                            ada perbedaan antara tiap kategori dalam tiap variabel dalam                             populasi secara umum
                                                                            atau
                             ada hubungan antara IV dengan DV

          CONTOH SOAL

          Dalam suatu penelitian ingin diketahui apakah jenis film yang ditonton paling sering ditonton dalam 1 tahun (komedi dan action) berhubungan terhadap kehamilan (hamil dan tidak hamil)

          HamilTidak Hamil
          Film Komedi3360
          Film Action1875


          Apakah ada hubungan antara jenis film yang paling sering ditonton dalam 1 tahun terhadap kehamilan?

          • Tahap 1: tentukan populasi berdasarkan variabel dan kategori

                Populasi 1: yang lebih banyak menonton film komedi dan hamil
                Populasi 2: yang lebih banyak menonton film komedi dan tidak hamil
                Populasi 3: yang lebih banyak menonton film action dan hamil
                Populasi 4: yang lebih banyak menonton film action dan tidak hamil

          • Tahap 2: tentukan H0 dan Ha/H1

                      H0:     tidak ada hubungan antara jenis film yang ditonton terhadap                                        kehamilan
                      Ha/H1: ada hubungan antara jenis film yang ditonton terhadap                                              kehamilan

          • Tahap 3: tentukan df (degree of freedom = derajat kebebasan) dan p (nilai kritis) untuk uji Chi Square

                       df   =   (dfkolom) (dfbaris)
                            =   (å kategori kolom – 1) (å kategori baris – 1)
                           =    (2 – 1) (2 – 1)
                            =    1

                     p    =    0,05  atau 5%

                     c2tabel =  3,84




          • Tahap 4: menentukan total kolom, baris, dan keseluruhan
          • Tahap 5: Tentukan nilai Expected

          • Tahap 6: Tentukan nilai Chi Square dengan tabel

          • Tahap 7: Buat Kesimpulan

                      c2hitung =
           =  6,06
                     c2tabel, p (0,05) = 3,84
               
                      c2hitung > X2tabel  →  H0 ditolak, Ha/H1 diterima à
                      “Ada perbedaan kehamilan dari jenis film yang paling sering ditonton dalam           1 tahun”

          Atau

                      “Ada hubungan antara jenis film yang paling sering ditonton dalam 1 tahun            terhadap kehamilan”

          HOMEWORK

          1. Pada suatu penelitian didapatkan data seperti berikut:
          Apakah terdapat perbedaan jawaban antara sampel terhadap populasi secara umum? Buat kesimpulan.

          1. Suatu penelitian dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara hujan terhadap kecelakaan. Data yang diperoleh:

          Lakukan uji Chi Square dan buat kesimpulannya

          Daftar Pustaka
          • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
          • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
          • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
          • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
          • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
          • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

          Memahami Konsep Korelasi Pearson dalam Statistika

          $
          0
          0
          Memahami Konsep Korelasi Pearson dalam Statistika - Korelasi dalam penelitian didefinisikan sebagai hubungan antara dua variabel (atau lebih): yaitu variabel x dan variabel y. Uji Korelasi dalam Statistika menunjukkan  “hubungan antara (minimal) dua variabel: variabel X  (IV) dan variabel Y (DV)”

          CONTOH:
          • Hubungan antara “Motivasi Belajar” (IV) terhadap “Prestasi Belajar” (DV)
          • Hubungan antara “Jumlah junkfood yang dikonsumsi perbulan” (IV) terhadap “jumlah lemak yang ditimbun”

          Dalam statistika, hubungan antara x dan y dinyatakan dalam persamaan garis, yaitu garis regresi. Persamaan garis berguna apabila kita ingin membuat peramalan atau prediksi

          y = f(x)

          y = bx + a

          Memahami Konsep Korelasi Pearson dalam Statistika_
          image source: www.wikihow.com
          baca juga: Konsep Chi-Square Sebagai Alat Uji Hipotesa dalam Statistika

          Koefisien Korelasi

          Ketika “hasil uji korelasi” dikuantifikasikan, maka nilai korelasi antara  IV dan DV ditunjukkan dalam Koefisien Korelasi (r). Koefisien korelasi didefinisikan sebagai Angka yang menggambarkan bagaimana variasi pada satu variabel diikuti oleh variasi pada variabel yang lain. Koefisien korelasi dinyatakan dengan simbol: r; yang nilainya berkisar antara – 1 dan + 1


          Nilai r = -1 atau +1 menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara variabel X dan variabel Y adalah korelasi yang sempurna (kuat). Tanda negatif (-) dan positif (+) hanya menunjukkan arah hubungan antara variabel X dan Y.

          Korelasi antara variabel memiliki dua arah:

          • Korelasi Positif → korelasi yang ditunjukkan ketika salah satu variabel memiliki ‘nilai (skor)’ tinggi, maka variabel lainnya juga akan memiliki ‘nilai (skor)’ tinggi
          • Korelasi negatif → korelasi yang ditunjukkan ketika salah satu variabel memiliki ‘nilai (skor)’ tinggi, maka variabel lainnya akan memiliki ‘nilai (skor) rendah”

          (a) Korelasi Positif
          (b) Korelasi Negatif

          Cohen (1988) mempublikasikan besaran korelasi menurut nilai koefisien korelasinya (r)

          Besaran KorelasiKoefisien Korelasi (r)
          Kecil0,1 – 0,3
          Sedang0,3 – 0,5
          Besar> 0,5


          Jika r = 0, maka menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang terjadi antara variabel X dan variabel Y.


          Ada beberapa keterbatasan yang menjadi karakteristik dari Uji Statistika Korelasi:
          • Uji Statistika Korelasi tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat
          • Variabel-variabel yang diuji memiliki kisaran data yang terbatas
          • Data-data dengan nilai ekstrim mempengaruhi koefisien korelasi

          Dalam materi ini akan dijelaskan Korelasi Pearson product moment

          Korelasi Pearson Product Moment diperkenalkan oleh Karl Pearson untuk melukiskan hubungan antara 2 buah variabel yang sama-sama berjenis interval atau sama-sama berjenis rasio. Untuk menghitung korelasi Pearson product moment dapat menggunakan rumus deviasi dan rumus angka kasar.
          Ada persyaratan untuk melakukan analisa terhadap hasil Korelasi Pearson Product Moment, yaitu:
          • Jika rhitung (pearson) > r tabel (pearson), maka korelasi yang terjadi antara variabel X dan Y signifikan. Hasil perhitungan r menyebabkan H0 dapat ditolak; sehingga dapat dinyatakan ada hubungan signifikan antara dua variabel yang diteliti
          • rhitung (pearson) < r tabel (pearson), maka korelasi yang terjadi antara variabel X dan Y tidak signifikan. Hasil perhitungan r menyebabkan  H0 gagal ditolak; sehingga dapat dinyatakan tidak ada hubungan signifikan antara dua variabel yang diteliti

          Rumus korelasi product moment:


          CONTOH

          Suatu penelitian dilakukan untuk melihat hubungan (korelasi) antara IV: Jumlah Absensi (absences) terhadap DV: Nilai Ujian (Exam Grade)


          Tentukan Koefisien Korelasi (r) dan Buat Kesimpulannya!

          Tahap 1: Tentukan H0 dan Ha/H1

          • H0: “Tidak ada perbedaan nilai ujian (exam grade) antara partisipan yang         memiliki jumlah absen (absences) yang berbeda”
          atau
                                  “Tidak ada hubungan antara IV: jumlah absen (absences) terhadap                          DV: nilai ujian (exam grade)”
          • Ha/H1:“Ada perbedaan nilai ujian (exam grade) antara partisipan yang memiliki jumlah absen (absences) yang berbeda”
          atau
                                  “Ada hubungan antara IV: jumlah absensi (absences) terhadap DV:                         nilai ujian (exam grade)”

          Tahap 2: df, p, dan r table

          • dfr N  – 2  =  10  –  2  =  8
          • p <  0,05
          • r tabel =  0,549

          Tahap 3: Tentukan koefisien korelasi (r)



          SSX  = 

          SSY  = 

          SP  = 

          Tahap 4: Buat Kesimpulan

          • r Hitung >  r tabel   → H0 ditolak, Ha/H1 diterima
          “Ada perbedaan nilai ujian (exam grade) antara partisipan yang memiliki jumlah absen (absences) yang berbeda”

          atau
                      “Ada hubungan antara IV: jumlah absensi (absences) terhadap DV: nilai    ujian (exam grade)

          • r =   – 0,85 → arah korelasi negatif →  ketika jumlah absensi (absences) semakin besar, maka nilai ujian (exam grade) semakin kecil; ketika jumlah absensi (absences) semakin kecil, maka nilai ujian (exam grade) semakin besar

          LATIHAN SOAL

          1. Tentukan Koefisien Korelasinya dan Kesimpulannya dari data berikut ini
          1. Tentukan Koefisien Korelasinya dan Kesimpulannya dari data berikut ini


          Sekian artikel tentang Memahami Konsep Korelasi Pearson dalam Statistika. Semoga bermanfaat.

          Daftar Pustaka
          • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
          • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
          • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
          • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
          • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
          • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

          Memahami Konsep Korelasi Spearman dalam Statistika

          $
          0
          0
          Memahami Konsep Korelasi Spearman dalam StatistikaKorelasi Spearman dikembangkan oleh Charles Spearman. Dimaksudkan untuk menghitung dan menentukan tingkat hubungan (korelasi) antara 2 gejala yang kedua-duanya berskala ordinal.

          Data ordinal selalu menunjukkan perbedaan besar antara variabel yang satu dengan yang lain. Apabila peneliti memiliki data yang jenisnya interval atau rasio, maka data tersebut harus diubah dahulu ke dalam urutan rangking-rangking yang merupakan ciri dari data ordinal.

          Memahami Konsep Korelasi Spearman dalam Statistika_
          image source: i-study.co.uk
          baca juga: Memahami Konsep Korelasi Pearson dalam Statistika

          Cara mengubah menjadi ranking (ordinal) dengan mengurutkan skor dari yang tertinggi sampai yang terendah kemudian diberi rangking 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.

          Rumus:

          rhitung >  rtabel, maka H0 ditolak, H1 diterima → ada hubungan yang signifikan antara dua variabel (IV dan DV)
          • rhitung <  rtabel, maka H0 gagal ditolak →  tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variabel (IV dan DV)

          Contoh:
          Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai hasil ujian tengah semester (X) dengan nilai hasil ujian akhir semester (Y) pada 8 orang mahasiswa Fakultas Psikologi.

          X9055808565756084
          Y8560757055655080

          Dari data di atas, hitunglah korelasi Spearmannya dan buat kesimpulannya

          No.XYOrdinal XOrdinal YDΣ D2
          1.90851100
          2.55608624
          3.80754311
          4.857024-24
          5.655567-11
          6.75655500
          7.605078-11
          8.84803211
          Σ----012

          • (rhitung = 0,857) < rtabel ( 5% = 0,738) → H0 ditolak, H1 diterima
          • Ada hubungan yang signifikan antara skor UTS (X) dengan UAS (Y)

          LATIHAN

          Dari data di bawah ini, lakukanlah uji Korelasi Spearman, dan buatlah kesimpulannya. Apakah ada hubungan antara score 1 dengan score 2?


          Sekian artikel tentang Memahami Konsep Korelasi Spearman dalam Statistika. Semoga bermanfaat.

          Daftar Pustaka
          • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
          • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
          • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
          • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
          • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
          • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

          Memahami Konsep Dasar dalam Statistika Menurut Para Ahli

          $
          0
          0
          Memahami Konsep Dasar dalam Statistika Menurut Para Ahli - Dalam pengertian sehari-hari, terminologi ‘statistik’ dan ‘statistika’ seringkali dianggap sebagai satu hal yang sama, suatu fakta atau angka yang didapat dari prosedur matematika. Pada kenyataannya, dua terminologi tersebut memiliki definisi dan konteks pemakaian yang berbeda, seperti yang dijelaskan berikut ini.

          Terminologi ‘statistik’ mewakili fakta  dan angka yang memberikan informasi dalam jumlah besar ke dalam angka yang sederhana, sehingga bersifat informatif dan dapat menyingkat waktu. Statistik dapat dijumpai di sekitar kita  seperti: pendapatan rata-rata; tingkat kejahatan; tingkat kelahiran; rata-rata curah hujan, dan sebagainya.

          Di lain pihak, terminologi ‘statistika’ merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada serangkaian prosedur matematika untuk mengolah, menyajikan, menganalisa dan menyimpulkan data atau informasi dalam jumlah besar ke dalam angka yang sederhana (statistik). Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana: statistika adalah prosedur matematika yang akan menghasilkan statistik.

          Memahami Konsep Dasar dalam Statistika Menurut Para Ahli_
          image source: www.slidegenius.com
          baca juga: Memahami Konsep Korelasi Spearman dalam Statistika

          Peranan Statistika dalam bidang Psikologi

          Penelitian dalam bidang psikologi (dan bidang lainnya) melibatkan proses pengumpulan informasi dalam usahanya untuk memahami ‘perilaku manusia’. Sebagai contoh, untuk mengetahui apakah kekerasan di TV memiliki efek pada perilaku anak-anak, peneliti perlu untuk mengumpulkan berbagai macam informasi perilaku anak-anak tersebut yang berkaitan dengan tayangan kekerasan di TV. Kumpulan informasi seperti nilai IQ, skor kepribadian, nilai waktu reaksi, dan sebagainya yang terkumpul umumnya dalam jumlah yang besar. Sehingga diperlukan peranan statistika untuk membantu para peneliti memahami informasi-informasi tersebut.
          Secara khusus, statistika memiliki dua tujuan umum:
          1. Statistika digunakan untuk mengatur dan meringkas informasi sehingga peneliti dapat melihat apa yang terjadi dalam penelitian yang dilakukan dan dapat menyampaikan hasil yang didapat kepada orang lain sehingga mudah dimengerti.
          2. Statistika membantu peneliti untuk menjawab pertanyaan umum yang menjadi pertanyaan dasar penelitian dengan menentukan apakah kesimpulan yang dibuat berdasarkan data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

          Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pikiran (mind) dan perilaku (behavior). Dalam penelitian di bidang psikologi, peneliti berusaha untuk mencari tahu: Apa itu mind dan behavior; Bagaimana mind dan behavior berfungsi; serta Apa yang menyebabkannya. Sebagai sains, psikologi mensyaratkan pengetahuan yang dihasilkan harus didapat melalui penelitian empiris yang sistematik, purposif dan terencana. Hal inilah yang dibantu untuk dicapai oleh statiska. Prosedur statistik membantu memastikan bahwa informasi atau data yang didapat melalui pengamatan disajikan dan diinterpretasikan dengan akurat dan informatif.

          Dalam istilah yang agak dibesar-besarkan, statistik membantu peneliti menghasilkan keteraturan dari kekacauan. Selain itu, statistik menyediakan seperangkat teknik standar yang diakui dan dipahami seluruh komunitas ilmiah, sehingga metode statistik yang digunakan oleh salah satu peneliti juga akan dipahami peneliti lain, yang secara akurat dapat menafsirkan  analisis statistik yang digunakan, bagaimana analisis tersebut dilakukan dan apa ditandai oleh hasil yang didapatkan. Secara spesifik,

          Statistika adalah Metoda kuantitatif yang bisa membantu memahami berbagai gejala atau fenomena. Statistika digunakan untuk menyederhanakan data; melihat hubungan dan perbedaan; serta memberi arti suatu gejala atau fenomena melalui pengukuran.

          Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka statistika dianggap dapat digunakan oleh akademisi dan praktisi di bidang psikologi untuk memahami literatur modern yang dihasilkan dalam bidang psikologi maupun bidang-bidang lainnya.




          Terminologi Penting dalam Statistika

          Ada beberapa terminologi penting yang sering digunakan dalam statistika, antara lain:
          • Populasi: Keseluruhan individu yang menjadi target studi
          • Sampel: Sekumpulan individu yang dipilih dari populasi, yang dianggap mewakili populasi dalam studi yang akan dilakukan. Dalam penelitian, sampel adalah obyek yang akan dikenakan pengukuran
          • Variabel: karakteristik atau kondisi yang dapat mengalami perubahan atau memiliki nilai-nilai yang berbeda untuk tiap individunya
          • Data (plural): hasil-hasil pengukuran atau observasi
          • Datum (singular): sebuah hasil pengukuran atau observa dan seringkali disebut skor
          • Data Set: sekumpulan hasil pengukuran atau observasi.
          • Parameter: karakteristik atau nilai yang mendeskripsikan populasi
          • Statistik: karakteristik atau nilai yang mendeskripsikan sampel.
          • Mean: nilai bersama yang dimiliki suatu kelompok, yang didapatkan melalui teknik aritmatika dengan cara menjumlahkan semua anggota atau nilai yang dimiliki oleh kelompok dan membaginya dengan jumlah anggota kelompok tersebut.
          • Median:Titik yang membagi suatu distribusi frekuensi atas dua bagian yang sama, yang masing-masing terdiri atas 50% kasus dari seluruh distribusi
          • Modus: Point (titik nilai) pada skala pengukuran dengan frekuensi terbanyak pada suatu distribusi
          • Distribusi Normal: distribusi data yang ditandai oleh bentuk seperti lonceng yang sempurna
          • Standard Deviasi:nilai tunggal yang mewakili semua perbedaan individual yang dihitung berdasarkan penyimpangan individu-individu dari nilai rata-rata mereka

          CONTOH:

          Pada penelitian terhadap pengaruh ‘Motivasi’ terhadap ‘Tingkat Produktifitas’  Pekerja di Jakarta. Dipilih 100 orang untuk diambil data-datanya.
          1. Sampel: 100 orang Pekerja yang diambil data ‘Motivasi’ dan ‘Tingkat Produktifitas’nya
          2. Populasi: seluruh Pekarja di Jakarta
          3. Independent Variable (IV): ‘Motivasi’
          4. Dependent Variable (DV): ‘Tingkat Produktifitas’
          5. Data ‘Motivasi’ dan ‘Tingkat Produktifitas’ seluruh Pekerja di Jakarta → Parameter Populasi
          6. Data ‘Motivasi’ dan ‘Tingkat Produktifitas’ 100 orang Pekerja yang diambil data-datanya → Statistik Sampel

          Kategori Pengolahan Data dalam Statistika

          Dalam statistika modern dikenal dua pengelompokkan teknik statistika, yaitu descriptive statistics dan inferential statistics. Secara singkat, kedua pengelompokkan tersebut didefinikan sebagai:

          • Descriptive statistics adalah proses mengumpulkan, mengelompokan, menyimpulkan dan mempresentasikan data.

          CONTOH:

          Dari hasil survey yang dilakukan Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (DCD) di Amerika pada tahun 2004, diketahui bahwa rata-rata berat badan wanita mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 1960, dimana pada tahun 1960 berat badan wanita Amerika memiliki rata-rata 140,2 pon sementara pada tahun 2004 rata-rata berat badan wanita Amerika mencapai 191 pon.

          Rata-rata berat badan wanita Amerika tersebut merupakan contoh data descriptive statistics, karena memberikan ‘deskripsi’ berat badan dari banyak orang dengan menggunakan satu ‘nilai’ saja.

          • Inferential statistics adalah proses generalisasi data terhadap populasi, melakukan estimasi dan uji hipotesa, menentukan hubungan antar variabel, serta membuat prediksi

          CONTOH:

          CDC melakukan pengukuran berat badan terhadap sejumlah wanita dari beberapa tempat yang dianggap merepresentasikan keseluruhan wanita yang ada di Amerika tanpat melakukan pengukuran terhadap seluruh wanita di Amerika. Hasil pengukuran berat badan sejumlah wanita tersebut kemudian digunakan untuk ‘memperkirakan’ berat badan seluruh wanita di Amerika. Maka, teknik statistika yang digunakan disebut sebagai inferential statistics, karena berdasarkan data yang diambil dari hanya sejumlah wanita (sampel) ditarik kesimpulan (perkiraan) terhadap berat badan wanita Amerika secara keseluruhan

          Hipotesa Statistika

          • H0: Pernyataan yang menyatakan “tidak ada hubungan antara IV dan DV”
          • Ha/H1: Pernyataan yang menyatakan “ada hubungan antara IV dan DV” 

          Kesalahan Peneliti membuat Kesimpulan Statistika

          Terdapat dua tipe kesalahan membuat kesimpulan yang dilakukan peneliti dalam analisa satatistika, yaitu Kesalahan Tipe I (Type I Error) dan Kesalahan Tipe II (Type II Error):
          • Type I Error: Kesalahan membuat kesimpulan “menolak H0” padahal seharusnya “H0 gagal ditolak”
          • TypeII Error: Kesalahan membuat kesimpulan “ H0 gagal ditolak” padahal seharusnya “H0 ditolak”

          Memilih Uji Statistika yang Tepat
          • Jika dalam penelitian menghasilkan data IV dengan skala nominal dan data DV dengan skala kontinuum; melibatkan hanya 1 IV  dan melibatkan dua kelompok data (sampel dan populasi), yang dimaksudkan untuk melihat bagaimana sampel mewakili populasi; serta diketahui Mean dan SD è Z-test atau Z-score
          • Jika penelitian dimaksudkan untuk mengetahui ‘tingkat hubungan’ antara dua variabel, bukan sebab-akibat; serta data yang didapat dari pengamatan suatu variabel kontinuum è Pearson Correlation Coefficient (rxy)
          • Jika data yang didapat dari pengamatan IV dan DV dalam skala nominal è Chi-square
          • Jika data yang didapat dari pengamatan IV dan DV dalam skala ordinal dan penelitian yang dilakukan ditujukan untuk mengetahui hubungan antara variabel è Spearman Correlation Coefficient (rrho)



          KUIS
          1. Pilihlah 1 dari 2 pilihan soal berikut, soal 1a atau 1b (20 poin)
          2. Diketahui:

          N = 100 orang, yang ingin dikelompokkan menjadi 5 kelompok ABCDE berdasarkan konsep distribusi normal. Berapakan proporsi dan jumlah anggota dari masing-masing kelompok A, B, C, D, dan E?

          Diketahui:
            Mean Laki-laki = 50                         Mean Perempuan = 60
            SD Laki-laki = 15                              SD Perempuan = 10
            Median Laki-laki = 45                                  Median Perempuan = 50
            N Laki-laki = 100 orang                   N Perempuan = 100 orang

            Berapa proporsi (%) dan jumlah Perempuan yang memiliki nilai di atas Median Laki-laki?

            Pilihlah 1 dari 2 pilihan soal berikut, soal 2a atau 2b (20 poin)
            1. Dari 5 huruf: P, R, I, D, E; tentukan Permutasi (P) dan Kombinasi (C) setiap kali diambil 2 huruf
            2. Berapa probabilitas menarik kartu As Wajik, King Wajik, Queen Wajik, Jack Wajik, dan 10 Wajik dalam 5x penarikan dari 1 set kartu remi dengan mengembalikan kartu setiap kali penarikan?

            Pilihlah 1 dari 2 pilihan soal berikut, soal 3a atau 3b (30 poin)

            Lakukan Analisa Chi-Square untuk Uji Estimasi dan buat kesimpulan dari data berikut

            KategoriObserved (O)Expected (E)
            Sangat Setuju150225
            Setuju200225
            Tidak Setuju300225
            Sangat Tidak Setuju250225
            Lakukan Uji Korelasi Spearman dan buat kesimpulan dari data berikut (30 poin)
              Jumlah menit Olah Raga yang dilakukan dalam 1 MingguTekanan Darah Tertinggi Rata-rata
              35100
              40110
              45105
              3080
              6095

              Pilihlah 1 dari 2 pilihan soal berikut, soal 4a atau 4b.
              1. Lakukan Analisa Chi-Square untuk Uji hipotesa dan buat kesimpulan dari data berikut
                KecelakaanTidak ada Kecelakaan
                Hujan5075
                Cerah2550

                1. Lakukan Uji Korelasi Pearson dan buat kesimpulan dari data berikut:
                Jumlah waktu belajar per MingguNilai Ujian
                3075
                3585
                3060
                2555
                2050

                Sekian artikel tentang Memahami Konsep Dasar dalam Statistika Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                Daftar Pustaka

                • Aron, A., Coups, E.J., & Aron, E.N. (2013). Statistics for psychology. 6th ed.  New Jersey: Pearson Education, Inc.
                • Gravetter, F.J. & Wallnau, L.B. (2009). Statistics for the Behavioral Sciences.
                • Hinton, P.R. (2004). Statistics Explained, 2nd ed. London: Routledge.
                • Howell, D.C. (2012). Statistical Method for Psychology. Australia: Wadsworth, Cengage Learning.
                • Nolan, S.A. & Heinzen, T.E, (2012). Statistics for the Behavioral Sciences. Second Edition. New York: Worth Publishers.
                • Sulistiyono, S. (2009). Statistika Psikologi 2. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

                Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biopsikologi Menurut Ahli

                $
                0
                0
                Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biopsikologi Menurut Ahli - Biopsikologi adalah studi ilmiah tentang biologi perilaku. Pinel (2009) menggunakan istilah biopsikologi karena bidang ini menunjukkan pendekatan biologis pada studi tentang psikologi dan bukan pendekatan psikologis pada studi tentang biologi. Psikologi akan menjadi tumpuan dalam pembahasan ini.

                Psikologi sendiri merupakan studi ilmiah tentang perilaku → studi ilmiah yang berkaitan dengan berbagai overt activities (kegiatan yang kasat mata) dari organisme maupun proses-proses internal yang mendasarinya (misalnya, proses belajar, ingatan, motivasi, persepsi, dan emosi.
                Sejarah Perkembangan Biopsikologi
                • Dibandingkan dengan ilmu fisika, kimia dan biologi, biopsikologi masih tergolong ilmu yang baru. Sampai dengan abad ke-20, biopsikologi belum berkembang menjadi salah satu disiplin neurosains.
                • Penerbitan The Organization of Behavior pada tahun 1949 oleh D.O. Hebb merupakan kunci awal bagi kemunculan biopsikologi.
                • Dalam bukunya, Hebb mengembangkan teori komprehensif pertama tentang bagaimana kemungkinan fenomena kompleks , seperti persepsi, emosi, pikiran, dan ingatan, diproduksi oleh aktivitas otak.
                • Hebb mendasarkan teorinya pada berbagai eksperimen yang melibatkan manusia maupun hewan laboratorium, pada studi-studi kasus klinis, dan pada argumen-argumen logis yang dikembangkan dari observasinya yang insightful terhadap kehidupan sehari-hari.
                Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biopsikologi Menurut Ahli_
                image source: freshfutures.com
                baca juga: Memahami Konsep Dasar dalam Statistika Menurut Para Ahli

                Hubungan antara Biopsikologi dan Disiplin Neurosains lainnya
                • Dapat dikatakan bahwa neurosains adalah sebuah usaha tim, dan biopsikolog adalah anggota penting tim itu.
                • Biopsikologi adalah sebuah disiplin integratif. Biopsikologi menyatukan pengetahuan dari disiplin-disiplin neurosains lainnya dan menerapkannya pada studi tentang perilaku.
                • Beberapa disiplin neurosains yang sangat relevan dengan biopsikologi :
                • Neuroanatomi → Studi tentang struktur sistem saraf
                • Neurokimia → Studi tentang dasar-dasar kimiawi untuk aktivitas neural
                • Neuroendrokinologi → Studi tentang interaksi antara sistem saraf dan sistem endokrin
                • Neuropatologi → Studi tentang gangguan sistem saraf
                • Neurofarmakologi → Studi tentang efek obat-obatan pada aktivitas neural
                • Neurofisiologi → Studi tentang fungsi dan aktivitas sistem saraf

                Penelitian yang Menjadi Ciri Pendekatan Biopsikologi

                Biopsikolog mengkaji berbagai macam fenomena dan mereka mendekati penelitian dengan banyak cara. Terdapat tiga dimensi utama dalam pembahasan ini. Penelitian biopsikologis dapat melibatkan subjek manusia atau nonmanusia, penelitian tersebut dapat berbentuk eksperimen formal atau studi noneksperimental, dan penelitian itu bisa murni atau terapan.

                Subjek Manusia dan Nonmanusia
                  • Dalam penelitian biopsikologi, dapat dikatakan bahwa manusia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan nonmanusia (binatang). Keunggulan tersebut antara lain : manusia dapat mengikuti instruksi, mereka dapat melaporkan pengalaman subjektifnya, membutuhkan biaya yang relatif lebih murah, dan terutama keunggulan terbesar manusia adalah dapat membantu untuk lebih memahami kerumitan dari fungsi otak manusia.
                  • Lalu mengapa biopsikolog tetap menggunakan nonmanusia sebagai subjek penelitiannya? Kontinuitas evolusioner otak → perbedaan antara otak manusia dan otak spesies lain yang terkait lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Oleh sebab itu banyak prinsip fungsi otak manusia dapat ditarik dari studi terhadap nonmanusia .
                  • Nonmanusia memiliki tiga keuntungan sebagai subjek penelitian dibandingkan dengan manusia, yaitu diantaranya :
                  • Otak dan perilaku subjek nonmanusia lebih sederhana → lebih berkemungkinan untuk menemukan interaksi-interaksi fundamental antara otak dan perilaku.
                  • Insight sering muncul dari pendekatan komparatif → kaitan tentang proses biologis dengan membandingkan spesies-spesies yang berbeda. Misalnya, membandingkan perilaku spesies yang memiliki korteks serebral dengan yang tidak memiliki untuk memahami fungsi-fungsi kortikal.
                  • Alasan etik → ada beberapa perlakuan yang tidak mungkin dilakukan pada subjek manusia.
                   
                  Eksperimen dan Non-eksperimen
                    Eksperimen
                    • Menurut Pinel (2009), eksperimen adalah metode yang digunakan para ilmuwan untuk menemukan apa menyebabkan apa.
                    • Untuk melaksanakan sebuah eksperimen yang melibatkan makhluk hidup, eksperimen harus terlebih dahulu merancang dua kondisi atau lebih pada subjek penelitian.
                    • Ada beberapa desain penelitian yang biasa digunakan :
                    Between-Subject Design→ beberapa macam kelompok subjek yang dites pada masing-masing kondisi.
                    Within-Subject Design→ kelompok subjek yang sama dites untuk masing-masing kondisi.
                    • Eksperimenter menempatkan subjek ke berbagai kondisi, menerapkan perlakuan dan mengukur hasilnya sedemikian rupa sehingga hanya ada satu perbedaan yang relevan di antara kondisi-kondisi yang dibandingkan . Perbedaan di antara berbagai kondisi itu disebut variabel independen.
                    • Variabel yang diukur oleh eksperimenter (peneliti) untuk mengases efek variabel independen disebut variabel dependen.
                    • Bila ada lebih dari satu perbedaan yang dapat mempengaruhi variabel dependen → confounded variable

                    Kuasi-Eksperimental
                    • Tidak mungkin bagi biopsikolog mengusung metode eksperimental untuk semua masalah yang menjadi interesnya. Sering kali ada berbagai halangan fisik atau etik yang tidak memungkinkan untuk menempatkan subjek ke dalam kondisi tertentu atau untuk menerapkan berbagai kondisi pada subjek yang sama. Sebagai contoh, eksperimen tentang penyebab-penyebab kerusakan otak pada para pencandu alkohol.
                    • Oleh karena itu terkadang biopsikolog melakukan studi kuasi-eksperimental, yaitu penelitian terhadap kelompok-kelompok subjek yang sudah terpapar kondisi-kondisi yang ingin diteliti di dunia nyata.
                    • Studi semacam ini tampak seperti eksperimen, tetapi bukan eksperimen sejati karena confounded variable potensialnya tidak dikontrol.

                    Studi Kasus
                    • Studi kasus adalah studi-studi yang difokuskan pada satu kasus atau subjek.
                    • Oleh karena difokuskan pada satu kasus tunggal, studi kasus sering memberikan gambaran yang lebih mendalam dan merupakan sumber yang sempurna untuk hipotesis-hipotesis yang dapat diuji.
                    • Kelemahan dari studi kasus → daya generalisasi – sejauh mana hasil-hasilnya dapat diterapkan pada kasus-kasus lain.

                    Murni dan Terapan
                      • Penelitian murni adalah penelitian yang terutama dimotivasi oleh keingintahuan si peneliti → penelitian itu semata-mata dilakukan dengan maksud memperoleh pengetahuan.
                      • Penelitian terapan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mewujudkan manfaat langsung tertentu bagi umat manusia.

                       Enam Divisi Utama Biopsikologi
                      1. Physiological psychology (psikologi fisiologi/ psikologi faal)
                      2. Psychopharmacology (psikofarmakologi)
                      3. Neuropsychology (neuropsikologi)
                      4. Psychophysiology (psikofisiologi)
                      5. Cognitive neuroscience (neurosains kognitif)
                      6. Comparative psychology (psikologi komparatif)

                      Psikologi Fisiologi
                      • Psikologi fisiologi adalah divisi biopsikologi yang mengkaji mekanisme neural perilaku melalui manipulasi otak secara langsung dalam eksperimen-eksprimen terkontrol → yang lazim dilakukan dengan metode bedah dan metode elektrik.
                      • Subjek penelitian psikologi fisiologi hampir selalu menggunakan binatang (nonmanusia) di laboratorium → karena fokusnya pada manipulasi dan eksperimen terkontrol sehingga tidak memungkinkan penggunaan subjek manusia.
                      • Penelitian dalam psikologi fisiologi biasanya merupakan penelitian murni → penelitian yang berkontribusi pada pengembangan teori tentang pengontrolan neural terhadap perilaku dan bukan penelitian yang memiliki manfaat praktis langsung.

                      Psikofarmakologi
                      • Psikofarmakologi mirip dengan psikologi fisiologi, namun lebih difokuskan pada manipulasi aktivitas neural dan perilaku dengan obat-obatan.
                      • Banyak penelitian psikofarmakologi yang bersifat terapan → mengembangkan obat-obat terapeutik atau mengurangi penyalahgunaan obat.
                      • Para psikofarmakolog mengkaji obat-obatan pada berbagai spesies (nonmanusia dan manusia, jika memungkinkan)

                      Neuropsikologi
                      • Neuropsikologi adalah kajian tentang efek-efek psikologis dari kerusakan otak pada pasien manusia.
                      • Karena subjek manusia secara etis tidak mungkin dipapari dengan perlakuan-perlakuan eksperimental yang membahayakan fungsi otak normalnya, maka penelitian neuropsikologi nyaris secara eksklusif menangani studi kasus dan studi kuasi-eksperimental terhadap pasien-pasien dengan kerusakan otak akibat penyakit, kecelakaan, atau bedah saraf.
                      • Neuropsikologi adalah subdisiplin biopsikologi yang paling bersifat terapan.

                      Psikofisiologi
                      • Psikofisiologi adalah divisi biopsikologi yang mengkaji hubungan antara aktivitas fisiologis dan proses-proses psikologis pada subjek manusia.
                      • Oleh karena subjek penelitian psikofisiologi adalah manusia, prosedur perekaman psikofisiologis biasanya bersifat noninvasif → aktivitas fisiologis direkam dari permukaan tubuh → yang lazim dilakukan biasanya dengan EEG (Electroencephalogram), mengukur ketegangan otot, gerakan mata, dan beberapa indikator aktivitas sistem saraf otonom (misalnya, detak jantung, tekanan darah, dilasi pupil, dan konduktansi elektrik kulit)
                      • Kebanyakan penelitian psikofisiologi difokuskan pada pemahaman tentang fisiologi proses-proses psikologis, seperti atensi, emosi, dan pemrosesan informasi. Contoh lain, eksperimen psikofisiologi menunjukkan bahwa para penderita skizofrenia mengalami kesulitan untuk mengikuti dengan lancar sebuah objek yang bergerak, misalnya, sebuah pendulum.

                      Neurosains Kognitif
                      • Neurosains kognitif mengkajii dasar-dasar neural kognisi → proses-proses intelektual dengan tingkat yang lebih tinggi, seperti pikiran, ingatan, atensi, dan proses-proses perseptual kompleks.
                      • Merupakan divisi yang termuda dari biopsikologi.
                      • Kebanyakan penelitian neurosains kognitif melibatkan manusia sebagai subjeknya.
                      • Metode utamanya adalah dengan perekaman noninvasif.
                      • Metode utama penelitian neurosains kognitif lainnya adalah functional brain image→ merekam gambar-gambar aktivitas otak manusia hidup selama subjeknya terlibat dalam aktivitas kognitif tertentu.

                      Psikologi Komparatif
                      • Psikologi komparatif adalah divisi biopsikologi yang menangani biologi perilaku secara umum dan bukan secara khusus menangani mekanisme neural.
                      • Psikolog komparatif membandingkan perilaku berbagai macam spesies untuk memahami evolusi, genetika, dan adaptivitas perilaku.
                      • Sebagian psikolog komparatif mengkaji perilaku di laboratorium dan sebagian lainnya terlibat penelitian etologis àkajian perilaku hewan di lingkungan alamiahnya.
                      • Dua bidang penting penelitian biopsikologi yang sering menerapkan analisis komparatif, yaitu psikologi evolusioner (subbidang yang difokuskan pada pemahaman perilaku dengan mempertimbangkan asal muasal evolusionernya) dan genetika perilaku (kajian pengaruh genetik terhadap perilaku).

                      Converging Operation: Bagaimana Para Biopsikolog Bekerja Bersama-sama
                      • Tidak satupun pendekatan penelitian biopsikologi yang tidak memiliki kelemahan dan karena begitu kompleksnya otak dan perannya dalam berbagai proses psikologis, maka isu-isu biopsikologis yang penting jarang diatasi oleh sebuah eksperimen tunggal → diperlukan pendekatan yang memiliki cara sedemikian rupa sehingga kekuatan sebuah pendekatan dapat mengkompensasi kelemahan pendekatan lain → pendekatan gabungan ini disebut converging operation.
                      • Misalnya, kekuatan dan kelemahan neuropsikologi dan psikologi fisiologi dalam kajian tentang efek-efek psikologis dari kerusakan pada korteks serebral manusia.


                      PendekatanKekuatanKelemahan
                      NeuropsikologiMenangani langsung pasiennyaTidak memungkinkan diterapkannya eksperimen dalam kajiannya
                      Psikologi fisiologiDapat mengusung kekuatan metode eksperimental dan teknologi neurosains dalam penelitian terhadap binatang-binatang nonmanusiaRelevansi penelitian antara binatang-binatang laboratorium dengan defisit neuropsikologis manusia selalu dipertanyakan

                      • Kekuatan biopsikologi terletak pada keanekaragaman metode dan pendekatannya → dalam mengevaluasi klaim-klaim biopsikologi jarang terjadi bahwa kita hanya cukup mempertimbangkan hasil dari sebuah studi atau bahkan dari serangkaian eksperimen yang menggunaan metode atau pendekatan yang sama.

                      Inferensi Ilmiah: Bagaimana Para Biopsikolog Mempelajari Cara Kerja Otak yang Tidak Dapat Diobservasi
                      • Metode ilmiah adalah sebuah sistem untuk menemukan sesuatu melalui observasi yang cermat, tetapi banyak proses yang dikaji oleh para ilmuwan tidak dapat diobservasi.
                      • Contohnya, ilmuwan menggunakan metode empiris (observasional) untuk mengkaji zaman es, gravitasi, penguapan, listrik, dan pembelahan nucleus → efek-efeknya dapat diobservasi, tetapi prosesnya sendiri tidak dapat diobservasi.
                      • Metode empiris yang digunakan para biopsikolog dan para ilmuwan untuk mengkaji sesuatu yang tidak dapat diobservasi disebut inferensi ilmiah.
                      • Para ilmuwan mengukur dengan cermat kejadian-kejadian kunci yang dapat mereka observasi dan kemudian menggunakan ukuran-ukuran ini sebagai dasar untuk membuat inferensi logis tentang hal-ihwal kejadian yang tidak dapat mereka observasi.

                      Berpikir Kritis tentang Klaim-Klaim Biopsikologi
                      • Kita perlu mulai mengembangkan kemampuan berpikir kritis kita, kemampuan untuk mengevaluasi klaim-klaim ilmiah dengan mengidentifikasikan potensial omission (hal-hal yang tidak tercantum) atau kelemahan dalam bukti-buktinya.
                      • Dalam menilai validitas klaim ilmiah apapun perlu menentukan apakah klaim dan penelitian yang mendasarinya dipublikasikan dalam jurnal ilmiah yang memiliki reputasi baik → karena untuk dipublikasikan di sebuah jurnal ilmiah yang bereputasi baik, sebuah artikel pertama-tama harus direviu oleh pakar di bidang itu dan dinilai memiliki kualitas yang baik.

                      Sekian artikel tentang Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biopsikologi Menurut Ahli. Semoga bermanfaat.

                      Daftar Pustaka
                      • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                      Memahami Konsep-Konsep Anatomi Sistem Saraf pada Manusia

                      $
                      0
                      0
                      Memahami Konsep-Konsep Anatomi Sistem Saraf pada Manusia - Artikel ini akan menjelaskan tentang anatomi sistem saraf. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep anatomi sistem saraf.

                      Susunan Umum Sistem Syaraf

                      Memahami Konsep-Konsep Anatomi Sistem Saraf pada Manusia_

                      baca juga: Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biopsikologi Menurut Ahli

                      Bagian-bagian Sistem Saraf
                      • Sistem saraf pusat atau central nervous system (CNS) terdiri dari:
                      • Otak, yang berada di dalam tengkorak
                      • Sumsum tulang belakang atau spinal cord, yang berada di tulang belakang
                      • Sistem saraf tepi atau peripheral nervous system (PNS) terdiri dari:
                      • Sistem saraf somatik, merupakan bagian PNS yang berinteraksi dengan lingkungan eksternal
                      • Sistem saraf otonom, merupakan bagian PNS yang mengatur lingkungan internal tubuh
                      • Aferen menuju ke CNS
                      • Eferen menjauhi CNS
                      • Saraf aferen dalam sistem saraf somatik → membawa sinyal-sinyal sensorik dari kulit, otot-otot rangka, sendi, mata, telinga dll ke CNS.
                      • Saraf eferen dalam sistem saraf somatik → membawa sinyal-sinyal motorik dari CNS ke otot-otot skeletal.
                      • Saraf aferen dalam sistem saraf otonom àmembawa sinyal-sinyal sensorik dari organ-organ dalam ke CNS.
                      • Saraf eferen dalam sistem saraf otonom → membawa sinyal-sinyal motorik dari CNS ke organ-organ dalam.
                      • Dua macam sistem eferen dalam sistem saraf otonom :
                      • Saraf Simpatik adalah saraf motorik otonom yang ke luar dari CNS di daerah lumbar dan thoracic di sumsum tulang belakang
                      • Saraf Parasimpatik adalah saraf motorik otonom yang memproyeksi dari otak dan bagian sacral



                      Sistem Saraf Periferal
                      • Sebagian besar saraf di sistem saraf periferal keluar dari sumsum tulang belakang. Tetapi ada 12 pasang pengecualian, yaitu saraf kranial (cranial nerves) yang keluar dari otak.
                      • Serabut-serabut motorik otonom dari saraf kranial bersifat parasimpatik.

                      Meninges, Ventrikel, dan Cairan Serebrospinal
                      • CNS merupakan organ yang paling terlindungi. Mereka terbungkus dalam tulang dan diselubungi oleh 3 selaput pelindung (meninges), diantaranya adalah:
                      • Dura mater → selaput paling luar dan paling kuat
                      • Arachnoid membrane → selaput jaring laba-laba yang halus; dibawahnya terdapat ruang (subarachnoid space) yang berisi pembuluh darah dan cairan serebrospinal.
                      • Pia mater → selaput paling dalam yang lembut; menempel pd permukaan CNS
                      • Pelindung CNS lainnya adalah cerebrospinal fluid (cairan serebrospinal) yang mengisi ruang subaraknoid, kanal sentral sumsum tulang belakang, dan ventrikel serebral otak.
                      • Cairan serebrospinal menopang dan memberikan bantalan pada otak.
                      • Cairan serebrospinal diproduksi secara terus menerus oleh choroid plexuses → jaringan kapiler yang memproyeksi masuk ke dalam ventrikel dari pia meter.

                      Penghalang Darah-Otak
                      • Mekanisme yang menghalangi masuknya banyak substansi toksik (beracun) dari darah ke dalam otak → blood-brain barrier atau penghalang darah-otak.
                      • Di dalam otak, dinding sel-sel pembuluh darah mempunyai packing yang rapat, sehingga membentuk penghalang bagi masuknya banyak molekul, terutama yang berukuran besar.

                      Sel-sel Sistem Saraf
                      • Neuron adalah sel-sel yg terspesialisasi untuk resepsi (penerimaan), konduksi (penghantaran), dan transmisi (penyebaran) berbagai sinyal.
                      • Membran sel neuron berupa lipid bilayer → dua lapisan molekul lemak. Molekul protein yang melekat pada lipid bilayer merupakan unsur dari banyak properti fungsional membran sel.
                      • Sebagian protein membran adalah channel proteins, sebagian lainnya adalah signal proteins.

                      Fitur Utama Eksternal Neuron
                      • Dendrit : penonjolan pendek yang keluar dari badan sel, yang menerima sebagian besar kontak sinaptik dari neuron-neuron lain.
                      • Axon : Penonjolan yang sempit dan panjang yang tumbuh dari badan sel.
                      • Mielin : Insulator (material untuk mencegah konduksi) berlemak yang mengelilingi beberapa akson.
                      • Nodes of Ranvier : Celah di antara bagian-bagian mielin.
                      • Sinapsis : Celah di antara neuron-neuron yang berdekatan ke mana sinyal-sinyal kimiawi ditransmisikan (di sebarkan).



                      Golongan-golongan Neuron
                      • Multipolar neuron: Neuron dengan lebih dari 2 tonjolan yang keluar dari badan sel.
                      • Bipolar neuron: Neuron dengan 2 tonjolan yang keluar dari badan sel.
                      • Unipolar neuron: Neuron dengan 1 tonjolan yang keluar dari badan sel.
                      • Interneuron: neuron dengan akson pendek atau sama sekali tanpa akson; fungsinya utk mengintegrasikan aktivitas neural dalam struktur otak, bukan untuk menghantarkan sinyal.

                      Sel-sel Glia
                      • Selain neuron, ada sel lain yang terdapat di dalam sistem saraf yang disebut sebagai sel glia. Jumlah sel glia melampaui jumlah neuron dengan perbandingan 10:1.
                      • Ada beberapa jenis sel glia :
                      • Oligodendrocytes→ dibentuk oleh mielin, untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi konduksi aksonal; perpanjangan yang membungkus akson pada neuron sistem saraf pusat.
                      • Sel Schwan → fungsinya serupa dengan oligodendrocytes dalam sistem saraf tepi; dapat memandu regenerasi aksonal setelah terjadi kerusakan.
                      • Microglia→ lebih kecil dibandingkan dengan sel glia lainnya; berfungsi merespon cedera atau penyakit.
                      • Astrocytes → merupakan sel glia terbesar; memiliki bentuk seperti bintang; berperan dalam memungkinkan lewatnya beberapa bahan kimia dari darah ke dalam neuron CNS dan dalam memblokir bahan-bahan kimia lainnya; penelitian terakhir menyebutkan bahwa astrocytes juga mengirimkan dan menerima sinyal dari neuron dan sel glia lain, mengontrol pembentukan dan pemeliharaan sinapsis di antara neuron-neuron, memodulasi aktivitas neural, dan berpartisipasi dalam sirkuit-sirkuit glia.

                      Teknik Neuroanatomis
                      • Golgi Stain → jaringan neural dipapari oleh potassium dichromate dan silver nitrate → melihat neuron secara individual.
                      • Nissl Stain → pewarnaan neuron dengan menggunakan cresyl violet (paling sering digunakan) → mengikat secara efektif struktur-struktur badan sel neuron sehingga dapat mengestimasikan jumlah badan sel di sebuah area dengan menghitung jumlah titik-titik yang terwarnai.
                      • Mikroskopi Elektron→ untuk melihat detail struktur neuron.
                      • Teknik Pelacakan Neuroanatomis→ peneliti menyuntikkan bahan kimia ke area tertentu → 2 teknik: anterograd dan retrograd → bahan kimia mengalir dari badan sel ke sepanjang akson menuju terminal button → setelah beberapa hari jaringan otak diambil dan diiris, irisan tersebut kemudian diberi treatmen untuk mengungkap lokasi bahan kimia yang telah disuntikkan.

                      Arah dalam Sistem Saraf
                      • Arah-arah dalam sistem saraf vertebrata dideskripsikan menurut orientasi sumsum tulang belakang.
                      • Sistem arah anatomi pada manusia diadaptasi dari sistem arah anatomi vertebrata.
                      • Terdapat 3 sumbu dalam sistem saraf vertebrata dan manusia:
                      • Anterior (ujung hidung) dan Posterior (ujung ekor)
                      • Dorsal (permukaan punggung) dan Ventral (permukaan dada)
                      • Medial (ke arah garis tengah tubuh) dan Lateral (ke arah samping tubuh)

                      Istilah arah lain:
                      Proximal → posisi yang lebih dekat dengan CNS
                      Distal → posisi yang lebih jauh dari CNS



                      Irisan Otak


                      Sumsum Tulang Belakang
                      • Dalam cross section (irisan melintang), tampak bahwa sumsum tulang belakang terdiri dari 2 area yg berbeda:
                      • gray-matter→ sebagian besar berupa badan sel dan interneuron yang tak termielinasi
                      • white-matter→ sebagian besar terdiri atas akson yang termielinasi
                      • Dorsal horns dan ventral horns → kedua lengan doral dan ventral gray-matter tulang belakang.
                      • Spinal nerves melekat pada sumsum tulang belakang, terdiri dari 31 tingkat ruas tulang punggung dan 62 saraf.

                      Struktur Utama Otak
                      • Myelencephalon (medulla): bagian otak paling posterior; sebagian besar berupa lintasan yang membawa sinyal antara bagian otak lain dan tubuh; formasi retikuler-nya terlibat dalam berbagai fungsi, seperti tidur, atensi, gerakan, pemeliharaan muscletone, berbagai reflek kardiak, sirkulatorik, dan respiratorik.
                      • Metencephalon: struktur ini menciptakan tonjolan yang disebut pons. Bagian lainnya adalah cerebellum atau otak kecil → merupakan struktur sensorimotor yg penting.
                      • Mesencephalon (otak tengah): terdiri dari 2 bagian → tektum dan tegmentum. Tektum adalah permukaan dorsal otak-tengah → berperan dalam fungsi pendengaran dan visual. Tegmentum adalah bagian mesensefalon yang letaknya ventral terhadap tektum.
                      • Diencephalon: terdiri dari 2 struktur → thalamus dan hypothalamus.

                      Thalamus adalah struktus besar 2 lobus yg merupakan bagian puncak batang otak → sensory relay nuclei-nya menerima sinyal dari reseptor sensorik, memproses dan mentransmisikannya ke daerah korteks sensori. 

                      Hypothalamus berlokasi tepat di bawah thalamus anterior; berperan penting dalam pengaturan beberapa perilaku termotivasi; melepaskan hormon-hormon dari pituitary gland.
                      • Telencephalon: bagian terbesar otak manusia; memperantarai fungsi-fungsi paling kompleks otak; menginisiasi gerakan yang disengaja, menginterpretasi input sensorik, dan memperantarai berbagai proses kognitif kompleks seperti belajar, berbicara, dan mengatasi masalah.
                      • CerebralCortex → lapisan jaringan yang menutupi hemisfer serebral.
                      • Pada manusia, korteks serebral berkonvolusi (berlekuk-lekuk).
                      • Lekukan-lekukan besar pada korteks yang berkonvolusi disebut fissure (fisura/ celah), lekukan kecil disebut sulci.
                      • Dibagi dlm 4 lobus: lobus frontal, lobus parietal, lobus temporal, dan lobus oksipital.


                      Sekian artikel tentang Memahami Konsep-Konsep Anatomi Sistem Saraf pada Manusia. Semoga bermanfaat.

                      Daftar Pustaka

                      • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                      Memahami Konsep tentang Konduksi Neural dalam Biopsikologi

                      $
                      0
                      0
                      Memahami Konsep tentang Konduksi Neural dalam Biopsikologi - Artikel ini akan menjelaskan tentang bagaimana neuron mengirimkan dan menerima sinyal. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep tentang konduksi neural.

                      baca juga: Memahami Konsep-Konsep Anatomi Sistem Saraf pada Manusia

                      Resting Membrane Potential


                      Membrane Potential→ perbedaan charge (muatan) listrik antara di dalam dan di luar sel.

                      Untuk merekam membrane potential sebuah neuron → dengan memposisikan ujung salah satu elektroda dalam neuron dan ujung elektroda lainnya di luar neuron di dalam cairan ekstraseluler.

                      Ketika kedua ujung elektroda berada di dalam cairan ekstraselular → perbedaan voltase di antara kedua elektroda tersebut adalah nol.

                      Namun, ketika ujung elektroda intraseluler dimasukan ke dalam neuron → steady potential sebesar kira-kira -70mV → potential resting neuron adalah sekitar 70mV lebih kecil dibandingkan dengan di luar neuron.

                      Resting potential neuron→ neuron dalam keadaan “istirahat” → dengan beban -70mV di sekujur membrannya → terpolarisasi.

                      Resting potential → rasio antara muatan positif dan negatif di dalam neuron lebih besar dibandingkan dengan di luar neuron.

                      Mengapa distribusi muatan tidak berimbang bisa terjadi? → Kaitannya dengan interaksi di antara empat faktor → dua faktor yang bertindak mendistribusikan ion-ion secara merata ke seluruh cairan intraseluler maupun ekstraseluler sistem saraf dan dua fitur membran neural yang menetralkan efek-efek homogenizing.

                      Faktor-faktor homogenizing:
                      • Random motion (gerakan random) → Ion-ion dalam jaringan neural bergerak random secara konstan → partikel-partikel dalam gerakan acak cenderung menjadi terdistribusi secara merata karena mereka lebih berkemungkinan untuk menurunkan gradien konsentrasi daripada menaikkannya → lebih berkemungkinan bergerak dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah daripada sebaliknya
                      • Tekanan elektrostatik → setiap akumulasi muatan listrik, positif maupun negatif, di sebuah daerah akan cenderung dibuyarkan oleh repulsi (tolak-menolak) di antara muatan-muatan listrik yang sama di suatu daerah dan atraksi (tarik-menarik) di antara muatan-muatan yang berlawanan akan terkonsentrasi di tempat lain.

                      Tidak ada satu golongan ion pun yang terdistribusi secara merata ke kedua sisi membran neural.

                      Empat macam ion yang memiliki kontribusi signifikan pada resting potential → ion sodium (Na+), ion potasium (K+), ion khlorida (Cl-) dan berbagai ion protein bermuatan negatif.

                      Konsentarsi Na+ dan Cl- di luar resting neuron lebih besar dibanding di dalam, sementara ion K+ lebih terkonsentrasi di dalam. Ion protein bermuatan negatif disintesiskan di dalam neuron dan sebagian besar di antaranya tetap tinggal di sana.

                      Dua properti membran neural bertanggung jawab atas distribusi Na+, K+, Cl- dan ion-ion protein yang tidak merata di dalam resting neurons. Salah satu properti bersifat pasif → tidak melibatkan konsumsi energi. Properti lainnya bersifat aktif → melibatkan konsumsi energi.

                      Di dalam resting neuron K+ dan Cl- dapat dengan mudah melewati membran neural, Na+ melewatinya dengan penuh kesulitan, dan ion-ion protein bermuatan negatif sama sekali tidak dapat melewatinya → permeabilitas diferensial.

                      Ion-ion melewati membran neural pada pori-pori khusus → ion channels → masing-masing tipenya terspesialisasi untuk dilewati ion tertentu.

                      Mengapa konsentrasi ion-ion Na+ dan K+ intraseluler dan ekstraseluler di dalam neuron tetap konstan? → Hodgkin dan Huxley menemukan, bahwa ada mekanisme-mekanisme aktif dalam membran sel untuk menolak influx (aliran masuk) ion-ion Na+ dengan memompa ke luar ion-ion Na+ secepat mereka masuk, dan untuk menolak efflux (aliran keluar) ion-ion K+ dengan memompa ion-ion K+ secepat mereka menerobos ke luar.


                      Keterangan gambar: faktor-faktor pasif dan aktif yang mempengaruhi distribusi ion-ion Na+, K+, Cl- di sepanjang membran neural. Faktor-faktor pasif terus-menerus mendorong ion-ion K+ ke luar dari resting neuron dan ion-ion Na+ masuk → ion-ion K+ harus secara aktif dipompa ke luar untuk menjaga resting equilibrium.

                      Pengangkutan ion-ion tersebut dilakukan oleh mekanisme yang mengkonsumsi energi di dalam membran sel → menukar 3 ion Na+ dalam neuron untuk 2 ion K+ di luar neuron → diangkut oleh transporter → sodium-potassium pumps.


                      Transporter→ pengangkut, mekanisme di dalam membran sebuah sel yang secara aktif mengangkut ion-ion atau molekul-molekul ke sekujur membran sel itu.

                      Pembangkitan dan Konduksi Potensial Pos-Sinaptik

                      Ketika neuron menembak (fire), neuron-neuron melepaskan bahan-bahan kimia dari terminal button (neurotransmiter), yang berdifusi di celah-celah sinaptik dan berinteraksi dengan molekul-molekul reseptor khusus pada membran reseptif neuron-neuron selanjutnya di sepanjang sirkuit itu.

                      Ketika molekul-molekul neurotransmiter terikat di reseptor-reseptor pos-sinaptik, mereka biasanya memiliki dua efek, tergantung struktur neurotransmiter dan reseptor yang dimaksud:
                      • Mereka mungkin men-depolarisasi membran reseptif → mengurangi resting membrane potential dari -70 menjadi -67 mV, misalnya
                      • Mereka meng-hiperpolarisasi membran reseptor → menaikkan resting membrane potential dari -70 mV menjadi -72 mV, misalnya

                      Depolarisasi pos-sinaptik → excitatory post-synaptic potentials (EPSP)→ meningkatkan kemungkinan neuron-neuron akan menembak.

                      Hiperpolarisasi pos-sinaptik → inhibitory post-synaptic potentials (IPSP)→ mengurangi kemungkinan neuron-neuron akan menembak.

                      Baik EPSP maupun IPSP merupakan graded responses→ amplitudo EPSP dan IPSP proposional dengan intensitas sinyal-sinyal yang membangkitkannya → sinyal-sinyal yang lemah membangkitkan potensial pos-sinaptik yang kecil, dan sinyal-sinyal yang kuat membangkitkan potensial pos-sinaptik yang besar.

                      EPSP dan IPSP berjalan secara pasif dari tempat-tempat pembangkitannya di sinapsis, biasanya di dendrit atau badan sel, dengan cara yang sangat mirip dengan sinyal-sinyal listrik yang berjalan melalui seutas kabel.

                      Dua karakteristik penting transmisi potensial pos-sinaptik:
                      • Potensial pos-sinaptik yang cepat
                      • Transmisi EPSP dan IPSP bersifat decremental→ amplitudo EPSP dan IPSP berkurang ketika mereka berjalan ke sepanjang neuron → kebanyakan EPSP dan IPSP tidak berjalan terlalu jauh di sepanjang sebuah akson

                        Integrasi Potensial Pos-Sinaptik dan Pembangkitan Potensial Aksi

                        Apakah sebuah neuron menembak, bergantung pada keseimbangan antara sinyal-sinyal eksitatorik dan inhibitorik yang mencapai aksonnya → sebelumnya diyakini bahwa potensial aksi dibangkitkan di axon hillock→ mereka sebenarnya dibangkitkan di bagian yang berbatasan dengan akson tersebut.

                        Bila jumlah depolarisasi dan hiperpolarisasi mencapai bagian akson yang bersebelahan dengan axon hillock cukup untuk mendepolarisasi membran ke tingkat yang disebut threshold of excitation, yaitu sekitar -65mV, maka sebuah potensial aksi terbangkitkan di dekat axon hillock
                        Potensial aksi (action potential) tersebut merupakan pembalikan membrane potential dari sekitar -70mV menjadi sekitar +50mV yang bersifat masif tetapi hanya sebentar (belangsung selama 1 milisekon). Potensial aksi ini sifatnya all-or-none response→ mereka muncul dengan besaran penuh, atau tidak muncul sama sekali.

                        Akibat dari munculnya potensial aksi adalah penambahan semua potensial pos-sinapsis yang ada di neuron multipolar, yang mencapai aksonnya, dan memutuskan untuk menembak atau tidak menembak berdasarkan jumlahnya.

                        Penambahan atau penggabungan sejumlah sinyal individual menjadi sebuah sinyal keseluruhan → integrasi.

                        Ada dua macam penjumlahan potensial pos-sinapsis :
                        • Spatial summation (penjumlahan spasial) → penjumlahan yang potensial pos-sinapsis nya berasal dari 2 macam sinapsis
                        • Temporal summation (penjumlahan temporal) → potensial pos-sinapsis yang dijumlahkan berasal dari sinapsis yang sama
                        Setiap neuron terus-menerus mengintegrasikan sinyal-sinyal baik dari waktu ke waktu maupun dari ruang ke ruang selama ia terus menerus dibombardir stimuli melalui ribuan sinapsis yang menutupi dendrit dan badan selnya.

                        Dalam beberapa hal, penembakan sebuah neuron mirip seperti penembakan sebuah senapan → ketika pelatuk senjata ditekan, pelatuk itu secara gradual akan kembali lagi ke posisinya sampai ia menyebabkan senapan itu menembakkan peluru → ketika sebuah neuron distimulasi, ia akan menjadi kurang terpolarisasi sampai ambang eksitasinya tercapai dan penembakan terjadi.

                        Penembakan neural bersifat all-or-none events→ menstimulasi sebuah neuron dengan lebih intens tidak akan menambah kecepatan atau amplitudo aksi yang dihasilkannya.

                        Konduksi Potensial Aksi 

                        Dasar Potensial Aksi Ionik

                        Potensial aksi diproduksi dan dikonduksikan di sepanjang akson melalui aksi voltage-activated ion channels→ saluran neuron yang membuka atau menutup sebagai respons atas perubahan tingkat membrane potential.

                        Membrane potential sebuah neuron pada saat resting relatif konstan. Akan tetapi segala sesuatu tiba-tiba berubah ketika membrane potential aksonnya turun sampai ke tingkat ambang eksitasi (threshold of excitation) → voltage-activated sodium channels (saluran-saluran sodium yang diaktifkan oleh voltase) dalam membran akson terbuka lebar → ion-ion Na+ bergegas masuk ke dalamnya → secara tiba-tiba mendorong membrane potential dari sekitar -70mV menjadi sekitar +50mV → memicu pembukaan voltage-activated potassium channels→ ion-ion K+ di dekat membran di dorong keluar dari sel melalui saluran-saluran tersebut → potensial aksi mendekati puncak → muatan internal positif → setelah sekitar 1 milisekon saluran-saluran sodium menutup → berakhirnya risingphase (fase menanjak) potensial aksi dan dimulainya repolarisasià repolarisasi tercapai → saluran-saluran potasium secara gradual menutup → ion K+ banyak mengalir ke luar neuron → hiperpolarisasi beberapa saat.

                        Jumlah ion yang mengalir melalui membran selama potensial aksi terjadi, sangat sedikit bila dikaitkan dengan jumlah total di dalam dan di sekitar neuron. Potensial aksi hanya melibatkan ion-ion tepat di sebelah membran → sebuah potensial aksi hanya memiliki efek kecil pada konsentrasi relatif berbagai ion di dalam dan di luar neuron → resting ion concentration di sebelah membran dengan cepat dimantapkan lagi oleh gerakan random ion-ion.
                          Periode Refraktori

                          Ada sebuah periode singkat yang berlangsung sekitar 1-2 milisekon setelah inisiasi sebuah potensial aksi, yang mustahil untuk membangkitkan potensial aksi kedua → absolute refractory period→ kemudian diikuti dengan relative refractory period (sebuah periode yang mustahil untuk menembak neuron itu lagi, kecuali dengan menerapkan tingkat stimulasi yang lebih tinggi dibanding tingkat normalnya).

                          Periode refraktori bertanggung jawab atas karakteristik penting aktivitas neural:
                          • Potensial aksi biasanya berjalan di sepanjang akson dengan satu arah saja
                          • Tingkat penembakan neural berhubungan dengan intensitas stimulasinya

                          Konduksi Potensial Aksi Aksonal

                          Konduksi potensial aksi di sepanjang sebuah akson berbeda dalam dua hal dengan konduksi EPSP dan IPSP:
                          • Konduksi potensial aksi di sepanjang akson bersifat nondekremental→ potensial aksi tidak semakin melemah selama mereka berjalan di sepanjang membran aksonal
                          • Potensial aksi dikonduksikan dengan lebih lambat dibanding potensial pos-sinaptik

                          Alasan untuk kedua perbedaan ini adalah bahwa konduksi EPSP dan IPSP bersifat pasif, sementara konduksi potensial aksi aksonal sebagian besar bersifat aktif.

                          Konduksi Akson-Akson yang Termielinasi

                          Dalam akson-akson yang termielinasi dapat melewati membran aksonal hanya di nodes of Ranvier (nodus Ranvier) → celah-celah di antara segmen-segmen mielin yang berdekatan. Dalam akson-akson yang termielinasi, saluran-saluran sodium aksonal terkonsentrasi pada nodus Ranvier.

                          Ketika sebuah potensial aksi dibangkitkan dalam sebuah akson yang termielinasi → sinyalnya dikonduksikan secara pasif (secara instan dan dekremental) di sepanjang segmen mielin pertama sampai nodus Ranvier berikutnya → sinyal agak berkurang namun cukup kuat membuka voltage-activated sodium channels pada nodus itu dan untuk membangkitkan potensial aksi penuh lainnya → potensial aksi dikonstruksikan secara pasif di sepanjang akson ke nodus berikutnya → potensial aksi dibangkitkan lagi → begitu seterusnya.

                          Mielinasi meingkatkan kecepatan konduksi aksonal.

                          Transmisi potensial aksi di akson-akson yang termielinasi → saltatory conduction  sinyalnya “melompat” di sepanjang akson, dari nodus ke nodus.

                          Oleh karena pentingnya peran mielin didalam konduksi neural, maka tidak mengherankan bila penyakit-penyakit neurodegenaratif (penyakit-penyakit yang menyerang sistem saraf) yang menyerang mielin memiliki efek-efek merusak pada aktivitas neural dan perilaku.

                          Kecepatan Konduksi Aksonal
                          Kecepatan potensial aksi yang dikonduksikan di sepanjang akson bergantung pada diameter akson dan mielinasi → konduksi di akson-akson berdiameter besar berlangsung lebih cepat dan lebih cepat lagi di akson-akson yang termielinasi.

                          Neuron-neuron motorik mamalia berukuran besar dan termielinasi → sebagian di antaranya dapat mengonduksikan dengan kecepatan 100 m/detik.

                          Sebaliknya, akson-akson yang tidak termielinasi → mengonduksikan potensial aksi dengan kecepatan sekitar 1 m/detik.

                          Transmisi Sinaptik

                          Bagian ini mempelajari bagaimana potensial-potensial aksi yang tiba di terminal buttons memicu pelepasan neurotransmiter ke dalam sinapsis dan bagaimana neurotransmiter membawa sinyal-sinyal ke sel-sel lain (baca Pinel, 2009, mulai hal. 107).

                          Sekian artikel tentang Memahami Konsep tentang Konduksi Neural dalam Biopsikologi. Semoga bermanfaat.

                          Daftar Pustaka
                          • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

                          Memahami Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) pada Manusia

                          $
                          0
                          0
                          Memahami Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) pada Manusia - Artikel ini akan membahas mengenai pengertian dan fungsi peristiwa kimiawi sistem hormon yang terjadi pada manusia. Melalui artikel ini diharapkan mampu menjelaskan tentang peristiwa kimiawi sistem hormon manusia secara tepat.

                          Sistem Neuroendokrin

                          Hormon
                          • Hormon → pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel.
                          • Hormon beredar di dalam sirkulasi darah dan fluida sel untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target → hormon mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel dan mengirimkan sinyal → reseptor protein menerima sinyal → bereaksi balikdengan mempengaruhi ekspresi genetik atau mengubah protein selular.
                          • Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya.

                          Kelenjar
                          • Ada dua tipe kelenjar/ glands, yaitu :
                          • Kelenjar Eksokrin→ melepaskan bahan-bahan kimia mereka ke dalam pembuluh, yang mengangkutnya ke target, sebagian besar di permukaan tubuh. Misalnya, kelenjar keringat.
                          • Kelenjar Endokrin→ kelenjar tanpa pembuluh → melepaskan bahan-bahan kimia mereka, yang disebut hormon, secara langsung ke dalam sistem sirkulatorik.
                          • Begitu dilepaskan oleh sebuah kelenjar endokrin, sebuah hormon berjalan melalui sistem sirkulatorik sampai mencapai targetnya yang normalnya akan memberikan efek.
                          Memahami Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) pada Manusia_
                          image source: reference.com
                          baca juga: Memahami Konsep tentang Konduksi Neural dalam Biopsikologi

                          Golongan-Golongan Hormon
                          • Sebagian besar hormon termasuk dalam salah satu di antara tiga golongan :
                          • Derivat asam amino
                          • Peptida dan protein
                          • Steroid
                          • Hormon derivatif asam amino adalah hormon-hormon yang disintesiskan dalam beberapa langkah sederhana dari sebuah molekul asam amino. Contohnya, epinefrin yang dilepaskan dari medula adrenal dan disintesiskan dari tirosin.
                          • Hormon peptida dan hormon protein adalah rantai-rantai asam amino → hormon peptida adalah rantai pendek, dan hormon protein adalah rantai panjang.
                          • Hormon steroid→ memainkan peran penting dalam perkembangan dan perilaku seksual. Kebanyakan hormon lain menghasilkan efeknya dengan mengikatkan diri pada membran sel. Namun pada hormon steroid, selain dengan cara tersebut, ia memenetrasi membran sel dan mempengaruhi sel dengan cara larut dalam lemak karena ukurannya yang kecil. Hormon steroid dapat mempengaruhi secara langsung ekspresi gen → konsekuensinya, dari semua hormon, hormon steroid cenderung memiliki efek yang paling beragam dan jangka panjang pada fungsi seluler.


                          Tugas: Cari tahu fungsi dari masing-masing kelenjar, berikut dengan hormon yang dihasilkannya!

                          Hormon-Hormon Pituitari
                          • Kelenjar pituitari sering disebut master gland (kelenjar master) karena sebagian besar hormonnya adalah hormon-hormon tropik.
                          • Hormon tropik (Tropic hormones) → hormon-hormon yang fungsi primernya adalah untuk mempengaruhi pelepasan hormon-hormon dari kelenjar-kelenjar lain. Contohnya, gonadotropin adalah hormon tropik pituitari yang berjalan melalui sistem sirkulatori ke gonad, yang menstimulasi pelepasan hormon-hormon gonadal.
                          • Kelenjar pituitari sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, yaitu pituitari posterior dan pituitari anterior, yang menyatu selama proses perkembangan embriologis → pituitari anteriorlah yang melepaskan hormon-hormon tropika.

                          Pengontrolan Pituitari Anterior dan Posterior oleh Hipotalamus
                          • Dua hormon utama pituitari posterior → vasopressin (vasopresin) dan oxytocin (oksitosin) → hormon-hormon peptida yang disinstesiskan di badan sel neuron dalam nuklei paraventrikuler dan nuklei supraoptik hipotalamus.
                          • Oksitosin menstimulasi kontraksi uterus selama persalinan dan keluarnya air susu selama menyusui.
                          • Vasopresin (disebut juga antidiuretic hormone) memfasilitasi penyerapan-kembali air oleh ginjal.
                          • Harris (dalam Pinel, 2009) mengatakan bahwa pelepasan hormon-hormon dari pituitari anterior itu sendiri diatur oleh hormon-hormon yang dilepaskan dari hipotalamus.
                          • Hormon-hormon hipotalamik yang diperkirakan menstimulasi pelepasan sebuah hormon pituitari anterior disebut releasing hormones (hormon-pelepas), dan yang diperkirakan menghambat pelepasan hormon-hormon pituitari anterior disebut release-inhibiting factors (faktor penghambat pelepasan).

                          Regulasi Kadar Hormon
                          • Pelepasan hormon diatur oleh tiga macam sinyal yang berbeda, yaitu :
                          • Sinyal-sinyal dari sistem saraf
                          • Sinyal-sinyal dari hormon
                          • Sinyal-sinyal dari bahan kimia nonhormonal
                          • Semua kelenjar endokrin, kecuali pituitari anterior, diatur secara langsung oleh sinyal-sinyal dari sistem saraf.
                          • Kelenjar endokrin yang berlokasi di otak (kelenjar pituitari dan kelenjar pineal) diatur oleh neuron-neuron serebral yang berlokasi di luar CNS diinervasi oleh sistem saraf otonom , biasanya oleh cabang-cabang simpatik maupun parasimpatik yang sering kali memiliki efek yang berlawanan pada pelepasan hormon.
                          • Sinyal-sinyal dari hormon-hormon itu sendiri mempengaruhi pelepasan hormon dari kelenjar targetnya masing-masing.
                          • Hormon-hormon yang bersirkulasi sering memberikan umpan balik ke struktur-struktur yang mempengaruhi pelepasannya: kelenjar pituitari, hipotaamus, dan tempat-tempat lainnya di otak. Fungsi kebanyakan umpan balik hormonal adalah mempertahankan stabilitas kadar hormon dalam darah. Contoh: kadar hormon gonadal yang tinggi biasanya memiliki efek pada hipotalamus dan pituitari yang mengurangi pelepasan hormon gonadal sesudahnya, dan kadar yang rendah biasanya memiliki efek meningkatkan pelepasan hormon.
                          • Kadar glukosa, kalsium, dan sodium dalam darah semuanya mempengaruhi pelepasan hormon-hormon tertentu. Contohnya, meningkatnya glukosa darah meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas, dan insulin, pada gilirannya, menurunkan kadar glukosa darah.
                          • Hormon-hormon cenderung dilepaskan in pulse→ mereka dilepaskan beberapa kali per hari dalam gelombang-gelombang besar yang biasanya berlangsung tidak lebih dari beberapa menit saja.
                          • Kadar hormon dalam darah diatur oleh perubahan frekuensi dan durasi hormone pulse→ konsekuensinya: seringkali ada fluktuasi yang besar dari menit ke menit pada kadar hormon-hormon yang bersirkulasi.  

                          Hormon dan Perkembangan Seksual
                          • Hormon mempengaruhi seks dengan dua cara :
                          • Dengan mempengaruhi perkembangan mulai dari konsepsi sampai kematangan seksual karateristik-karakteristik anatomis, fisiologis, dan perilaku yang membedakan seseorang sebagai perempuan atau laki-laki.
                          • Dengan mengaktifkan perilaku terkait reproduksi pada orang dewasa yang telah matang secara seksual.
                          • Gonad → organ yang memproduksi sel kelamin.
                          • Pada laki laki, gonad → testis ; pada perempuan, gonad à
                          • Sel-sel perempuan memiliki dua kromosom seks besar, yang disebut kromososm X.
                          • Pada laki-laki, satu kromosom seksnya adalah kromosom X, dan yang satu disebut kromosom Y.
                          • Gonad tidak hanya sekedar membuat sel sperma dan sel telur, mereka juga memproduksi dan melepaskan hormon-hormon steroid.
                          • Testis dan ovarium melepaskan hormon-hormon yang sama.
                          • Dua golongan utama hormon gonadal itu disebut androgen dan estrogen.
                          • Testosteron → androgen paling banyak.
                          • Estradiol → androgen paling sedikit.
                          • Ovarium dan testis juga melepaskan hormon steroid golongan ketiga yang disebut
                          • Progesteron → progestin paling banyak → pada perempuan berfungsi menyiapkan uterus (rahim) dan buah dada selama kehamilan.
                          • Selain gonad, kelenjar adrenal juga melepaskan sejumlah kecil semua jenis steroid seks yang dilepaskan oleh gonad.
                          • Perbedaan utama antara fungsi endokrin perempuan dan laki-laki adalah pada perempuan, kadar hormon gonadal dan gonadotropik melalui siklus yang berulang setiap kira-kira 28 hari → fluktuasi inilah yang mengontrol siklus menstruasi perempuan. Sebaliknya, pada laki-laki, kadar hormon gonadal dan gonadotropik hanya sedikit sekali berubah dari hari ke hari.

                          Model Rangkuman Regulasi Hormon-Hormon Gonadal

                          • Keterangan :
                          Otak → dari hipotalamus ke dalam sistem portal hipotalamik→ mengontrol pelepasan hormon pelepas-gonadotropin → dibawa ke pituitari anterior → hormon pelepas-gonadotropin menstimulasi pelepasan gonadotropin (yang dibawa oleh sistem sirkulatorik) → sebagai respon, gonad melepaskan androgen, estrogen, dan progestin → masuk kembali ke pituitari dan hipotalamus → mengatur pelepasan hormon gonadal selanjutnya.


                          Pubertas: Hormon dan Perkembangan Ciri-ciri Kelamin Sekunder
                          • Ciri-ciri kelamin sekunder adalah fitur-fitur selain organ-organ reproduktif yang membedakan laki-laki dan perempuan yang sudah matang secara seksual.
                          • Pubertas berhubungan dengan meningkatnya pelepasan hormon-hormon oleh pituitari anterior.
                          • Meningkatnya pelepasan hormon pertumbuhan –satu-satunya hormon pituitari anterior yang tidak memiliki kelenjar sebagai target primernya—secara langsung mempengaruhi tulang dan jaringan otot untuk menghasilkan laju pertumbuhan pubertal yang pesat.
                          • Peningkatan dan pelepasan hormon gonadotropik dan hormon adrenokortikotropik menyebabkan gonad dan korteks adrenal meningkatkan pelepasan hormon gonadal dan adrenal yang pada gilirannya menginisiasi kematang genitalia dan perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder.
                          • Prinsip umum maturasi seksual:
                          • Pada laki-laki pubertas → kadar androgen > kadar estrogen → maskulinisasi
                          • Pada perempuan pubertas → kadar estrogen > kadar androgen → feminisasi
                          • Androstenedion→ salah satu androgen yang dilepaskan terutama oleh korteks adrenal → bertanggung jawab atas pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak pada perempuan → androgen bukan hanya hormon laki-laki.


                          Hormon-Hormon Fetal dan Perkembangan Organ-Organ Reproduktif
                          • Prinsip perkembangan seksual → semua orang terprogram secara genetik untuk mengembangkan tubuh perempuan → laki-laki secara genetik mengembangkan tubuh laki-laki hanya karena program perkembangan yang secara fundamental perempuan itu dikesampingkan.
                          • Janin dengan usia 6 minggu setelah pembuahan memiliki pasangan struktur gonadal yang sama → primordial gonads. Setiap gonad primordial memiliki selubung luar (korteks) yang berpotensi untuk berkembang menjadi ovarium, dan masing-masing memiliki sebuah inti di bagian dalam, atau medulla, yang berpotensi untuk berkembang menjadi sebuah testis (lihat Pinel, 2009, hal. 408).
                          • Enam minggu setelah konsepsi → gen Sry di kromosom Y memicu sintesis protein Sry→ menyebabkan medula masing-masing gonad primordial tumbuh dan berkembang menjadi testis.
                          • Jika tidak ada protein Sry → sel-sel kortikal gonad primordial otomatis berkembang menjadi ovarium.
                          • Enam minggu setelah pembuahan, baik perempuan maupun laki-laki memiliki dua set reproductive duct (saluran reproduktif), yaitu:
                          • Sistem Wolffian→ memiliki kapasitas untuk berkembang menjadi saluran reproduktif laki-laki, misalnya, vesikel seminal dan vas deferens.
                          • Sistem Mullerian → memiliki kapasitas untuk berkembang menjadi saluran reproduktif perempuan, misalnya, uterus, bagian atas vagina, dan tuba fallopi.
                          • Pada bulan ketiga → pada janin laki-laki → testosteron menstimulasi perkembangan sistem wolffian dan subtansi penghambat-Mullerian → Sistem Mullerian berdegenerasi → menyebabkan testis turun ke dalam scrotum.
                          • Tanpa adanya testosteron → sistem Mullerian berkembang menjadi saluran reproduktif perempuan → sistem wolffian tidak berkembang.
                          • Organ-organ reproduktif eksternal laki-laki maupun perempuan berkembang dari prekursor yang sama → prekursor bipotensial.
                          • Pada bulan kedua kehamilan, prekursor bipotensial terdiri atas empat bagian: glans, lipatan uretral, badan lateral, dan pembengkakan labioscrotal→ mulai terdiferensiasi (lihat Pinel, 2009, hal. 410).


                          Dimorfisme Seksual Otak Mamalia
                          • Diferensiasi organ-organ reproduktif sama dengan difensiasi otak → program default-nya adalah perempuan dan program laki-laki diaktifkan oleh paparan awal testosteron → terbantahkan oleh penelitian-penelitian terbaru.
                          • Tiga pandangan terbaru tentang dimorfisme seksual otak mamalia:
                          • Kromosom seks memberikan kontribusi langsung pada dimorfisme otak → sel-sel XX dan XY berbeda satu sama lain bahkan sebelum mereka terpapar testosteron dan astradiol.
                          • Program perkembangan otak perempuan mungkin tidak muncul secara otomatis tanpa adanya estrogen.
                          • Ada sebuah mekanisme tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan semua perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan.

                          Hormon-Hormon Perinatal dan Perkembangan Perilaku
                          • Paparan androgen prenatal mempunyai kontribusi pada perbedaan dalam minat, kemampuan spasial, dan agresivitas yang biasanya terobservasi di antara laki-laki dan perempuan.
                          • Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa perbedaan paparan androgen prenatal memberikan kontribusi pada perbedaan perilaku yang terobservasi di antara para perempuan dan di antara para laki-laki.

                          Sekian artikel tentang Memahami Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) pada Manusia. Semoga bermanfaat.

                          Daftar Pustaka
                          • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                          Macam-Macam Persepsi dalam Psikologi Menurut Para Ahli

                          $
                          0
                          0
                          Macam-Macam Persepsi dalam Psikologi Menurut Para Ahli - Artikel ini akan menjelaskan tentang mekanisme-mekanisme persepsi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep mekanisme-mekanisme persepsi yang terdiri dari pendengaran, perabaan, penciuman, pengecapan, dan atensi.

                          Prinsip-Prinsip Organisasi Sistem Sensori
                          • Menurut konvensi, daerah-daerah sensori korteks dianggap terdiri atas tiga tipe yang satu sama lain berbeda secara fundamental → primer, sekunder, dan asosiasi.
                          • Korteks sensori primer→ daerah korteks sensori yang menerima sebagian besar inputnya secara langsung dari nuklei penghantar talamik sistem tersebut.
                          • Korteks sensori sekunder→ sebuah sistem yang mencakup daerah-daerah korteks sensori yang menerima sebagian besar inputnya dari korteks sensori primer sistem itu atau dari daerah-daerah lain dalam korteks sensori sekunder sistem yang sama.
                          • Korteks asosiasi→ semua daerah korteks yang menerima input dari lebih dari satu sistem sensori.
                          • Interaksi di antara ketiga tipe korteks sensori dan di antara struktur-struktur sensori lainnya ditandai oleh tiga prinsip utama → organisasi hierarkis, segregasi fungsional, dan pemrosesan paralel.
                          Macam-Macam Persepsi dalam Psikologi Menurut Para Ahli_
                          image source: www.brainzx.com
                          baca juga: Memahami Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) pada Manusia

                          Organisasi Hierarkis
                          • Hirarki→ sebuah sistem yang para anggotanya dapat ditempatkan ke tingkat atau peringkat tertentu dalam kaitannya dengan anggota-anggota lain.
                          • Struktur-struktur sensori terorganisasi dalam sebuah hierarki berdasarkan spesifitas dan kompleksitas fungsinya.
                          • Keterangan gambar : reseptor manjalankan analisis paling sederhana dan paling umum, dan korteks asosiasi menjalankan analisis yang paling kompleks dan paling spesifik.
                          • Organisasi hierarkis sistem sensori tampak jelas dari pembandingan efek-efek kerusakan di berbagai tingkat → semakin tinggi tingkat kerusakannya, semakin spesifik, dan semakin kompleks pula defisitnya.
                          • Dalam mengenali organisasi hierarkis sistem-sistem sensori, para psikolog kadang membagi proses mempersepsi secara umum menjadi 2 fase umum → sensasi dan persepsi.
                          • Sensasi→ proses mendeteksi keberadaan stimuli.
                          • Persepsi→ proses yang lebih tinggi, yakni mengintegrasikan, mengenali, dan menginterpretasikan pola-pola lengkap sensasi.

                          Segregasi Fungsional
                          • Awalnya, daerah-daerah primer, sekunder, dan asosiasi diasumsikan sebagai sebuah sistem sensori yang homogen secara fungsional → semua daerah korteks di tingkat hierarki sensori mana pun bekerja bersama-sama untuk menjalankan fungsi yang sama.
                          • Penelitian menunjukkan bahwa karakteristik organisasi-organisasi sistem sensori bersifat segregasi fungsional→ masing-masing tingkat korteks serebral (primer, sekunder, asosiasi) di masing-masing sistem sensori berisi daerah-daerah yang sangat berbeda secara fungsional, yang terspesialisi di berbagai macam analisis.

                          Pemrosesan Paralel
                          • Sistem sensori adalah sistem paralel → sistem yang informasinya mengalir melalui berbagai komponen melalui banyak jalur.
                          • Pemrosesan paralel→ analisis simultan terhadap sebuah sinyal dengan berbagai cara yang berbeda melalui banyak jalur paralel dalam jaringan neural.
                          • Ada 2 jenis arus paralel yang berbeda secara fundamental dalam sistem sensori → arus yang mampu mempengaruhi perilaku tanpa kita ketahui secara sadar dan arus yang mempengaruhi perilaku kita dengan kita ketahui secara sadar.

                          Model Organisasi Sistem Sensori Saat Ini
                          • Sistem sensori yang diyakini saat ini bersifat hierarkis, tersegregasi, dan paralel.
                          • Ada sebuah daerah tunggal di korteks di puncak hierarki sensori yang menerima sinyal-sinyal dari daerah-daerah lain dalam sistem sensori itu dan menyatukannya untuk membentuk persepsi, tetapi tidak ada daerah korteks ke mana semua daerah dalam sebuah sistem sensori harus melapor → persepsi merupakan sebuah produk aktivitas gabungan dari banyak daerah kortikal yang saling terhubung satu sama lain.

                          Sistem Auditori
                          • Fungsi sistem auditori → mempersepsi bunyi → persepsi tentang objek-objek dan kejadian-kejadian melalui bunyi yang mereka timbulkan.
                          • Bunyi→ vibrasi molekul-molekul udara yang menstimulasi sistem auditori.
                          • Manusia hanya mendengar vibrasi molekuler antara sekitar 20-20.000 Hz.
                          • Amplitudo, frekuensi, dan kompleksitasvibrasimolekul paling erat terkait dengan persepsi tentang loudness (keras-lembut), pitch (tinggi-rendah), dan timbre (warna nada).
                          • Bunyi murni (vibrasi gelombang sinus) hanya ada di laboratorium dan studio rekaman. Dalam kehidupan nyata, bunyi selalu dikaitkan dengan pola vibrasi yang kompleks.
                          • Fourier analysis (analisis Fourier) → prosedur matematis untuk memperinci gelombang kompleks menjadi gelombang-gelombang sinus yang merupakan komponennya.
                          • Bunyi murni → terdiri dari hubungan erat antara frekuensi bunyi dan pitch yang dipersepsi.
                          • Bunyi natural → terdiri atas campuran berbagai frekuensi → pitch yang dipersepsi sangat kompleks → berhubungan dengan frekuensi fundamental.
                          • Frekuensi fundamental → frekuensi tertinggi → faktor kelipatan tertinggi dari frekuensi-frekuensi yang merupakan komponen sebuah bunyi → contoh: bunyi campuran dari frekuensi 100, 200, dan 300 Hz → pitch nya terkait dengan 100 Hz → faktor kelipatan tertinggi dari frekuensi-frekuensi tersebut.
                          • Salah satu karakteristik terpenting persepsi pitchpitch sebuah bunyi yang kompleks bisa jadi tidak berhubungan langsung dengan frekuensi komponen manapun dari bunyi tersebut → contoh: campuran bunyi-bunyi murni dengan frekuensi 200, 300, dan 400 Hz akan dipersepsi memiliki pitch yg sama dengan bunyi murni 100 Hz → frekuensi fundamental.
                          • Aspek persepsi pitch ini disebut missing fundamental.

                          Telinga
                          • Gelombang bunyi berjalan turun melalui kanal auditori → menyebabkan membran timpani/ gendang telinga bergetar → getaran/ vibrasi ditransfer ke osikel (tulang-tulang kecil di telinga tengah: martil (malleus), landasan (incus), dan sanggurdi (stapes)) → memicu vibrasi selaput jendela oval→ mentransfer vibrasi tersebut ke cairan kokhlea→ menuju ke organ Corti (organ reseptor audtori).
                          • Kokhlea → sebuah tube panjang melingkar-lingkar (seperti kumparan) dengan selaput internal yang mengalir hingga hampir ke ujungnya.

                          • Setiap perubahan tekanan pada jendela oval berjalan di sepanjang organ Corti adalah sebagai sebuah gelombang.
                          • Organ Corti terdiri atas 2 selaput:
                          • Selaput basilar→ reseptor-reseptor auditori dan sel-sel rambut menempel pada selaput ini.
                          • Selaput tektorial→ bersandar pada sel-sel rambut.
                          • Refleksi terhadap organ Corti di titik mana pun di sepanjang rentangannya akan menghasilkan shearing force pada sel-sel rambut di titik yang sama → menstimulasi sel-sel rambut → memicu daya aksi di akson-akson saraf auditori (cabang saraf kranial VIII: saraf auditori-vestibular).
                          • Vibrasi cairan kokhlea disebarkan oleh rond window (jendela bundar) → sebuah selaput elastis di dalam dinding kokhlea.
                          • Prinsip utama pengkodean kokhlea → frekuensi yang berbeda menghasilkan stimulasi maksimal terhadap sel-sel rambut di titik-titik yang berbeda di sepanjang selaput basilar → frekuensi yang lebih tinggi menghasilkan aktivasi lebih besar yang lebih dekat ke jendela-jendela dan frekuensi yang lebih rendah menghasilkan aktivasi yang lebih besar pada ujung selaput basilar → banyaknya frekuensi komponen yang menyusun setiap bunyi kompleks akan mengaktifkan sel-sel rambut di banayak titik berbeda di sepanjang selaput basilar → banyaknya sinyal yang diciptakan oleh sebuah bunyi tunggal yang kompleks dibawa keluar dari telinga oleh banyak neuron auditori yangberbeda.
                          • Organisasi sistem auditori pada pokonya bersifat tonotopik.
                          • Sistem auditori mampu menyortir pesan-pesan frekuensi individual menjadi kategori-kategori terpisah dan menggabungkannya sedemikian rupa sehingga individu mendengar setiap sumber dari bunyi-bunyi kompleks itu secara independen.

                          Dari Telinga ke Korteks Auditori Primer
                          • Akson-akson masing-masing saraf auditori bersinapsis di nuklei kokhlear ipsilateral→ banyak proyeksi menghasilkan superior olives di kedua sisi batang otak di level yang sama → akson-akson neuron olivaria berproyeksi melalui lateral lemniscus ke inferior colliculi→ berproyesi ke medial geniculate nuclei dalam talamus→ berproyesi ke korteks auditori primer.

                          Mekanisme-Mekanisme Subkortikal dari Lokalisasi Bunyi
                          • Lokalisasi bunyi di ruangan dimediasi oleh superior olives lateral dan medial, tetapi dengan cara-cara yang berbeda → bila bunyi berasal dari bagian kiri seseorang, pertama-tama ia mencapai telinga kiri, dan terdengar keras di telinga kiri.
                          • Sebagian neuron di dalam medial superior olives merespons perbedaan tipis dalam waktu datangnya sinyal-sinyal dari kedua telinga, sementara sebagaian neuron dalam lateral superior olives merespons perbedaan tipis dalam amplitudo bunyi-bunyi dari kedua telinga.
                          • Superior olives medial dan lateral berproyeksi ke superior colliculus.

                          Korteks Auditori Primer dan Sekunder
                          • Pada primata, korteks auditori primer, yang menerima sebagian besar inputnya dari nukleus genikulat medial, terletak di lobus temporal, di dalam lateral fissure.
                          • Berdekatan dengan dan di seputar korteks auditori primer terdapat sebuah “pita” (band) yang sering disebut “sabuk” (belt) dari derah-daerah korteks sekunder → daerah-daerah korteks auditori sekunder di luar sabuk itu disebut parabelt areas.
                          • Dua prinsip penting dari organisasi korteks auditori primer:
                          • Korteks auditori primer terorganisasi dalam kolom-kolom fungsional
                          • Seperti, kokhlea, korteks auditori diorganisasikan secara tonotoikal
                          • Setiap daerah dalam korteks auditori primer dan sekunder tampaknya diorganisasikan berdasarkan frekuensi.
                          • Korteks auditori manusia tampaknya serupa dalam banyak hal dengan primata.

                          Efek-Efek Kerusakan pada Sistem Auditori
                          • Tuli total jarang terjadi → kemungkinan merupakan akibat jaringan jalur auditori yang bersifat paralel danmenyebar.
                          • Ada 2 golongan hendaya pendengaran yang lazim dijumpai → hendaya yang terkait dengan kerusakan pada osikel (tuli konduktif) dan yang terkait dengan kerusakan pada kokhlea (tuli-saraf).
                          • Bila hanya bagian kokhlea yang rusak, individu-individu dapat mengalami tuli-saraf untuk frekuensi-frekuensi tertentu, tetapi tidak untuk yang lain → kehilangan pendengaran terkait umur.

                          Sistem Somatosensori: Perabaan dan Rasa Sakit
                          • Sensasi-sensasi dari badan → somatosensasi.
                          • Sistem yang memediasi sensasi-sensasi badaniah → sistem somatosensori.
                          • Tiga sistem somatosensori yang terpisah tetapi saling berinteraksi, yakni:
                          • Sistem eksteroreseptif→ mengindra stimuli eksternal yang diterapkan pada kulit.
                          • Sistem proprioseptif→ memonitor informasi tentang posisi tubuh yang datang dari reseptor-reseptor di otot, sendi, dan organ-organ keseimbangan.
                          • Sistem interoseptif→ memberikan informasi umum tentang kondisi-kondisi dalam tubuh (misalnya, temperatur dan tekanan darah).
                          • Sistem eksteroseptif terdiri atas 3 divisi yang berbeda:
                          • Sebuah divisi untuk mempersepsi stimuli mekanikàperabaan
                          • Sebuah divisi untuk stimuli thermal→ temperatur
                          • Sebuah divisi untuk stimuli nosiseptif→ rasa sakit

                          Reseptor-Reseptor Kutaneus
                          • Reseptor kutaneus paling sederhana adalah free nerve endings (ujung-ujung saraf bebas) → ujung-ujung neuron tanpa struktur terspesialisasi → sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan rasa sakit.
                          • Reseptor terbesar dan terdalam → Pacinian corpuscles (korpuskel Pacinian) → beradaptasi dengan cepat, sehingga mereka serta merta merespons displacement mendadak pada kulit.
                          • Merkel’s disks dan Ruffini endingsàberadaptasi dengan lamban dan masing-masing merespons dengan paling kuat pada indensasi gradual kulit dan peregangan gradual kulit.
                          • Dengan memiliki sebagian reseptor yang beradaptasi dengan cepat dan sebagian lainnya beradaptasi dengan lambat → memberikan informasi tentang kualitas-kualitas dinamis maupun statis dari berbagai stimuli taktual.
                          • Struktur dan fisiologi masing-masing tipe reseptor somatosensori terspesialisasi → memungkinkan reseptor yang bersangkutan untuk sensitif terhadap tipe stimulasi taktual tertentu.
                          • Akan tetapi, seacara umum, reseptor-reseptor yang beragam itu cenderung berfungsi dengan cara yang sama → stimuli diterapkan di kulit mendeformasi atau mengubah kimia reseptor itu → mengubah permeabilitas membran sel reseptor itu terhadap ion-ion → hasilnya adalah sebuah sinyal neural.

                          Dermatoma
                          • Serabut-serabut neural yang membawa informasi dari reseptor-reseptor kutaneus dan reseptor-reseptor somatosensori lainnya berkumpul di saraf → memasuki sumsum tulang belakang melalui akar dorsal.
                          • Dermatoma→ daerah tubuh yang dirangsang oleh akar dorsal kiri dan kanan di sebuah segmen sumsum tulang belakang tertentu.

                          Dua Jalur Somatosensori Utama
                          • Dua jalur utama somatosensori:
                          • Sistem kolom-dorsal lemniskus medial→ cenderung membawa informasi tentang sentuhan dan propriopsepsi.
                          • Sistem antero-lateral→ cenderung membawa informasi tentang rasa sakit dan temperatur.
                          • Sistem kolom-dorsal lemniskus medial:
                          Neuron-neuron sensori memasuki sumsum tulang belakang melalui akar dorsal → naik secara ipsilateral dalam kolom dorsal → bersinapsis di nuklei kolom dorsal medula → akson-akson neuron-neuron nuklei kolom dorsal ber-decussate (menyeberang ke sisi otak yang lain) → naik di dalam lemniskus medial ke nukleus posterior ventral kontralateral talamus.
                          • Nuklei posterior ventral juga menerima input melalui ketiga cabang saraf trigeminal → membawa informasi somatosensori dari daerah-daerah kontralateral wajah. Sebagian besar neuron nukleus posterior ventral berproyeksi ke korteks somatosensori primer (SI), yang lain berproyeksi ke korteks somatosensori sekunder (SII) atau korteks parietal posterior.
                          • Sistem anterolateral:
                          Sebagian besar neuron akar dorsal sistem anterolateral bersinapsis segera setelah mereka memasuki sumsum tulang belakang → akson-akson ber-decussate→ naik ke otak di porsi anterolateral kontralateral sumsum tulang belakang → sebagian tidak ber-decussate tetapi naik secara ipsilateral.
                          • Sistem anterolateral terdiri atas 3 traktus yang berbeda:
                          • Tratus spinotalamik→ berproyeksi ke nukleus posterior ventral talamus
                          • Traktus spinoretikuler→ berproyeksi ke formasi retikuler
                          • Traktus spinotektal→ berproyeksi ke tectum
                          • Bila kedua jalur somatosensori naik sepenuhnya terputus oleh sebuah cedera tulang punggung, pasien bisa tidak merasakan sensasi tubuh mulai dari bawah tingkat yang terputus.

                          Daerah-Daerah Kortikal Somatosensasi
                          • Korteks somatosensori primer manusia (SI) bersifat somatotopik → terorganisasi menurut peta permukaan tubuh → lazim disebut somatosensory homunculus.
                          • Daerah terorganisasi secara somatotopik kedua → SII → terletak tepat pada posisi ventral terhadap SI di girus possentral.
                          • SII menerima sebagian besar inputnya dari SI dan oleh sebab itu dianggap sebagai korteks somatosensori sekunder.
                          • Banyak output SI dan SII yang menuju ke korteks asosiasi lobus parietal posterior.
                          • Korteks parietal posterior berisi neuron-neuron bimodal (neuron-neuron yang merespons aktivasi terhadap dua sistem sensori yang berbeda) yang merespons stimuli somatosensori dan visual.

                          Agnosia Somatosensori
                          • Dua tipe utama agnosia somatosensori:
                          • Astereognosia→ ketidakmampuan untuk mengenali objek-objek melalui sentuhan
                          • Asomatognosia→ ketidakmampuan untuk mngenali bagian-bagian tubuh sendiri → biasanya hanya mempengaruhi sisi kiri tubuh → biasanya berhubungan dengan kerusakan ekstensif pada lobus parietal posterior kanan
                          • Anosognosia→ ketidakmampuan pasien neuropsikologis untuk mengenali gejalanya sendiri

                          Persepsi Kesakitan
                          • Tidak ada stimulus khusus untuk rasa sakit → sakit adalah respons terhadap berbagai macam stimulasi apa pun yang secara potensial membahayakan.
                          • Daerah korteks yang paling sering dikaitkan dengan pengalaman kesakitan → anterior cingulate cortex.
                          • Gate-control theory→ menjelaskan kemampuan faktor kognitif dan emosional untuk memblokir rasa sakit.
                          • Neuropathic pain→ rasa sakit kronis berat tanpa adanya stimulus kesakitan yang dapat ditengarai → tampaknya disebabkan oleh perubahan patologis dalam sistem saraf yang entah bagaimana terinduksi oleh cedera aslinya → sumbernya biasanya adalah aktivitas dalam sistem saraf pusat.

                          Indra Kimiawi: Penciuman dan Pencecapan
                          • Olfaction (penciuman) dan gustation (pencecapan) disebut indra kimiawi → fungsi mereka adalah untuk memantau kandungan kimia lingkungan.
                          • Penciuman→ respons sistem olfaktori terhadap bahan-bahan kimia yang ada di udara, yang ditarik dengan menghirup napas melalui reseptor-resepor dalam saluran-saluran nasal.
                          • Pencecapan→ respons sistem gustatorik terhadap bahan kimia dalam larutan di rongga mulut.
                          • Ketika kita makan, penciuman dan pencecapan bekerja secara serempak. Molekul-molekul makanan membangkitkan reseptor-reseptor penciuman dan pencecapan → menghasilkan sebuah kesan sensori terintegrasi → flavor (rasa).
                          • Pada manusia, peran adaptif utama indra kimiawi → pengenalan rasa.

                          Sistem Olfaktori
                          • Reseptor-reseptor olfaktori berlokasi di bagian atas hidung, melekat pada lapisan jaringan tertutup lendir → olfactory mucosa (mukosa olfaktori).
                          • Dendrit-dendrit mereka berlokasi di saluran-saluran nasal, dan akson-aksonnya melalui sebuah bagian porus di tulang tengkorak → memasuki olfactory bulbs→ yang bersinapsis pada neuron-neuron yang berproyeksi melalui traktus olfaktori ke otak.
                          • Pada mamalia, masing-masing sel reseptor olfaktori hanya berisi satu tipe molekul protein reseptor → one-olfactory-receptor-one-neuron-rule.
                          • Semua tipe reseptor tampaknya tersebar di seluruh mukosa, tanpa adanya petunjuk tentang organisasi sistemnya.
                          • Berbagai bau menghasilkan pola-pola spasial aktivitas yang berbeda pada bulbus olfaktori → masing-masing reseptor merespons dengan derajat yang bervariasi ke ragam bau yang begitu luas → masing-masing bau dikode oleh pemrosesan komponen.
                          • Sel-sel reseptor olfaktori baru diciptakan di sepanjang hidup seseorang untuk menggantikan yang telah memburuk → hanya bertahan hidup selama beberapa minggu.
                          • Setiap traktus olfaktori berproyeksi ke beberapa struktus lobus temporal medial, termasuk amigdala dan korteks piriform.
                          • Sistem olfaktori adalah satu-satunya sistem yang jalur sensori utamanya mencapai korteks serebral tanpa harus terlebih dahulu melalui talamus.
                          • Dua jalur olfaktori utama meninggalkan daerah piriform-amigdala → yang satu berproyeksi secara menyebar ke sistim limbik, yang lain berproyeksi melalui nuklei dorsal medial talamus ke korteks orbitofrontal.
                          • Proyeksi limbik diduga memediasi respons emosional terhadap bau; proyeksi orbitofrotal-talamik diduga memediasi persepsi yang disadari terhadap bau.

                          Sistem Gustatori
                          • Reseptor-reseptor pencecapan ditemukan di atas lidah dan di berbagai bagian rongga mulut, mereka biasanya tampak dalam bentuk klaster yang terdiri atas 50 reseptor → taste buds.
                          • Reseptor-reseptor pencecapan tidak memiliki akson-aksonnya sendiri → setiap neuron yang membawa impuls dari sebuah taste buds menerima input dari banyak reseptor.
                          • Neuron-neuron aferen gustatori meninggalkan mulut meninggalkan mulut sebagai bagian saraf-saraf kranial wajah (VII), glosofaringeal (IX), dan vagus (X) → serabut-serabut ini semuanya berakhir di solitary nucleus dari medula → bersinapsis di neuron-neuron yang berproyeksi ke nukleus posterior ventral talamus. Akson-akson gustatori nukleus posterior ventral berproyeksi ke korteks gustatori primer dan ke korteks gustatori sekunder.

                          Kerusakan Otak dan Indra-Indra Kimiawi
                          • Anosmia→ ketidakmampuan untuk mencium → penyebab paling lazim adalah pukulan di kepala → menyebabkan displacement otak dalam tengkorak dan memotong saraf-saraf olfaktori yang berjalan melalui pelat sribriform.
                          • Ageusia→ ketidakmampuan untuk mencecap.

                          Atensi Selektif
                          • Kita hanya mempersepsi secara sadar sejumlah kecil subset dari banyak stimuli yang membangkitkan organ-organ sensori kita pada suatu saat dan mengabaikan sisanya → selective attention (atensi selektif).
                          • Atensi selektif memiliki dua ciri → meningkatkan persepsi terhadap stimuli yang menjadi fokusnya, dan menginterferensi persepsi stimuli yang tidak menjadi fokusnya.
                          • Atensi dapat difokuskan dengan dua cara: oleh proses-proses kognitif internal (atensi endogen → dimediasi oleh mekanisme-mekanisme neural dari atas ke bawah ) atau oleh kejadian eksternal (atensi eksternal→ dimediasi oleh mekanisme-mekanisme neural dari bawah ke atas).
                          • Coctail-party phenomenon→ menunjukkan bahwa otak kita dapat memblokir semua stimuli dari kesadaran kita kecuali stimuli jenis tertentu yang masih tetap memantau secara tak-sadar stimuli yang diblokir itu jika sesuatu yang membutuhkan perhatian itu muncul.
                          • Change blindnes→ fenomena ini terjadi karena, berlawanan dengan impresi kita, ketika kita melihat sebuah scene, kita sama sekali tidak memiliki ingatan akan bagian-bagian scene yang tidak menjadi fokus perhatian kita → tidak terjadi tanpa interval pendek (kurang dari 0,1 detik) → tanpa interval, tidak ada ingatan yang dibutuhkan dan perubahan itu akan segera dipersepsi.
                          • Mekanisme neural atensi→ menurut teori-teori yang ada sekarang, representasi neural berbagai aspek display visual bersaing satu sama lain. Atensi selektif diduga bekerja dengan memperkuat respons neural ke aspek-aspek yang diperhatikan dan dengan melemahkan respons ke yang lainnya. Secara, umum, antisipasi sebuah stimulus meningkatkan aktivitas neural di sirkuit yang sama yang dipengaruhi oleh stimulus itu sendiri.
                          • Simultanogsia → gangguan atensi di mana individu kesulitan memperhatikan lebih dari satu objek pada saat yang sama. Simultanogsia visual→ kesulitan dalam memeperhatikan secara visual lebih dari satu objek pada saat yang sama → arus dorsal bertanggung jawab untuk objek-objek salam ruang yang dilokalisasikan secara visual.

                          Sekian artikel tentang Macam-Macam Persepsi dalam Psikologi Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                          Daftar Pustaka
                          • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                          Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia

                          $
                          0
                          0
                          Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia - Artikel ini akan menjelaskan tentang sistem visual yang ada ada manusia. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep dari sistem visual manusia.

                          Cahaya Memasuki Mata dan Mencapai Retina
                          • Cahaya yang direfleksikan (dipantulkan) ke dalam mata dari benda-benda di sekitar kita merupakan dasar bagi kemampuan kita untuk melihatnya → tidak ada cahaya → tidak akan ada penglihatan.
                          • Cahaya dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu cahaya sebagai partikel-partikel diskrit energi yang disebut photon, atau sebagai gelombang energi.
                          • Cahaya dapat didefinisikan sebagai gelombang energi elektromagnetik yang panjangnya antara 380-760 nanometer.
                          • Panjang gelombang dan intensitas adalah dua properti cahaya yang sangat menarik. Panjang gelombang→ berperan penting di dalam persepsi warna (color).
                          Intensitas → berperan penting dalam persepsi tentang kontras gelap-terang (brightness).
                          • Konsep panjang gelombang dan warna biasanya dianggap sebagai dua konsep yang dapat saling dipertukarkan, begitu pula dengan intensitas dan kontras gelap-terang. Sebagai contoh, seberkas cahaya intens dengan panjang gelombang 700 nanometer → kita lihat sebagai cahaya merah yang sangat terang → yang kita lihat adalah persepsi kita tentang cahaya, dan bukan cahaya itu sendiri.

                          Pupil dan Lensa
                          • Irisàsekumpulan jaringan kontraktil berbentuk donat, yang membuat mata kita memiliki warna yang khas.
                          • Cahaya memasuki mata melalui pupil→ lubang di iris.
                          • Penyesuaian ukuran pupil sebagai respons terhadap berbagai perubahan iluminasi merepresentasikan sebuah kompromi antara sensitivity dan acuity.
                          • Sensitivity→ sensitivitas/ kepekaan → kemampuan untuk mendeteksi keberadaan benda-benda yang mendapat iluminasi sangat redup.
                          • Acuity→ akuitas → kemampuan untuk melihat detail-detail objek.
                          • Bila tingkat iluminasi tinggi dan sensitivitas menjadi tidak penting → sistem visual memanfaatkan situasi dengan mengonstriksi (mengerutkan/ menciutkan) pupil.
                          • Ketika pupil terkonstriksi → gambar yang jatuh di masing-masing retina lebih tajam dan kedalaman fokusnya pun lebih besar → rentang kedalaman yang lebih besar terfokus secara simultan di retina.
                          • Ketika tingkat iluminasi terlalu rendah untuk dapat mengaktifkan reseptor-reseptor visual secara adekuat → pupil akan berdilatasi (melebar) untuk memungkinkan lebih banyak cahaya masuk → mengorbankan akuitas dan kedalaman fokus.
                          • Di belakang pupil terdapat lensa→ memfokuskan cahaya yang datang di retina.
                          • Ketika kita mengarahkan penglihatan kita pada sesuatu yang berjarak dekat → ketegangan pada ligamen-ligamen yang mempertahankan masing-masing lensa agar tetap ditempatnya → disesuaikan oleh ciliary muscles (otot-otot siliaria) → lensa berbentuk silindris, sesuai dengan bentuk alamiahnya → meningkatkan kemampuan lensa untuk merefraksi (membelokkan) cahaya untuk mendekatkan objek-objek ke fokus yang tajam.
                          • Ketika kita memfokuskan penglihatan pada objek yang jauh, lensa menjadi datar. Proses menyesuaikan konfigurasi lensa untuk memfokuskan gambar pada retina → accomodation (akomodasi).

                          Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia_

                          baca juga: Macam-Macam Persepsi dalam Psikologi Menurut Para Ahli

                          Posisi Mata dan Disparitas Binokular
                          • Vertebrata memiliki dua mata yang menghadap ke samping, dengan satu mata di masing-masing sisi, kanan dan kiri → vertebrata dapat melihat hampir ke semua arah tanpa harus menggerakkan kepalanya → pada umumnya terdapat pada hewan mangsa → posisi mata di kedua sisi kepala memberi mereka medan penglihatan yang luas dan kemampuan untuk melihat predator yang mendekati mereka dari sebagian arah.
                          • Hal ini berbeda dengan manusia dan hewan predator → posisi mata sebelah-menyebelah di bagian depan kepala → memungkinkan mereka untuk mempersepsi secara kuat seberapa jauh mangsanya berada.
                          • Susunan kedua belah mata di depan menciptakan persepsi tiga dimensional dari gambar-gambar retina yang dua dimennsional.
                          • Gerakan mata dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga setiap titik di dunia visual diproyeksikan ke titik-tik yang berkorespondensi di kedua retina → untuk itu kedua mata harus berkonvergensi (sedikit memutar ke arah dalam).
                          • Konvergensi paling besar adalah ketika kita mengamati benda-benda yang dekat.
                          • Posisi gambar di kedua retina tidak pernah berkorespondensi secara benar-benar persis karena kedua mata tidak melihat dunia dari posisi yang persis sama.
                          • Binocular disparity àperbedaan posisi gambar yang sama di kedua retina → lebih besar untuk objek-objek yang dekat daripada objek-objek yang jauh.

                          Retina dan Transisi Cahaya Menjadi Sinyal-Sinyal Neural
                          • Setelah cahaya melalui pupil dan lensa, ia akan mencapai retina.
                          • Retina terdiri atas lima lapisan dari tipe-tipe neuron yang berbeda, yakni : receptors, horizontal cells, bipolar cells, amacrine cells, dan retina ganglion cells. Masing-masing tipe neuron retina ini memiliki beragam subtipe.

                            Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia 1_
                          • Keterangan gambar: Receptors→ sel kerucut dan sel batang
                          • Sel-sel amakrin dan sel-sel horizontal → terspesialisasi untuk komunikasilateral→ komunikasi di seluruh saluran utama input sensorik.
                          • Cara kerja retina bersifat terbalik → cahaya mencapai lapisan reseptor hanya setelah melalui keempat lapisan lainnya → reseptor-reseptor itu diaktifkan → pesan neural ditranslasikan-balik melalui lapisan-lapisan retina ke sel-sel ganglion retina → akson-aksonnya berproyeksi di sekujur bagian dalam retina sebelum berkumpul dalam bentuk bundel dan keluar dari bola mata.
                          • Susunan terbalik ini menciptakan dua masalah visual, pertama, cahaya yang datang terdistorsi oleh jaringan retina yang harus dilaluinya sebelum mencapai reseptor. Masalah lain → agar bundel akson-akson sel ganglion retina meninggalkan mata, harus ada sebuah celah di lapisan reseptor àblind spot (titik buta).
                          • Masalah pertama diminimalkan oleh fovea. Fovea àsebuah indensasi yang diameternya sekitar 0,33 cm, di tengah retina → terspesialisasi untuk penglihatan akuitas tinggi (untuk melihat detail-detail halus). Tipisnya lapisan sel ganglion retina di fovea mengurangi distorsi cahaya yang masuk.
                          • Ketika kita memandang sebuah objek, sistem visual kita tidak mengonduksikan gambar objek itu dari retina ke korteks. Sebaliknya, sistem visual mengekstraksi informasi kunci tentang objek itu dan mengonduksikan informasi itu ke korteks, yang persepsinya tentang seluruh objek diciptakan dari informasi parsial tersebut.
                          • Surface interpolation→ interpolasi permukaan → proses mempersepsi permukaan → sistem visual mengekstraksi informasi tentang bagian-bagian pinggirnya dan berdasarkan itu menyimpulkan penampakan permukaan besarnya.

                          Penglihatan Cone dan Rod
                          • Ada dua tipe reseptor yang berbeda pada retina manusia, yaitu reseptor berbentuk kerucut → cone, dan reseptor berbentuk batang → rod.
                          • Duplexity theory penglihatan → teori bahwa cones dan rods memediasi jenis-jenis penglihatan yang berbeda.
                          • Photopic vision → penglihatan fotopik → penglihatan yang dimediasi oleh cones→ mendominasi di dalam iluminasi yang baik dan memberikan persepsi berwarna dengan akuitas tinggi (sangat detail) tentang dunia.
                          • Scotopic vision→ penglihatan skotopik → penglihatan yang dimediasi oleh reseptor bentuk batang/ rod→ dalam iluminasi yang redup, tidak ada cukup cahaya untuk membangkitkan reseptor bentuk kerucut/ conesrods lah yang mendominasi → namun, penglihatan skotopik kehilangan detail maupun warna dari penglihatan fotopik.
                          • Sistem skotopik konvergen harus membayar derajat sensitivitasnya yang tinggi itu dengan tingkat akuitas yang rendah.
                          • Cone dan rod berbeda dalam distribusinya di retina → di fovea tidak terdapat rod, hanya ada cone

                          Sensitivitas Spektral
                          • Sistem visual kita tidak sama sensitifnya untuk semua panjang gelombang dalam spektrum yang dapat dilihat, cahaya dengan intensitas yang sama, tetapi dengan panjang gelombang yang berbeda dapat memiliki brightness yang berbeda.
                          • Spectra sensitivity curve→ kurva sensitivitas spektral → grafik brightness relatif dari cahaya-cahaya dengan intensitas yang sama, yang dipresentasikan dengan panjang gelombang yang berbeda.
                          • Manusia dan binatang lain yang memiliki cone dan rod memiliki kedua macam kurva → kurva sensitivitas spektral fotopik dan kurva sensitivitas spektral skotopik.
                          • Sensitivitas spektral fotopik manusia dapat ditetapkan dengan meminta subjek menilai brightness relatif dari panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda yang jatuh di fovea.
                          • Sensitivitas spektral skotopik dapat ditetapkan dengan meminta subjek menilai brightness relatif panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda yang jatuh di periferi antena dengan intensitas yang terlalu rendah untuk mengaktifkan cone periferal yang berlokasi di sana.
                          • Kurva sensitivitas spektral fotopik dan skotopik → dalam kondisi fotopik, sistem visual secara maksimal sensitif terhadap panjang gelombang sekitar 560 nanometer → dalam kondisi fotopik, cahaya 500 nanometer harus jauh lebih intens daripada cahaya 560 nanometer agar dapat dilihat dengan sama terangnya. Sebaliknya, dalam kondisi skotopik → sistem visual secara maksimal sensitif terhadap panjang gelombang sekitar 500 nanometer → dalam kondisi skotopik, cahaya 560 nanometer harus jauh lebih intens dibanding 500 nanometer agar dapat dilihat sama terangnya.
                          • Diskusi: cek efek Purkinje!

                          Gerakan Mata
                          • Apa yang kita lihat bukan hanya ditentukan oleh apa yang diproyeksikan di retina seketika itu juga → tanpa disadari, mata terus menerus memindai medan visual, dan persepsi visual kita merupakan hasil penjumlahan dari informasi-informasi visual mutakhir.
                          • Ketika kita memfiksasikan pandangan kita pada sebuah objek,mata kita terus menerus bergerak.
                          • Gerakan fiksasional ada tiga macam, yaitu tremor, drifts, saccade (gerakan kecil tersentak-sentak atau flicks/ jentikan).
                          • Bila kita memfiksasi secara total dunia kita akan memudar dan menghilang dari pandangan → neuron-neuron visual kita merespons perubahan → bila gambar-gambar retina distabilkan secara artifisial (dijaga agar tidak bergerak di retina) gambar mulai hilang dan muncul kembali → gerakan mata fiksasional memungkinkan kita melihat selama fiksasi dengan menjaga agar gambar bergerak di retina.

                          Transduksi Visual: Konversi Cahaya Menjadi Sinyal-Sinyal Neural
                          • Transduksi → konversi sebuah bentuk energi menjadi bentuk lain
                          • Transduksi visual → konversi cahaya menjadi sinyal-sinyal neural oleh reseptor-reseptor visual.
                          • Ketika pigmen (substansi yang menyerap cahaya → disebut juga rhodopsin) dipapari cahaya intens secara terus menerus → pigmen akan ter-bleached (kehilangan warna), dan rod kehilangan kemampuannya untuk menyerap cahaya. Tetapi ketika dikembalikan ke kegelapan → rod mendapatkan kembali warnanya dan kapasitas menyerap cahaya.
                          • Rhodopsin → sebuah reseptor protein-G yang merespons cahaya dan bukan terhadap molekul-molekul neurotransmiter → menginisiasi sebuah cascade (pancaran) berbagai peristiwa kimiawi intraseluler ketika mereka diaktifkan.
                          • Transduksi cahaya oleh rod merupakan sebuah poin penting → sinyal-sinyal sering kali ditransmisikan melalui sistem-sistem neural oleh adanya hambatan.

                          Dari Retina ke Korteks Visual Primer
                          • Retina-geniculate-striate pathways→ jalur retina-genikulat-striat → mengonduksi sinyal-sinyal dari masing-masing retina ke primary visual cortex (korteks visual primer) melalui lateral geniculate nuclei (nuklei genikulat lateral)
                          • Semua sinyal dari medan visual kiri mencapai korteks visual primer kanan, baik secara ipsilateral dari hemiretina temporal mata kanan atau secara kontralateral dari hemiretina nasal mata kiri → berlaku sebaliknya untuk semua sinyal dari medan visual kanan.
                          • Setiap nukleus genikulat lateral memiliki enam lapisan → masing-masing lapisan di setiap nukleus menerima input dari semua bagian medan visual kontralateral dari salah satu mata.

                          Organisasi Retinotopik
                          • Sistem retina-genikulat-striat bersifat retinotopic→ masing-masing level dalam sistem diorganisasikan seperti sebuah peta retina.
                          • Susunan retinotopik korteks visual primer itu memiliki representasi disproporsional dari fovea → proporsi yang relatif besar dari korteks visual primer (sekitar 25%) digunakan untuk menganalisis input-inputnya.

                          Saluran M dan P
                          • Ada dua saluran komunikasi paralel yang mengalir melalui masing-masing nukleus genikulat lateral, yaitu:
                          • Pravocellular layersP layers/ lapisan-lapisan P → mengalir melalui empat lapisan teratas → neuron-neuronnya responsif terhadap warna, detail-detail pola halus, dan objek-objek stasioner atau bergerak lambat.
                          • Magnocellular layersM layers/ lapisan-lapisan M → mengalir melalui dua lapisan paling bawah → neuron-neuronnya responsif terhadap gerakan.
                          • Cone memberikan mayoritas input ke lapisan-lapisan P, sementara rod memberikan mayoritas input ke lapisan-lapisan M.

                          Melihat Batas
                          • Visual edge hanya merupakan tempat dua daerah yang berbeda dari sebuah gambar visual bertemu → persepsi tentang sebuah edge sebenarnya persepsi tentang kontras di antara dua bidang yang berdekatan dalam medan visual.
                          • Contrast enhancement (peningkatan kontras) → setiap batas yang kita lihat dipertajam oleh mekanisme-mekanisme peningkatan kontras dalam sistem saraf kita → akibatnya, persepsi kita tentang batas-batas lebih baik dibanding kenyataannya → cek Mach Bands.

                          Medan Reseptif
                          • Medan reseptif neuron visual → daerah medan visual yang ada kemungkinannya bagi sebuah stimulus visual untuk memepengaruhi penembakan neuron. Neuron sistem visual cenderung terus menerus aktif  → stimuli yang efektif adalah yang menaikkan atau menurunkan tingkat penembakan.
                          • Empat persamaan medan reseptif dari sel-sel ganglion retina, nuklei genikulat lateral, dan neuron-neuron lapisan IV bawah:
                          • Di setiap tingkat, medan-medan reseptif di daerah foveal retina lebih kecil dibanding yang ada di daerah periferal
                          • Semua neuron memiliki medan-medan reseptif yang berbentuk bundar
                          • Semua neuron bersifat monokuler
                          • Banyak neuron di ketiga tingkat sistem retinal-genikulat-striat yang memiliki medan reseptif yang terdiri atas sebuah daerah eksitorik dan sebuah daerah inhibitorik yang dipisahkan sebuah pembatas berbentuk bundar
                          • On-center cells→ merespons cahaya yang disorotkan ke daerah sentral medan reseptifnya dengan “on firing” dan ke cahaya yang disorotkan ke daerah periferal medan reseptifnya dengan inhibisi yang diikuti dengan “off firing”.
                          • Off-center cells → merespons dengan inhibisi dan “off firing” sebagai respons terhadap cahaya di bagaian tengah medan reseptornya dan dengan “on firing” ke cahaya di bagain periferal medan reseptifnya.
                          • Simple cells→ sel sederhana memiliki medan reseptif yang dapat dibagi menjadi daerah “on” dan “off” antagonistik → tidak responsif terhadap cahaya difusif (menyebar) → batas antara daerah “on” dan “off” berupa garis lurus dan bukan melingkar.
                          • Complex cells→ sel kompleks → lebih banyak jumlahnya dibanding sel sederhana → memiliki medan reseptif persegi → merespons paling baik terhadap stimuli berupa garis lurus dengan orientasi tertentu → tidak responsif terhadap cahaya difusif → memiliki medan reseptif lebih besar dan tidak membagi medan reseptif menjadi daerah “on” dan “off”.

                          Melihat Warna
                          • Persepsi tentang warna objek banyak bergantung pada panjang gelombang cahaya yang dipantulkannya ke dalam mata.
                          • Campuran panjang gelombang yang dipantulkan objek akan mempengaruhi persepsi kita tentang warna tersebut.
                          • Teori komponentrichomatic theory→ ada tiga macam reseptor (kerucut) warna yang berbeda, masing-masing dengan sensitivitas spektral yang berbeda, dan warna sebuah stimulus tertentu diduga dikode oleh rasio antara aktivitas ketiga macam reseptor ini → dasar observasi: warna apapun dalam spektrum yang dapat dilihat dapat di-matched dengan mencampurkan ketiga panjang gelombang cahaya dengan proporsi yang berbeda-beda.
                          • Teori Proses-Oponen → ada dua golongan sel yang berbeda dalam sistem visual untuk mengkode warna dan sebuah golongan kelas lain untuk mengkode brightness.

                          Mekanisme-Mekanisme Kortikal Penglihatan dan Kesadaran yang Disadari
                          • Korteks visual primeràdaerah korteks yang menerima kebanyakan inputnya dari nuklei penghantar visual di talamus (→ dari nuklei genikulat lateral) → berlokasi di daerah posterior lobus oksipital, banyak di antaranya tersembunyi di dalam fisura longitudinal.
                          • Korteks visual sekunder→ daerah-daerah yang menerima kebanyakan inputnya dari korteks visual primer → sebagian besar berlokasi di dua derah umum: dalam korteks prestriat dan dalam korteks inferotemporal.
                          • Korteks Prestriat→ berkas jaringan dalam lobus oksipital yang mengelilingi korteks visual primer.
                          • Korteks Inferotemporalàkorteks lobus temporal inferior.
                          • Korteks asosiasi visualàdaerah-daerah yang menerima input dari daerah-daerah korteks visual sekunder maupun daerah-daerah sekunder sistem sensorik lainnya → berlokasi di beberapa bagian korteks serebral, tetapi daerah tunggal terbesar ada dalam korteks parietal posterior.
                          • Scotoma → kerusakan pada sebuah daerah korteks visual primer àdaerah kebutaan di daerah yang berhubungan dengan medan visual kontralateral kedua belah mata → pemeriksaan dengan tes perimetri.
                          • Banyak pasien dengan skotoma ekstensif tidak menyadari defisitnya àkarena faktor completion.
                          • Blindsight→ penglihatan buta → akibat kerusakan pada korteks visual primer → merespon stimuli visual dalam skotomanya meskipun mereka tidak memiliki keasadaran yang disadari terhadap stimuli tersebut.

                          Arus Dorsal dan Ventral
                          • Banyak jalur yang mengonduksikan informasi dari korteks visual primer melalui berbagai daerah terspesialisasi di korteks sekunder dan korteks asosiasi yang merupakan bagian dua arus utama: arus dorsal dan arus ventral.
                          • Arus dorsal→ mengalir dari korteks visual primer ke korteks prestriat dorsal lalu ke korteks parietal posterior.
                          • Arus ventral→ mengalir dari korteks visual primer ke korteks prestriat ventral lalu ke korteks inferotemporal.
                          • Kebanyakan neuron korteks visual dalam arus dorsal → merespons stimuli spasial→ stimuli yang mengindikasikan lokasi objek atau arah gerakannya.
                          • Kebanyakan neuron dalam arus ventral → merespons karakteristik objek, misalnya warna dan bentuk.
                          • Ungerleider dan Mishkin (dalam Pinel, 2011) menyatakan bahwa arus dorsal dan ventral menjalankan fungsi-fungsi visual yang berbeda → arus dorsal terlibat dalam persepsi “di mana” objek berada dan sistem ventral terlibat dalam persepsi tentang “apa” objek itu.
                          • Goodale dan Milner (dalam Pinel, 2011) mengatakan bahwa perbedaan kunci antara arus dorsal dan ventral bukan terletak pada jenis informasi yang mereka bawa tetapi untuk apa informasi itu digunakan → fungsi arus dorsal adalah untuk mengarahkan interaksi behavioral dengan berbagai objek, sementara fungsi arus ventral adalah untuk memediasi persepsi yang disadari terhadap berbagai objek → teori “kontrol perilaku” vs “persepsi yang disadari”.
                          • Prospagnosia→ gangguan rekognisi visual → agnosia visual dengan kesulitan spesifik dalam mengenali wajah-wajah.
                          • Visual agnosia (agnosia visual) → sebuah agnosia yang spesifik untuk stimuli visual → penderita visual agnosia dapat melihat stimuli visual, tetapi tidak tahu mereka itu apa.
                          • Macam-macam agnosia visual → agnosia gerakan, agnosia objek, dan agnosia warna → terjadi akibat kerusakan pada daerah korteks visual sekunder yang memediasi rekognisi atribut tersebut.

                          Sekian artikel tentang Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia. Semoga bermanfaat.

                          Daftar Pustaka

                          • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                          Memahami Konsep dan Prinsip Fungsi Sistem Sensorimotor

                          $
                          0
                          0
                          Memahami Konsep dan Prinsip Fungsi Sistem Sensorimotor - Artikel ini akan menjelaskan tentang sistem sensorimotor. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep-konsep tentang sistem sensorimotor menurut para ahli.

                          Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor

                          Sistem Sensorimotor Terorganisasi Secara Hirarki
                          • Operasi sistem sensorimotor dapat dianalogikan seperti sebuah perusahaan besar yang efisien, dikendalikan oleh perintah-perintah yang turun ke bawah melalui tingkat-tingkat hierarki  korteks asosiasi diasosiasikan sebagai presiden direktur perusahaan (tingkat tertinggi) ke otot-otot atau “para pekerja” (tingkat lebih rendah).
                          • Keunggulan organisasi hierarkis adalah tingkat-tingkat yang lebih tinggi dalam hierarki dibiarkan bebas melakukan fungsi-fungsi yang lebih kompleks.
                          • Sistem sensorimotor ini merupakan sistem hierarkis yang bersifat paralel→ sistem hierarkis yang sinyal-sinyalnya mengalir di antara berbagai tingkat melalui banyak jalur.
                          • Struktur paralel ini memungkinkan korteks asosiasi menerapkan kontrol atas tingkat-tingkat hierarki yang lebih rendah dengan lebih dari satu cara.
                          • Hierarki sensorimotor juga ditandai dengan segregasi fungsioal→ setiap tingkat hierarki sensorimotor cenderung terdiri atas unit-unit (struktur-struktur neural) yang berbeda, yang masing-masing menjalankan fungsi yang berbeda.
                          • Jadi, sistem sensorimotor adalah sistem hierarki yang bersifat paralel dan terorganisasi secara fungsional.
                          • Perbedaan utama antara sistem sensori dan sistem sensorimotor → arah aliran informasi primernya → dalam sistem sensori, informasi mengalir naik melalui hierarki, sedangkan dalam sistem sensorimotor, informasi mengalir turun.

                          Memahami Konsep dan Prinsip Fungsi Sistem Sensorimotor_
                          image source: www.excel.washington.edu
                          baca juga: Pengertian dan Konsep dari Sistem Visual Mata pada Manusia

                          Output Motorik Dipandu oleh Input Sensori
                          • Mata, organ-organ keseimbangan, dan reseptor-reseptor di kulit, otot, dan persendian semuanya memantau respons-respons tubuh, dan mereka mengumpanbalikkan informasi itu ke dalam sirkuit-sirkuit sensorimotor.
                          • Pada kebanyakan kasus, sensory feedback (arus balik sensorimotor) berperan penting dalam mengarahkan kesinambungan berbagai respons yang dihasilkannya.
                          • Satu-satunya respons yang biasanya tidak dipengaruhi oleh umpan balik sensori adalah ballistic movements (gerakan balistik) → gerakan-gerakan pendek, all-or-none, dan berkecepatan tinggi, contoh: gerakan menepuk lalat.
                          • Banyak penyesuaian dalam output motorik yang terjadi sebagai respons terhadap umpan balik sensorik yang dikontrol secara tak sadar oleh tingkat hierarki sensorimotor yang lebih rendah tanpa keterlibatan tingkat-tingkat yang lebih tinggi.

                          Belajar Mengubah Sifat dan Lokus Kontrol Sensorimotor
                          • Selama tahap-tahap awal belajar motorik, setiap respons individual dikerjakan di bawah kontrol yang disadari → setelah banyak latihan, respons-respons individual menjadi terorganisasi menjadi sekuensi-sekuensi tindakan yang terintegrasi secara berkesinambungan yang mengalir lancar dan disesuaikan oleh umpan balik sensori tanpa regulasi sadar, contohnya: keterampilan mengetik, berenang, merajut, bermain bola basket dll.

                          Korteks Asosiasi Sensorimotor
                          • Ada 2 daerah korteks asosiasi sensorimotor utama: korteks asosiasi parietal posterior, dan korteks asosiasi prefrontal dorsolateral.
                          • Korteks parietal posterior dan korteks prefrontal dorsolateral masing-masing terdiri atas beberapa daerah yang berbeda, yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda pula.

                          Korteks Asosiasi Parietal Posterior
                          • Sebelum sebuah gerakan efektif diawali, dibutuhkan informasi tertentu → sistem saraf harus tahu posisi awal bagian-bagian tubuh yang akan digerakkan, dan ia juga harus tahu posisi objek eksternal dengan siapa tubuh akan berinterasi.
                          • Korteks asosiasi parietal posterior→ berperan penting dalam mengintegrasikan kedua macam informasi ini dan dalam mengarahkan perhatian.
                          • Pada gilirannya, banyak output korteks parietal posterior pergi ke daerah-daerah korteks motorik (yang berlokasi di korteks frontal) → ke korteks asosiasi prefrontal dorsolateral, ke berbagai daerah korteks motorik sekunder, dan ke medan mata frontal (sebuah daerah kecil korteks prefrontal yang mengontrol gerakan-gerakan mata).
                          • Kerusakan pada korteks parietal posterior dapat menghasilkan berbagai defisit sensorimotor → defisit dalam persepsi dan ingatan akan hubungan-hubungan spasial, defisit dalam meraih dan memegang akurat, defisit dalam pengontrolan gerakan mata dan defisit dalam pemusatan perhatian.
                          • Apraxia (apraksia) → gangguan gerakan disengaja yang tidak dapat diatribusikan pada sebuah defisit motor sederhana atau pada defisit apapun dalam komprehensi dan motivasi → para pasien mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan-gerakan tertentu ketika mereka diminta melakukannya, khususnya bila gerakan itu di luar konteks. Akan tetapi mereka seringkali dapat melakukan gerakan yang sama dengan mudah di bawah kondisi natural, ketika mereka tidak sedang memikirkan tentang tindakan itu.
                          • Meskipun gejala-gejalanya bilateral, apraksia sering disebabkan oleh kerusakan unilateral → lobus parietal posterior atau pada penghubung-penghubungnya.
                          • Contralateral neglect→ gangguan pada kemampuan pasien untuk merespons stimuli pada satu sisi tubuh yang berlawanan (kontralateral) dengan sisi lesi otak, tanpa disertai adanya defisit sensorik atau defisit motorik sederhana.
                          • Pasien-pasien dengan contralateralneglect sering berperilaku seakan-akan sisi kiri dunianya tidak ada, dan mereka sering tidak tahu bahwa mereka memiliki masalah.
                          • Kebanyakan pasien dengan contralateral neglect mengalami kesulitan dalam merespons hal-hal yang berada di sebelah kiri → disebut juga sebagai egocentricleft → secara parsial ditetapkan oleh koordinat gravitasi.

                          Korteks Asosiasi Prefrontal Dorsolateral
                          • Korteks asosiasi prefrontal dorsolateral→ menerima proyeksi-proyeksi dari korteks parietal posterior, dan mengirimkan proyeksi-proyeksi tersebut ke daerah-daerah korteks motorik sekunder, ke korteks motorik primer, dan ke medan mata frontal.
                          • Korteks prefrontal dorsolateral tampaknya berperan dalam evaluasi stimuli eksternal dan inisiasi reaksi-reaksi yang disengaja terhadapnya.
                          • Aktivitas sebagian neuron bergantung pada karakteristik objeknya, aktivitas sebagian neuron lainnya bergantung pada lokasi objek, dan aktivitas sebagian neuron yang lainnya lagi bergantung pada kombinasi antara keduanya. Aktivitas neuron-neuron prefrontal dorsolateral lainnya berhubungan dengan responsnya, dan bukan terhadap objeknya.
                          • Properti-properti respons neuron prefrontal dorsolateral menunjukkan bahwa keputusan untuk menginisiasi gerakan yang disengaja dapat diambil di daerah korteks ini, bergantung pada interaksi kritis dengan korteks parietal posterior.  

                          Korteks Motorik Sekunder
                          • Korteks motorik sekunder→ daerah-daerah yang menerima banyak inputnya dari korteks asosiasi dan mengirimkan banyak output-nya ke korteks motorik primer.
                          • Dua daerah korteks motorik sekunder yang diketahui → daerah motorik suplementer dan korteks premotorik.
                          • Daerah motorik suplementer→ menutupi bagian puncak lobus frontal dan memanjang, menuruni permukaan medialnya ke dalam fisura longitudinal.
                          • Korteks premotorik→ mengalir dalam bentuk strip dari daerah motorik suplementer ke fisura lateral.
                          • Stimulasi elektrik terhadap sebuah daerah korteks motorik sekunder biasanya memicu gerakan kompleks, yang seringkali melibatkan kedua sisi tubuh dan neuron-neuron dalam sebuah daerah korteks motorik sekunder sering menjadi lebih aktif tepat sebelum inisiasi sebuah gerakan yang disengaja dan terus aktif sepanjang gerakan itu dilakukan.
                          • Daerah-daerah korteks motorik sekunder diduga terlibat dalam pemograman pola-pola gerakan tertentu setelah menerima instruksi umum dari korteks prefrontal dorsolateral.
                          • Mirror neurons → neuron-neuron yang menembak ketika seorang individu melakukan gerakan tangan tertentu yang mengarah ke tujuan atau ketika ia melihat gerakan mengarah-tujuan yang sama yang dilakukan oleh orang lain, contohnya: neuron-neuron ini menembak ketika kera yang meraih sebuah objek (misalnya, mainan) tetapi tidak menembak ketika si kera meraih objek lain → neuron-neuron ini menembak sekuat ketika si kera mengamati eksperimenter mengambil objek yang sama.
                          • Penemuan ini memberikan kemungkinan mekanisme untuk kognisi sosial (pengetahuan tentang persepsi, ide, dan intensi orang lain) → memetakan tindakan orang lain ke dalam repertoar tindakan sendiri akan akan memfasilitasi pemahaman sosial, kerja sama, dan imitasi/ peniruan. 

                           Korteks Motorik Primer
                          • Korteks motorik primer→ terletak di girus prefrontal lobus frontal → korteks ini merupakan titik konvergensi utama dari sinyal-sinyal sensorimotor kortikal, dan merupakan titik awal utama, tetapi bukan satu-satunya, dari sinyal sensorimotor dari korteks serebral.
                          • Korteks motorik primer terorganisasi secara somatotopik→ menurut peta tubuh.
                          • Susunan somatotopik korteks motorik primer manusia biasa disebut sebagai homunculus motorik.
                          • Setiap lokasi dalam korteks motorik primer menerima umpan balik sensori dari reseptor-reseptor dalam otot dan persendian yang dipengaruhi lokasi tersebut.
                          • Fungsi masing-masing neuron korteks motorik primer → mengkode arah gerakan.
                          • Penembakan neuron korteks motorik primer berkorelasi dengan arah gerakan yang dihasilkan daripada dengan arah kekuatan yang dihasilkan untuk menghasilkan gerakan.
                          • Diyakini bahwa setiap lokasi di korteks motorik primer mengontrol sebuah otot di bagian kontralateral tubuh, dan bahwa setiap neuron menghasilkan gerakan dengan arah tertentu.
                          • Sinyal-sinyal dari setiap lokasi di korteks motorik primer sangat divergen sehingga setiap titik tertentu memiliki kemampuan untuk membawa sebuah bagian tubuh (misalnya lengan) ke lokasi target, terlepas dari posisi awalnya. Di samping itu, dapat disimpulkan bahwa sistem sensorimotor memang plastis.
                          • Lesi besar pada korteks motorik primer dapat mendisrupsi kemampuan pasien untuk menggerakkan salah satu bagian tubuhnya (misalnya, salah satu jarinya) secara independen → astereognosia → dapat mengurangi kecepatan, keakuratan, dan kekuatan gerakan pasien.

                          Serebelum dan Ganglia Basal

                          Serebelum
                          • Serebelum menerima informasi dari korteks motorik primer dan sekunder → informasi tentang sinyal-sinyal motorik yang turun dari nuklei motorik batang otak, dan umpan balik dari respons-respons motorik melalui sistem somatosensorik dan vestibuler → serebelum diduga membandingkan ketiga sumber input ini dan mengoreksi gerakan-gerakan yang sedang berlangsung yang menyimpang dari sumber diinginkan.
                          • Dengan menjalankan fungsi ini, serebelum diyakini memainkan peran utama dalam belajar motorik, khusunya dalam mempelajari sekuensi-sekuensi gerakan yang timing-nya merupakan faktor kritis.
                          • Konsekuensi kerusakan serebral → pasien kehilangan kemampuannya untuk mengontrol secara tepat arah, kekuatan , kecepatan, dan amplitudo gerakan dan kemampuannya untuk mengadaptasikan berbagai pola output motorik dengan kondisi yang berubah-ubah. Sulit untuk mempertahankan postur tetap (misalnya, berdiri), dan usaha untuk melakukannya sering menimbulkan tremor. Juga ada kerusakan berat pada keseimbangan, cara berjalan, dan kontrol gerakan mata.

                          Ganglia Basalis
                          • Ganglia basalis tidak mengandung neuron sebanyak serebelum, tetapi dalam arti tertentu mereka lebih kompleks.
                          • Ganglia basalis merupakan sekumpulan nuklei heterogen yang saling terhubung secara kompleks → seperti halnya serebelum, mereka menjalanan fungsi modulatorik.
                          • Ganglia basalis tidak mengkontribusikan fibra/ serabut pada jalur-jalur motorik descending, tetapi merupakan bagian loops neural yang menerima input kortikal dari berbagai daerah kortikal dan mentransmisikan kembali melalui talamus ke berbagai daerah korteks motorik
                          • Pandangan tradisional tentang ganglia basalis → seperti halnya serebelum, ganglia basalis berperan dalam modulasi output motorik. Sekarang, ganglia basalis juga diduga terlibat dalam berbagai fungsi kognitif → mereka berproyeksi ke daerah-daerah kortikal yang diketahui memiliki berbagai fungsi kognitif.

                          Jalur-Jalur Motorik yang Mengalir dari Atas ke Bawah
                          • Sinyal-sinyal neural dikonduktasikan dari korteks motorik primer ke neuron-neuron motorik sumsum tulang belakang melalui 4 jalur berbeda → 2 jalur berjalan dari atas ke bawah di daerah dorsolateral sumsum tulang belakang (traktuskortikospinal dorsolateral dan traktus kortikorubrospinal dorsolateral) dan 2 berjalan dari atas ke bawah di daerah ventro medial sumsum tulang belakang (traktus kortikospinal ventromedial dan traktus korteks-batang otak-sumsum tulang belakang ventromedial).
                          • Sinyal-sinyal yang dikonduktasikan melalui jalur-jalur ini bekerja bersama-sama dalam mengontrol gerakan yang disengaja.
                          • Keempat traktus motorik tersebut berasal dari korteks serebral → diduga memediasi gerakan di sengaja, namun memiliki fungsi yang berbeda.

                          Sirkuit-Sirkuit Sumsum Tulang Belakang Sensorimotor
                          • Sirkuit-sirkuit motorik sumsum tulang belakang menunjukkan kompleksitas yang cukup tinggi dalam fungsinya, terlepas dari sinyal-sinyal yang datang dari otak.

                          Otot-Otot
                          • Setiap unit motorik terdiri atas sebuah neuron motorik tunggal dan semua serabut otot skeletal individu diinervasinya → ketika neuron motorik menembak, semua serabut otot unitnya berkontraksi bersama-sama.
                          • Sebuah otot skeletal terdiri atas ratusan ribu serabut otot seperti benang yang dipersatukan dalam sebuah selaput kuat dan dilekatkan pada tulang oleh sebuah tendon
                          • Asetikolin yang dilepaskan oleh neuron-neuron motorik di neuromuscular junction (persimpangan neuromuskular) → mengaktifkan motor end-plate di setiap serabut otot → menyebabkan serabut berkontraksi.
                          • Semua neuron motorik yang menginervasi serabut-serabut sebuah otot → motor pool.
                          • Serabut-serabut otot skeletal sering dianggap terdiri atas dua tipe dasar: cepat dan lambat.
                          • Serabut otot cepat → berkontraksi dan kendur dengan cepat → meskipun mampu menghasilkan tenaga yang besar, mereka cepat lelah karena tidak tervaskularisasi dengan baik.
                          • Serabut otot lamban → meskipun lebih lamban an lebih lemah, mampu melakukan kontraksi lebih lama karena vaskularisasinya lebih kaya.
                          • Flexor→ bekerja untuk membengkokkan atau melenturkan sendi.
                          • Extensor→ bekerja untuk meluruskan atau mengulurkannya.
                          • Setiap 2 otot yang kontraksinya menghasilkan gerakan yang sama, fleksi maupun ekstensi → otot-otot sinergistik.
                          • Otot-otot yang bekerja secara berlawanan, seperti bisep dan trisep → otot-otot antagonistik.
                          • Kontraksi otot yang dapat meningkatkan ketegangan yang diterapkannya pada 2 tulang tanpa memperpendek dan menariknya secara bersama-sama → kontraksi isometrik.
                          • Kontraksi yang dapat memperpendek dan menariknya secara bersama-sama → kontraksi dinamik.
                          • Ketegangan di sebuah otot dapat ditingkatkan dengan menaikkan jumlah neuron dalam pool motorik yang sedang menembak, dengan meningkatkan tingkat penembakan neuron-neuron yang sudah menembak,atau yang sudajh lazim, dengan kombinasi keduanya.
                          • Aktivitas otot-otot skeletal dipantau oleh 2 jenis reseptor → organ-organ tendon Golgi dan gelendong otot.
                          • Organ-organ tendon Golgin merespons peningkatan ketegangan otot (yakni penarikan otot di tendon yang bersangkutan), tetapi sama sekali tidak sensitif terhadap perubahan panjang otot.
                          • Gelendong-gelendong otot merespons perubahan pada panjang otot, tetapi tidak merespons ketegangan otot.
                          • Masing-masing gelendong otot memiliki otot intrafusal yang mirip benang, yang diinervasi oleh neuron motorik intrafusal.
                          • Tanpa input motorik intrafusal, sebuah gelendong otot akan mengendur tiap kali otot skeletal yang terkontraksi. Dalam keadaan kendur, gelendong otot tidak akan dapat melakukan tugasnya, yaitu merespons perubahan-perubahan kecil pada panjang otot ekstrafusalnya.

                          Refleks Perentangan
                          • Ekstensi tungkai yang diakibatkan oleh ketukan → patellar tendon reflexstretch reflex → refleks yang dibangkitkan oleh kekuatan perentangan eksternal pada sebuah otot.
                          • Mekanisme yang digunakan refleks perentangan untuk mempertahanan stabilitas anggota badan.

                          Refleks Menarik Diri
                          • Refleks menarik diri (withdrawal reflex) → ketika sebuah stimulus menyakitkan mengenai tangan → direkam di neuron-neuron motorik otot-otot fleksor lengan selama sekitar 1,6 milisekon.

                          Program-Program Sensorimotor Sentral
                          • Teori program sensorimotor sentral mengatakan bahwa kecuali tingkat tertinggi dalam sistem sensorimotor memiliki pola-pola aktivitas tertentu yang diprogramkan ke dalamnya dan bahwa gerakan-gerakan kompleks dihasilkan dengan mengaktifkan kombinasi-kombinasi yang tepat di antara program-program tersebut.
                          • Gerakan dasar yang sama dapat dilakukan dengan beragam cara yang melibatkan otot-otot yang berbeda → ekuivalensi motorik.
                          • Response chunking hypothesis→ latihan mengkombinasikan program-program sensorimotor sentral yang mengontrol respons individual menjadi program-program yang mengontrol sekuensi-sekuensi (chunks) perilaku.

                          Sekian artikel tentang Memahami Konsep dan Prinsip Fungsi Sistem Sensorimotor. Semoga bermanfaat.

                          Daftar Pustaka

                          • Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh (Terj.) Yogyakarta : Pustaka Pelajar

                          Pengertian, Prosedur, dan Contoh Penelitian Kuantitatif

                          $
                          0
                          0
                          Pengertian, Prosedur, dan Contoh Penelitian Kuantitatif - Artikel ini berisi konsep-konsep penelitian kuantitatif menurut para ahli, prosedur-prosedur penelitian kuantitatif, serta contoh penulisan laporan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Melalui artikel ini diharapkan dapat melakukan penelitian Psikologi yang sederhana dengan pendekatan kuantitatif secara tepat dan benar. 

                          Dalam ilmu alam dan ilmu sosial, penelitian kuantitatif adalah penyelidikan empiris yang sistematis dari fenomena yang diamati melalui teknik statistik, matematika atau komputasi. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model matematika, teori dan / atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena. Proses pengukuran adalah pusat penelitian kuantitatif karena menyediakan koneksi mendasar antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan kuantitatif. 

                          Data kuantitatif adalah data yang berbentuk numerik seperti statistik, persentase, dll Peneliti menganalisis data dengan bantuan statistik. Peneliti berharap jumlahnya akan menghasilkan hasil yang berisi yang dapat digeneralisasi untuk beberapa populasi yang lebih besar. Penelitian kualitatif, di sisi lain, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang luas dan mengumpulkan data kata dari fenomena atau peserta. Peneliti mencari tema dan menjelaskan informasi di tema dan pola eksklusif untuk yang set peserta.

                          Dalam ilmu-ilmu sosial, penelitian kuantitatif secara luas digunakan dalam psikologi, ekonomi, demografi, sosiologi, pemasaran, kesehatan masyarakat, kesehatan dan pengembangan manusia, gender dan ilmu politik, dan kurang sering dalam antropologi dan sejarah. Penelitian dalam ilmu matematika seperti fisika juga 'kuantitatif' oleh definisi, meskipun ini menggunakan istilah berbeda dalam konteks. Dalam ilmu-ilmu sosial, istilah ini berkaitan dengan metode empiris, yang berasal di kedua positivisme filosofis dan sejarah statistik, yang kontras dengan metode penelitian kualitatif.

                          Penelitian kualitatif menghasilkan informasi hanya pada kasus-kasus tertentu dipelajari, dan kesimpulan yang lebih umum hanya hipotesis. Metode kuantitatif dapat digunakan untuk memverifikasi hipotesis tersebut benar.

                          Pengertian, Prosedur, dan Contoh Penelitian Kuantitatif_
                          image source: www.solutionsmarketresearch.com
                          baca juga: Memahami Konsep dan Prinsip Fungsi Sistem Sensorimotor

                          Pada sebuah seminar, seorang tukang ojek mengatakan bahwa tukang ojek manapun pasti setuju untuk berhenti menjadi tukang ojek apabila motor yang digunakannya ditebus dengan sebuah angkutan umum atau sebidang sawah agar mereka beralih pada pekerjaan lain.

                          Jika anda berada dalam seminar di atas, bagaimana tanggapan anda terhadap pernyataan tukang ojek itu? Apakah anda akan setuju dengan pernyataan tersebut karena yang mengeluarkan pernyataan adalah orang yang sudah menjalani profesi sebagai tukang ojek? Ataukah sebaliknya, anda tidak dapat sependapat karena sang tukang ojek memiliki latar belakang pendidikan yang rendah?

                          Bagaimana jika dalam seminar tersebut juga disampaikan pendapat dari seorang mahasiswa semester V yang belum pernah merasakan naik ojek, menyampaikan pendapat sebagai berikut:

                          Berdasarkan hasil survei terhadap 200 orang yang mewakili tukang ojek se-Jabodetabek hanya sedikit (19%) yang setuju untuk beralih profesi dan sebagian besar (76%) memiliki pendapatan yang baik karena memiliki penghasilan diatas UMR DKI Jakarta.

                          Pendapat manakah yang anda setujui dan dapat menjadi referensi?

                          Jika melihat dua pernyataan di atas, maka yang disampaikan oleh tukang ojek tidak salah namun terjadi generalisasi yang berlebihan sehingga tidak dapat menjadi rujukan/ referensi.Generalisasi yang berlebihan ini terjadi karena pendapat satu orang (atau ditambah beberapa orang kawannya) dianggap sebagai pernyataan keseluruhan orang. Sedangkan pendapat yang kedua, walaupun sang mahasiswa belum pernah naik ojek dapat menjadi rujukan karena memiliki batasan yang jelas untuk digeneralisasi.

                          Tentu dapat dilihat dari dua penyataan diatas, yang membedakan adalah bagaimana cara menarik kesimpulan hingga muncul pernyataan tersebut. Cara menarik kesimpulan inilah yang biasa disebut dengan metode dan dalam koridor ilmiah maka metode yang dimaksud adalah metode penelitian.Ada banyak metode penelitian yang dapat digunakan namun karena objek penelitian psikologi adalah perilaku maka tidak semua metode cocok untuk digunakan dalam kajian disiplin ilmu ini.

                          Secara umum penelitian dalam psikologi terbagi dalam dua kelompok pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.Kata “kualitatif” tidak untuk menunjukkan bahwa pendekatan satu lebih berkualitas dari pendekatan lainnnya, namun kata ini bersama “kuantitatif” menujukkan sifat data yang diperoleh dari penelitian.Data dari penelitian yang bersifat kualitatif umumnya data yang yang belum terstruktur dan terukur, namun data yang berasal dari penelitian kuantitatif umumnya memiliki nilai kuantitas (angka) yang memiliki struktur dan ukuran tertentu.

                          Pernyataan mahasiswa dalam contoh di awal adalah salah satu bentuk penelitian yang bersifat kuantitatif namun jika mahasiswa tertarik untuk meneliti aspek yang menyebabkan tukang ojek bersedia beralih profesi maka jenis penelitian ini bersifat kualitatif.Kemampuan generalisasi dari masing-masing pendekatan memang berbeda namun kedua jenis penelitian ini dapat digunakan bergantian yang disesuaikan dengan tujuan penelitiannya.Jika tujuannya untuk lebih memahami fenomena/ kejadian maka penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih cocok dan jika tujuan penelitian adalah untuk menguatkan/ membuktikan konsep/ teori maka pendekatan kuantitatif lebih disarankan.

                          Manfaat Metode Penelitian

                          Penelitian memiliki manfaat untuk dapat membuktikan sebuah kesimpulan tertentu dan oleh karenanya memahami metode penelitian juga bermanfaat untuk dapat mengkritisi kesimpulan dari hasil penelitian yang lain.

                          Secara khusus berikut beberapa manfaat pemahaman konsep metode penelitian selain digunakan untuk melakukan penelitian.
                          1. metode penelitian sebagai alat menilai kesimpulan
                          2. pemahaman metode sebagai alat kritik yang cerdas
                          3. pemahaman metode sebagai cara mengembangkan ilmu
                          4. penelitian sederhana dan kompleks

                          Berbagai Metode Penelitian Dengan Pendekatan Kuantitatif

                          Metode penelitian yang dapat dilakukan dalam pendekatan kuantitatif ada banyak macamnya, dari metode sensus, survey, eksperimen, dan sebagainya.Namun dalam psikologi, metode penelitian yang umum dipakai dapat dikelompokkkan menjadi dua, yaitu eksperimen dan non-eksperimen.Untuk penelitian eksperimen terdiri dari metode eksperimen dan quasi eksperimen, sedangkan untuk non-eksperimen metode yang banyak digunakan adalah korelasi dua variabel atau lebih.

                          Variabel sendiri adalah aspek atau konsep yang memiliki variasi, aspek dalam hal ini adalah aspek atau konsep yang akan diteliti. Berat badan Fulan pada 17 Agustus 2012, misalnya, bukan variabel karena hanya ada satu nilai berat badan untuk Fulan.Namun berat badan siswa SDN 3 Marenteng dapat menjadi variabel karena setiap siswa di SD itu memiliki berat badan yang berbeda-beda atau bervariasi.

                          Pada pendekatan kuantitatif, data yang didapat akan dikuantifikasikan sesuai dengan bobot jawaban/ reaksi dari responden penelitian. Angka tersebut dicari nilai rata-ratanya kemudian dibandingkan antar variabel.Perbandingan ini untuk menunjukkan apakah hipotesis dapat diterima atau ditolak, dalam ilmu statistik pengujian terhadap hipotesis ini menggunakan statistif inferensial.

                          Proses analisa data menggunakan statistik inferensial dilakukan menggunakan rumus statistik tertentu atau program komputer yang sudah ada, seperti SPSS. Tujuan analisa data ini untuk melihat hubungan atau perbedaan nilai rata-rata dari dua variabel yang di analisa.Pada penelitian yang menggunakan lebih dari dua variabel, analisa statistik juga dapat melihat besaran kemampuan prediksi kelompok variabel yang mempengaruhi (variabel independent) pada satu variabel yang dipengaruhi (variabel dependent).

                          Penelitian Berdasarkan Perbedaan Jumlah Variabel

                          Penelitian bivariate

                          Penelitian bivariate, jika dilihat dari teknik analisa data, dapat dibagi ke dalam dua kelompok penelitian, yaitu penelitian yang dianalisa dengan uji hubungan/ korelasi dan penelitian yang dilakukan dengan analisa uji beda/ differential. Dalam penelitian korelasional, data untuk variabel independent maupun dependent merupakan data yang bersifat interval dan rasio. Sedangkan penelitian yang menggunakan analisa data dengan uji beda, data untuk variabel independen bersifat nominal atau ordinal.

                          Data nominal adalah data yang menunjukkan beda variasi tanpa bisa melihat lebih atau kurang dibanding yang lain. Contoh data yang bersifat nominal adalah data suku yang kemudian dikuantifikasi, misalnya Jawa: 1, Minang: 2, Sunda: 3, dsb. Pada data yang bersifat nominal, walaupun analisa data akan mengkuantifikasikan data tersebut namun angka yang ditunjukkan oleh kuantifikasi angka tidak menunjukkan kelebihan satu dibanding yang lain.

                          Data ordinal adalah data yang sudah dapat menunjukkan perbedaan satu dengan yang lain dengan tingkatannya namun jarak antar variasi data tidak dapat diukur. Urutan kelahiran dapat menjadi contoh jenis data ini, misalnya: anak pertama: 1, anak kedua: 2, anak ketiga: 3, dst. Pada data urutan kelahiran jarak antara 1 ke 2 dan 2 ke 3 tidak memiliki ukuran yang jelas, selain itu jika terdapat dua anak yang memiliki urutan kelahiran sama tidak berarti usianya sama, dsb.

                          Jika data yang akan digunakan adalah nilai ujian, maka jenis data ini dikelompokkan kedalam data interval. Data interval adalah data yang memiliki rentang yang sama untuk tiap tingkatnya namun jika dibandingkan data antar individu belum tentu berada pada rentang yang sama. Pada data nilai ujian, dua orang mahasiswa yang sama-sama mendapat nilai 70, misalnya, bisa terjadi karena individu A salah pada soal ujian nomor 5, 6, dan 8 sedangkan siswa B salah pada soal ujian nomor 7, 8, dan 9.
                          Jenis data yang paling tinggi adalah ratio, yaitu perbedaan tiap data memiliki standar yang jelas dan dapat menunjukkan perbedaan nyata masing-masing individu. Selain itu data jenis ini juga dicirikan dengan nilai 0 mutlak, Contoh data jenis ini adalah tinggi badan yang memiliki nilai 0 mutlak dan perbedaan angka tinggi badan juga menunjukkan perbedaan tinggi individu.


                          Multivariate
                          Penelitian multi-variate biasanya menggunakan teknik analisa data yang lebih canggih.Namun dalam penelitian multi variate intinya adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen pada satu variabel dependent.Penggunaan variabel independen yang lebih dari satu ini karena sesungguhnya satu konsep variabel dependen tidak hanya dipengaruhi oleh satu variabel saja namun banyak variabel.

                          Terlebih pada penelitian non-eksperimental yang sangat sulit menseleksi/ mengontrol variabel yang akan mempengaruhi variabel dependen maka memahami peran masing-masing variabel pada variabel dependen dapat dilakukan dengan penelitian multi variate ini. Dengan cara ini, pemahaman kita terhadap satu konsep psikologi yang dijadikan variabel dependen lebih utuh dan komprehensif. Jika kita ilustasikan variabel dependen penelitiannya adalah kepercayaan diri (self esteem) maka dengan penelitian multi variate dapat kita pahami berbagai variabel yang mempengaruhinya dan besarnya pengaruh masing-masing variabel, seperti: dukungan orangtua, kecerdasan, kemampuan berkomunikasi, dsb.

                          Perbedaan penelitian berdasarkan analisa

                          Korelasi

                          Penelitian korelasional merupakan penelitian yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa psikologi level S1 di Indonesia. Hal ini karena sebagian besar variabel psikologi merupakan variabel dengan jenis data interval maka yang paling mudah dilakukan adalah mencoba mengkorelasikan variabel independent dengan variabel dependent.Jika hasil analisa menunjukkan adanya korelasi maka hal ini berarti variabel independen berhubungan dengan vriabel dependen namun belum tentu hubungan ini merupakan pengaruh.

                          "Hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi", merupakan contoh penelitian yang dapat dianalisa menggunakan teknik analisa korelasional. Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar yang tinggi juga menunjukkan prestasi yang tinggi akan tetapi motivasi belajar belum tentu menjadi penyebab tingginya prestasi. Hal ini dikarenakan prestasi dapat dipengaruhi variabel lain seperti: intelegensi, fasilitas belajar, dsb.

                          Dengan demikian, penelitian menggunakan model analisa ini hanya dapat menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam level teoritis semata. Oleh karena itu kajian teoritis untuk melakukan penelitian yang menggunakan teknik analisa ini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Jika tidak dilakukan kajian teori terhadap variabel penelitian maka peneliti dapat menarik kesimpulan yang salah, misalnya hubungan antara tinggi sudut matahari dengan jumlah individu yang keluar rumah sama sekali tidak dapat menunjukkan bahwa orang keluar rumah karena kemunculan matahari.

                          Differensiasi

                          Teknik analisa data differensial juga digunakan dalam penelitian eksperimen untuk membandingkan kelompok data sebelum diberi perlakuan dengan setelah diberi perlakukan atau data dari kelompok yang diberi perlakuan dengan data dari kelompok yang tidak diberi perlakuan. Dalam konsep yang sama, penelitian non-eksperimen dengan teknik analisa data differensial juga untuk membedakan data dari dua atau lebih kelompok yang berbeda. Penelitian yang menggunakan teknik ini juga bisa menggambarkan pengaruh namun karena variabel independen hanya bisa menggunakan data nominal atau ordinal maka pengaruh antar variabel menjadi tidak spesifik sehingga butuh penjelasan yang lebih lengkap untuk mengatakan ada pengaruh dengan mengkaitkan pada aspek yang melekat pada variabel independen.

                          "Perbedaan kemandirian anak pertama, anak tengah, dan anak terakhir", merupakan contoh penelitian yang dapat dilakukan menggunakan analisa data uji beda. Jika terdapat perbedaan maka dapat dikatakan bahwa variabel urutan kelahiran akan mempengaruhi kemandirian anak. Namun demikian urutan kelahiran tidak akan secara langsung mempengaruhi kelekatan dengan anak tanpa variabel lain yang mempengaruhi perbedaan kemandirian tersebut, seperti: pola asuh orangtua, harapan sosial, kecerdasan anak, dsb.

                          Pada contoh di atas, variabel urutan kelahiran sebagai variabel independen tidak dapat secara langsung dikatakan mempengaruhi variabel dependen, yaitu kemandirian. Hal ini dikarenakan urutan kelahiran hanya menggambarkan adanya model pola asuh dan harapan sosial yang berbeda pada setiap urutan kelahiran dimana anak pertama akandiperlakukan sebagai kakak dengan tugas khususnya dalam keluarga begitu juga pada anak kedua maupun terakhir. Dengan demikian, jika ditemukan terdapat perbedaan kemandirian pada tiap urutan kelahiran maka kemandirian anak tidak dipengaruhi oleh urutan kelahiran namun lebih dipengaruhi oleh variabel-variabel yang melekat pada tiap urutan kelahiran.

                          regresi, anova, anakova

                            Perbedaan Penelitian Kuantitatif Berdasarkan Metode Yang Digunakan

                            Penelitian Eksperimental

                            Eksperimen

                            Penelitian eksperimen atau quasi eksperimen, membutuhkan perlakukan (treatmen) pada responden penelitian yang dilakukan oleh peneliti.Perlakuan ini merupakan bentuk konkrit/ operasionalisasi dari variabel independent yang diharapkan mempengaruhi/ menghasilkan bentuk konkrit/ operasionalisasi dari variabel dependent.Jika perlakuan menghasilkan/ mempengaruhi variabel dependent maka dapat disimpulkan variabel dependent mempengaruhi variabel dependent.

                            Untuk menguji apakah pengaruh dari variabel dependent benar-benar dipengaruhi oleh variabel independent maka kita perlu membandingkan dengan kondisi variabel dependent yang belum diberi perlakuan menggunakan uji beda statistik. Perbandingan dapat dilakukan dengan membandingkan data sebelum diberi perlakuan terhadap data sesudah diberi perlakuan atau perbandingan antara data kelompok yang diberi perlakuan dengan data kelompok yang tidak diberi perlakuan.Jika analisa statistik terhadap kedua kelompok data menunjukkan perbedaan maka perlakuan (yang mewakili variabel independen) mempengaruhi variabel dependent dan sebaliknya jika analisa menunjukkan tidak ada perbedaan maka variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.

                            Penelitian eksperimen membutuhkan pengkondisian responden untuk mencegah/ mengontrol variabel lain yang bukan variabel penelitian dapat mempengaruhi variabel dependen. Untuk itu, penelitian eksperimen biasa dilakukan dalam setting khusus (laboratorium) dan dilakukan seleksi dan pengacakan subjek untuk dapat terpilih menjadi responden.Penelitian menggunakan metode ini banyak menghasilkan teori psikologi yang bertahan lama, bahkan penelitian menggunakan metode ini yang dilakukan oleh Wundt menjadi dasar pengakuan Psikologi sebagai ilmu.

                            Quasi eksperimen

                            Metode quasi eksperimen tidak jauh berbeda dengan metode eksperimen namun berbeda dalam setting penelitiannya.Metode ini tidak melakukan pemilihan pada responden penelitian namun responden tetap dalam kondisi nyata yang kemudian diberi perlakuan.Untuk dapat melihat apakah variabel independent (perlakuan) benar-benar mempengaruhi variabel dependen maka dilakukan pemilihan kelompok penelitian yang dianggap setara.

                            Metode ini dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kerumitan yang harus dilakukan dalam metode eksperimen.Dengan metode ini penelitian yang tidak dapat dilakukan dalam seting laboratorium dapat dilakukan dalam seting normal.Salah satu contoh penelitian quasi eksperimen adalah penelitian untuk melihat kepuasan konsumen dalam bentuk layanan tertentu dari petugas pelayanan konsumen.

                            Metode quasi eksperimen juga banyak diterapkan pada penelitian ilmu terapan yang bertujuan melihat efektifitas sebuah tindakan atau intervensi terhadap tujuan yang hendak dicapai. Namun dalam penelitian terapan kita dapat mengubah tindakan jika hasil sementara menunjukkan penyimpangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, metode quasi eksperimen yang akan dilakukan pada penelitian terapan tidak sama dengan quasi eksperimen yang bertujuan untuk membangun sebuah teori, yaitu penelitian terapan akan melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sedangkan pada penelitian quasi eksperimen teoritis tujuannya adalah melihat hasilnya baik sesuai maupun jika tidak sesuai dengan teori yang akan dibuktikan (hipotesa).

                            Penelitian non-eksperimen

                            Penelitian non-eksperimen dibedakan berdasarkan jumlah variabel independen yang digunakan. Jika variabel dependen akan dilihat dari satu variabel independen maka penelitian ini termasuk penelitian bi-variate atau dua variabel yang terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel independen. Jika terdapat lebih dari satu variabel independen maka jenis penelitiannya adalah multi-variate.

                            Sekian artikel tentang Pengertian, Prosedur, dan Contoh Penelitian Kuantitatif. Semoga bermanfaat.

                            Daftar Pustaka

                            • Gulo, W. (2002).Metodologi penelitian.Grasindo.

                            Identifikasi, Memilih, dan Merumuskan Masalah Penelitian

                            $
                            0
                            0
                            Identifikasi, Memilih, dan Merumuskan Masalah Penelitian - Dalam sebuah penelitian latar belakang permasalahan menjadi faktor utama untuk menentukan apakah masalah yang dimaksud dapat menjadi landasan untuk memulai sebuah penelitian dan dalam hal ini penelitian psikologi khususnya kuantitatif. Walaupun metode penelitian bukan dasar awal untuk menentukan permasalahan penelitian namun dari gambaran masalah penelitian kita dapat memperkirakan metode yang akan digunakan dalam penelitian.

                            Terkait dengan waktu, efisiensi, dan kemampuan penelitian maka perlu kirannya untuk menenentukan permasalahan penelitian yang tepat agar sesuai dengan metode yang akan kita gunakan, dalam hal ini metode penelitian kuantitatif. Jika sebuah penelitian sudah dapat disesuaikan dengan metode penelitian kuantitatif maka tahap berikutnya kita perlu lihat juga apakah masalah penelitian tersebut dapat dilakukan dengan metode kuantitatif sederhana, kompleks, ataukah metode eksperimen maupun quasi eksperimen.

                            Identifikasi, Memilih, dan Merumuskan Masalah Penelitian_
                            image source: ncsl.org
                            baca juga: Pengertian, Prosedur, dan Contoh Penelitian Kuantitatif

                            Bahasan kali ini akan disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang sesuai dengan metode penelitian kuantitatif sederhana.

                            a. Jenis Masalah
                              Memulai masalah penelitian pada umumnya terdiri dari tiga model, yaitu mencari adanya perbedaan antara praktek dengan praktek, praktek dengan teori, dan teori dengan teori.Setelah ditemukan masalah awal dari penelitian ini maka tahap berikutnya adalah melihat faktor yang memungkinkan menyebabkan perbedaan tersebut.

                              i. Perbedaan Praktek dan Praktek
                              Perbedaan praktek dan praktek dilakukan dengan membandingkan dua kelompok individu yang mengalami situasi yang relatif hampir sama. Pada kelompok individu di sekolah A misalnya umumnya mengalami masalah konflik dengan orang tua. Namun di sekolah B dengan jenjang yang sama ternyata masalah ini tidak banyak dan hanya terjadi pada segelintir orang. Dengan demikian, permasalahan diatas dapat diangkat menjadi masalah penelitian yaitu apa yang menyebabkan perbedaan tersebut.

                              Dalam kajian lebih lanjut mungkin kita dapat memprediksi bahwa salah satu kemungkinan penyebab bahwa sekolah B tidak terlalu berkonflik dengan orang tua adalah pola komunikasi orang tua dan guru terkait dengan program yang dilakukan disekolah tersebut.

                              Berdasarkan prediksi yang dilakukan oleh peneliti, yang tentunya mengacu pada sebuah kajian, maka dapat diangkat tema penelitian mengenai peran komunikasi orang tua dan guru terhadap hubungan anak dan orang tua. Nantinya, untuk menentukan apakah penelitian ini akan menggunakan analisa dengan uji beda atau uji korelasi dapat dilihat dari jenis data yang akan dikumpulkan.

                              ii. Perbedaan Praktek dan Teori
                              Berdasarkan contoh diatas, yaitu remaja di sekolah B menunjukkan pola perilaku yang tidak mengalami kondisi konflik antara orangtua dan anak, tentunya hal ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa remaja adalah fase penuh konflik antara orang tua dan anak.Adanya perbedaan teori dan praktek ini dapat diangkat menjadi permasalahan penelitian.

                              Jika kajian dilanjutkan pada hal-hal yang menyebabkan kondisi di sekolah B tidak sesuai dengan konsep teoritis, misalnya karena siswa yang bersekolah disana umumnya dari masyarakat sekitar dan gurunya juga berasal dari komunitas yang sama dengan siswa maka hal ini dapat menjadi asumsi yang akan kita buktikan dalam sebuah penelitian. Berdasarkan kajian tersebut, tema yang mungkin kita angkat misalnya kedekatan guru dengan keluarga siswa diluar sekolah dengan pola interaksi anak dan orang tua di rumah.

                              iii. Perbedaan Teori dan Teori
                              Beberapa penelitian menggali konsep yang lebih mendalam, misalnya kajian yang sangat teorits walaupun permasalahan sebenarnya belum tentu muncul dalam kehidupan sehari hari.Perbedaaan antara dua teori yang dapat menjadi masalah penelitian, misalnya perbedaan antara konsep moral Haidt dan konsep moral Lind.Haidt menekankan pada emosi sebagai penentu moral dan Lind menekankan pada kognisi sebagai penentu moral.Perbedaan keduanya dapat menjadi dasar penelitian sehingga kita dapat mendukung salah satu atau menawarkan sesuatu yang baru baik dengan menolak keduanya atau jika mungkin menggabungkan keduanya.

                              b. Jenis Masalah Penelitian

                              Berdasarkan pembahasan mengenai masalah penelitian diatas kita dapat membedakan masalah penelitian dibagi kedalam dua hal, yaitu penelitian aplikatif dan penelitian teoritis.

                              i. Penelitian Aplikatif
                              Penelitian aplikatif sebenarnya tidak cukup signifikan dianggap sebagai masalah penelitian yang akan memberi sumbangan pada perkembangan ilmu. Lemahnya peran masalah ini dalam menyumbang pada perkembangan ilmu pengetahuan salah satunya karena mengangkat masalah ini terkadang hanya sebatas menjelaskan konsep teoritis dalam konteks masalah yang dihadapi. Misalnya peneliti hendak meneliti mengapa banyak terjadi tawuran dan penggunaan narkoba di sekolah A dan setelah diteliti ternyata temuannya hanya menunjukkan bahwa penyebabnya sudah dijelaskan oleh konsep teori yang ada. Oleh karena itu, untuk mengangkat tema ini sebagai dasar untuk melakukan penelitian harus dikaji dengan lebih dalam dan digali referensi yang cukup sehingga kita dapat memberi sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.

                              ii. Penelitian Teoritis
                              Ketiga jenis masalah diatas secara umum adalah masalah yang dapat dikelompokkan kedalam penelitian teoritis termasuk masalah yang berasal dari perbedaan antara praktek dan praktek. Namun kunci peletakan masalahnya hampir sama yaitu ketika penggalian teoritis terhadap masalah yang ada ternyata belum cukup dijelaskan secara konseptual.

                              Secara khusus, jika penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi sumbangan pada perkembangan teori maka ada dua hal yang harus dilakukan yaitu membaca banyak hasil penelitian dalam jurnal-jurnal ilmiah atau membuat penelitian dengan teman yang spesifik dan sangat unik sehingga sulit untuk menemukan penelitian sebelumnya terhadap hasl tersebut.

                              c. Sumber Permasalahan Penelitian

                              i. Minat Pribadi
                              Minat pribadi banyak dijadikan dasar untuk mencari masalah penelitian namun perlu juga dipelajari apakah konsep yang kita minati sudah sangat banyak tema penelitian yang dikembangkan terkait dengan hal tersebut. Dengan demikian, minat pribadi akan mendukung pengembangan masalah penelitian yang kita lakukan apabila kita cukup banyak mempelajari perkembangan terkini dari hal tersebut.

                              ii. Sumber Bacaan
                              sumber bacaaan yang beragam dapat memunculkan ide-ide baru yang unik untuk dianggap menjadi tema penelitian. Membaca penelitian lintas disiplin dapat mendorong kita menemukan aspek-aspek yang belum tergali dalam penelitian yang ada.Misalnya dalam kajian dengan tema-tema psikologi kita sering juga membaca terkait dengan teknologi IT dan fashion.Berdasarkan bacaan lintas disiplin tersebut maka kita dapat mengembangkan penelitian terkait dengan peran fashion dalam perkembangan teknologi internet yang dilihat dari aspek psikologisnya.

                              iii. Penelitian Sebelumnya
                              Cara ini merupakan cara paling mudah untuk menentukan tema penelitian karena dalam setiap laporan penelitian, umumnya juga dituliskan keterbatasan penelitian dan saran penelitian untuk pengembangan penelitian berikutnya.  Dengan menjalankan saran dari peneliti sebelumnya tersebut maka menjadi lebih mudah bagi kita untuk menyusun permasalah penelitian yang baru.

                              d. Rumusan Masalah

                              Masalah penelitian sebagaimana yang dijelaskan diatas akan dijelaskan dalam beberapa paragraf yang akan menjelaskan perlu tidaknya tema tersebut diteliti berdasarkan permasalahan yang ada. Namun penjelasan itu membutuhkan kalimat sederhana dan singkat untuk memudahkan pembaca mengenali arah penelitian dan tema penelitia yang diangkat.
                              Berikut beberapa panduan dalam membuat rumusam masalah.

                              i. Kalimat Tanya
                              Rumusan masalah disusun menggunakan kalimat tanya yang menjelaskan kaitan kemungkinan keterkaitan antara dua variabel yang akan di teliti.

                              ii. Menyatakan Variabel yang Diteliti
                              variabel yang akan diteliti dinyatakan secara tegas dalam rumusan masalah dan variabel yang dimaksud haruslah berupa konsep psikologi (minimal pada salah satu variabel)

                              iii. Menjadi Tujuan Penelitian
                              Rumusan masalah nantinya akan menjadi tujuan penelitian untuk menjawab pertanyaan yang dimunculkan dalam rumusan permasalahan.

                              iv. Dapat dijawab menggunakan metode penelitian yang tersedia
                              Salah satu faktor paling penting adalah rumusan masalah dapat dijawab menggunakan metode penelitian yang tersedia.Jika rumusan masalah tidak dapat dijawab maka penelitian menjadi tidak relevan untuk dilakukan.

                              Berdasarkan panduan dalam pembuatan rumusan masalah di atas, berikut beberapa contoh rumusan masalah untuk penelitian kuantitatif sederhana.

                              “Apakah ada hubungan antara ketangguhan (resilience) dengan kemandirian pada remaja” 
                              atau
                              “Apakah ada perbedaan kemandirian remaja putra dilihat dari kelekatan pada ibu dan ayah”

                              e. Hubungan atau Perbedaan

                              Dua contoh diatas menunjukkan perbedaan dari dua pendekatan dalam penelitian ilmiah. Contoh pertama adalah penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisa data korelasi sedangkan contoh kedua merupakan jenis penelitian yang akan menggunakan analisa data dengan model differensiasi atau uji beda.

                              Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan apabila pada saat menentukan judul penelitian yaitu:

                              i. Perhatikan Jenis Data
                              Jika kedua variabel akan memiliki data minimal data interval maka tema penelitian akan menggunakan korelasi. Namun jika salah satu variabel menggunakan data nominal atau ordinal dan variabel lain menggunakan interval atau rasio maka penelitian akan menggunakan differensiasi.

                              ii. Perhatikan Analisa
                              Berdasarkan jenis data dari variabel penelitian maka kita dapat tentukan analisa penelitian, yaitu korelasi akan menggunakan uji korelasi seperti pearson dan spearman sedangkan jika differensiasi analisa akan menggunakan uji t.

                              Sekian artikel tentang Identifikasi, Memilih, dan Merumuskan Masalah Penelitian. Semoga bermanfaat.

                              Daftar Pustaka
                              • Gulo, W. (2002).Metodologi penelitian. Grasindo.

                              Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Menurut Ahli

                              $
                              0
                              0
                              Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Menurut Ahli - Dalam sebuah penelitian ilmiah, kuantitatif atau kualitatif bukanlah pilihan yang ditentukan diawal namun disesuaikan dengan kebutuh penelitian. Metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif adalah alat bantu penelitian untuk bisa mendapatkan kesimpulan penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. Namun demikian, pada saat menentukan latar belakang permasalahan penelitian sesungguhnya sudah dapat ditentukan apakah sebuah penelitian akan membutuhkan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif.

                              Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan. Sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu "teori".

                              Metode Sebagai Alat, Bukan Tujuan

                              Kuantitatif maupun kualitatif sesungguhnya tidak menunjukkan sesuatu yang lebih berkualitas namun lebih pada jenis data. Penamaan kualitatif merujuk pada jenis data yang akan digunakan dalam analisa yaitu data yang bersifat deskripsi. Begitu juga pada penelitian dengan pendekatan kuantitatif, data yang akan digunakan dalam analisa adalah data berupa angka.

                              Adapun kualitas dari sebuah penelitian akan dapat ditentukan dari ketepatan metode penelitian dan ketajaman permasalahan penelitian. Penelitian dengan metode yang tepat untuk menjawab permasalah penelitian yang tajam dan aktual akan lebih banyak digunakan apapun pendekatannya. Dengan demikian, kuantitatif dan kualitatif bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

                              Jenis data yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian akan mempengaruhi cara pengambilan data dan analisa data. Data kuantifikasi dapat diperoleh dari metode yang sederhana, seperti penyebaran angket, wawancara terstruktur, dsb. Namun pada data kualitatif pengumpulan data jauh lebih rumit karena melibatkan banyak teknik, seperti: wawancara mendalam, observasi, dsb.

                              Begitu juga dengan analisa data, pada data kuantitatif, analisa data dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software statistika tertentu. Namun pada data kualitatif, analisa data menggunakan konsep yang lebih canggih, seperti coding, kategorisasi, dsb. yang tidak dapat dilakukan tanpa keterlibatan secara aktif dari peneliti itu sendiri. Hal ini berdampak pada hasil analisa data dimana kuantitatif akan menghasilkan angka yang perlu diinterpretasi sedangkan kualitatif berisi deskripsi yang perlu disimpulkan.

                              Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Menurut Ahli_
                              image source: imotions.com
                              baca juga: Identifikasi, Memilih, dan Merumuskan Masalah Penelitian

                              Rumusan Masalah

                              Kualitatif
                              Rumusan masalah dalam penelitian kualitatif mencoba mencari deskripsi dari sebuah fenomena. Adapun fenomena yang diteliti dalam penelitian kualitatif umumnya fenomena yang unik dimana fenomena tersebut belum dapat dijelaskan dalam konsep teoritis yang ada. Untuk tujuan itulah penelitian kualitatif perlu dilakukan, namun pada fenomena yang sifatnya umum, dimana sudah cukup banyak teori yang menjelaskan fenomena tersebut maka penelitian kualitatif menjadi tidak relevan untuk dilakukan.

                              Berikut beberapa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif:
                              1. Apa masalah psikososial yang dihadapi pemulung di Bantar Gebang?
                              2. Bagaimana dinamika moral pada siswa di pondok pesantren?

                              Kualitatif
                              Dalam penelitian kuantitatif, rumusan masalah sudah mengarah pada “mengusulkan jawaban”. Dalam penelitian kuantitatif jawaban pertanyaan terhadap rumusan masalah dapat dibagi menjadi dua, yaitu: “ya” dan “tidak”. Jawaban “ya” berarti rumusan masalah yang diajukan benar dan sebaliknya jawaban “tidak” artinya rumusan masalah yang diajukan tidak benar.

                              Berikut beberapa rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif:
                              1. Adakah hubungan antara kompetensi moral dengan perilaku menyontek?
                              2. Adakah perbedaan kepercayaan diri antara orang kaya dan miskin?

                              Tujuan Penelitian

                              Kualitatif
                              Pada penelitian kualitatif, tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran terhadap pertanyaan yang sudah disampaikan dalam rumusan masalah. Namun tujuan penelitian ini akan terus berkembang disesuaikan dengan kondisi pada saat penelitian melakukan pengambilan data dan analisa data. Pada prakteknya, dalam penelitian kualitatif, tujuan tidak dapat terlalu luas walaupun garapan dalam penelitian ini akan menjadi luas.

                              Berikut beberapa tujuan penelitian dalam penelitian kualitatif:
                              1. Tujuan penelitian berupaya menjelaskan dinamika moral pada siswa
                              2. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai permasalah psikososial yang dialami pemulung

                              Kuantitatif
                              Secara umum, tujuan penelitian dalam penelitian kuantitatif akan menjawab secara singkat pertanyaan dalam rumusan masalah. Tujuan penelitian dalam penelitian kuantitatif akan mengarah pada hipotesa penelitian dimana arah dari penelitian sudah dapat terlihat dalam penelitian ini.

                              Berikut beberapa contoh tujuan penelitian dalam penelitian kuantitatif:
                              1. Tujuan penelitian bermaksud melihat apakah ada hubungan antara kompetensi moral dan perilaku menyontek
                              2. Penelitian bertujuan untuk melihat perbedaan kepercayaan diri dilihat dari status sosial.

                              Jenis Data

                              Kualitatif
                              Jenis data pada penelitian kualitatif umumnya data yang bersifat deskripsi, yaitu menggambarkan fenimef.na yang diteliti dari berbagai aspek yang dapat ditangkap oleh peneliti. Semakin banyak aspek yang dapat digali maka akan semakin lengkap data dalam penelitian kualitati

                              Data dalam penelitian kualitatif dapat berupa:
                              1. Hasil wawancara/ FGD
                              2. Hasil observasi
                              3. Data sekunder, dsb

                              Kuantitatif
                              Pada penelitian kuantitatif, data umumnya berupa angka. Adapun data yang bersifat deskriptif hanya untuk melengkapi data utama yang berbentuk angka. Angka tersebut dapat mewakili beberapa konsep yaitu: anka untuk
                              1. Data interval dan data rasio (dua jenis data ini memang sudah berbentuk angka dan menunjukkan besaran yang sesuai dengan angka yang dimaksud.
                              2. Data nominal dan ordinal yang di kuantifikasi. Penggunaan angka pada dua jenis data ini lebih untuk melakukan klasifikasi semata dan angka yang muncul tidak menunjukkan besaran salah satu dibanding yang lain.

                              Teknik pengumpulan data

                              Kualitatif
                              Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif umumnya tidak terstruktur atau minimal semi terstruktur. Teknik pengumpulan data akan menyesuaikan kebutuhan penggalian data di lapangan. Beberapa data membutuhkan beragam teknik pengumpulan data, sedangkan data lainnnya dapat menggunakan salah satu teknik pengumpulan data.

                              Beberapa teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara, observasi, quitionaire terbuka, focus group discussion (FGD), atau pengumpulan data sekunder (rekaman, catatan harian, foto, dsb).

                              Kuantitatif
                              Pada penelitian kuantitatif, pengumpulan data lebih terstruktur dan data sudah dapat diprediksi bentuknya sejak awal. Teknik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah quitionaire tertutup/ semi tertutup, wawancara terstruktur, dan observasi terstruktur.

                              Aspek Generalisasi

                              Kualitatif
                              Pada hasil penelitian kualitatif, kesimpulan penelitian hanya dapat digeneralisasi pada individu yang memiliki karakter yang sama atau hampir sama dengan responden. Oleh karena itu, penelitian ini sulit untuk digeneralisasi karena kesamaan karakter akan sulit didapatkan karena adanya perbedaan individu dan perbedaan lingkungan.

                              Namun demikian, beberapa penelitian kualitatif dapat digeneralisasi pada aspek yang cukup luas apabila tema penelitian cukup umum sehingga dapat sesuai dengan karakter banyak individu lainnya. Berikut beberapa penelitian kualitatif yang banyak digeneralisasi pada indiviu lain:
                              1. Penelitian perkembangan anak Piaget.
                              2. Penelitian Freud terhadap kliennya

                              Kuantitatif
                              Pada penelitian yang bersifat kuantitatif, aspek generalisasi lebih luas. Bahkan pada penelitian kuantitaitf yang bersifat eksperimen kemampuan untuk menggenaralisasi teori sangat luas karena adanya kontrol terhadap lingkungan yang cukup ketat. Umumnya penelitian kuantitatif tidak terlalu terikat pada karakter responden penelitian.

                              Namun beberapa penelitian kuantitatif tidak dapat digeneralisasi dengan cukup luas apabila tema yang diteliti sangat spesifik. Misalnya penelitian tentang ketahanan terhadap stress penderita HIV pada stadium akhir.

                              Responden

                              Kualitatif
                              Pada penelitian kualitatif, responden penelitian sangat spesifik dan tidak dapat ditentukan dengan mudah sejak awal penelitian. Beberapa responden penelitian mungkin baru dapat ditentukan apabila peneliti sudah melakukan observasi atau wawancara kelapangan dan berdasarkan data yang didapatkan maka peneliti baru dapat menentukan siapa saja yang akan menjadi responden penelitian tersebut.

                              Pada penelitian kualitatif penentuan responden bersifat snowball, dimana semakin lama jumlah responden akan semakin besar dan data yang didapatkan akan semakin banyak sehingga pemahaman terhadap fenomena yang diteliti menjadi semakin baik.

                              Kuantitatif
                              Sedangkan pada penelitian kuantitatif, responden penelitian dapat ditentukan diawal dan cenderung tidak dapat dilakukan perubahan pada saat peneliti ke lapangan untuk pengambilan data. Dalam penelitian kuantitatif ini, semakin umum dan semakin luas karakteristik responden akan semakin baik hasil yang didapatkan dan akan semakin tajam analisa yang dapat dikembangkan. Pada penelitian kuantitatif dalam bidang psikologi sesungguhnya tidak terlalu mementingkan sample sehingga responden dapat dipilih secara bebas selama aspek yang diteliti dimiliki oleh responden.

                              Misalnya, tema penelitian kuantitaitf terkait dengan suku Bugis maka responden yang berasal dari suku Bugis saja yang akan ditetapkan sebagai responden penelitian. Adapun keragaman dan keluasan yang diharapkan dari tema ini adalah adanya keragaman daerah yang disebut sebagai daerah suku Bugis.

                              Kuantifikasi Data

                              Kualitatif 
                              Penelitian kualitatif bukan berarti meniadakan angka sama sekali namun penggunaannya sangat menimal dan umumnya hanya dibutuhkan dalam rangka mendeskripsikan masalah/ konsep yang diteliti. Berikut contoh penggunaan angka dalam penelitian kualitatif:  206 atau 20% orang ber IQ 120-126 berasal dari wilayah X karena wilayah tersebut.

                              Kuantitatif
                              Sebaliknya, dalam penelitian Kuantitatif penggunanaan data berupa angka bertujuan dalam aspek analisa sehingga data yang bersifat kualitatif, seperti: jenis kelamin tetap akan di kuantifikasi untuk kebutuhan analisa. Berikut contoh penggunaan angkan untuk analisa dalam penelitian kuantitatif: dari 102 orang kelompok 1 rata2 IQ 109 dengan SD 4. Pada kelompok 2 dengan 109 orang dan rata2 IQ 101 SD 2 hal ini menunjukkan ada beda signifikan

                              Memunculkan Teori?

                              Kualitatif
                              Penelitian kualitatif seringkali dianggap lebih baik karena mampu memunculkan teori namun hal ini bukanlah masalah yang mudah dalam penelitian kualitatif karena tema penelitian harus cukup spesifik sehingga belum ada teori yang mampu menjelaskan fenomena yang ada.

                              Pada penelitian kualitatif dapat memunculkan teori apabila peneliti melakukan penelitian dengan metode yang lebih rumit, yaitu melibatkan axial coding dan sejenisnya

                              Kuantitatif
                              Sebaliknya, penelitian kuantitatif bukan berarti tidak dapat memunculkan teori baru. Beberapa penelitian kuantitatif dapat memunculkan teori baru yang umumnya dilakukan menggunakan metode eksperimen. Selain eksperimen, kuantitatif juga tetap dapat memunculkan teori dengan memperkaya dan mempertajam teori yang ada sehingga teori akan terus berkembang dan dikritik.

                              Kerjasama Kualitatif dan Kuantitatif

                              Sebenarnya, kedua pendekatan penelitian ini dibutuhkan dalam penelitian dan tidak dapat diklasifikasikan mana yang lebih baik dibanding yang lain. Metode adalah alat, maka penggunaan metode yang tepat akan menghasilkan kesimpulan penelitian yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan atau kebutuhan dimasyarakat.

                              Oleh karena itu wajar jika penelitian tertentu hanya dapat dilakukan dengan kualitatif (mis: sistem periangatan dini radikalisme agama) sedangkan penelitian lain lebih baik jika digunakan penelitian kuantitatif (mis: faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri siswa).

                              Sekian artikel tentang Perbedaan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Menurut Ahli. Semoga bermanfaat.

                              Daftar Pustaka
                              • Gulo, W. (2002). Metodologi penelitian. Grasindo.

                              Prosedur Meningkatkan Perilaku dan Menghilangkan Perilaku 2

                              $
                              0
                              0
                              Prosedur Meningkatkan Perilaku dan Menghilangkan Perilaku 2 - Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yang sudah dibahas disini.

                              Disini ini akan didiskusikan tentang meningkatkan perilaku yang diinginkan dan menurunkan/menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur meningkatkan perilaku yang diinginkan dan menurunkan/menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

                              Differential Reinforcement

                              image source: blog.difflearn.com
                              baca juga: Prosedur Meningkatkan Perilaku dan Menghilangkan Perilaku

                              Reinforcment yang berbeda untuk perilaku alternative (Differential Reinforcement of Alternatif Behavior- DRA)
                              1. Definisi DRA: memberikan reinforcement pada perilaku yang diinginkan dan melakukan ekstingsi pada perilaku yang tidak diinginkan.
                              Contoh:

                              1. Kapan harus menggunakan DRA
                              Untuk menggunakan prosedur ini perilaku yang diharapkan harus terjadi meskipun tidak sering. Jika perilaku yang diharapkan tidak terjadi, maka DRA bukanlah prosedur yang tepat. Meskipun begitu, prosedur seperti shaping ataupun prompting bisa digunakan untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan. Sehingga, terapis/psikolog harus bisa mengidentifikasikan reinforce yang akan digunakan setiap perilaku yang diinginkan terjadi.Jika terapis/piskolog tidak mengetahui atau tidak memiliki control terhadap reinforce maka DRA tidak bisa dilakukan.

                              1. Bagaimana menggunakan DRA
                              • Definisi yang jelas tentang perilaku yang diharapkan yang kamu ingin tingkatkan dengan penggunaan DRA.
                              • Definisi yang jelas tentang perlaku yang tidak diharapkan yang kamu ingin turunkan dengan penggunaan DRA
                              • Identifikasikan reinforce. Kamu harus memetakan reinforce yang akan kamu gunakan karena antara satu orang dengan orang lain, reinforcernya bisa berbeda. Cara untuk mengidentifikasikan reinforcer adalah:
                              1. Menggunakan reinforcer yang mempertahankan perilaku yang tidak diinginkan. Contoh: Mrs. Williams, bahwa perhatian adalah reinforcement pada perilaku yang tidak diinginkan dalam hal ini
                              2. Melakukan observasi dan mencatat kegiatan atau hal-hal yang menarik bagi individu yang ingin kita ubah perilakunya. Contoh: bermain game, shoping dll.
                              3. Bertanya langsung kepada orang yang bersangkutan.
                              4. Mencoba berbagai memberikan berbagai macam stimulus dan melihat stimulus yang manakah yang berfungsi sebagai reinforcer atau yang disebut Preference Assessment:
                              • Single stimulus assessment: setiap reinforcer yang potensial dihadirkan satu persatu secara bergantian dan melihat apakah individu tersebut mendekati stimulus yang diberikan atau tidak, jika individu mendekati stimulus hal tersebut mengindikasikan bahwa stimulus yang dihadirkan memiliki fungsi sebagai
                              • Paired stimulus assessment: dua stimulus dihadirkan dalam waktu yang bersamaan, stimulus mana yang dipilih mengindikasikan bahwa stimulus tersebut berfungsi sebagi
                              • Multiple stimulus assessment: lebih dari dua stimulus dihadirkan dalam waktu yang besamaan kemudian terapis/psikolog mencatat stimulus mana yang didekati oleh subjek, hal tersebut mengindikasikan bahwa stimulus yang dihadirkan memiliki fungsi sebagai Kemudian stimulus pertama dipindahkan, begitu seterusnya. Stimulus yang dipilih pertama sekali memiliki pengaruh yang cukup kuat dibandingkan stimulus yang dipilih terakhir sekali. Metode assment ini disebut juga prosedur multiple stimulus without replacement (MSWO).
                              1. Menghadirkan reinforce potensial ketika perilaku muncul secara berkesinambungan (kontingensi) setelah perilaku yang diharapkan muncul, dan perilkau yang diinginkan tersebut meningkat intensitasnya, durasi dan frekuensinya. Proses ini disebut sebagai reinforcer assessment.

                              • Reinforcer perilaku yang diharapkan secara langsung dan konsisten
                              Jika reinforcement ditunda amka DRA kurang begitu efektif. Kamu harus memperkuat perilaku yang kamu harapkan muncul setiap kali perilaku tersebut muncul. Karena hal tersebut memungkinkan perilaku yang diinginkan bertahan.
                              • Eliminasi reinforcement ketika perilaku yang tidak diinginakn muncul.
                              Jika reinforcer untuk perilaku yang tidak diinginkan tidak dapat dihilangkan secara total, maka yang paling tidak meminimalisasi perbedaan dari reinforcer pada perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak diinginkan.
                              • Gunakan intermittent reinforcement untuk mempertahankan perilaku yang diinginkan.
                              Continuous reinforcement hanya digunakan pada langkah awal DRA. Jika perilaku yang diharapkan sudah mulai terbentuk maka gunakanlah intermittent reinforcement (pemberian reinforcer dengan memperhatikan selang waktu) sehingga periaku yang baru terbentuk lebih tahan lama.
                              • Generalisasi program yang sudah dijalankan.
                              Tingkah laku yang menjadi target untuk dilakukan perubahan harus di reinforcer disegala kesempatan dan situasi sehingga mungkin untuk perilaku tersebut diaplikasikan/ muncul dalam berbagai setting keadaan.

                              1. Menggunakan Differential Negative Reinforcement of Alternative Behaviors (DNRA)

                              Untuk memodifikasi perilaku Jason maka dilakukan assessment, langkah yang bisa dilakukan oleh psikolog atau tarapis adalah:
                              • Mendefinisikan perilaku yang diinginkan dan tidak diinginkan. Contoh: perilaku yang diinginkan adalah mengerjakan tugasnya (perilaku yang diinginkan), membanting meja (perilaku yang tidak diinginkan).
                              • Mengidentifikasikan reinforcer dari perilaku yang diinginkan (Contoh: boleh tidak mengerjakan tugas, meskipun hal tersebut adalah reinforce untuk perilaku yang tidak diinginkan namun hal tersebut tetap dipakai karena memiliki reinforcer).
                              • Mengabaikan perilaku yang tidak diinginak (tidak membiarkannya lari dari tugas ketika ia harus mengerjakan tugasnya), dan ketika ia mengerjakan tugasnya maka diberikan reinforcement.
                              • Intermittent Reinforcement untuk mengeneralisasikan perilaku yang baru dipelajari.

                              1. Variasi dari DRA
                              • Differential Reinforcement of an Incompatible Behavior (DRI): perilaku alternative yang tidak compatible dengan perilaku yang bermasalah, yang tidak bisa terjadi dalam waktu bersamaan. Contoh: anak yang suka menyakiti diri sendiri dengan memukul kepalanya, maka bermain dengan mainan atau kegiatan yang menggunakan tangan untuk memanipulasi objek adalah perilaku yang incompatible yang bisa digunakan sebagai pengganti perilaku menyakiti diri sendiri pada prosedur DRI.
                              • Differential Reinforcement of Communication (DRC): orang yang memiliki perilaku bermasalah belajar untuk mengkomunikasikan respon perilaku yang bermasalah. Contoh: individu yang memiliki perilaku bermasalah dan untuk mengkomunikasikan nya dengna cara: “Bagaimana menurut kamu apa yang saya lakukan?”

                              1. Riset dari DRA
                              • Riset Leitenberg, Burchard, Burchard, Fuller, dan Lysaght (1977) menggunakan prosedur DRA untuk mengurangi konflik antar saudara.
                              • Allen dan Stokes (1987) menggunakan prosedur DRA untuk meningkatkan perilaku bekerjasama pada anak yang datang ke dokter gigi.
                              • Car dan Durand melakukan prosedur Functional Communication Training, untuk membantu anak-anak dengan gangguan perkembangan di sebuah kelas. Setiap kali perilaku anak tersebut di reinforcer  oleh perhatian gurunya, maka anak tersebut diajarkan cara untuk meminta perhatian sebagai respon alternative. Si anak berkata: “bagaimana hasil pekerjaan saya?” lalu guru merespon dengan perhatian.
                              • Penggunaan Premarck Principle pada prosedur DRA untuk meningkatkan perilaku bekerja pada Orang dengan Gangguan Skizofrenia (ODS). ODS diberikan reinforcer  yang berbeda sesuai dengan performa kerjanya dengan cara menginzinkan ODS untuk tidak melakukan sesuat untuk beberapa saat. Jika ODS tidak menyelesaikan pekerjaannya maka mereka tidak diizinkan untuk duduk dan tidak melakukan sesuatu. Hasil menunjukkan bahwa perilaku bekerja pada ODS meningkat.



                              Reinforcement yang berbeda untuk perilaku lainnya (Differential Reinforcement of Other Behavior- DRO)
                              1. Definisi DRO: memberikan reinforcement ketika perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul.

                              1. Bagaimana menggunakan DRO
                              • Identifikasi reinforcer dari perilaku yang bermasalah. Pada prosedur ini maka psikolog atau terapis harus menghilangkan reinforce dari perilaku yang bermasalah untuk melakukan prosedur DRO secara sukses.
                              • Identifikasi penggunaan reinforcer pada prosedur DRO. Logikanya adalah jika event tertentu memiliki kekuatan (nilai reinforcer) untuk perilaku yang bermasalah maka hal tersebut bisa digunakan untuk membentuk perilaku yang baru dengan nilai reinforcement yang sama pada prosedur DRO.
                              • Pilih Initial DRO Time Interval. Dalam penggunaan prosedur DRO ini melibatkan interval waktu dalam pemberian reinforcer, dimana panjangnya interval waktu harus terkait dengan baseline rate dari perilaku yang bermasalah: jika perilaku bermasalah tersebut sering terjadi maka interval DRO akan pendek. Jika perilaku bermasalah jarang terjadi, maka interval DRO lebih panjang. Contoh: biasanya perilaku memukul diri sendiri pada anak A terjadi setiap 5 menit sekali, maka waktu interval yang disetting dalam prosedur DRO bukan 10 menit akan tetapi kurang dari 5 menit sehingga kemungkinan gagal pada anak A sangat kecil, setelah perilaku yang diharapkan muncul maka interval waktu akan diperpanjang.
                              • Eliminasi reinforcer pada perilaku yang bermasalah dan berikan reinforcer ketika perilaku yang bermasalah tidak muncul.
                              • Mengulang kembali penghitungan waktu ketika perilaku yang bermasalah muncul. Contoh: kalau dalam 5 menit anak tidak menyakiti dirinya sendiri maka akan mendapatkan reinforcer namun kalau kurang dari itu maka waktu interval yang sudah disetting harus diulang lagi tanpa pemberian
                              • Secara bertahap tambahkan interval waktu yang semakin panjang lebih dari sebelumnya.

                              1. Riset untuk mengevaluasi DRO
                              Cowder, Iwata, dan Pace (1990) membantu Jerry, 9 tahun, yang terlibat dalam perilaku self-injurious behavior (SIB) dengan menggaruk ataupun menarik-narik kulitnya sampai terluka. Jerry tidak menderita gangguan perkembangan intelektual, tapi ia tidak pernah bersekolah, kondisinya sangat parah sehingga ia harus tinggal di rumah sakit dibawah pengawasan. Dari hasil assessment tidak ditemukan adanya social reinforcement pada perilaku tersebut. Maka peneliti mengimplementasikan prosedur DRO dengan menggunakan token. Token diberikan setiap kali Jerry tidak melakukan tindakan SIB dan bisa menukarnya dengan kegiatan yang menyenangkan seperti menonton tv, main game.  Kemudian peneliti menempatkan Jerry di dalam ruangan One-Way Mirror. Jika dalam 2 menit ia tidak menggaruk badannya, maka ekperimenter datang keruangan, melihatnya sesaat untuk mengecek ada atau tidaknya Jerry menggaruk badannya, jika tidak ditemukan maka Jerry mendapatkan token karena tidak menggaruk. Namun jika Jerry menggaruk badannya dalam waktu 2 menit, maka eksperimenter masuk ke dlaam ruangan, menunjuk ke arah bagian yang digaruk oleh Jerry, dan mengatakan bahwa Jerry tidak dapat memiliki token. Namun begitu eksperimenter menyemangatinya untuk mencoba lagi. Ketika Jerry berhasil menahan diri dari menggaruk badannya, maka interval waktu di tambah menjadi 4 menit. Dan akhirnya bisa mencapai 15 menit. Program in mengurangi perilaku menggaruk badan sendiri yang dilakukan oleh Jerry, hal ini dikarenakan reinforcement yang diperoleh Gerry dengan cara menggaruk badannya sendiri.
                              Interval waktu dibagi menjadi dua, yaitu:
                              • Whole- interval DRO: perilaku yang bermasalah tidak hadir selama interval waktu yang sudah ditetapkan, kemudian reinforcer diberikan
                              • Momentary DRO: perilaku yang bermasalah tidak hadir di akhir interval waktu yang sudah ditetapkan kemudian reinforcer diberikan

                              Differential Reinforcement of Low Rates of Responding
                              1. Definisi DRL: memberikan reinforcement ketika perilaku yang tidak diinginkan rate/frekuensinya menurun.
                              2. Variasi dari DRL
                              • Full-session DRL:reinforcement yang diberikan lebih sedikit dari jumlah respon yang terjadi dalam satu periode waktu. Contoh: siswa yang diminta angkat tangan tidak lebih dari 3 kali dalam satu hari waktu belajar maka akan mendapatkan reinforcer jika berhasil melakukannya.
                              • Spaced- Responding DRL: respon terjadi setelah interval waktu tertentu, kemudian diberikan reinforcer.

                              1. Bagaimana DRO dan space-responding DRL secara berbeda
                              DRO : reinforcer disampaikan ketika perilaku yang tidak diinginkan tidak muncul
                              DRL : reinforcer disampaikan ketika perilaku yang dinginkan muncul, akan tetapi frekuensinya ingin dikurangi.

                              1. Implementasi prosedur DRL
                              • Jelaskan prosedur implementasi DRL sehingga ia tahu kriteria untuk mendapatkan Jika menggunakan Full-session DRL maka harus diberitahukan kepada klien respon maksimum yang diharapkan dalam satu periode waktu. Apabila menggunakan Spaced-responding DRL, kamu harus mengatakan kepada klien berapa lama kamu mengharapkan perilaku itu muncul dalam satu interval waktu.
                              • Berikan feedbackpada performanya ketika mengimplemntasikan DRL, seperti: track record yang sudah dicapainya.

                              1. Riset untuk mengevaluasi prosedur DRL
                              • Deitz dan Repp menggunakan full-session DRL untuk membantu mengurangi perilaku yang terlalu aktif pada siswa SD dengan keterbatasan intelektual.
                              • Singh, Dawson dan Manning (1981) melakuka eksperimen dengan menggunakan spaced-responding DRL untuk mengurangi perilaku yang stereotypic (perilaku berulang yang tidak memiliki manfaat untuk sosialisasi) pada orang yang memiliki keterbaasan intelektual. Menggunakan pujian sebagai bentuk reinforcer, peneliti memberikan pujian setiap kali subjek tidak menunjukkan perilkau stereotypic dalam waktu 12 detik. Setelah mampu dilakukan maka waktupun diperpanjang menjadi 30 detik, 60 detik, 180 detik. Hasil menunjukkan perilaku stereotypic

                              Menggunakan Punishment dan Respon Cost

                              Time out
                              1. Definisi Time-out
                              Time out merupakan bentuk negatif reinforcement dimana seseorang bisa kehilangan akses ke hal-hal yang menjadi sumber reinforcement.
                              1. Tipe-tipe Time-out
                              • Non-exclusionary time-out : seseorang kehilangan akses ke hal-hal yang menjadi sumber reinforcement tapi tetap berada di lingkungan dimana perilaku bermasalah itu terjadi.
                              • Exlusionary time-out: seseorang kehilangan kases ke hal-hal yang menjadi sumber reinforcement namun orang tersebut tidak berada di lingkungan dimana perilaku bermasalah itu terjadil
                              1. Menggunakan Reinforcement dengan Time-out: penggunaan Time-out harus disertai oleh DRA dan DRO.
                              2. Pertimbangan menggunakan Time-out
                              • Apa fungsi dari perilaku yang bermasalah? Time-out digunakan untuk perilaku yang sebelumnya mendapat penguatan positif dalam bentuk social ataupun benda. Dalam melakukan Time-out maka time-in (lingkungan dimana perilaku bermasalah terjadi) harus memiliki kegiatan yang mengandung penguatan positif, namun lingkungan Time-out kurang mengandung penguatan sehingga kurang menarik jika dibandingkan dengan lingkungan time-in.
                              • Is Time-out bersifat praktis dalam situasi yang ada. Harus bersifat kondusif dan ruangan atau area yang digunakan untuk Time-out.
                              • Apakah Time-out dilakukan untuk waktu yang pendek? Durasi Time-out sekitar 1-10 menit. Bisa diperpanjang menjadi 10 detik- 1 menit; hal ini disebut sebagai contingent delay.
                              • Bisakah escape (melarikan diri) dihindari? Orang tua/ orang dewasa/psikolog harus bisa mencegah anak tersebut meninggalkan ruangan Time-out sebelum waktu yang ditetapkan habis.
                              • Bisakah interaksi selama Time-out dihindari? Pengimplementasian Time-out harus dilakukan tidak dengan respon emosional dari orang yang melaksanakan prosedur Time-out. Penjelasan, perhatian harus dihindari selama penggunaan prosedur Time-out karena akan mengurangi efektivitas dari Time-out.
                              • Apakah Time-out bisa dipraktikkan pada situasi yang akan dilaksanakan. Sebelum diputuskan apakah akan menggunakan Time-out atau tidak, maka harus dipastikan bahwa semua prosedur dalam Time-out bisa diterima dan dilaksanakan.

                              1. Prosedur Penelitian yang menggunakan Time-out
                              • Porterfield, Herbert-Jackson, dan Risley (1976) dan Foxx dan Shapiro (1978): menggunakan teknik Time-out untuk perilaku mengurangi perilaku agresif dan disruptif pada anak di program day care.
                              • Mathews, Friman, Barone, Ross dan Chrisophersen (1987) bekerja dengan seorang ibu dan anak yang berusia satu tahun dengan menggunakan exclusionary Time-out ketika anaknya bermain dengan benda-benda berbahaya.

                              Respon Cost
                              1. Definisi Respon Cost : seseorang kehilangan sejumlah (dalam kuantitas) reinforcer yang spesifik yang terjadi secara langsung setelah perilaku bermasalah muncul, sehingga kedepannya perilaku tersebut tidak terulang lagi.
                              2. Menggunakan Reinforcement dan Response Cost: penggunaan Response Cost harus disertai oleh DRA dan DRO.
                              3. Membandingkan Response Cost, Time-out, dan Ekstingsi:
                              • Ekstingsi: perilaku bermasalah tidak lagi diberikan penguatan yang sebelumnya diberikan.
                              • Time-out: akses seseorang terhadap semua sumber day reinforcer di hambat ketika peirlaku bermasala muncul.
                              • Response cost, sejumlah reinforcer yang sudah dimiliki oleh orang tersebut diambil ketika peirlaku bermasala muncul.
                              1. Pertimbangan menggunakan Response Cost
                              • Reinforcer mana yang ingin dihilangkan? Kuantitas reinforcer yang diambil harus dalam jumlah yang bisa memberikan pengurangan pada munculnya perilaku yang bermasalah.
                              • Apakah kehilangan reinforcer diberikan secara langsung ataukah ditunda?untuk kasus tertentu maka kehilangan reinforcer akan langsung dilakukan, namun untuk pada kasus seperti: token reinforcement maka kehilangan reinforcer bersifat bertahap.
                              • Apakah kehilangan reinforcer bersifat etis?ketika melakukan prosedur respon cost apakah akan melanggar hak-hak kemanusian yang ada seperti: makan (apakah dengan mengimplementasikan respon cost maka makanannya ditarik?).
                              • Apakah response cost bisa diaplikasikan dalam prakteknya? response cost tidak boleh bersifat men-stigma, atau mempermalukan orang lain dengan perilakunya yang bermasalah.

                              Prosedur punishment positif dan etika dalam punishment

                              1. Aplikasi dari kegiatan aversif
                              Contoh 1: ketika anak mencoret-coret dinding, maka ia harus membersihkannya.
                              Contoh 2: Anak yang suka mengompol dipasang alat deteksi mengompol di bawah tempat tidurnya. Sehingga setiap kali anak tersebut ngompol maka alarm deteksi ngompol berbunyi dan ia pergi ke toilet untuk mengganti pakaiannya, kemudian mengganti seprei tempat tidur. Setelah itu ibunya memintanya untuk mempraktekkan 10 kai cara yang benar untuk bangun dari tempat tidur dan langsung pergi ke toilet. Meskipun anak tersebut complain dengan ibunya namun ia tetap melakukannya. Setelah beberapa minggu perilaku mengompol berkurang drastic.

                              Dua contoh di atas didasarkan pada Premack principle. Banyak jenis dari punishment positif yang diterapkan dalam aktivitas yang berbeda. Yaitu
                              1. Overcorrection: klien diminta untuk terlibat dalam perilaku yang membutuhkan usaha dalam melakukannya. Ada dua jenis overcorrecton yaitu:
                              • Positive practice: klien harus terlibat aktivitas yang dilakukan secara berulang untuk mendapatkan perilaku yang tepat. Contoh pada kasus 2.
                              • Restituition: prosedur dimana klien diminta untuk memperbaiki dampak negative pada lingkungan sekitar yang ditimbulkan dari perilaku yang bermasalah tadi. Contoh pada kasus 1.
                              1. Contingent exercise: jenis punishment positif dimana dalam pengaplikasiannya melibatkan kegiatan aversif yang tidak ada hubungannya dengan perilaku yang bermasalah tadi. Latihan ini bersifat fisik dimana klien mampu melakukan kegiatan tersebut tanpa mencederainya. Contoh: setiap kali anak berbicara kotor maka orang tuanya menyuruhnya membersihkan jendela selama beberapa waktu.
                              2. Guided compliance: klien dibimbing secara fisik untuk melakukan kegiatan yang diminta. Contoh: seorang anak diminta untuk membersihkan mainannya, namun ia menangis mengatakan kalau dia tidak mau. Setelah beberapa kali diingatkan maka orang tuanya membantu anak (physical guidance) tersebut berdiri menuju kamar dan membantu memungutnya (over-hand guidance). Ketika ia mau melakukannya sendiri maka orangtuanya melepaskan physical guidance
                              3. Physical restraint: psikolog/trainer/ orang tua memegang bagian tubuh yang terlibat dalam melakukan kegiatan tertentu. Akibatnya klien tidak bisa melakukan apa yang ingin dia lakukan (melakukan tindakan yang bermasalah).


                              Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan aversif
                              • Aplikasi dari kegiatan aversif digunakan ketika orang yang membantu perubahan perilaku menyediakan physical guidance.
                              • Orang yang membantu perubahan perilaku harus melakukan upaya antisipasi ketika klien tidak mau brubah.
                              • Orang yang membantu perubahan perilaku ketika melakukan physical guidance maka dipastikan bahwa tindakan tersebut tidak mengandung unsur
                              • Orang yang membantu perubahan perilaku harus memastikan bahwa prosedur tersebut tidak dapat melukai klien ataupun orang yang membantu tersebut.

                              1. Aplikasi dari stimulasi aversif
                              • Seorang wanita dengan kemampuan intelektual yang sangat kecil melakukan kegiatan bruxism (melaga gigi bawah dan atas secara bersamaan) sehingga bisa merusak gigi dan menimbulkan suara yang keras. Maka punishment positif yang dilakukan adalah meletakkan bongkahan es kecil yang bisa menyanggah rahangnya setiap kali ia melakukan
                              • Seorang bayi yang suka melakukan rumination (memuntahkan makannya setiap kali makanan masuk ke mulutnya) yang menyebabkan baik tersebut kurang gizi. Sehingga dilakukan punishment positif dengan cara menyemprotkan sejumlah kecil lemon juice ke dalam mulutnya setiap kali ia mulai melakukan sehingga bayi tersebut perilaku rumination nya berhenti.
                              • Menyemprotkan sejumlah kecil air ke wajah 9 orang dengan kemampuan intelektual ang terbatas setiap kali melakuan tindakan SIB.

                              1. Positif punishment: alternative terakhir
                              Positif punishment haruslah menjadi alternative terkakhir dalam memodifikasi perilaku seseorang. Sementara punishmentnegatif seperti time-out dan response-costmasih bisa ditoleransi dalam penggunaannya.

                              1. Pertimbangan menggunakan positif punishment
                              • Gunakanlah intervensi fungsional terlebih dahulu (contoh: ekstingsi, reinforcement yang berbeda, manipulasi antecedent), kalau tidak berhasil barulah coba penggunaan punishment
                              • Implementasikan reinforcement yang berbeda bersamaan dengan
                              • Pertimbangkan fungsi dari perilaku yang bermasalah tadi. Asessment memainkan peranan penting dalam menentukan prosedur punishment yang tepat. Untuk time-out paling tepat untuk perilaku bermasalah yang diperkuat oleh perhatian ataupun reinforcer positif lainnya. Namun time-out tidak cocok untuk perilaku yang diperkuat oleh escape atau reinforcer negative lainnya. Namun, kegiatan yang bersifat aversif akan lebih tepat jika perilaku bermasalah tersebut di maintained oleh escape namun tidak tepat untuk perilaku yang diperkuat oleh perhatian.
                              • Pilihlah stimulus aversif dengan hati-hati. Kamu harus memastikan bahwa stimulus yang dipilih merupakan stimulus yang aversif karena beda orang beda efeknya.
                              • Kumpulkan data untuk membuat keputusan. Jika hasil rekap data menunjukkan perilaku tidak berkurang sama sekali setelah digunakan punishment maka prosedur tersebut harus diganti karena tidak berfungsi memberikan punishment bagi klien.

                              1. Etika dalam penggunaan punishment
                              • Prosedur punishment harus sangat berhati-hati dalam melakukannya karena melibatkan restriksi pada hak-hak klien. Sehingga prosedur ini disbut juga restrictive procedures. Sehingga dalam pelaksanaannya harus memperhatikan etika. Adapun hal yang harus diperhatikan adalah:
                              1. Informed consent
                              2. Alternative treatment
                              3. Keamanan dari klien
                              4. Panduan implementasi di lapangan
                              5. Training dan supervise
                              6. Review dari rekan sejawat
                              7. Akuntabilitas: untuk menghindari penyalahgunaan dari kekuatan dalam memberikan punishment itu sendiri.

                              Sekian artikel tentang Prosedur Meningkatkan Perilaku dan Menghilangkan Perilaku 2. Semoga bermanfaat.

                              Daftar Pustaka

                              • Miltenberger, G.R. (2012). Behavior modification: principles and procedures. 5th edition. USA: Wadsworth Cengage Learning.
                              • Martin, G. (2007). Behavior Modification 8th edition: what it is and how to do it. USA: Pearson Prentice Hall
                              • Sarafino. P. E. (2012). Applied behavior analysis , principles and procedures for modifying behavior. USA: John Wiley & Sons, inc

                              Promosi Generalisasi dan Cycle dalam Modifikasi Perilaku

                              $
                              0
                              0
                              Promosi Generalisasi dan Cycle dalam Modifikasi Perilaku - Artikel kali ini akan membahas tentang aplikasi generalisasi dari modifikasi perilaku serta cycle dalam modifikasi perilaku (perencanaan, aplikasi dan evaluasi.

                              Promosi Generalisasi

                              Definisi generalisasi: munculnya perilaku seiring dengan munculnya stimulus yang mirip dengan stimulus awalnya (SD) hadir di masa training.

                              Strategi untuk mempromosikan generalisasi pada perilaku yang diubah

                              a. Memberikan penguatan ketika perilaku digeneralisasikan: memberikan penguatan ketika perilaku tersebut bisa diaplikasikan diluar ruang terapi/ ruang training. Sehingga semua stimulus yang relevant berkembang menjadi stimulus control bagi perilaku tersebut.

                              Contoh:
                              Ketika seorang psikolog berusaha mengembangkan kemampuan konseling mahasiswa yang sedang internship di luar ruangan praktek/perkuliahan. Lalu bagaimana cara professor tersebut untuk mempromosikan generalisasi keterampilan tersebut di situasi terapi yang sebenarnya

                              Profesor tersebut bisa duduk di dalam kelompok terapi kemudian memberikan anggukan atau senyuman ketika mahasiswa tersebut melakukan/mempraktekkan keterampilan terapi dengan cara yang tepat. Alternatif kedua: professor tersebut bisa melihat dari ruang observasi dan segera setelah mahasiswa selesai melakukan prakteknya maka professor memberikan pujian. Alternatif ketiga adalah: professor menggunakan headset dan mikropon, sehingga professor bisa menyampaikan penghargaannya secara langsung ketika mahasiswa tersebut melakukan tindakan yang tepat selama proses konseling.

                              b. Training keterampilan untuk kontak natural kontingensi dan kemudian diberikan Jika strategi di atas tidak berjalan maka psikolog/terapis bisa melakukan hal berikutnya yaitu: hadirnya penguatan natural.
                                Contoh:
                                Siswa di training untuk bertanya kepada gurunya, seperti: “bagaimana menurut kamu pekerjaan yang telah saya selesaikan?” pertanyaan ini akan menghasilkan perhatian guru yang dapat meningkatkan performa akademik anak secara natural.


                                Contoh:
                                Ketika diputuskan tentang keterampilan memanfaatkan waktu luang pada orang dengan usia dewasa awal yang akan segera menyelesaikan masa studi di SMU dan akan tinggal di sebuah tempat/ apartement komunitas. Penting untuk mengajarkan kegiatan yang aka nada di komunitas yang akan mereka tinggali. Dengan cara ini, klien akan memiliki kesempatan untuk terlibat pada kegiatan yang ada yang pada akhirnya akan memberikan efek reinforcing.

                                c. Modifikasi kontingensi dari reinforcement dan punishment dalam situasi yang natural. Ketika dua strategi di atas tidak mungkin didapatkan maka dilakukan strategi generalisasi berikutnya yaitu: modifikasi kontingensi dari reinforcement pada situasi yang relevant. Dengan perkataan lain, jika trainer tidak dapat/tidak sempat memberikan reinforcer maka orang yang ada disekitar individu diajarkan cara untuk memperkuat perilaku tersebut.
                                  Contoh:
                                  Ketika remaja putri dengan nama A menjadi remaja dengan diagnose juvenile delinquency (agresif dan perilaku yang mengganggu) dan mudah sekali terprovokasi oleh ejekan dari siswa lain. Kemudian terapis mengajarkan cara menghadapi situasi tersebut dengna cara “abaikan mereka, tinggal kan dan hindari memiliki masalah”. Terapis tidak selalu bisa hadir memberikan penguatan setiap kali perilaku yang diinginkan muncul. Maka terapis mengajarkan kepada salah seorang staff sekolah setiap kali A berhasil melakukan tindakan/perilaku yang diinginkan maka staf sekolah tersebut memberikan penghargaan/pujian kepada A.

                                  d. Melibatkan stimulus situasi yang relevan dalam training. Dalam situasi raining, sebisa mungkin dan sebanyak mungkin menyediakan respon (stimulus exemplars) mungkin klien akan hadapi dalam situasi yang sebenarnya.
                                    Contoh:
                                    Dalam situasi training, konselor/terapis menyediakan beragam respon yang mungkin akan dihadapi oleh Maria dalam berusaha untuk asertif.

                                    Contoh:
                                    Ketika Dr. M mengajarkan kepada S tentang pencegahan penculikan pada anak, maka konselor/terapis menyediakan beragam respon yang mungkin akan dihadapi anak ketika berusaha untuk menghidari diri dari penculikan, seperti: memberikan permen, mengatakan ada sesuatu yang menarik didekat sekolah dll.

                                    e. Melibatkan stimulus yang umum/ biasa. Jika cara yang sudah disebutkan di atas tidak berhasil juga maka strategi berikutnya adalah melibatkan stimulus yang umum/biasa.
                                      Contoh:
                                      Jika tadi Dr.M menggunakan beragam respon untuk mengajarkan penghindaran penculikan pada anak dalam situasi training, maka Dr.M tidak menggunakan teknik stimulus yang biasa akan Dr.M melakukan trainingnya pada situasi di luar tempat training (dalam situasi yang sebenarnya) dimana biasanya kejadian tersebut terjadi seperti: di pasar, di mall dll.

                                      f. Mengajarkan berbagai fungsi dari respon yang ekuivalen. Mengajarkan kepada klien tentang respon/tindakan yang bisa menghasilkan outcome yang sama atau yang biasa disebut sebagai functionally equivalent response.
                                        Contoh:
                                        Seorang A yang pemalu diajarkan berbagai macam cara bagaimana mengajak wanita untuk menikah. Jika cara yang satu gagal, maka ia menggunakan cara yang lainnya. Yang memungkinkannya untuk sukses menikah dengan wanita yang disukainya tersebut.

                                        g. Melibatkan self-generated sebagai mediator dari generalisasi. Menggunakan “sesuatu” sebagai mediator untuk melakukan perilaku tersebut dalam berbagai macam situasi dan tempat.
                                          Contoh:
                                          • Membuat list untu membeli makanan yang menyehatkan. Sehingga “list” menjadi mediator bagi seseorang untuk membeli makanan yang sehat.
                                          • Orangtua yang menghadiri acara talk show bagaimana mengembangkan komunikasi yang efektif dengan anak. Sehinggga dalam prakteknya orang tua tersebut mengulang kembal tips-tips untuk dirinya sendiri. Pengulangan tips merupakan contoh dari mediator untuk orang tua tersebut berkomunikasi efektif dengan anaknya.

                                          Promosi Generalisasi dan Cycle dalam Modifikasi Perilaku_
                                          image source: www.wisegeek.com
                                          baca juga: Prosedur Meningkatkan Perilaku dan Menghilangkan Perilaku 2

                                          Implementasi strategi dan promosi generalisasi
                                          1. Identifikasikan situsai yang menjadi target agar perilaku tersebut dapat di generalisasi.
                                          2. Identifikasikan kontingensi natural dari reinforcement terhadap perilaku tersebut.
                                          3. Implementasikan startegi yang tepat untuk melakukan generalisasi (lihat strategi generalisasi yang sudah dibahas di atas).
                                          4. Ukurlah perubahan generalisasi perilaku sebelum dan sesudahnya.

                                            Promosi generalisasi pengurangan perilaku bermasalah
                                              Outcome dari modifikasi perilaku tidak hanya meningkatnya perilaku yang diharapkan dan menurunnya perilaku yang tidak diharapkan, akan tetapi juga outcome dari modifikasi perilaku adalah mempertahankan keterampilan atau perilaku yang baru saja di pelajari, atau juga menguatkan alternative perilaku yang diharapkan.

                                              Contoh:
                                              W, adalah seorang siswa kelas 3 yang menjadi korban bully (karena ia memulai pertengkaran dengan teman-temannya), akan dikatakan sukses mengembangkan perilaku yang diharapkan secara social dan mengguanakn strategi ini kepada teman-temannya, mendapat penguatan dari teman-temannya, dan tidak terlibat pertengkaran lagi. Menghilangkan perilaku bertengkar dengan teman adalah salah satu outcome yang diharapkan. Meningkatnya keterampilan social dan social reinforcement dari teman-temanya juga merupakan outcome lainnya yang tidak kalah penting dalam meningkatkan kualitas hidup W dan mencegah munculnya pertengkaran dengan temanya di masa depan.

                                              Untuk megembangkan generalisasi pengurangan perilaku yang tidak diinginkan, maka focus intervensi adalah mengembangkan perilaku alternative yang tepat untuk menggantikan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Hal ini juga disebut sebagai pendekatan konstruksional (constructional approach).  Langkah yang bisa ditempuh untuk mengembakan generalisasi terhadap pengurangan perilaku adalah:
                                              1. Lakukan assessment fungsional terhadap perilaku yang bermasalah tadi.
                                              2. Rencanakan generalisasi.
                                              3. Focus pada perilaku alternative yang ekuivalent untuk menggantikan perilaku yang bermasalah tadi.
                                              4. Maintain ekstingsi (atau punishment) kontingensi di segala situasi dan waktu. Penting untuk menghilangkan atau mengeliminasi reinforcement yang memperkuat perilaku yang bermasalah tadi. Jika ekstingsi (atau punishment) kontingensi tidak dilanjutkan, maka ada kemungkinan bahwa perilaku yang bermasalah tadi akan berulang kembali.

                                              Cycle dalam Modifikasi Perilaku

                                              Seseorang baru saja melakukan alih tangan kasus: Apakah kamu harus mendesign program?

                                              Ketika mendapatkan alih tangan kasus dari yang lain, maka langkah yang kamu lakukan sebelum mendesign program adalah:
                                              1. Apakah kasus yang dialihtangankan dilakukan untuk kepentingan klien ataukah orang lain?
                                              2. Bisakah permasalahannya dan tujuannya bersifat spesifik dan tidak mengambang?
                                              3. Apakah permasalahan ini penting bagi klien atau bagi orang lain?
                                              4. Sudahkah kamu mengeliminasi kemungkinan adanya komplikasi dari masalah si klien dan kebutuhan untuk di alihkan ke ahli yang lain?
                                              5. Apakah permasalahan yang mucul mudah untuk ditangani? Identifikasikan tingkah laku yang dapat menggantikan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Jika permasalahannya adalah untuk mengajarkan keterampilan baru maka kamu harus memetakan apakah klien memiliki pra-keterampilan untuk mempelajari hal baru. Jika permasalahan lebih dari satu maka kamu harus membuat urutannya.
                                              6. Jika tujuan tersebut tercapai, apakah mudah untuk dilakukan generalisasi terhadap perilaku baru tersebut?
                                              7. Bisakah kamu mengidentifikasikan orang lain yang menjadi SO bagi klien?
                                              8. Apakah ada orang yang akan menghalangi program yang akan dilaksanakan, jika ada dan kamu bisa mengidentifikasikannya, maka usahkan seminimal mungkin gangguan yang bersifat potensial tersebut.
                                              9. Berdasarkan jawab yang bersifat tentative terhadap delapan pertanyaan di atas, apakah kamu mendapat training kualifikasi, jadwal, dan waktu yang cukup untuk terlibat dalam program/treatment ini?

                                              Memilih dan mengimplementasikan prosedur assessment
                                              Untuk melakukan assessment, pertimbangkanlah langkah-langkah di bawah ini:
                                              1. Untuk baseline yang reliable, maka defenisikan secara tepat perilaku bermasalah yang ingin dimodifikasi
                                              2. Pilihlah prosedur baseline yang tepat yang bisa membantu kamu unutk
                                              • Memonitor perilaku bermasalah
                                              • Identifikasikan stimuls control
                                              • Identifikasi konsekuensi yang me-maintain perilaku bermasalah tadi
                                              • Monitor riwayat kesehatan/ medis/ dan personal
                                              • Identifikasi perilaku alternative yang diinginkan.
                                              1. Design prosedur recording yang membuatmu bisa masuk dan menghitung waktu yang dihabiskan oleh professional lainnya (seperti guru dan ahli modifikasi perilaku). Hal ini membantu mu untuk menghitung analisa kebutuhan biaya.
                                              2. Pastikan bahwa observer sudah mendapatkan training yang memadai untuk mengidentifikasikan aspek perilaku, aplikasi dan prosedur recording, dan data grafik.
                                              3. Jika baseline sepertinya terlalu panjang, maka pilihlah prosededur yang bisa meningkatkan dan me-maintain kekuatan dari rekaman tentang data perilaku seseorang.
                                              4. Pilihlah prosedur untuk memastikan reliabilitas dari hasil observasi baseline
                                              5. Setelah memulai mendapatkan data baseline, lalu analisalah data secara hati-hati untuk memilih strategi intervensi yang tepat dan putuskan kapan untuk menghentikan fase baseline dan memulai intervensi.

                                              Stragegi design program dan implementasi
                                              Langkah-langkah di bawah ini akan membantu kamu merancang program yang efektif, yaitu:
                                              1. Definisikan tujuan, dan identifikasikan target perilaku yang diinginkan dan stimulus kontrolnya.
                                              2. Identifikasikan individu yang akan membantu mengatur stimulus control dan reinforcer. Serta identifikasikan orang yang akan menghalangi program tersebut.
                                              3. Meneliti kemungkinan untuk memanfaatkan control antecedent
                                              4. Jika kamu mengembangkan preilaku baru, apakah kamu akan menggunakan shaping, fading, atau chaining? MO apa yang akan kamu gunakan?
                                              5. Jika kamu mengganti stimulus control yang ada, bisakah kamu mengganti dan mengontrol SDs
                                              6. Jika kamu mengurangi perilaku yang berlebih teknik apa yang akan digunakan
                                              7. Spesifikkan detail dari sisem reinforcement
                                              8. Spesifikkan setting training. Apakah dibutuhkan pengaturan ulang terhadap lingkungan untuk memaksimalkan perilaku yang diinginkan mucul, dan meminimalkan perilaku yang tidak diinginkan, dan memaksimalkan recordingdan management stimulus oleh mediator
                                              9. Gambarkan bagaimana cara kamu melakukan generalisasi terhadap perilaku tersebut dengan  menjawab pertanyaan di bawah ini:
                                              10. Spesifikkan detail dari recording harian dan prosedur graphing
                                              11. Kumpulkan material yang dibutuhkan (seperti: reinforcer, lembaran data dan grafik, dan material kurikulum).
                                              12. Buatlah cek list peraturan dan tanggung jawab dari orang yang terlibat dalam program ini
                                              13. Spesifikkan tanggal untuk data dan review program dan identifikasikan siapa yang menghadirinya.
                                              14. Identifikasikan beberapa kontingensi yang akan me-reinforce orang yang menjadi mediator ataupun behavior modifiers.
                                              15. Review mengenai dana dari program yang sedang dirancang (biaya material, waktu, konsultasi professional, dll).
                                              16. Tanda tangan kontrak
                                              17. Implementasi program

                                              Kontrak treatment adalah kesepakatan antara klien dan orang yang menjadi terapis yang mengindikasikan secara detail tentang terapis akan membantu klien untuk mengatasi perilaku ermasalahnya.

                                              Implementasi dari program akan membutuhkan dua hal utama yaitu:
                                              1. Kamu harus yakin dengan orang yang akan mengimplementasikan program (contoh: mediator) mengerti dan setuju mengenai tugas dan tanggung jawab masing-masing orang.
                                              2. Mengenalkan klien tentang program tersebut yang bisa meningkatkan komitmen untuk melakukannya.

                                              Maintanancedan evaluasi program
                                              Adapun untuk melakukan hal tersebut, langkah-langkahnya adalah:
                                              1. Monitor data kamu untuk melihat apakah ada perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
                                              2. Konsultasikan dengan orang yang memiliki perilaku yang bermasalah tadi, dan menentukan apakah mereka puas atau tidak.
                                              3. Konsultasikan dengan orang atau ahli lain yang berpengalaman menggunakan prosedur yang sedang kamu gunakan sekarang ini untuk menentukan apakah hasilnya masuk akal dalam kacamata perubahan perilaku dengan waktu tertentu.
                                              4. Apabila jawaban dari pertanyaan a,b, c adalah puas maka silahkan lanjut ke langkah h.
                                              5. Jika pertanyaan a,b,c tidak puas maka jawablah beberapa pertanyaan di bawah ini untuk melakukan penyesuaian terhadap program yang sedang dilakukan
                                              • Apakah reinforcer kehilangan daya tariknya?
                                              • Apakah perilaku yang bermasalah mendapat penguatan?
                                              • Apakah prosedur yang diaplikasikan dengan cara yang kurang tepat?
                                              • Apakah ada gangguan dari luar yang mengintervensi program tersebut?
                                              • Apakah ada hal-hal subjektif lainnya, contoh: sikap staf atau klien yang negative, guru atau klien yang kurang antusias, dll
                                              1. Jika tidak ada satupun dari pertanyaan di atas jawabannya adalah iya, maka ada beberapa langkah dari program yang harus ditambah atu dihilangkan. Data mungkin menunjukkan excessive error rate, yang mengindikasikan butuh langkah tambahan. Atau data menunjukkan bahwa rating respon yang benar sangat tinggi, yang bisa mengindikasikan program tersebut sangat gampang sehingga terjadi kebosanan,
                                              2. Jika sekarang jawabannya iya, maka silahkan lanjutkan ke langkah h, jika tidak silahkan konsultasikan dengan rekan sejawat atau ahli lainnya.
                                              3. Putuskan bagaimana cara kamu menyediakan program yang bisa me-maintance hingga perilaku yang diharapkan bisa tercapai.
                                              4. Capailah tujuan prubahan perilaku, buatlah garis besar untuk melakukan pemetaan performa selama fase observasi follow-up
                                              5. Setelah observasi follow-up sukses, tentukan biaya dari perubahan perilaku
                                              6. Jika memungkinkan, analisa data yang sudah kamu peroleh dan komunikasikan prosedur dan hasil yang kamu dapatkan dengan pakar lainnya.

                                              Sekian artikel tentang Promosi Generalisasi dan Cycle dalam Modifikasi Perilaku. Semoga bermanfaat.

                                              Daftar Pustaka
                                              • Miltenberger, G.R. (2012). Behavior modification: principles and procedures. 5th edition. USA: Wadsworth Cengage Learning.
                                              • Martin, G. (2007). Behavior Modification 8th edition: what it is and how to do it. USA: Pearson Prentice Hall
                                              • Sarafino. P. E. (2012). Applied behavior analysis , principles and procedures for modifying behavior. USA: John Wiley & Sons, inc
                                              Viewing all 293 articles
                                              Browse latest View live