Quantcast
Channel: Ilmu Psikologi
Viewing all 293 articles
Browse latest View live

Cabang-Cabang Filsafat dan Analisis Filosofis Menurut Ahli

$
0
0
Cabang-Cabang Filsafat dan Analisis Filosofis Menurut Ahli - Richard L. Lanigan secara khusus membahas analisis filosofis atas proses komunikasi. Filsafat dalam disiplin llmu komunikasi biasanya meletakkan titik refleksinya pada pertanyaan-pertanyaan:
  1. Apa yang aku ketahui? (masalah ontologi atau metafisika)
  2. Bagaimana  aku mengetahuinya? (masalah epistemologi)
  3. Apakah aku yakin? (masalah aksiologi)
  4. Apakah aku benar? (masalah logika)

1. Metafisika
    Richard L. Lanigan menyatakan bahwa metafisika adalah studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal yang direfleksikan. Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya den­gan alam, sifat dan fakta kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal kebebasan pilihan tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
    • Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta.
    • Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan.
    • Problema pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia.

    2. Epistemologi
      Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan ma-nusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods, and limits of human knowledge).

      3. Aksiologi
        Aksiologi adalah cabang filsafat yang ingin merefleksikan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh. Lanigan berpendapat bahwa aksiologi adalah studi etika dan estetika. Dapat dikatakan bahwa aksiologi adalah kajian tentang nilai manusiawi dan ba­gaimana cara mengekspresikannya.

        4. Logika
          Logika adalah cabang filsafat yang menelaah asas dan dasar metode penalaran secara benar dalam hal ini cara berkomunikasi secara lebih baik dan benar. Logika penting dalam berkomunikasi karena pemikiran harus dikomunikasikan dan yang dikomunikasikan merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir.

          Cabang-Cabang Filsafat dan Analisis Filosofis Menurut Ahli_
          image source: youtube.com
          baca juga: Pengertian dan Fungsi Filsafat Komunikasi Menurut Para Ahli

          PEMIKIRAN STEPHEN W. LITTLEJOHN

          Epistemologi
            Merupakan cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan, atau bagaimana seseorang mengetahui apa yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekaragaman disiplin yang ada dalam studi komunikasi dan juga akibat perbedaan pemikiran, maka isu-isu epistemolo­gi menjadi penting. Epistomologi pada hakikatnya menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahu­an mengenai objek yang diteliti.

            Ontologi
              Merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan alam, lebih sempitnya alam benda-benda di mana kita berupaya untuk mengetahuinya. Pada hakikatnya ontology berkaitan dengan asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti.

              Aksiologi
                Yakni, cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi ilmuwan komunikasi ada tiga persoalan aksiologi, yakni:
                • Apakah teori bebas nilai?
                Ilmu yang bersifat klasik menganggap teori dan pe­nelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak da­lam dunia nyata.
                • Sejauh mana pengaruh praktik penelitian terhadap objek yang diteliti?
                Persoalan aksiologi yang kedua ini berpusat pada pertanyaan apakah para ilmuwan memasuki dan mempengaruhi proses yang sedang diteliti.
                • Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?

                Banyak ilmuwan menganggap bahwa peranan yang sesuai untuk ilmuwan adalah menghasilkan ilmu. Ilmuwan lain tidak menyetujuinya dengan mengatakan bahwa kaum intelektual bertanggung jawab untuk mengembangkan perubah­an sosial yang positif.

                PEMIKIRAN WHITNEY R. MUNDT

                Whitney R. Mundt tidak memperhitungkan filsafat ko­munikasi sebagai filsafat yang sebenarnya. Filsafat komu­nikasi menampilkan kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan negara. Mundt dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser (Onong: 2003),

                Menurut Mundt, pers terbagi menjadi lima, yakni:
                1. Otoriter yakni sistem pers di mana ada sensor dan lisensi dari pemerintah. Pemerintah menekan kritik sehingga kekuasaan terpelihara.
                2. Sosial-otoriter yakni pers dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati.
                3. Libertarian, yakni ketiadaan pengawasan pemerintah (kecuali undang-undang tentang fitnah dan cabul), untuk menjamin berkembangnya gagasan secara be-bas (free market place of ideas).
                4. Sosial-libertarian, yakni pengawasan pemerintah se­cara minimal untuk menyumbat saluran-saluran ko­munikasi dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.
                5. Sosial-sentralis, yakni kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.

                Cabang-Cabang Filsafat:

                Epistemologi

                  Epistemologi berada dalam wilayah pengetahuan. Berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (teori). Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan sebagai teori teori tentang pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji pengetahuan, atau bagaimana cara manusia mendapatkan pengetahuan. Littlejohn menjelaskan ada lima pertanyaan yang harus dijawab terkait isu epistemologi, yaitu:

                  1. Apakah pengetahuan ada karena pengalaman?
                    Menurut Littlejohn, banyak pakar meyakini bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Kita mengamati dunia ini, karenanya muncullah pengetahuan tentang dunia. Seorang manusia yang sejak lahir tidak diberi pengetahuan tidak akan dapat mengetahui sesuatu pun dari dunia ini. Pengetahuan yang kita peroleh dari pengalaman selanjutnya akan menyatu dengan pola berpikir dan pola merasa.

                    2. Apakah pengetahuan bersifat pasti?
                      Menurut Littlejohn para teoritisi komunikasi memegang teguh asumsi bahwa kebenaran bersifat pasti. Jika pun terjadi kesalahan, maka itu bukan dikarenakan relativitas keberanan tetapi karena memang kebenaran sejati tersebut belum ditemukan. Hal ini berbeda dengan pandangan kaum relativitas yang memandang pengetahuan tidak akan pernah bersifat pasti karena realitas universal memang tidak pernah ada.

                      3. Proses apa yang menyebabkan tumbuhnya pengetahuan?
                        Pertanyaan inni bersifat kompleks dan perdebatan tentang jawaban dari pertanyaan ini merupakan jantung dari epistemology. Menurut Littlejohn ada empat aliran yang menjawab isu ini:
                        1. Aliran mentalisme atau rasionalisme yang memandang pengetahuan ada karena kekuatan manusia untuk mengetahui kebenaran. Posisi ini meyakini penalaran manusia untuk menentukan kebenaran.
                        1. Aliran empirisme yang menyatakan bahwa pengalaman tumbuh dalam persepsi. Kita mengalami dunia dan secara kasat mata kita melihat apa yang sedang terjadi didalamnya.
                        1. Aliran konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia menciptakan pengetahuan untuk keperluan pragmatis dan karenanya manusia memproyeksikan dirinya dalam apa yang mereka alami. Aliran kontruktivisme percaya bahwa suatu fenomena di dunia ini dapat dipahami dengan cara yang berbeda dan itulah yang disebut dengan pengetahuan.
                        1. Aliran kontruktivisme sosial yang mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan sebuah produk interaksi simbolis dalam suatu kelompok sosial. Dengan kata lain, realitas merupakan hasil dari kontruktivisme sosial dan karenanya merupakan sebuah produk dari kelompok atau kultur tertentu. 

                        4. Apakah pengetahuan sebaiknya dipahami secara terpisah atau menyeluruh?
                          Ada dua aliran besar yang memberikan jawaban dari pertanyaan tersubut. Pertama aliran Gestalis yang mengajarkan bahwa kebenaran ilmu pengetahuan bersifat general, dan karenanya tidak dapat dipahami secara terpecah. Aliran yang kedua adalah aliran Analis yang lebih mempercayai bahwa pengetahuan berisi pemahaman tentang bagaimana suatu bagian beroperasi secara terpisah.

                          5. Apakah pengetahuan harus eksplisit?
                            Menurut Littlejohn, kebanyakan filosuf meyakini rumusan bahwa anda tidak akan mengetahui sesuatu kecuali anda dapat menyatakan apa yang dimaksud. Pengetahuannya bersifat eksplisist. Hanya beberapa dari mereka yang menyatakan bahwa pengetahuan bersifat tersembunyi dalam sensibilitas manusia, karenanya bisa jadi seseorang memiliki suatu pengetahuan tertentu, namun ia tidak bisa mengungkapkannya.

                            Ontologi
                              Ontologi berada dalam wilayah ada. Berasal dari kata Yunani onto (ada) dan logos (teori). Dengan demikian ontologi dapat diartikan sebagai teori tentang ada. Ontologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan hakikat (nature of being) dari apa yang ingin kita ketahui. Pada kenyataannya epistemologi dan ontologi saling berkaitan. Hal ini dikarenakan pemahaman kita tentang pengetahuan tentu tergantung pula pada bagaimana kita memahami realitas. Dalam ilmu sosial, ontologi membahas tentang hakikat eksistensi manusia. Sedangkan dalam ilmu komunikasi, ontologi memfokuskan pada pemahaman hakikat interaksi sosial manusia. Littlejohn menjelaskan ada empat pertanyaan yang harus dijawab terkait isu epistemologi, yaitu:

                              1. Apakah manusia membuat pilihan yang sebenarnya?
                                Golongan Determinis mengatakan bahwa perilaku manusia merupakan respons dari kondisi yang ada, dan karenanya sejatinya manusia bersifat reaktif dan pasif. Golongan pragmatis mengatakan bahwa manusia merencanakan perilakunya untuk tujuan dimasa akan datang. Dan golongan terakhir memandang manusia sebagai makhluk yang membuat keputusan, dan karenanya bersifat aktif sekaligus menentukan sendiri tujuan hidupnya.

                                2. Apakah perilaku manusia sebaiknya dipahami secara permanen atau temporal?
                                  Kondisi temporal manusia disebut state, memberi pengaruh bagi pilihan tindakan manusia. State juga yang menyebabkan manusia bisa bersifat dinamis. Dan kondisi permanen disebut trait, menyebabkan tindakan atau perilaku manusia bisa diprediksi. Trait berisi karakter manusia yang bersifat konsisten. Littlejohn mengatakan bahwa baik state maupun trait, keduanya secara bersama membentuk karakter dan menentukan perilaku manusia.

                                  3. Apakah pengalaman manusia bersifat individual atau social?
                                    Banyak pakar ilmu sosial mengatakan bahwa walaupun manusia tidak bisa mengisolasi diri dari oranglain namun mereka meyakini bahwa pada dasarnya bersifat individual. Mereka mendasarkan unit analisis kajian pengembangan ilmu pengetahuan pada individu. Menurut Littlejohn manusia lebih baik dipahami dalam konteksnya sebagai anggota kelompok sosial. Karenanya unit analisis ilmu komunikasi adalah lingkungan  sosial. Isu ini menjadi penting karena komunikasi adalah terkait dengan interaksi.

                                    4. Atas dasar apa komunikasi dikontekstualisasikan?
                                      Sebagian filsuf mengatakan bahwa kehidupan dan tindakan manusia sebaiknya dipahami berdasarkan faktor-faktor universal. Pandangan lain meyakini bahwa perilaku manusia sangat terkait dengan konteks yang ada. Littlejohn sendiri lebih menyetujui adanya pengaruh keduanya, yakni perilaku manusia dipengaruhi baik aspek-aspek general maupun faktor-faktor situasional.

                                      Aksiologi
                                        Berada dalam wilayah nilai. Berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori). Dengan demikian, aksiologis dapat diartikan sebagai teori tentang nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai. Untuk disiplin ilmu komunikasi, ada tiga aksiologi penting yang perlu dijabarkan, antara lain:

                                        1. Dapatkah teori bersifat bebas nilai atau tidak?
                                          Ilmu pengetahuan klasik mengklaim bahwa teori dan penelitian bersifat bebas nilai (value free), netral, dan berusaha menampilkan fakta apa adanya. Bila nilai yang dimiliki ilmuwan turut serta dalam pekerjaan ilmiah yang ia lakukan, maka yang dihasilkan adalah apa yang disebut Littlejohn sebagai “sains yang buruk (bad science)”. Littlejohn memberi contoh lain yakni tentang pendanaan merupakan bentuk lain intervensi yang terdapat dalam suatu teori, karena pemberian pendanaan tentu juga didasarkan atas pertimbangan faktor politis, ekonomis, dan ideologis.

                                          2. Apakah ilmuwan memengaruhi teori yang dihasilkan ataukah tidak?
                                            Seorang ilmuwan seharusnya berhati-hati dalam melakukan suatu penelitian ilmiah sehingga aspek akurasi bisa dipertahankan. Kritik terhadap pandangan ini bersumber pada keniscayaan bahwa suatu penelitian pasti menghasilkan distorsi dari apa yang hendak diteliti. Distorsi tersebut kadang kala kecil, namun yang pasti akan selalu ada distorsi dan karenanya teori pasti terdapat “campur tangan” terhadap teori yang dihasilkan.

                                            3. Apakah ilmuwan memengaruhi proses sosial atau tidak?
                                              Banyak pakar mengatakan bahwa tugas ilmuwan adalah memproduksi ilmu pengetahuan, sedangkan urusan perubahan sosial diserahkan pada pihak lain seperti politikus. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan nilai-nilai positif dalam masyarakat. Dengan demikian, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sadar nilai (value conscious)

                                              Sekian artikel tentang Cabang-Cabang Filsafat dan Analisis Filosofis Menurut Ahli. Semoga bermanfaat.

                                              Daftar Pustaka
                                              1. Bertens, K, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001
                                              2. Day, Louis, Ethics in Media Communications: Cases and Controversies, Wadsworth, 1991
                                              3. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, 1993
                                              4. Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                              5. Mulyana, Deddy, Etika Komunikasi, Remaja Rodakarya, Bandung, 1996
                                              6. M Mufid. 2009. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: PT Kencana

                                              Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan

                                              $
                                              0
                                              0
                                              Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan - Etika merupakan ilmu yang mengatur perilaku manusia, supaya perilaku manusia di dalam sebuah koridor yang telah ditetapkan. Etika memberikan petunjuk bagaimana manusia bersikap dan berperilaku sehingga tidak saling merugikan satu dengan yang lainnya. Dalam tindakan manusia harus saling memperhatikan yang lainnya, karena tindakan manusia menimbulkan dampak pada kehidupan manusia yang lain. Setiap perilku yang dibuat dapat berdampak yang menguntungkan tetapi juga merugikan bahkan menghancurkan. Perilaku manusia ini berkaitan erat dengan keputusan yang diambil oleh individu tersebut. Sebelum mengambil keputusan tentunya seorang individu dihadapkan pada pilihan-pilihan alternatif yang harus dipertimbangkan. Etika dan moral menjadi petunjuk dan pijakan bagiaman individu tersebut mengeksekusi keputusannya.

                                              Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis. Etika memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan dan perilaku manusia, sehingga seringkali kita melabeli tindakan individu tersebut dengan tindakan yang etis atau tindakan yang tidak etis.

                                              Mathis dan Jackson, memberikan penjelasan bahwa etika terdiri atas dimensi-dimensi konsekuensi luas, alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal. Penjelasan Mathis dan Jackson diuraikan sebagai berikut :

                                              1. Konsekuensi Luas

                                              Keputusan etika selalu membawa konsekuensi yang luas. Sebagai contoh kasus Pelecehan seksual di TK JIS Jakarta Selatan. Pihak JIS seperti memberikan keputusan dengan membiarkan kasus tersebut berlarut-larut. Pihak sekolah seakan bungkam terhadap kasus tersebut sehingga masyarakat bertanya-tanya tentang kondisi yang terjadi di JIS. Keputusan pihak sekolah ini berdampak luas bukan hanya pada keluarga korban pelecehan, tetapi berdampak pada reputasi sekolah, karyawan dan kepercayaan pada institusi tersebut.

                                              2. Alternatif Ganda

                                              Beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain menggunakan aturan yang ada.

                                              3. Akibat Berbeda

                                              Keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat yang berbeda bisa positif atau negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi pihak karyawan dirugikan.

                                              4. Ketidakpastian Konsekuensi

                                              Konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar-benar memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan.

                                              5. Efek Personal

                                              Keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif pada masa depan karir para “sales” tersebut.

                                              Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan_
                                              image source: discovermagazine.com
                                              baca juga: Cabang-Cabang Filsafat dan Analisis Filosofis Menurut Ahli

                                              Etika Pengambilan Keputusan

                                              Seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dihadapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambil pemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi orang lain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yang menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusan yang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepentingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya. Tentunya pengambilan keputusan yang dilakukan tanpa mengacu pada nilai-nilai etika dan moral akan menghasilkan kehancuran. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut :

                                              1. Otonomi
                                                Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan mempengaruhi kebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambil tentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karena itu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam setiap proses pengambilan keputusan Anda. Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biaya murah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh dengan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upah tersebut tidak layak untuk hidup.

                                                2. Tidak Menciderai (Non-Malfeasance)

                                                Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Di kepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akan menguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederai bagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bisnis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagi beberapa pihak namun tidak bagi pihak lain. Misalnya kasus yang belakangan menghangat yaitu pemerintah dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang baru disahkan dan ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya implikasi dari UU tersebut adalah pemblokiran situs porno. Meskipun usaha pemerintah baik, namun banyak pihak yang menentangnya.

                                                3. Memberi Manfaat (Beneficence)

                                                Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar membawa manfaat? Manfaat yang Anda ambil melalui keputusan harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan merupakan solusi terbaik yang bisa diambil.

                                                4. Adil (Justice)

                                                Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktor keadilan, dan termasuk implementasinya. Di dunia ini memang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurnam namun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakan keadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap orang dengan sejajar. Misalnya dalam keputusan reward, Astra Internasional mempunyai 2 filosofi dasar. Pertama adalah fair secara internal, dimana setiap orang dengan dengan golongan yang sama dan prestasi yang sama maka pendapatannya juga sama. Keputusan ini mencerminkan keadilan di dalam perusahaan itu sendiri. Sementara itu, filosofi lainnya adalah kompetitif secara eksternal, atau gaji yang bersaing dalam industri.

                                                5. Kesesuaian (Fidelity)

                                                Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengan definisi peran yang kita mainkan. Seringkali ini melibatkan ‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keseluruhan dan memahami peran Anda dengan baik. Misalnya keputusan tentang Bail out Century di era pemerintahan Presiden SBY. Pemerintah sewaktu mengambil keputusan dengan alasan untuk menyelematkan kondisi ekonomi yang krisis. Meskipun banyak pihak yang mempertanyakan kondisi ini namun pemerintah tetap mengadakan bailout terhadap Bank Century yang luar biasa besar jumlahnya.

                                                Ada beberapa ciri-ciri dalam pengambilan keputusan yang etis
                                                1. Pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
                                                2. Sering menyangkut pilihan yang sukar.
                                                3. Tidak mungkin dielakkan.
                                                4. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, tabiat dan lingkungan sosial.

                                                Kriteria Pengambilan Keputusan Yang Etis

                                                Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis diantaranya adalah.

                                                1. Pendekatan yang bermanfaat (utilitarian approach),

                                                Pendekatan ini didukung oleh filsafat abad kesembilan belas, pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.

                                                2. Pendekatan individualisme

                                                Pendekatan ini merupakan konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang individu.
                                                1. Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
                                                2. hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.
                                                3. hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.
                                                4. hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.
                                                5. hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.
                                                6. hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.
                                                7. hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamanann

                                                  Pilihan-Pilihan Etis Seorang Manajer
                                                            
                                                  Seorang manajer dalam sebuah organisasi tentunya harus membuat keputusan-keputusan. Keputusan dalam organisasi tentunya memiliki dampak bagi orgfanisasi baik secara kecil maupun besar. Dalam membuat keputusan seorang manajer perlu memperhatikan beberapa pilihan. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang manajer dalam mengeksekusi keputusannya adalah :
                                                  1. Tingkat prekonvesional mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman. Bertindak dalam kepentingannya sendiri.
                                                  2. Tingkat konvensional menghidupkan pengharapan orang lain. Memenuhi kewajiban sistem sosial. Menjujnjung hukum.
                                                  3. Tingkat poskonvensional mengikuti prinsip keadilan dan hak yang dipilih sendiri. Mengetahui bahwa orang-orang menganut nilai-nilai yang berbeda dan mencari solusi kreatif untuk mengatasi dilema etika. Menyeimbangkan kepentingan diri dan kepentingan orang banyak.

                                                  Teori Pengambilan Keputusan Berdasarkan Etika / Moral
                                                          
                                                  Keputusan yang diambil selain memiliki dampak bagi pribadi maupun aspek yang lebih luas tentunya keputusan tersebut didasarkan pada sebuah tujuan. Secara etika tujuan dari sebuah keputusan dapat didasarkan pada beberapa teori dibawah ini :

                                                  1. Teori Utilitariansme

                                                  Teori utilitarianisme merupakan tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan atau kepuasan yang maksimal. Sebuah keputusan didasarkan pada kegunaannya, apakah keptusan tersbeut berguna dan memberikan kepuasan maksimal atau tidak.

                                                  2. Teori Deontologi

                                                  Teori ini menekankan pada tindakan yang berlaku secara umum dan  wajib dilakukan dalam situasi normal karena menghargai norma yang berlaku. Berdasarkan teori ini sebuah keputusan yang diambil harus sejalan dengan norma (peraturan) yang berlaku, keputusan tidak boleh bertentangan dengan norma yang ada.

                                                  3. Teori Hedonisme

                                                  Sesuai dengan kata hedon yang berarti kesenangan, kepuasan maka teori ini sangat menekankan pada alasan kepuasan yang ditimbulkannya. Sebuah keputusan ditujukan untuk mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Kesenangan yang dimaksud disini bisa barmakna kesenangan dipihak pembuat keputusan atau bisa juga dipihak organisasi.

                                                  4. Teori Eudemonisme

                                                  Eudimonisme memiliki makna kebahagian yang sejati. Teori eudimisme memberikan penekanan pada keputusan yang diambil dengan tujuan akhir untuk kebahagiaan. Teori hedonisme dan eufisme mesikpun sama-sama untuk mencapai kebahagian namun memiliki penekanan yang berbeda. Pada teori hedonisme meberikan penekanan pada kebahagian fisik dan menghindari sebuah penderitaan sedangkan pada teori eufismisme bertujuan pada kebahagian yang batini dan tidak menghindari penderitaan.

                                                  Contoh : Presiden Indonesia mengalami dilema dalam pemanfaatan APBN karena terjadi beban keuangan yang besar karena adanya beban subsidi yang terlalu besar di sektor BBM. Sebuah dilema besa apakah Presiden harus mencabut subsidi BBM dengan konsekuensi terjadi kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan harga yang lain atau tetap membiarkan subsidi BBM tersebut dengan konsekuensi beban keuangan negara semakin besar. Bila keputusan didasarkan pada hedonisme maka Presiden membiarkan subsidi BBM sehinga harga BBM tetap dan rakyat tidak terbebani dengan kenaikan harga. Bila keputusan didasarkan pada eufisme Presiden akan mencabut subsidi BBM supaya APBN dapat digunakan secara optimal bagi bagi kemakmuran masyarakat.

                                                  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan yang Etis

                                                  Pengambilan keputusan tentunya tidak terjadi secara mendadak dan tiba-tiba, tentunya pengambilan keputusan melewati proses pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sebuah keputusan yang tidak diperhitungkan secara etis dan matang dapat berdampak mengerikan baik secara pribadi maupun publik. Pengambilan keptusuan paling tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah ini :

                                                  1. Tahap perkembangan moral :

                                                  Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin cenderung berperilaku etis.
                                                  Kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari perkembangan  moral,  mereka  sangat  dipengaruhi  oleh  rekan  sekerja  dan  akan mengikuti  aturan  dan  prosedur  suatu  organisasi.  Individu-individu  yang  telah  maju ketahap-tahap yang lebih tinggi iu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru.

                                                  2. Lingkungan Organisasi

                                                  Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan (ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh nyata dari kondisi lingkungan organisasional sehingga kemungkinan  besar  dapat  menumbuh  kembangkan  pengambilan  keputusan  yang sangat etis.

                                                  3. Tempat kedudukan kendali


                                                  Tempat  kedudukan  kendali  tidak   lepas  dengan  struktur   organisasi,   pada umumnya individu-individu yang memiliki moral kuat akan jauh lebih kecil kemungkinannya  untuk  mengambil keputusan  yang  tidak etis,  namun  jika  mereka dikendalai oleh lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak  tidak  menyukai  pengambilan keputusan  etis,  ada  kemungkinan  individu- individu yang telah mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan keputusan tidak etis.

                                                  Sekian artikel tentang Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan. Semoga bermanfaat.

                                                  Daftar Pustaka

                                                  • Bertens,K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                  • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra AdityaBakti, Bandung, 1993
                                                  • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                  • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                  • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                  • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                  • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
                                                  • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                  • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                  Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli

                                                  $
                                                  0
                                                  0
                                                  Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli - Proses komunikasi tidak melulu terjadi searah saja tetapi hampir semua jenis komunikasi berjalan secara dialogis. Dimana komunikasi dialogis dapat diartikan sebagai proses penyampaian pesan antarpersonal (antara satu orang dengan orang lain) yang menunjukkan adanya interaksi. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Mereka yang terlibat dalam komunikasi dialogis ini berfungsi ganda, artinya ada yang menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian sehinga teknik yang digunakan adalah  teknik dialogis. Seperti contoh kita biasa menggeleng-gelengkan kepala ketika  menyatakan suatu ketidaksetujuan, atau ketika kita menggunakan tangan untuk menunjukkan suatu arah jalan bila ada orang yang bertanya.

                                                  Meskipun komunikasi dialogis seringkali dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun secara praktis dalam kaitan dengan praktek komunikasi seringkali terjadi disharmonisasi sehingga komunikasi berjalan tidak efektif. Komunikasi dialogis yang terjadi bersifat dua arah tentunya memerlukan keahlian supaya komuikasi dapat berjalan dengan efektif.

                                                  Komunikasi dialogis memerlukan keterampilan khusus apalagi berhubungan dengan profesionalitas. Kapan komunikasi dialogis harus dilakukan dapat ditinjau dari kondisi berikut :
                                                  1. Apakah anak buah Anda sering datang kepada Anda dan secara nyaman menyampaikan ”unek-unek” mereka?
                                                  2. Apakah Anda dan tim Anda bisa saling menerima kritik tanpa mengambil sikap defensif?
                                                  3. Apakah Anda tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim Anda?
                                                  4. Apakah Anda sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan yang akan Anda ambil?
                                                  5. Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan pendapat, memberi usulan dan saran?

                                                  Jika sebagian besar jawaban Anda adalah ”tidak”, maka kemungkinan besar Anda perlu membangun komunikasi dua arah. Namun, jika sebaliknya, jawaban Anda kebanyakan adalah ”Ya”, Anda telah memupuk terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa kendala komunikasi dan usulah strategi komunikasi berikut.

                                                  Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli_
                                                  image source: dreamteamnetwork.com
                                                  baca juga: Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan

                                                  KENDALA DALAM KOMUNIKASI

                                                  Roger Neugebauer mengungkapkan dalam proses komunikasi seting terjadi kendala yang terjadi dalam organisasi. Kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi dua arah meliputi :

                                                  1. Protectiveness (Perlindungan).
                                                   Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu pada karyawannya atau timnya karena takut akan menyakiti hati karyawan. Alasan lain adalah bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan karena karyawan tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan karyawan, mereka sering tidak menyampaikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem adalah memecat mereka.

                                                  2. Defensiveness (Pertahanan).

                                                  Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak mau menerima informasi (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi jika mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memberi informasi, mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”, sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap informasi tersebut juga akan membuatnya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang memberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal sebenarnya Pak Arief hanya ingin memberikan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan kata-kata yang tidak dipikirkan dulu penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka anak buah Pak Arief cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap informasi lainnya yang mungkin saja berguna untuknya (misalnya: informasi mengenai strategi memperbaiki kinerjanya).

                                                  3. Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi).

                                                  Jika mendapat informasi dari seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh oleh pandangan satu orang, pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua arah, tetapi komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi sama sekali.

                                                  4. Narrow perspectives (Perspektif yang sempit).

                                                  Karena jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan strategi operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali hanya melihat suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh, keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bagian marketing yang sering kali menggunakan telepon untuk berhubungan dengan calon pelanggan atau pelanggan yang ada.

                                                  5. Mismatched expectations (Ketidakcocokan dengan Harapan)

                                                  Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran manusia seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya. Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.

                                                  6. Insufficient time (Keterbatasan Waktu)

                                                  Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.

                                                  MEMBANGUN KOMUNIKASI DIALOGIS

                                                  Setelah memahami berbagai kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi dua arah tersebut. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.

                                                  1. Mendengar

                                                  Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang sering terjadi adalah tiap pihak saling menunggu kesempatan untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan dapat terselesaikan justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena ia bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan, harapan). Informasi yang didengar inilah yang bisa dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya untuk menyelesaikan masalah.

                                                  2. Terbuka

                                                  Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan hendaknya tidak menghukum orang yang menyampaikan pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan bisa juga dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak saran, atau media antarkaryawan. Karyawan yang menyampaikan pendapat atau ide yang bisa dimanfaatkan perusahaan, bisa diberikan hadiah, atau penghargaan. Demikian juga dengan karyawan yang bisa mengidentifikasi atau mengantisipasi masalah serta mengusulkan alternatif pemecahannya.

                                                  3. Menyamakan persepsi.

                                                   Komunikasi dua arah sering terhambat karena adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama, berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang yang menyampaikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.

                                                  4. Komunikasi empat mata.

                                                  Banyak juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat karena sungkan berbicara di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut memiliki ide yang brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan komunikasi dua arah terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi, masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja lebih nyaman menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan yang ditemuinya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan dengan lebih sering, tidak hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.

                                                  Membangun komunikasi dua arah memerlukan keahlian-keahlian, sehingga perlu adanya latihan. Kita dapat memberbanyak latihan dengan mencoba manakah yang efektif. Melalui banyak berlatih dengan mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih mudah, dengan hasil yang lebih baik.

                                                  ETIKA KOMUNIKASI DIALOGIS

                                                  Dalam hubungan dialogis, sikap dan perilaku setiap partisipan komunikasi ditandai oleh kualitas, seperti kebersamaan, keterbukaan hati, kelangsungan, kejujuran, spontanitas, keterusterangan, tidak berpura-pura, niat yang tidak manipulatif, kerukunan, intensitas dan bertanggungjawab.

                                                  Thomas Nilsen mengatakan bahwa untuk mencapai komunikasi dialogis yang etis perlu dipupuk sikap-sikap berikut ini:
                                                  1. Penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status, atau hubungan dengan pembicara.
                                                  2. Penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud, dan integritas orang lain.
                                                  3. Sikap suka memperbolehkan, keobjektifan, dan keterbukaan pikiran, yang mendorong kebebasan berekspresi.
                                                  4. Penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional terhadap berbagai alternatif.
                                                  5. Terlebih dahulu mendengarkan dengan hati-hati bersimpati sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.

                                                  John Mokay dan William Brown memberi sepuluh kondisi dialog yang dapat digunakan sebagai pedoman etika untuk menentukan sejauh mana sikap-sikap dialogis terungkap dalam transaksi komunikasi:
                                                  1. Keterlibatan manusia dari kebutuhan yang dirasakan untuk berkomunikasi.
                                                  2. Suasana keterbukaan, kebebasan, dan pertanggungjawaban.
                                                  3. Berurusan dengan isu dan ide nyata yang relevan dengan komunikator
                                                  4. Apresiasi terhadap perbedaan dan keunikan individual.
                                                  5. Penerimaan terhadap ketidaksetujuan dan konflik dengan keinginan untuk menyelesaikannya.
                                                  6. Umpan balik yang efektif.
                                                  7. Saling menghargai dan diharapkan saling mempercayai.
                                                  8. Ketulusan hati dan kejujuran dalam sikap terhadap komunikasi.
                                                  9. Sikap yang positif untuk pemahaman dan belajar.
                                                  10. Kemauan menerima kesalahan dan membiarkan persuasi.

                                                  Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                  Daftar Pustaka

                                                  • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                  • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
                                                  • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                  • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                  • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                  • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                  • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
                                                  • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                  • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                  Pengertian dan Contoh Konflik Kepentingan Menurut Para Ahli

                                                  $
                                                  0
                                                  0
                                                  Pengertian dan Contoh Konflik Kepentingan Menurut Para AhliKata konflik berasal dari kata kerja Latinconfigere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik memiliki makna proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Taquiri mendifinisikan konflik sebagai warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.

                                                  Sedang menurut Pace & Faules, konflik dimaknai merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami. Dapat disimplukan bahwa konflik adalah situasi dalam obyektifitas individu mungkin berada dibawah sadar pada satu titik yang memotivasi seseorang untuk bertindak sesuai kepentingan orang lain yang bukan kepentingan dirinya.

                                                  Duncan Williamson  mengutip definisi conflict of interest oleh McDonald sebagai ‘suatu situasi dalam mana seseorang, seperti petugas publik, seorang pegawai, atau seorang professional, memiliki kepentingan privat atau pribadi dengan mempengaruhi tujuan dan pelaksanaan dari tugas-tugas kantornya atau organisasinya”. 

                                                  Duncan juga menyebutkan bahwa conflict of interest juga sangat erat hubungannya dengan insider dealing. ‘sebuah proses pada mana seseorang menggunakan atau mendorong orang lain untuk menggunakan, informasi mengenai perusahaan yang umumnya tidak tersedia, untuk kepentingan keuntungan keuangan pribadinya (selain kinerja pekerjaannya yang tepat).” Kedua definisi ini dapat menjelaskan kepada kita apa yang dimaksud dengan dengan “conflict of interest” ada dua hal mengapa “conflict of interest” dipermasalahkan dan menjadi sebuah tindakan yang tidak etis. Pertama, mempengaruhi kepentingan publik atau kantor untuk kepentingan keuangan pribadi, dan kedua mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk meluluskan kepentingan pribadinya.

                                                  Sebuah konflik kepentingan dalam perusahaan bisa eksis dalam beberapa jenis situasi. Konflik kepentingan dapat berupa :
                                                  1. Dengan pejabat publik yang kepentingan pribadi bertentangan dengan jabatannya profesionalnya.
                                                  2. Dengan karyawan yang bekerja untuk satu perusahaan tetapi yang mungkin memiliki kepentingan pribadi yang bersaing dengan kerjanya.
                                                  3. Dengan orang yang memiliki posisi otoritas dalam satu organisasi yang bertentangan dengan kepentingan-nya dalam organisasi lain.
                                                  4. Dengan orang yang memiliki tanggung jawab yang saling bertentangan.

                                                  Pengertian dan Contoh Konflik Kepentingan Menurut Para Ahli_
                                                  image source: coachfederation.org
                                                  baca juga: Pengertian dan Contoh Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli

                                                  PENYEBAB KONFLIK KEPENTINGAN

                                                  Konflik kepentingan tidaklah muncul secara tiba-tiba, tentunya terdapat beberapa penyebab. Hal-hal yang dapat menjadi sumber konflik kepentingan adalah :

                                                  1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
                                                    Konflik kepentingan seringkali munculnya dilema dimana individu berada dalam kondisi sulit. Dimana dalam waktu yang bersamaan muncul dua kepentingan kepentingan pribadi (termasuk kepentingan golongan) dan kepentingan yang lebih besar. Sebagai contoh seorang Konsultan PR yang bekerja disebuah perusahaan yang bermasalah sedangkan dilain pihak memiliki istri/suami bekerja pada tempat yang berseberangan (Kepolisian, pengacara atau media). Kondisi ini dapat menimbulkan konflik kepentingan yang pelik.

                                                    2, Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
                                                      Perbedaan latarbelakang yang mencolok seringkali dapat menimbulkan sebuah konflik kepentingan. Sebagai contoh seorang yang memiliki latar belakang budaya Jawa yang kental bekerja dalam sebuah organisasi multinasional. Latar belakang budaya ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam diri orang tersebut dalam pekerjaannya.  Perbedaan budaya ini dapat sering berbenturan.

                                                      3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
                                                        Perbedaan kepentingan ini sangat jelas dapat menimbulkan konflik. Perbedaan kepentingan ini dapat menyulitkan individu dalam bekerja, apalagi bila individu tersebut berada pada tataran pemangku jabatan.

                                                        4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
                                                          Perubahan nilai yang terlalu cepat seringkali menimbulkan ketidaksiapan dalam menjalankannya. Pada dasarnya seorang individu lebih suka berada dalam zona nyaman, ketika nilai berubah terlalu cepat menyebabkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini menimbulkan konflik dalam diri individu-individu tersebut apalagi jika individu tidak siap.

                                                          SUMBER KONFLIK KEPENTINGAN

                                                          Jika kita ingin menghindari konflik, atau paling tidak menguranginya, maka kita harus mengetahui sumber koflik kepentingan. Banyak orang terjerat konflik loyalitas tanpa menyadari adanya pelanggaran nilai etis didalamnya. Padahal kehidupa ini penuh dengan jebakan dilema loyalitas, dan jikapun kita bisa mengetahui perangkap tersebut dalam banyak kasus kita tidak berdaya untuk menghindarinya. Diantara sumber konflik kepentingan yang utama adalah:

                                                          1. Hubungan yang Menimbulkan Konflik (conflicting relationships)

                                                          Tentu sulit bagi seseorang untuk mengabdi pada dua tuan. Inilah yang terjadi bila kita memiliki dua hubungan yang sama-sama memerlukan loyalitas serupa. Independensi kita akan menjadi terbatas. Agen iklan atau praktisi PR misalnya, tugas utamanya adalah terhadap klien. Namun jika terjadi konflik kepentingan maka pelayanan kepada klien tersebut menjadi terbatas. Contohnya adalah ketika perusahaan PR menangani klien dari perusahaan perminyakan, namun pada saat yang sama ia juga memiliki klien dari organisasi pelestarian lingkungan. Tentu hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan.

                                                          2. Pemberian dan Hadiah (gifts and perks)

                                                          Praktisi komunikasi bertanggung jawab terhadap audiensnya, dan jika ia menerima hadiah, cenderamata dan pemberian lain yang mengandung kepentingan tersembunyi (vested interests) maka hal tersebut akan memunculkan keraguan terhadap obyektivitas praktisi komunikasi tersebut. Walaupun pemberian gratis tersebut berupa hal-hal yang ringan seperti makan siang gratis, namun jika dilakukan terus-menerus maka hal tersebut akan mengikis independensi profesi. Di mana publik, munculnya sumber konflik sama berbahaya dibanding konflik itu sendiri.

                                                          Wacana "pengharaman" menerima hadiah memang terjadi belakangan ini. Sebelumnya, penerimaan hadiah bukanlah sesuatu yang diharamkan. Namun seiring dengan perubahan zaman, hal tersebut kemudian menjadi norma etis yang baru. Banyak organisasi profesi telah membuat kode etik yang ketat terkati penerimaan hadiah dari pihak lain.  Dalam hal ini malah banyak organisasi wartawan yang menyamaratakan antara pemberian (gift) dengan sogokan (bribe). Keduanya, dengan sopan namun tegas, harus ditolak demi independesi dan pertimbangan etis.

                                                          Seorang purist bahkan akan menolak pemberian secangkir kopi dari klien. Namun demikian, pemberian yang paling sulit untuk ditolak, dan karenanya menjadi sorotan dalam kacamata etis, adalah perjalanan gratis, seperti produser film atau musik yang melakukan tour ke sejumlah daerah untuk promosi film atau musik mereka. Produser lalu menyediakan perjalanan gratis bagi wartawan, kritikus film, pejabat PR, dan praktisi komunikasi lainnya untuk mengikuti tour tersebut.

                                                          3. Checkbook Journalism

                                                          Checkbook journalism terjadi ketika media membayar narasumber, sehingga media yang bersangkutan akan memperoleh hak eksklusif untuk menampilkan narasumber tersebut. Checkbook journalism menjadi sorotan etis karena terjadi pertentangan konflik, sebagai akibat adanya kendali dari pihak tertentu (narasumber) dalam tampilan pesan. Kasus yang sering muncul adalah jurnalis membayar narasumber palsu untuk memberikan kesaksian terhadap kasus yang lagi booming. 

                                                          Sebagai contoh pada tahun 2010 sebuah televisi swasta nasional menghadirkan narasumber palsu dalam kasus mafia kepolisian. Peristiwa pemeilihan presiden tahun 2014 juga menciptakan checkbook jurnalisme karena beberapa stasiun televisi terlibat kepentingan dalam menarik simpati masyarakat untuk memenangkan kandidatnya masing-masing. Stasiun televisi mengalami dilema besar dalam menayangkan berita-berita seputar pemilihan presiden.

                                                          Persaingan komunikasi dengan mengandalkan faktor finansial tentu bukanlah persaingan yang sehat dan fair. Sebaliknya, persaingan yang sehat dan fair justru menekankan pada aspek kualitas, akurasi, kecepatan dan coverage.

                                                          4. Hubungan Personal

                                                          Faktor berikutnya yang sangat berpotensi memunculkan konflik kepentingan namun sangat sulit dihindari adalah hubungan personal. Bagaimanapun praktisi komunikasi adalah juga manusia yang niscaya mengembangkan hubungan sosial, tak terkecuali dengan klien. Maka akan sulit jika kemudian ia harus mengkomunikasikan pesan yang bersinggungan dengan seseorang yang memiliki hubungan personal. Maka dalam konteks ini bisa dipahami jika ada sejumlah praktisi komunikasi yang memilih untuk menghindar dari kedekatan personal. Maka dalam konteks ini bisa dipahami, misalnya, bahwa sejumlah organisasi/perusahaan menerapkan larangan adanya kedekatan famili diantara karyawannya.

                                                          5. Partisipasi publik

                                                          Dilema konflik kepentingan juga muncul dari kenyataan bahwa praktisi komunikasi juga bagian dari publik secara umum. Dengan demikian ada interaksi antara dirinya dengan masyarakat dimana ia berada.

                                                          PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN

                                                          Sejatinya tidak ada solusi yang tuntas bagi penyelesaian konflik kepentingan. Namun demikian Louis Alvin Day, menyodorkan tiga pendekatan untuk mengatasi konflik kepentingan, yakni:
                                                          1. Penetapan tujuan sedemikian rupa sehingga konflik kepentingan bisa dicegah. Konflik mesti dicegah dengan menjadikan tugas (duty based) sebagai koridor tingkah laku praktisi komunikasi.
                                                          2. Jika konflik tidak dapat diantisipasi, setiap upaya harus dikerahkan untuk mengatasi konflik. Misalnya suatu koran melakukan investigasi kasus korupsi yang melibatkan pemilik saham. Maka harus dipertimbangkan betul sejauh mana investigasi dijalankan dan sejauh mana hasil investigasi ditulis dalam koran. Hal ini dimaksudkan agar potensi konflik kepentingan tidak kemudian berkembang menjadi konflik sesungguhnya.
                                                          3. Jika konflik kepentingan tidak bisa dicegah, maka publik atau klien harus mengetahui akan adanya konflik tersebut. Konsultan PR yang menangani kilen dua organisasi yang berseberangan misalnya, harus memberi tahu kepada kedua klien tersebut tentang adanya konflik kepentingan dimaksud. Dengan demikian akan dicari langkah-langkah produksi pesan yang menguntungkan kedua klien tersebut. Prinsip ini juga merupakan penerapan dari prinsip golden mean yang dikemukakan oleh Aristoteles.

                                                          ETIKA DALAM MENGHADAPI KONFLIK KEPENTINGAN
                                                                    
                                                          Konflik kepentingan terjadi karena penyalahgunaan posisi atau wewenang yang dimilikinya untuk mengambil keputusan yangh menyalahi kepentingan publik atau organisasi, dan hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Konflik kepentingan ini erat hubungannya dengan aspek kepercayaan, karena dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi tersebut.

                                                          Konflik kepentingan adalah celah awal terjadinya korupsi. Pemangku jabatan dituntut untuk tidak sekadar memerhatikan etika sendiri, melainkan juga hubungannya dengan kepentingan pribadi yang dibawahnya. Merupakan suatu yang berbahaya apabila tindakan pemangku jabatan tersebut melibatkan konflik kepentingan yang berakibat kerugian yang lebih besar. Konflik kepentingan lebih banyak didominasi oleh kelompok-kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat, yang mana sedikit banyak memengaruhi opini publik. Pengaruh kuat kelompok-kelompok kepentingan ini akan melemahkan kepentingan mayoritas yang tidak kuat secara finansial , dan cenderung akan mengabaikan kualitas  pelayanan.

                                                          Derasnya godaan untuk melakukan penyelewengan wewenang membutuhkan perhatian mendalam. Dibutuhkan semacam budaya kode etik yang memberi pegangan terhadap cara bertindaklaku, terutama dalam hal menghadapi konflik kepentingan dan penyusunan kebijakan. Untuk menciptakan budaya tersebut, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
                                                          1. Memisahkan kepentingan pribadi (golongan) dan kepentingan organisasi.
                                                          2. Membentuk badan komisi/ auditor internal yang mengatur, memberlakukan, dan mengawasi aturan dan standar etika;
                                                          3. Mengorganisasikan pelatihan dan pendidikan etika yang berkala, untuk meningkatkan kesadaran moral dan memecahkan masalah dilema etika yang dihadapi.
                                                          4. Komisi etika perlu melakukan pengarahan, pendampingan, dan evaluasi terhadap  bagaimana menghadapi masalah kebijakan.
                                                          5. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain.
                                                          6. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
                                                          7. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan;
                                                          8. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan

                                                          Sekian artikel tentang Pengertian dan Contoh Konflik Kepentingan Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                          Daftar Pustaka

                                                          • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                          • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
                                                          • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                          • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                          • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                          • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                          • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
                                                          • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                          • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                          Pengertian Etika Komunikasi Antar Persona Menurut Para Ahli

                                                          $
                                                          0
                                                          0
                                                          Pengertian Etika Komunikasi Antar Persona Menurut Para Ahli - Komunikasi antar persona oleh Devito diartikan sebagai penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. Mulyana memberikan definisi orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi antar persona ini adalah komunikasi yang terjadi pada dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.

                                                          Pada hakekatnya komunikasi antar persona merupakan komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya.

                                                          Pengertian Etika Komunikasi Antar Persona Menurut Para Ahli_
                                                          image source: www.personaconsulting.co.id
                                                          baca juga: Pengertian dan Contoh Konflik Kepentingan Menurut Para Ahli

                                                          Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Individu Dalam Komunikasi Antar persona

                                                          Komunikasi antar persona dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap pihak yang berkomunikasi mencerminkan kepersonaan dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan kepersonaan setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Dalam modul ini realita komunikasi antar persona dianalogikan seperti fenomena gunung es (the communication iceberg).
                                                          Analogi ini menjelaskan bahwa ada berbagai hal yang yang memberi kontribusi pada bagaimana bentuk setiap tampilan komunikasi. Gunung es yang tampak, dianalogikan sebagai bentuk komunikasi yang teramati atau terlihat yaitu:
                                                          1. Interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis, pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda.
                                                          2. Terdiri dari simbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan bahasa simbol (bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dll)
                                                          3. Media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.

                                                          Bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:

                                                          1. Meaning (Pemaknaan).


                                                          Ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dsb.

                                                          2. Learning (Pembelajaran).


                                                          Interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar.
                                                          Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya. Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.

                                                          3. Subjectivity (Subjektivitas).


                                                          Pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama. Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.

                                                          4. Negotiation (Negosiasi).


                                                          Komunikasi merupakan pertukaran simbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.

                                                          5. Culture (Budaya).


                                                          Setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain.
                                                          Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyarakat
                                                          Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of view)

                                                          6. Interacting levels and contex (Level dan Konteks Interaksi).


                                                          Komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar persona, kelompok, organisasi, dan massa.

                                                          7. Self reference (Referensi Persona).

                                                          Perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.

                                                          8. Self reflexivity (Refleksi Persona).

                                                          Kesadaran diri (self-cosciousnes) merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.

                                                          9. Inevitability (Keniscayaan).

                                                          Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.

                                                          Berbagai aspek yang dibahas di atas menegaskan bahwa suatu proses komunikasi secara fisik terlihat sederhana, padahal jika kita mellihat pola komunikasi yang terjadi itu menjelaskan kepada kita sesuatu yang sangat kompleks. Jadi dapat disimpulkan di sini bahwa komunikasi antar persona bukanlah sesuatu yang sederhana.

                                                          Dalam sudut pandang psikologis komunikasi antar persona merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas diri persona masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi.

                                                          Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapersona dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama dengan hubungan antar persona. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antar persona melainkan proses psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antar persona yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antar persona.

                                                          Sekian artikel tentang Pengertian Etika Komunikasi Antar Persona Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                          Daftar Pustaka

                                                          • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                          • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
                                                          • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                          • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                          • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                          • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                          • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
                                                          • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                          • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                          Pengertian Etika Komunikasi Kelompok Kecil Menurut Para Ahli

                                                          $
                                                          0
                                                          0
                                                          Pengertian Etika Komunikasi Kelompok Kecil Menurut Para Ahli - Menurut Dedy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antar persona, karena itu kebanyakan teori komunikasi antar persona berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

                                                          Pengertian Etika Komunikasi Kelompok Kecil Menurut Para Ahli_
                                                          image source: uwplatt.edu
                                                          baca juga: Pengertian Etika Komunikasi Antar Persona Menurut Para Ahli

                                                          Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya

                                                          Berikut beberapa klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya menurut para ahli :

                                                          1. Kelompok primer dan sekunder.

                                                          Charles Horton Cooley mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
                                                          Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya :
                                                          • Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepersonaan kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana persona saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
                                                          • Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
                                                          • Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
                                                          • Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
                                                          • Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.

                                                          2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

                                                          Theodore Newcomb melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.

                                                          3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

                                                          John F. Cragan dan David W. Wright membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.

                                                          Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh setiap anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

                                                          Sekian artikel tentang Pengertian Etika Komunikasi Kelompok Kecil Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                          Daftar Pustaka


                                                          • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                          • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                          • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                          • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002

                                                          Etika Komunikasi Persona dan Kelompok Kecil Menurut Para Ahli

                                                          $
                                                          0
                                                          0
                                                          Etika Komunikasi Persona dan Kelompok Kecil Menurut Para Ahli - Banyak orang beranggapan bahwa dalam sebuah pembicaraan, kita harus menggunakan etika untuk menghargai dan menghormati lawan bicara. Ada sebuah teori yang mendefinisikan etika sebagai, “sebuah cabang ilmu filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma, moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya”. Dalam teori ini, etika memiliki 3 tujuan, yaitu:
                                                          1. Membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan.
                                                          2. Membantu manusia mengambil sikap dan tindakan secara tepat dalam hidup ini.
                                                          3. Tujuan akhir untuk menciptakan kebahagiaan.

                                                          Terlepas setuju atau tidaknya kita dengan teori diatas, namun ada hal yang bisa kita sepakati bahwa etika berhubungan dengan moral, sistem tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Dalam berkomunikasi ada etika seperti dalam Bahasa Inggris, yaitu 5W+1H.
                                                          1. Who (siapa), untuk mengetahui siapa yang diajak bicara, seperti pandangan mata agar kita menghargai lawan bicara. 
                                                          2. What (apa), berbicara tentang lawan bicara harus tau apa yang sedang dibicarakan, karena jika tidak mengetahui apa yang dibicarakan pasti membuat kita merasa jengkel. 
                                                          3. Where (dimana), Berkomunikasi harus tau tempat, jika saja berbicara pendapat tentang sesuatu yang tidak disukai, maka bisa saja orang sekitar kita merasa tidak suka dengan pendapat kita.
                                                          4. When (kapan), Tidak mudah untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk berkomunikasi. Misalnya bertamu ke tempat orang yang penting, tidak mungkins aat shubuh berkumandang?
                                                          5. Why (mengapa), Pertanyaan ini agar fokus dengan tujuan pembicaraan.
                                                          6. How (bagaimana), Cara kita berkomunikasi dengan penyampaian yang jelas. Jika kita salah penyampaian, jadi salah juga kita dalam beretika komunikasi.

                                                          Etika Komunikasi Persona dan Kelompok Kecil Menurut Para Ahli_
                                                          image source: uanews.arizona.edu
                                                          baca juga: Pengertian Etika Komunikasi Kelompok Kecil Menurut Para Ahli

                                                          ETIKA KOMUNIKASI ANTAR PERSONA DAN KELOMPOK KECIL

                                                          Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antar persona sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi benar-salah, melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain, sehingga komunikator secara sadar memilih tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dan cara-cara komunikasi guna mencapai tujuan tersebut. Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi, meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada orang lain, menawarkan nilai-nilai yang penting, memperlihatkan eksistensi dan relevansi suatu persoalan sosial, memberikan sebuah jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian-persoalan etika yang potensial terpadu dalam upaya-upaya simbolik sang komunikator. Demikianlah keadaannya pada sebagian besar komunikasi persona, baik komunikasi antara dua orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan sosial maupun dalam hubungan masyarakat.

                                                          Bahkan muncul ungkapan bahwa manusia adalah satu-satunya hewan” yang secara harfiah dapat disebut memiliki nilai”. Lebih khusus lagi, barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo ethicus, manusia adalah pembuat penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan, mengapa mempersoalkan etika dalam komunikasi Antar persona? Jelas, dengan menghindari pembicaraan mengenai etika dalam komunikasi, orang akan bersandar pada berbagai macam pembenaran:
                                                          • Setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu dibahas; 
                                                          • Karena yang penting dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah etika tidak relevan;
                                                          • Penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu secara persona sehingga tak ada jawaban pasti; dan 
                                                          • Menilai etika orang lain itu menunjukkan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.

                                                          Secara potensial timbul ketegangan antara ” kenyataan” dan “keharusan”, antara yang aktual dan yang ideal. Mungkin terdapat ketegangan antara apa yang dilakukan setiap orang dengan apa yang menurut kita harus dilakukan oleh orang tersebut. Mungkin terdapat konflik antara komunikasi yang kita pandang berhasil dan penilaian teknik tersebut tidak boleh digunakan karena cacat menurut etika. Kita mungkin terlalu menekankan pemahaman tentang sifat dan efektivitas teknik, proses dan metode komunikasi dengan mengorbankan perhatian pada masalah etika tentang penggunaan teknik-teknik seperti itu. Kita harus menguji bukan hanya bagaimana, melainkan juga apakah kita secara etis harus , memakai berbagai macam metode dan pendekatan. Masalah “apakah”, jelas bukan hanya penyesuaian khalayak, melainkan maslah etika. Kita boleh merasa bahwa tujuan-tujuan etika itu tidak dapat dicapai secara nyata sehingga tidak banyak manfaatnya.

                                                          Bagaimana para peserta dalam sebuah transaksi komunikasi persona menilai etika dari komunikasi itu, atau bagaimana para pengamat luar menilai etikanya, akan berbeda-beda tergantung pada standar etika yang mereka gunakan. Sebagian diantara bahkan mungkin akan memilih untuk tidak mempertimbangkan etika. Namun demikian, masalah etika yang potensial tetap ada meskipun tidak terpecahkan atau tidak terjawab.

                                                          Apakah seorang komunikator menginginkan penilaian etika atau tidak? Komunikan umumnya akan menilai, secara resmi ataupun tidak resmi, upaya komunikator berdasarkan standar etika yang relevan menurut mereka. Jika bukan karena alasan lain, selain alasan pragmatik, yakni untuk kesempatan meningkatkan kesuksesan , komunikator perlu mempertimbangkan kriteria etis para khalayaknya.


                                                          Contoh Etika Komunikasi Antar Persona dan Kelompok Kecil

                                                          Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Maryati dan Suryawati menyatakan bahwa , “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. “Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani, “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

                                                          “Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai dan saling mendukung.” Berdasarkan definisi di atas, maka penulis dapat mnyimpulkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun antar individu dan kelompok.

                                                          Sekian artikel tentang Etika Komunikasi Persona dan Kelompok Kecil Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                          Daftar Pustaka
                                                          • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                          • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
                                                          • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                          • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                          • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                          • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                          • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001
                                                          • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                          • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                          Etika Komunikasi dalam Konteks Organisasi Menurut Para Ahli

                                                          $
                                                          0
                                                          0
                                                          Etika Komunikasi dalam Konteks Organisasi Menurut Para Ahli - Komunikasi organisasi merujuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Jadi, komunikasi organisasi adalah suatu komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi tertentu. Ciri dari komunikasi organisasi ini ialah berstruktur atau berhirarki. Komunikasi ini mempunyai struktur yang vertikal dan horizontal, dan sebagai akibatnya dapat pula berstruktur keluar organisasi. Struktur yang terakhir ini jika organisasi tersebut melakukan interaksi dengan lingkungannya.

                                                          Kalau dalam organisasi dikenal adanya struktur formal dan informal maka dalam komunikasinya pun dikenal adanya komunikasi formal dan informal. Komunikasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Adapun komunikasi informal arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak masing-masing pribadi yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hubungan komunikasi informal tidak mengikuti jalur struktural, sehingga bisa saja terjadi seseorang yang mempunyai struktur formal berada dibawah, berkomunikasi dengan seseorang yang berada ditingkat pimpinan.

                                                          Pembahasan komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi. Komuikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horizontal.

                                                          Komunikasi bermula dari gagasan yang ada pada diri seseorang yang diolah menjadi sebuah pesan dan disampaikan atau dikirimkan kepada orang lain dengan menggunakan media tertentu. Dari pesan yang disampaikan tersebut kemudian terdapat timbal balik berupa tanggapan atau jawaban dari orang yang menerima pesan tersebut.

                                                          Dari proses terjadinya komunikasi itu, secara teknis pelaksanaan, komunikasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan dimana seorang menyampaikan pesan melalui media tertentu kepada orang lain dan sesudah menerima pesan serta memahami sejauh kemampuannya, penerima pesan menyampaikan tanggapan melalui media tertentu pula kepada orang yang menyampaikan pesan itu kepadanya.

                                                          Etika Komunikasi dalam Konteks Organisasi Menurut Para Ahli_
                                                          image source: multiemeraldpartners.com
                                                          baca juga: Etika Komunikasi Persona dan Kelompok Kecil Menurut Para Ahli

                                                          KONSEP KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

                                                          Proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam hubungan jaringan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang selalu berubah-ubah. Dalam definisi komunikasi dalam perusahaan terdapat 7 konsep yaitu :

                                                          1. Proses


                                                          Dalam suatu organisasi kita menciptakan dan saling tukar menukar pesan antar anggota, hal ini berjalan terus-menerus dan tidak ada hentinya maka hal ini disebut sebagai proses.

                                                          2. Pesan


                                                          Pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang, objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang. Pengklasifikasian pesan menurut bahasa dapat pula dibedakan atas pesan verbal dan pesan nonverbal. Klasifikasi pesan menurut penerima dapat dibedakan menjadi dua yaitu pesan internal dan eksternal. Klasifikasi pesan yang terakhir adalah berdasarkan tujuan dari pengiriman dan penerima pesan. Redding  menjelaskan ada tiga alasan umum bagi arus pesan dalam organisasi yaitu berkenaan dengan tugas dalam organisasi, pemeliharaan organisasi, dan kemanusiaan.

                                                          Thayer mengemukakan empat fungsi khusus dari arus pesan dalam organisasi yaitu untuk memberi informasi, untuk mengatur, untuk membujuk dan untuk mengintegrasikan. Goldhaber menggunakan 3 klasifikasi Redding ditambah dengan klasifikasi baru yaitu inovasi ini misalnya rencana baru organisasi, kegiatan baru organisasi, kegiatan baru, program baru atau pengarahan yang membangkitkan pemecahan masalah.

                                                          3. Jaringan

                                                          Pertukaran pesan dari orang satu ke orang yang lain terjadi melewati suatu set jalan kecil yang dinamakan jaringan komunikasi. Peran tingkah laku dalam organisasi menentukan siapa yang menduduki posisi tertentu atau pun pekerjaan tertentu baik dinyatakan formal maupun informal.

                                                          4. Keadaan saling tergantung

                                                          Hal ini telah menjadi sifat dari suatu organisasi sistem terbuka. Jika suatu bagian dalam organisasi mengalami gangguan maka berpengaruh kepada bagian yang lain. Begitu juga dengan jaringan komunikasi dalam organisasi saling melengkapi.
                                                          5. Hubungan

                                                          Organisasi yang merupakan sistem terbuka, sistem kehidupan sosial maka untuk berfungsi bagian-bagian itu terletak ditangan manusia. Karena itu hubungan manusia dalam organisasi memfokuskan kepada tingkah laku. Hubungan manusia dalam organisasi mulai dari yang sederhana yaitu hubungan diantara dua orang, hubungan dalam kelompok-kelompok kecil,maupun besar dalam organisasi. Thayer membedakan hubungan ini menjadi hubungan bersifat individual, kelompok dan hubungan organisasi. Sedangkan pace dan boren menggunakan istilah hubungan interpesonal dalam komunikasi yang terjadi hubungan tatp muka.
                                                          6. Lingkungan

                                                          Lingkungan secara fisik dan faktor sosial perlu diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal terdiri dari organisasi dan kultur nya dan antara organisasi itu dengan lingkungan eksternal nya. Kultur organisasi yaitu pola kepercayaan dan harapan dari anggota organisasi yang menghasilkan norma-norma yang membentuk tingkah laku individu dan kelompok dalam organisasi. Karena lingkungan berubah-ubah maka organisasi memerlukan informasi baru. Informasi baru ini harus dapat mengatasi perubahan dalam lingkungan dengan menciptakan dan pertukaran pesan baik secara internal dalam unit-unit yang relevan maupun terhadap kepentingan umum secara eksternal.

                                                          7. Ketidakpastian

                                                          Ketidakpastian adalah perbedaan informasi yang ada dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi ketidakpastian organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggota, melakukan penelitian, pengembangan organisasi, dan menghadapi tugas-tugas yang komplek dengan integrasi yang tinggi. Salah satu urusan utama dari komunikasi organisasi adalah menentukan dengan tepat berapa banyaknya informasi yang diperlukan untuk mengurangi ketidakpastian tanpa informasi yang berlebihan.
                                                          Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Orientasi nya bukan pada organisasi tapi lebih kepada anggotanya secara individual.

                                                          Komunikasi dalam organisasi adalah juga dapat diartikan sebagai komunikasi suatu organisasi yang dilakukan pimpinan, baik dengan para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya dengan organisasi, dalam rangka pembinaan kera sama yang serasi untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

                                                          PENTING KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

                                                          Komunikasi dalam organisasi memegang peranan yang sangat vital dalam kelangsungan organsisasi. Peranan komunikasi dalam organisasi meliputi :
                                                          1. Komunikasi mendatangkan efektifitas yang lebih besar.
                                                          2. Komunikasi menempatkan menempatkan orang-orang pada tempat yang seharusnya.
                                                          3. Komunikasi membawa orang-orang untuk terlibat dalam organisasi dan meningkatkan motivasi untuk  melibatkan kinerja    yang baik dan meningkatkan komitmen terhadap organisasi.
                                                          4. Komunikasi menghasilkan hubungan dan pengertian yang lebih baik antara bawahan, kolega, dan orang-orang di dalam dan di luar organisasi.
                                                          5. Komunikasi menolong orang-orang untuk mengerti perlunya perubahan.
                                                          6. Komunikasi meminimalkan permasalahan-permasalahan di dalam keorganisasian seperti konflik, stress, demotifasi dan loyalitas.

                                                          ARUS KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

                                                          Komunikasi yang terjadi dalam organisasi terutama komunikasi yang terjadi secara formal tentunya memiliki model komunikasi. Model komunikasi berdasarkan arah komunikasinya dapat dibagi ke dalam kelompok berikut ini :

                                                          1. Downward Communication (Komunikasi Vertikal Kebawah)

                                                          Donward communication merupakan komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada  bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini sebagai berikut :
                                                          1. Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja
                                                          2. Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan.
                                                          3. Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku.
                                                          4. Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.

                                                          2. Upward Communication (Komunikasi Vertikal Keatas)

                                                          Upward Communication merupakan komunikasi yang terjadi ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari awah ke atas ini adalah :
                                                          1. Penyampaian informasi tentang pekerjaan atau pun tugas yang sudah dilaksanakan.
                                                          2. Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan atau pun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan.
                                                          3. Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
                                                          4. Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.

                                                          3. Horizontal Communication (Komunikasi Sejajar)

                                                          Komunikasi horisontal merupakan tindak komunikasi ini berlangsung diantara para karyawan atau pun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horizontal ini adalah :
                                                          1. Memperbaiki koordinasi tugas
                                                          2. Upaya pemecahan masalah
                                                          3. Saling berbagi informasi
                                                          4. Upaya pemecahan konflik
                                                          5. Membina hubungan melalui kegiatan bersama

                                                          BENTUK KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

                                                          Komunikasi yang terjadi di dalam organisasi dapat dikategorikan kedalam beberapa bentuk. Bentuk-bentuk komunikasi tersebut meliputi :

                                                          1. Bentuk komunikasi berdasarkan medianya :
                                                            a. Komunikasi langsung
                                                            Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat. Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan pengguna syarat.

                                                            Contoh : Rapat pimpinan, pertemuan karyawan dll.

                                                            b. Komunikasi tidak langsung
                                                            Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima pesan atau pun untuk menghadapi   hambatan geografis
                                                            .Contoh : Komunikasi dengan menggunakan email, pengumuman, memo dll.

                                                            2. Bentuk komunikasi berdasarkan besarnya sasaran
                                                              a. Komunikasi massa yaitu komunikasi dengan sasarannya kelompok orang dalam jumlah besar, umumnya tidak dikenal. Komunikasi masa yang baik harus disusun dengan jelas, dan tidak bertele-tele. Bahasa yang mudah dimengerti. Bentuk gambar yang baik. Membentuk kelompok khusus.
                                                                Contoh : Komunikasi dalam press conference

                                                                b. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang umumnya dapat dihitung dan dikenal merupakan komunikasi langsung dan timbal balik. Komunikasi perorangan adalah komunikasi dengan tatap muka dapat juga melalui telepon
                                                                   3. Bentuk komunikasi berdasarkan arah pesan

                                                                  a. Komunikasi satu arah. Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran dan sasaran tidak dapat atau tidak punya kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya. Contoh pengumuman.
                                                                  b. Komunikasi timbal balik. Pesan disampaikan kepada sasaran dan sadsaran memberikan umpan balik. Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan merupakan komunikasi timbal balik.

                                                                  ETIKA KOMUNIKASI ORGANISASI

                                                                  Para peneliti organisasi menganalogikan bahwa organisasi adalah bagian dari sebuah budaya yang memiliki komponen-komponen berupa nilai dasar organisasi, asumsi yang diterima, kaidah pengambilan keputusan, gaya manajerial, cerita kesuksesan dan keberhasilan, makna tradisi dan loyalitas, serta topik dan metode komunikasi yang diterima. Dalam berkomunikasi harus mempertimbangkan pendekatan positif tentang moral dan etika penyampaian informasi oleh individu maupun oleh organisasi itu sendiri dalam hubungannya dengan individu lain maupun dengan organisasi lain.

                                                                  Masalah etika selalu muncul dalam situasi yang melibatkan orang lain, tetapi seringkali organisasi lebih banyak menyoroti masalh etika ini daripada pihak – pihak lainnya. Pelanggaran terhadap etika yang telah diterima secara umum merupakan masalah yang harus diwaspadai dalam organisasi. Bagi sebagian orang perilaku etis dalam organisasi tidak selalu penting. Charles Saxon, menuliskan “ kejujuran adalah salah satu kebijakan yang lebih baik”, Tampaknya Saxon berpendapat bahwa dikusi etika dalam organisasi bisnis diperlukan, dan mungkin bermanfaat bagi kita untuk mempelajari beberapa masalah etika dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan dalam organisasi.

                                                                  Bidang karier apapun yang anda putuskan untuk anda tekuni, pasti mencakup sejumlah dilema dan paradoks mengenai etika kehidupan yang sesunguhnya. Lantas apakah yang dimaksud dengan etika?
                                                                   Sekelompok teoritis mengemukan bahwa etika berkaitan dengan pemikiran dan cara bersikap, pemikiran mengenai etika terdiri dari evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi andil pada kemungkinan penigkatan seseorang seraya menghindari akibat yang merugikan orang lain dan diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan tindakan yang sesuai dengan keputusan yang relevan, yang sejalan dengan seperangkat pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan akibat yang merugikan orang lain.

                                                                  Masalah etika dalam organisasi dapat dibagi dalam dua kategori yang menyangkut praktik-praktik organisasi di tempat kerja, dan yang menyangkut keputusan perorangan . Pedoman etis dalam komunikasi organisasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

                                                                  1. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan.
                                                                  Masalah ini berhubungan dengan cara organisasi memperlakukan anggotanya. Dari sudut pandang sebagian besar anggota oraganisasi, kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota dijadikan yang paling akhir.

                                                                  1. Kebijakan dan praktik personel.
                                                                   Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhinetian dan masalah pension anggota organisasi. Kewajiban umum organisasi adalah berlaku adil pada anggota organisasi yang prospektif disetiap jenjang karirnya.

                                                                  1. Keleluasaan dan pengaruh terhadap keputusan pribadi.
                                                                  Perjanjian eksplisit dan implisit antara pegawai dengan organisasi yang memperkerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi untuk memperhatikan faktor-faktor yang secara jelas mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun masalah etika muncul bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja mereka dalam organisasi, misalnya segala sesuatu yang terjadi selama cuti yang mungkin mempengaruhi citra organisasi, keikutsertaan dalam masalah-masalah publik seperti kegiatan masyarakat dan organisasi pelayanan, kontribusi pada badan-badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan politik.

                                                                  1. Pemantapan perilaku
                                                                  Masalah yang termasuk dalam hal ini adalah sejauh mana organisasi memiliki hak untuk memaksa anggotanya agar membeberkan informasi mengenai diri mereka melalui peralatan terselubung, pemakaian fisiograf dan teskepribadian, serta tes pemakaian obat terlarang. Anggotanya organisasi harus memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang sedang terjadi untuk dapat memberikan keputusan yang cerdas mengenai konsekuensinya dan prosedur yang terlibat. Anggota organisasi tidak boleh dipaksa untuk melakukan kegiatan pembeberan informasi, tetapi mereka harus diberi informasi sepenuhnya sehingga setuju memberikan informasi secara sukarela.

                                                                  1. Kualitas lingkungan kerja
                                                                  Hal ini meliputi sejumlah besar kegiatan, termasuk masalah-masalah kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil dan anak-anak, serta hubungan pegawai-manajer. Bahaya di tempat kerja yang mengakibatkan cacat sering ditemukan. Selain dari bahan-bahan toksis dan berbahaya sebagai sumber ancaman bagi kesehatan dan keamanan, stress di tempat kerja mungkin besar perananya terhadap penurunan kualitas kehidupan kerja anggota organisasi. Oleh sebab itu, seorang pimpinan atau manajer dituntut untuk menciptakan suatu iklim yang menghargai anggota organisasi dan mendukung produktivitas optimal. Gaya kepemimpinan yang menghindari percekcokan dan manuver politis mungkin merupakan gaya kepemimpinan yang paling etis

                                                                  Sekian artikel tentang Etika Komunikasi dalam Konteks Organisasi Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaat.

                                                                  Daftar Pustaka

                                                                  • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
                                                                  • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
                                                                  • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
                                                                  • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
                                                                  • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
                                                                  • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
                                                                  • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
                                                                  • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
                                                                  • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

                                                                  Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi - Herman Rorschach mengembangkan teknik Rorschach yang dipublikasikan pada tahun 1921 bersamaan dengna dengan dipublikasikannya monograph Psychodiagnostik. Teknik Rorschach (RO) ini menggunakan 10 kartu yang terlihat sebagai tinta yang tumpah dan membuat pola yang simetris. Saat ini, teknik Ro ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengetesan/assesment/ diagnostik psikologi.

                                                                  Kesepuluh kartu ini merupakan hasil dari penelitian dan eksplorasinya selama 10 tahun. 10 kartu ini terpilih dari ribuan uji coba tinta yang telah distandardisasi dengan menggunakan populasi dari rumah sakit tempat ia bekerja sebagai kepala psikiatris.

                                                                  Banyak psikolog yang tertarik melihat respon siginifikan individu dari stimulus yang berupa ink blots. Mereka malakukan investigasi mengenai respon yang signifikan dari individu. Hasil kerja Rorschach in merupakan akumulasi dari 20 tahun. Penelitian melibatkan metode untuk melihat gambar visual yang di imajinasikan melalui persepsi individu, dan dianalisa lewat konten atau gambar yang dipersepsikan oleh individu. Gambar atau symbol yang dipersepsikan individu di percaya merupakan proyeksi dari kepribadian dasarnya.

                                                                  Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi_
                                                                  image source: go2psycholoy.blogspot.com
                                                                  baca juga: Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi

                                                                  Perkembangan awal dari tes dengan Ink Blots

                                                                  Peneliti pertama yang tercatat mulai mendiskusikan tentang ink blots ini adalah Justinus Kerner. Dia secara tidak sengaja menemukan metode ini ketika ia sedang bekerja di sebuah lab di Tübingen Jerman. Kerner mulai menyadari banyak objek yang muncul dari sebuah ink blots. Perhatiannya yan glebih mendalam mengenai ink blots ini ditulis dalam karya Kleksographien dan dipublikasikan pada tahun 1857.

                                                                  Kerner tidak secara langsung mengambil kemungkinan adanya hubungan antara persepsi ink blots dan diagnosa kepribadian. Dia melihat adanya kesulitan dalam mengintepretasi ink blots berdasarkan kertelibatan material objek dan respon proyektif dari individu.

                                                                  Pada tahun 1895, Alfred Binet juga mengatakan bawah penggunaan ink blots dapat digunakan sebagai metode untuk investigasi imajinasi visual pada studi trait kepribadian. Setahun kemudian Dearborn dari Harvard mempublikasikan artikel mengenai bagaimana membuat ink blots hitam-putih maupun berwarna untuk dipergunakan dalam psikologi eksperimen.

                                                                  Selajutnya, Dearborn melaporkan sebuah eksperimen dengan 12 set ink blots dengan masing2 set terdiri dari 10 gambar. Subjek dari eksperimen yang ia lakukan adalah mahasiswa dan professor dari Harvard. Dari hasil eksperimen ini ia menemukan bahwa respon tiap individu terhadap blots muncul secara variatif. Hal ini menurutnya dipengaruhi oleh pengalaman tiap-tiap individu.

                                                                  Perkembangan ink blots tidak berhenti pada ekseprimen Dearborn, namun juta menarik perhatian dari Kirkpatrick. Dia mengatakan bahwa kualitas dari respon subyek dipengaruhi oleh usia. Pyle dalam studinya membandingkan anak-anak yang diberikan tes ink blots. Beberapa tahun kemudian mereka menjalankan kembali penelitian yang sama dan dihasilkan respon gambar yang lebih cepat.

                                                                  Pada tahun 1910, Whipple mempublikasikan untuk yang pertama kali sebuah seri/set ink blots yang terstandarisasi. Manual yang dikembangkan adalah modul pertama yang komprehensif jika dibandingkan dengan ahli-ahli terdahulu yang juga mengembangkan ink blots. Namun saja, ia tidak terlalu memperhatikan pada hubungan antara karakteristik kepribadian dan respon aktualnya.

                                                                  Satu decade selanjutnya, mulai berkembang kembali tes ink blots yang dikembangkan oleh F.C Bartlett dari universitas Cambridge. Ia menggunakan ink blots ini dalam studi mengenai persepsi dan imajinasi. Dari hasil studinya ditemukan bahwa respon subyek dapat menunjukkan ketertarikan dan kemungkinan pekerjaan dari subyek.

                                                                  Pada tahun 1917, Cicely Parsons dari Universitas College of South Wales membuat studi 97 anak-anak dengan menggunakan blots Whipple. Dari studi dengan blots ini, ia menemukan beberapa formulasi sebagai hasilnya. Ia menemukan persentase yang tinggi respon binatang dan manusia, perbedaan jenis kelamin, tingkatan kualitas dan tipe dari hasil deskripsi subyek bergantung pada usia. Parsons mengatakan bahwa walaupun tujuan awal dari penelitiannya adalah untuk mengukur imajinasi, hasil yang didapatkan mengindikasikan adanya kemungkinan untuk melihat perbedaan individu.

                                                                  Analisa konten dari respon yang dihasilkan baik dari penelitian Bartlett dan Parsons menjadi arah untuk formulasi yang kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach.

                                                                  RIWAYAT HIDUP HERMANN RORSCHACH

                                                                  Herman Rorschach lahir di Zurich, Swiss pada tanggal 8 November 1884. Pada saat ia lulus dari sekolah kedokteran, hasil studi ink blots sudah popular dipublikasikan. Ketertarikan dirinya terhadap ink blots ini dimulai dari tahun 1911 dan menjadi minat utamanya dalam kehidupannya yang tidak terlalu panjang. Hal ini juga didukung oleh lingkungan kerjanya di klinik psikiatri yang memberikan kesempatan luas untuk melakukan penelitiannya. Pendekatan psikologis yang digunakan oleh Rorschach dibangun dari pandangannya terhadap kepribadian dan hubungan antar aspek secara global. Hal ini dibuktikan dalam karyanya Psychodiagnostik yang berisi tentang respon-respon subyek terhadap blots yang di nilai dalam kategori formal. Hal ini dipertimbangkan oleh Rorschach menjadi landasan diagnosis kepribadian yang objektif. Rorschach adalah orang pertama yang membangun metode kerja (shorthand) untuk menangani pola-pola respon yang kompleks.

                                                                  Monograph pertama yang dipubilikasikan oleh Rorschach menjadi saat terakhir kemunculan dirinya di depan public. Herman Rorschach meninggal pada 2 April 1922. Sebelum meninggal, ia sedang menyempurnakan karyanya dalah hal teknik-teknik sehingga lebih luas dan mampu menampilkan perbedaan. Hasilnya ini dipublikasikan oleh rekan kerjanya, Emil Oberholzer.

                                                                  Pada tahun 1924, publikasi pertama hasil karya Rorschach muncul di Inggris. Publikasi ini merupakan terjemahan dari hasil keya Rorschach dan Oberholzer selama mereka melakukan demonstrasi dan analisis. Setelah itu David Levy, yang merupakan anak murid dari Oberholzer memperkenalkan metode Rorschach di Amerika Serikat. Lalu Levy membuat Samuel Beck untuk tertarik mempelajari teknik Rorschach ini dan menjadi murid dari Oberholzer. Beck menjadi orang Amerika pertama yang mempublikasikan karya tentang metode Rorschach.

                                                                  Pada saat awal Rorschach mulai dikenal di Amerika, tidak semua pihak menerima. Para psikiater tidak melihat tujuan dan pemahaman yang jelas untuk digunakan kepada pasien. para dokter ini pun dibingungkan dengan metode skoringnya. Para psikolog dan psikometris juga meragukan nilai ilmiah dari metode ini.

                                                                  Kondisi di atas membuat metode ini berkembang secara perlahan. Namun sejalan dengan waktu, jumlah pengikut metode ini semakin bertambah. Tugas para pengikut ini bukan hanya sekedar menyempurnakan administrasi dan metodenya namun juga pendidikan utk para khalayak umum. Pada thaun 1934, Bruno Klopfer menjadi tokoh yang memajukan metode Rorschach ini melalui studi kelompok. Klopfer juga menjadi tokoh yang menyempurnakan teknik scoring, dengan rekan lainnya ia pun mendirikan Rorschach Research Exchange pada tahun 1926. 3 tahun kemudian, Rorschach Institute dijadikan pusat penelitian dan pusat pelatihan. Perkembangan teknik ink blots ini menjadi pendorong untuk pengembangan metode proyeksi lainnya, seperti Thematic Apperception Test (TAT).

                                                                  Kontribusi Hermann Rorschach

                                                                  Menurut Klopfer (1962) teknaniebik bercak tinta yang disusun oleh Rorschach merupakan titik puncak keberhasilan dari penelitian-penelitian yang menggunakan bercak tinta selama 20 tahun di Eropa dan Amerika. Rorschach berhasil menerobos aspek-aspek yang belum pernah dijangkau oleh peneliti-peneliti lain. Kalau ahli-ahli sebelumnya kebanyakan hanya menganalisa bercak tinta dari segi isi dari respon subjek saja, dan mengatakan bahwa bercak tinta yang diberikannya itu adalah tes imajinasi, tetapi menurut Rorschach dalam membuat interpretasi terhadap bercak tinta itu sebenarnya fungsi imajinasi hanya sedikit. Yang paling berperan adalah fungsi persepsi (Rorschach, 1981).

                                                                  Rorschach lebih menekankan untuk memahami bagaimana seseorang menghayati sesuatu, kurang mementingkan apa isi penghayatannya. Kalau ada orang yang mengalami ketakutan, atau kecemasan, bukan isi ketakutan atau kecemasan itu yang dilihat, tetapi bagaimana dia mengahayati kecemasan itu sebagai suatu gejala psikologis, bagaimana hubungannya dengan fungsi-fungsi psikologis yang lain.

                                                                  Periode sesudah Rorschach

                                                                  Tes Rorschach sudah mengalami banyak penyempurnaan yang di lakukan oleh para ahli sesudah Rorschach. Pada tahun 1924 tulisan Rorschach bersama asistennya, Emil Obelholzer, pertama kali diterbitkan dalam bahasa inggris. Dalam tulisan itu dijelaskan mengenai analisis yang dilakukan dalam teknik Rorschach dan juga didemonstrasikan cara penyekoran serta interpretasinya.

                                                                  David Levy memperkenalkan tes Rorschach di Amerika. Samuel Beck, menerbitkan bercak tinta untuk tes Rorschach dan juga mengembangkan metode interprestasi yang masih dipakai sampai sekarang. Hertz banyak mengadakan penelitian tentang aspek-aspek metodologis dalam tes Rorschach.

                                                                  Bruno Klopfer mengembangkan tes Rorschach. Pada tahun 1934 telah mengembangkan ide-ide Rorschach dalam kelompok studinya. Pada tahun 1936 Klopfer dkk mendirikan Rorschach Institute sebagai lembaga melatih para para ahli untuk menggunakan tes Rorschach. Pada tahun 1948 Rorschach Institute berubah menjadi The Society for Projective Technique, yang menerbitkan TAT (Thematic Apperception Test) dan tes proyektif lainnya.

                                                                  Selain itu banyak alat tes yang juga menggunakan teknik bercak tinta, yang dikembangkan untuk menutupi kelemahan-kelemahan tes Rorschach, seperti misalnya :

                                                                  • Bero yang dirancang sebagai tes Rorschach untuk anak-anak
                                                                  • Zullinger Test (Z – test) dirancang dengan menggunakan 3 kartu bercak tinta yang lebih kompleks
                                                                  • Group Rorschach, yaitu pelaksanaan administrasi tes Rorschach secara klasikal, pertama kali di rintis oleh Harrower dan Steiner dengan memproyeksikan bercak tinta menggunakan tinta lewat slide. Juga di kembangkan jawaban yang multiple choice
                                                                  • Holtzman Ink Blot Technique, dirancanh oleh Holtzman untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan metodologi dan tes Rorschach
                                                                  • Piotrowski’s Automated Rorschach (PAR), dirancang oleh Piotrowski pada tahun 1974 dengan menggunakan computer untuk scoring dan intepretasinya.


                                                                  Penerapan tes Rorschach sebagian besar di bidang klinis, baik di rumah sakit maupun di klinik psikiatris dan psikologis. Tetapi tes Rorschach juga bisa menjadi terapi, ada testi yang mengatakan ketika selesai menjalani tes ini testi merasa lega dan hilang beban pikiran dan emosionalnya.

                                                                  Teknik Rorschach juga banyak digunakan di luar bidang klinis. Misalnya di bidang militer dan industri, tes Rorschach banyak digunakan sebagai alat seleksi. Temasuk pengguna tes Rorschach secara kelompok (Williams & Kellman, 1962).

                                                                  LANDASAN TEORI DAN ASPEK YANG DIUNGKAP

                                                                  Sebelum para pemula mempelajari Ro lebih lanjut, maka diharapkan mahasiwa sudah memahami teori-teori kepribadian, persepsi, teori belajar dan dinamika perilaku. Zeitgeist (dalam Allen, 1968) mengatakan bahwa prinsip utama dalam tes Ro adalah bahwa setiap performa individu merupakan ekspresi dari keseluruhan kepribadiannya. Brunner (dalam Allen, 1968) menambahkan bahwa persepsi juga dilibatkan dalam pelaksanaan tes ini. Persepsi normal individu adalah saat kondisi kecemasan individu pada level minimal.

                                                                  Asumsi dasar dari Test Ro ini adalah bahwa ada hubungan antara persepsi dan kepribadian. Cara bagaimana seseorang itu melihat kartu dan mengatur “bagaimana” ia melihat kartu tersebut merefleksikan aspek dasar dari kepribadian individu itu tersebut. Gambar tinta (Ink Blots ) pada kartu merupakan gambar yang cocok sebagai stimulus karena gambar tersebut bersifat ambigu atau tidak terstruktur. Hal ini membuat individu memberikan respon yang tidak ia pelajari terlebih dahulu atau memiliki pengalaman sebelumnya karena memang tidak ada jawaban “benar” atau “salah” dalam respon yang diberikan individu. Test Ro melibatkan “proyeksi” kebutuhan, pengalaman, dan pola kebiasaan pada saat individu memberikan respon disetiap kartu yang diberikan.

                                                                  Pada kehidupan sehari-hari, individu cenderung menghindar dari orang lain ketika mereka merasa tidak nyaman atau mendapatkan kesulitan saat berada disekitarnya. Sehinga pada test Ro, subyek dapat saja menghindari untuk “melihat” atau bahkan “tidak bisa melihat” figur manusia disetiap kartu yang diberikan. Subyek akan cenderung melihat mesin atau figur-figur yang berkaitan dengan botani, atau gunung besar dengan awan, atau hal lainnya. Subyek juga akan cenderung menghindari terlibat dalam suatu permasalahan dengan cara menyusup keluar secara diam-diam. Dalam test Ro, subyek dengan kondisi seperti ini akan cenderung melihat ujung atau tepian dari setiap gambar. Apa yang dilihat oleh subyek, apa yang tidak dapat dilihat oleh subyek, bagaimana dia mengatur materi kartu, berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk merespon kartu yang diberikan diyakini dapat menunjukkan beberapa karakter dari kepribadiannya.

                                                                  Tingkah laku subyek dalam situasi tes Ro mungkin berbeda dengan dikehidupan nyata. Dikehidupan nyata, subyek cenderung untuk menampilkan perilaku yang akan diterima di lingkungan sosialnya. Ia belajar bahwa menjadi individu yang “normal”, mampu mengeontrol diri, atau menjadi diri yang baik akan lebih diterima dibanding menampilkan perilaku yang agresif dan bermusuhan. Namun, perilaku subyek yang terlihat tersebut terkadang tidak menampilkan sikap atau perasaan diri subyek yang sesungguhnya. Dalam test Ro, subyek tidak mengetahui cara yang terbaik, respon yang benar, atau cara uang umumnya orang lain merespon. Subyek harus merespon dengan caranya sendiri-sendiri, sehingga hal ini dapat memunculkan kondisi dirinya yang sesungguhnya yang dia sendiri tidak sadari.

                                                                  Aspek kepribadian

                                                                  Dalam mendekati kepribadian, Rorschach berusaha melihat secara menyeluruh (global approach). Suatu fungsi psikologis tertentu selalu dilihat dalam kaitannya dengan fungsi psikologis yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tes Rorschach dapat mengungkap seluruh kepribadian seseorang. Menurut Klopfer (1962) kepribadian manusia itu adalah sedemikian kompleksnya, sehingga tidak akan mungkin dapat dilihat secara utuh hanya dengan menggunakan satu alat tes saja. Hasil tes Rorschach hanyalah salah satu frame of reference dalam melihat kepribadian.

                                                                  Hasil tes Rorschach juga dapat melengkapi hasil dari tes objektif, misalnya tes intelegensi. Karena tes Rorschach juga dapat memprediksikan taraf dan fungsi intelegensi seseorang, maka hasil tes objektif akan dapat menjadi referensi yang perlu diperhatikan.

                                                                  Aspek-aspek yang diungkap melalui tes Rorschach dapat dibagi dalam tiga aspek pokok, yaitu:

                                                                  1. aspek kognitif
                                                                  2. aspek afektif atau emosional
                                                                  3. aspek fungsi ego.


                                                                  Sekian artikel tentang Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi.

                                                                  Daftar Pustaka

                                                                  • Klopfer, B. Davidson, H. 1962. The Rorschach Tehcnique, An Introductory Manual. New York:Burlingame
                                                                  • Allen, R.M. 1968. Student’s Rorschach Manual. International Unievrsity Press
                                                                  • Bebagai sumber dari internet

                                                                  Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach - Tes Rorschach adalah salah satu alat ukur dalam metode proyeksi yang menjadi penting untuk dikuasai mahasiswa sebagai slah satu kompetensi kesarjanaan psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat melaksanakan administrasi dan skoring tes Rorschach, sehingga mahasiswa dapat menjadi instruktor dan melaksanakan tes rorschacn secara benar.

                                                                  baca juga: Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi

                                                                  A. Persiapan dan Garis Besar Tahapan Praktikum Pemeriksaan

                                                                  1. Setting ruangan
                                                                  • Aturlah kartu-kartu dalam posisi terbalik dengan posisi kartu I berada paling atas dan kartu X berada pada urutan terbawah. Tumpukan kartu sebaiknya cukup jauh dari jangkauan subyek.
                                                                  • Siapkan alat-alat lain yang diperlukan untuk keperluan praktikum pemeriksaan, seperti kertas, lembar kerja, peta lokasi, alat tulis, stopwatch , dll.
                                                                  • Pengaturan posisi duduk antara testee dan tester dapat dibuat berhadapan, berdampingan, atau berdampingan dengan tester mengambil sedikit jarak di belakang testee. Bagi orang Timur, duduk berhadapan atau berdampingan tidak begitu mengganggu. Namun menurut Exner (dalam Prihanto, 1994), posisi duduk sebaiknya tidak berhadap-hadapan. Exner menyarankan tester duduk di sebelah subjek agak ke belakang sehingga tester dapat mengamati semua perilaku testee selama pemeriksaan dan membuat catatan-catatan tanpa mengganggu testee.

                                                                  Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach_

                                                                  2. Memperhatikan hubungan testee dengan tester. Rapport yang baik adalah penting. Seorang tester yang baik mampu menciptakan suasana yang tidak membuat testee tegang namun tetap dalam situasi yang terkontrol.

                                                                  3. Upayakan semua kondisi (fisik, psikis, ruangan, waktu pelaksanaan pemeriksaan, dsb) mendukung kesejahteraan subyek.

                                                                  4. Mengecek kondisi testee saat pemeriksaan. Hal yang harus dicek antara lain:
                                                                  • Kondisi fisik testee. Misalnya apakah testee dalam kondisi lelah atau sakit.
                                                                  • Kondisi psikologis testee, misalnya apakah testee baru bersedih, dll
                                                                  • Pengamalan testee dengan tes Rorschach. Pernahkah diperiksa dengan tes Rorschach, di mana, untuk keperluan apa?.

                                                                  5. Anamnesis

                                                                  Anamnesis juga berguna untuk menjalin rapport dengan testee, mencairkan kebekuan, dan menenangkan testee. Apabila dalam praktikum pemeriksaan testee masih cemas, berikan waktu untuk menenangkan dan membuat testee lebih merasa nyaman. Tester dapat menjelaskan sedikit tentang maksud pemeriksaan dan sekilas tentang prosedur pemeriksaan yang akan dijalani. Penting untuk diingat oleh tester bahwa testee hanya boleh diberi informasi mengenai prosedur pemeriksaan dan tidak boleh lebih dari itu.

                                                                  Tester harus tahu beberapa hal tentang testee, agar nantinya interpretasi tentang dinamika kepribadian tidak dilakukan secara buta. Sekali lagi ditekankan bahwa data hasil pemeriksaan dengan alat tes bukanlah segalanya dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber (terutama wawancara) penting untuk diperhatikan terutama dalam interpretasi. Informasi yang dapat digali dalam anamnesis diantaranya:

                                                                  a. Keadaan keluarga:
                                                                  • Identitas orang tua
                                                                  • Jumlah saudara (jenis kelamin dan pendidikannya)
                                                                  • Urutan saudara, posisi kelahiran testee
                                                                  • Pola asuh, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan saudara
                                                                  • dll

                                                                  b. Pengalaman masa kecil

                                                                  c. Riwayat pendidikan, hobby, minat, aspirasi masa depan

                                                                  d. Pergaulan sosial
                                                                  • Apakah mengalami kesulitan dalam bergaul
                                                                  • Apakah ada orang yang dekat (punya pacar, sudah berapa lama menjalin hubungan, dsb)

                                                                  e. Pandangan terhadap diri sendiri dan masalah-masalah pribadi yang dialami

                                                                  6. Pemeriksaan

                                                                  Untuk menunjang praktikum pemeriksaan berjalan optimal, tester harus sudah cukup mengenal cara scoring jawaban dan cukup tahu kemungkinan interpretasi secara garis besar. Namun untuk sarjana Psikologi, cukup sebatas cara scoring. Pembahasan tata laksana pemeriksaan dibahas pada poin B.

                                                                  7. Wawancara penutup

                                                                  Informasi yang belum jelas tentang testee dan beberapa dugaan yang muncul setelah mengamati hasil pemeriksaan dapat digali secara mendalam pada wawancara penutup. Yang penting tidak boleh sampai memberitahu bagaimana cara interpretasi atau respon yang diharapkan dalam pemeriksaan. Apabila testee tahu hal tersebut, kemungkinan pemeriksaan menjadi tidak valid.

                                                                  B. Tahap Pemeriksaan

                                                                  Secara garis besar terdapat 4 tahap yang dilakukan dalam tes Rorschach. Yang harus dilakukan adalah tahap I dan II, sedangkan dilakukan atau tidaknya tahap III dan IV akan sangat tergantung pada hasil pemeriksaan pada tahap I dan II.

                                                                  Tahap I : Performance Proper (Free Association Procedure)

                                                                  Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban testee secara spontan dalam suasana yang sangat permisif dan tidak terstruktur. Artinya, pembatasan maupaun dorongan dalam memberikan respon hendaknya dilakukan seminimum mungkin sehingga respon yang diperoleh benar-benar murni dan spontan dari testee. Tugas utama tester adalah mencatat semua respon testee. Pada dasarnya tidak ada instruksi baku kata-perkata dalam tes ini. Namun umumnya, instrusi yang diberikan adalah sebagai berikut:

                                                                  Saya mempunyai 10 kartu (menunjuk 10 kartu yang sudah diatur sebelumnya) yang akan saya tunjukkan satu per satu kepada saudara. Kartu-kartu ini berisi bercak tinta yang dibuat dengan memercikkan tinta di atas kertas, kemudian melipatnya ditengah-tengah, kemudian dibuka lagi. Anda dapat melihat macam-macam hal di dalam bercak tinta tersebut. Tugas saudara adalah mengatakan kepada saya apa yang saudara lihat dalam kartu-kartu tersebut.

                                                                  Tidak ada kriteria benar-salah di sini. Yang penting katakan secara spontan dan secepat mungkin apa yang anda lihat di setiap kartu atau kesan apa yang saudara tangkap dalam bercak tersebut. Saya akan mencatatat jawaban saudara. Sebagian orang melihat beberapa hal dalam bercak tinta tersebut namun sebagian lainnya hanya melihat sedikit hal. Kalau saudara sudah tidak dapat melihat hal lebih banyak lagi, katakanlah “sudah” atau “selesai” dan letakkan kartu yang saudara pegang di hadapan saudara dalam posisi terbalik. Setelah itu saya akan memberikan kartu berikutnya. Begitu seterusnya sampai 10 kartu. Apakah ada yang ingin ditanyakan?


                                                                  (Tunggu sebentar) Apabila tidak ada, kita akan mulai dengan kartu I. (tester memberikan kartu I kepada testee, menyalakan stopwatch, mengobservasi, dan mencatat respon serta komentar testee)…(begitu seterusnya sampai kartu X)

                                                                  Catatan:

                                                                  Apabila ada pertanyaan, tester harus menghindari menjawab “boleh”. Sebaiknya tester merespon pertanyaan testee dengan perkataan “terserah”. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dari subjek , misalnya:
                                                                  • Apakah saya harus menceritakan kepada anda/bapak/ibu/dsb secepatnya atau boleh saya lihat lebih cermat lagi. (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
                                                                  • Apa boleh saya memutar-mutar kartu ? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
                                                                  • Apakah saya hanya menceritakan kepada Anda tentang apa yang saya lihat, ataukah saya boleh menceritakan imajinasi saya ? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
                                                                  • Apakah saya harus menggunakan seluruh bercak tinta? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
                                                                  • Apakah jawaban semacam itu yang anda inginkan? (Tester sebaiknya menjawab, “Ceritakan apa saja kesan yang anda tangkap. Atau “Ceritakan apa saja yang anda lihat)
                                                                  • Setelah memberi respon testee bertanya, “Apakah jawaban saya benar?”. (Tester sebaiknya menjawab, “ Di sini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Yang penting dalam pandangan anda, apa yang anda lihat).

                                                                  Penting diperhatikan:
                                                                  • Hendaknya tester menyerahkan kartu-kartu ke tangan testee, sehingga diharapkan testee memegang kartu tersebut. Hal tersebut memudahkan tester mencatat posisi kartu ketika testee memberikan respon. Apabila testee meletakkannya di atas meja, tester boleh mengingatkan testee untuk memegang kartu, namun jika testee merasa lebih nyaman untuk meletakkan kartu di meja, tester tidak boleh memaksa testee untuk memegang kartu, biarkan saja.
                                                                  • Kalau pada kartu I testee hanya memberikan satu respon dan mengatakan sudah namun ragu-ragu untuk meletakkan kartu, tester dapat berkata, “Sebagian/beberapa orang kadang-kadang dapat melihat lebih dari satu hal atau menangkap lebih dari satu kesan.”
                                                                  • Apabila pada kartu I dan II testee hanya memegang kartu pada posisi normal (^), pada saat memberikan kartu III dapat ditambahkan instruksi, “ Anda boleh memutar kartu sesuka Anda.”

                                                                  Hal-hal yang dicatat pada performance proper:

                                                                  - Observasi atas perilaku verbal (komentar-komentar) maupun non verbal (gerak-gerik, perlakuan terhadap kartu, dll) testee.

                                                                  - Waktu, meliputi:
                                                                  • Waktu reaksi (Dihitung sejak kartu diberikan dan testee melihat bercak tinta pada kartu-tester menyalakan stopwatch- sampai testee memberikan respon pertama)
                                                                  • Waktu respon per kartu (Dihitung sejak kartu diberikan dan testee melihat bercak tinta pada kartu-tester menyalakan stopwatch- sampai testee selesai memberikan respon pada kartu)
                                                                  • Waktu respon seluruh performance proper (Dihitung dari saat pemberian kartu I sampai saat terakhir tahap performance proper, atau testee selesai memberi respon pada kartu X)

                                                                  - Respon hendaknya dicatat kata per kata (verbatim). Tester harus mencatat secara cepat dan efisien (Sebisa mungkin menggunakan singkatan kata). Dalam mencatat respon, kertas bisa dibagi dua kolom; sebelah kiri untuk mencatat respon pada performance proper, sebelah kanan untuk mencatat respon pada tahap inquiry. Karena verbalisasi pada inquiry lebih banyak, hendaknya disediakan ruang lebih banyak.

                                                                  - Penomoran respon dilakukan dengan angka 1, 2, 3,… dst.) bisa per kartu, bisa dilanjutkan mulai nomor 1 pada respon pertama karti I, sampai respon terakhir kartu X. Bisa juga respon pada setiap kartu dimulai dengan respon nomor 1.

                                                                  - Posisi kartu dicatat setiap kali testee memberi respon. Patokan posisi kartu dapat dilihat melalui tanda yang ada pada kartu. (^) untuk posisi normal, (>) untuk dimiringkan ke kanan, (<) untuk dimiringkan ke kiri, (v) untuk posisi terbalik, atau ( ) untuk kartu yang diputar-putar.

                                                                  Tahap II: Inquiry

                                                                  Tahap ini merupakan proses untuk memperjelas/meyakinkan tester tentang pemikiran yang mendasari respon testee pada tahan performance proper agar dapat dilakukan scoring yang akurat terhadap respon testee. Tujuan utama tahap inquiry adalah:

                                                                  1. Membantu tester untuk dapat melihat respon persis seperti cara testee melihatnya. Yang penting adalah begaimana respon testee atau bagaimana testee dapat memperoleh kesan seperti yang ia katakan, bukan harapan tester tentang respon yang benar.

                                                                  2. Memperjelas/meyakinkan pemberian scoring. Di dalam tes Rorschach, scoring yang akurat sangatlah penting karena scoring memberikan sarana untuk mempermudah klasifikasi atas data yang sangat kualitatif (kata-kata). Scoring ini meliputi:

                                                                  a. Lokasi, yaitu di mana respon dilihat/didasarkan

                                                                  b. Determinan, yaitu bagaimana respon dilihat/didasarkan, apa yang menyebabkan bercak yang digunakan menimbulkan kesan seperti dalam respon testee

                                                                  Asumsi pertama sewaktu melakukan inquiry untuk determinan adalah bahwa setiap respon menunjukkan “form”/bentuk. Jika respon berupa mahluk hidup, ada kemungkinan ditambahkan unsur movement (gerakan), atau ada respon yang menggunakan unsur shading. Misalnya, pada respon “kupu-kupu yang indah” (Kartu III, D), tester tidak boleh langsung menyimpulkan bahwa warna termasuk dalam respon sehingga perlu dilakukan inquiry dengan bertanya, “Bagaimana anda bisa mempunyai kesan bahwa itu adalah kupu-kupu yang indah?”. Apabila dijawab, “ ini kan kecil, jadi mungil dan manis.” (Skor=form), namun apabila testee menjawab, “warna merah ini kan membuat indah.” (Skor=FC).

                                                                  c. Content, yaitu apa yang dilihat

                                                                  d. Orisinalitas-Popularitas, yaitu seberapa sering respon dilihat dalam populasi. Apabila jarang dilihat bearti orisinal/asli, jika sering dilihat berarti populer.

                                                                  Instruksi:

                                                                  Pada dasarnya tidak ada prosedur khusus dalam instruksi pada tahap ini. Yang penting tester tidak boleh membuat testee mengetahui apa yang diharapkan sebagai “respon yang baik” sehingga ia memperkaya responnya dalam tahap inquiry.

                                                                  Cara yang paling mudah adalah mengatakan pertanyaan secara umum, dan sebisa mungkin hanya menambahkan kata tanya “di mana anda..”, “bagaimana anda…”. Isi dari “…” sebaiknya hanya mengulang kata-kata yang dinyatakan testee ketika memberikan respon di tahap performance proper. Secara umum, instruksinya adalah sebagai berikut:

                                                                  “Anda telah memberikan respon-respon yang menarik. Sekarang sekali lagi kita melihat kartu-kartu tersebut bersama-sama. Saya akan membacakan jawaban anda satu persatu supaya saya bisa menangkap persis apa yang anda lihat, apa kesan anda, persis seperti cara anda melihatnya. Sekarang kita mulai dari kartu yang pertama. Di sini anda mengatakan …(ulangi respon pertama testee pada kartu I)”

                                                                  Instruksi hendaknya diberikan secara netral dan sebisa mungkin masih bersifat indirective (tidak mengarahkan). Variasi instruksi lainnya adalah, “ Saya tidak yakin bahwa saya mengerti apa yang anda maksud atau apa yang ada dalam bercak sehingga anda mempunyai kesan …”(“…” ulangi respon testee).

                                                                  Inquiry dilakukan per respon dimulai dari respon pertama pada kartu I sampai respon terakhir di kartu X. Berikut contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk inquiry:

                                                                  Lokasi
                                                                  “Di mana anda melihat… pada kartu ini”; “Tunjukkan kepada saya, di mana…”

                                                                  Determinan
                                                                  Secara umum: “Terangkan tentang…secara lebih rinci (detil)”

                                                                  “Ceritakan bagaimana Anda melihat…”; “Saya belum cukup mengerti. Ceritakan lebih banyak lagi tentang bagaimana Anda mempunyai kesan …”

                                                                  Form
                                                                  Kalau konsepnya definit, harus diyakini kualitas bentuk. Misalnya untuk pertanyaan pada respon kelelawar: “ Coba deskripsikan/gambarkan lebih lanjut kelelawar yang anda lihat.”

                                                                  Movement
                                                                  Misalnya pada kartu III, respon testee “orang”. Tester dapat bertanya “ Bagaimana anda melihat orang tersebut?”

                                                                  Color
                                                                  Misalnya, respon testee “bunga yang indah”. Kata “indah” dapat membuka kemungkinan penggunaan warna dalam persepsi testee. Tester dapat bertanya “ anda bilang ini bunga yang indah (tester sambil menunjuk plot area), apa yang membuat anda berfikir bahwa itu adalah bungan yang indah?” . Pertanyaan “apakah ini berwarna?” tidak boleh ditanyakan oleh tester.

                                                                  Shading
                                                                  Kalau tester menduga bahwa testee menggunakan shading, maka ia harus meyakinkan diri dengan bertanya minimal satu pertanyaan kepada testee. Tester dapat menggunakan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan yang digunakan untuk inquiry color, movement, dan form. Untuk dapat dikategorikan sebagai shading, tester harus yakin bahwa Testee melihat dan menggunakan perbedaan dalam kualitas terang dan gelap pada kartu dalam responnya .

                                                                  Content
                                                                  Biasanya jarang diperlukan inquiry, kecuali apabila jawaban testee sangat kabur (tidak jelas). Misalnya, testee respon testee, “Mahluk halus” tester dapat menanyakan “apakah mahluk itu, manusia atau binatang?”

                                                                  Penting Untuk Diperhatikan:

                                                                  Pertanyaan-pertanyaan lanjutan untuk inquiry hendaknya dilakukan apabila tester benar-benar kurang yakin dengan skor apa yang hendak diberikan untuk respon testee. Pada prinsipnya lebih baik bertanya sedikit saja daripada bertanya terlalu banyak. Idealnya bertanyalah secukupnya. Respon testee yang sudah jelas dan dapat diskor tidak perlu ditanyakan lebih lanjut.

                                                                  Pertanyaan harus dirumuskan secara hati-hati dan seumum mungkin, dengan tujuan agar:
                                                                  1. Testee merasa tidak ditentang atau disalahkan jawabannya 
                                                                  2. Menjaga agar tes Rorschach tetap bersifatnya samar bagi testee 

                                                                  Hal-hal yang dicatat pada tahap inquiry:
                                                                  1. Lokasi untuk respon testee, dengan cara melingkari daerah yang digunakan kemudian segera diberi nomor sesuai dengan nomor respon 
                                                                  2. Pertanyaan tester (diberi tanda T = tanya atau Q = questioning) 
                                                                  3. Jawaban dan komentar testee 
                                                                  4. Respon baru yang muncul (kalau ada) à semua skor diletakkan pada kolom additional. 
                                                                  5. Jawaban yang ditolak/disangkal atau tidak dikenali (kalau ada) à semua skor juga diletakkan dalam kolom additional dengan tanda panah. Contoh, menolak respon kelelawar pada kartu I 

                                                                  Skor: W ← F ← A ← P 1.0

                                                                  Tahap III: Analogy

                                                                  Tahap ini sering juga disebut dengan “follow-up inquiry”. Tahap analogi bersifat pilihan (optional). Artinya hanya dilakukan kalau testee sudah mampu memberikan respon-respon tertentu, terutama human movement (M), FM, textural (Fc, cF, c), chromatic color (FC, CF, C), dan konsep popular. Testee mampu namun jumlah atau produktivitas responnya sangat sedikit (biasanya hanya satu respon).

                                                                  Sifat instruksi sudah lebih langsung. Misalnya, testee hanya bisa membuat respon movement pada kartu III: “Di sini (tester sambil memperlihatkan kartu III), anda dapat melihat seorang wanita yang sedang membungkuk. Apakah di kartu-kartu yang akan saya tunjukkan, Anda dapat melihat manusia seperti itu? (tester memperlihatkan kartu I dan seterusnya sampai kartu X, kecuali kartu III karena testee sudah mampu memberikan respon human movement di kertu III).

                                                                  Contoh lain untuk color: “ Di kartu ini (tester memperlihatkan kartu di mana testee memberikan respon warna), warna yang ada mengingatkan anda pada …, bagaimana dengan warna pada kartu ini?” atau, “ Di sini anda melihat kupu-kupu cantik karena berwarna (kartu III), apakah pada kartu-kartu yang akan saya tunjukkan ini warna bisa membantu anda untuk memberikan respon lagi?” (tester memperlihatkan kartu-kartu kromatik).

                                                                  Respon yang dikemukakan pada tahap analogi tidak diskor. Hanya dicatat, atau dikemukakan lagi dalam hasil observasi. Kemudian, secara kualitatif diinterpretasi menggunakan interpretasi kualitatif.

                                                                  Tahap IV: Testing-the-limits

                                                                  Testing the limits merupakan prosedur yang dilakukan untuk menguji apakah testee pada dasarnya mampu memproduksi respon dengan konsep tertentu, mampu menggunakan lokasi tertentu, dan mampu menggunakan determinan tertentu. Prosedur testing the limits berguna untuk testee yang:
                                                                  1. Tidak mantap dalam memberikan respon karena dikuasai kecemasan selama tes
                                                                  2. Bingung dengan apa yang diharapkan oleh tes
                                                                  3. Menghasilkan respon yang miskin atau kurang memadai kualitasnya. 

                                                                  Sama seperti respon pada tahap inquiry, respon yang baru muncul setelah dilakukan testing-the-limits juga tidak diskor. Hanya perlu dibuat catatan yang dapat diuraikan di dalam catatan observasi.

                                                                  Testing-the-limits digunakan kalau testee tidak mampu menghasilkan respon-respon sebagai berikut:
                                                                  1. Cara pendekatan (manner of approach), yaitu kalau testee hanya mampu memberikan jawaban W, ia perlu didorong untuk mencoba membuat respon dengan menggunakan sebagian dari bercak (detil). Begitu juga sebaliknya, apabila testee hanya mampu memberikan respon dengan lokasi D, ia bisa diberi testing-the-limits untuk melihat kemampuannya memproduksi respon dengan lokasi W. 
                                                                  2. Kemampuan mempersepsi “human content” dan memproyeksikan gerakan pada manusia tersebut (M) 
                                                                  3. Kemampuan testee untuk mengintegrasikan Form dan Color. Digunakan kartu-kartu kromatik, terutama kartu III, X. Kartu VIII tergolong kartu sulit dan kartu IX tergolong paling sulit 
                                                                  4. Kemampuan untuk memberikan respon “shading nuances” (nuansa shading). Digunakan kartu-kartu akromatik, terutama kartu IV dan VI 
                                                                  5. Kemampuan mempersepsi dan berpikir secara konvensional (kemampuan memproduksi respon popular). Kalau testee tidak mampu memberikan respon populer, harus diyakini apakah hal itu disebabkan ia tidak mau mengungkapkan hal-hal yang mudah dilihat (popular) atau kerena ia tidak mampu melakukannya 
                                                                  6. Melihat gerakan binatang, terutama pada kartu VIII. 

                                                                  Instruksi

                                                                  Instruksi sudah bersifat langsung atau mengarahkan, situasi dibuat terstruktur. Aturan tentang cara bertanya: dimulai dari pertanyaan umum, semakin lama semakin khusus. Misalnya, untuk mengarahkan pada jawaban D: “ Kadang-kadang orang lain hanya menggunakan sebagian dari bercak tinta yang ada di setiap kartu, tidak harus seluruh bercak digunakan sekaligus. Dapatkan anda melakukannya juga?” Kalau cara ini masih gagal, secara langsung ditunjuk bercak-bercak “Usual detail”. Kalau masih gagal, ditunjuk lokasi “usual detail” yang berisi jawaban popular, misalnya lokasi D di kartu VIII (binatang berkaki empat bergerak) dan kartu X (kepiting). Kalau testee masih gagal, diajukan beberapa respon popular: “ Kalau di bagian ini orang melihat sebagai (tester menyebutkan respon popular), bagaimana dengan anda?.

                                                                  Untuk orang yang tidak mampu memberikan respon popular, bisa digunakan cara demikian. Tester memilih dua atau tiga kartu, kemudian memperlihatkan salah satu kartu tersebut dengan berkata: “ Kita hampir selesai, tetapi ini (tester memperlihatkan kartu)lihatlah sekali lagi. Kadang-kadang orang melihat ….(tester menyebutkan respon popular)…pada kartu ini. Bisakah Anda melihat hal seperti …(tester menyebut lagi respon popular)…pada kartu ini?” Di sini lokasi tidak disebutkan. Untuk orang yang berlagak sangat kreatif, ia akan segera menemukan respon popular. Namun untuk orang yang mengalami gangguan psikiatrik, mungkin sekali malah mentertawakan bahwa ada orang yang melihat begitu (popular) pada kartu ini.

                                                                  Teknik Pelaksanaan Testing-the-limits
                                                                  1. Prosedur asosiasi bebas, yaitu meminta testee untuk memberikan respon asosiasi bebas terhadap respon kartu-kartu Rorschach tertentu, terutama yang menimbulkan kejutan (shock), baik berupa “color shock” maupun “shading shock”. 
                                                                  2. Teknik pembentukan konsep, yaitu meminta testee untuk mengelompok-kelompokkan kartu sesuai dengan caranya sendiri. Ia bisa membaginya berdasarkan isi (content), sikap afektif (affective attitude), perbedaan warna, perbedaan bentuk (form). Dsb. 
                                                                  3. Prosedur suka-tidak suka (like-dislike procedure), yaitu dengan cara meminta testee untuk mengambil kartu yang paling disukainya, kemudian mengambil kartu yang paling tidak disukainya. Tester kemudian menanyakan alasan mengapa testee paling suka pada kartu tertentu dan tidak suka pada kartu yang lainnya. 

                                                                  SKORING

                                                                  Secara esensi, fungsi utama skoring adalah menarik dari jawaban konkret (raw material) kedalam symbol khusus (coding) untuk dijadikan dasar dari interpretasi objektif. Ada tiga kategori utama skoring, yaitu lokasi, determinan, dan isi. Untuk tiap kategori dipergunakan simbol-simbol skoring tersendiri.

                                                                  Respon yang bagaimanakah yang dapat diskor?

                                                                  Menentukan apakah suatu verbalisasi merupakan suatu jawaban yang dapat diskor, merupakan tugas pertama dari orang yang menskor.

                                                                  Konsep independent dan elaborasi

                                                                  Dalam kebanyakan protocol Rorschach tampak jelas apakah suatu verbalisasi merupakan suatu jawaban yang dapat diskor atau tidak. Tidak jarang banyak sekali elaborasi yang dilakukan testee sehingga harus ditentukan mana yang merupakan elaborasi dari jawaban sebelumnya, dan mana yang merupakan konsep/jawaban yang berdiri sendiri.

                                                                  Exclamation dan remarks

                                                                  Tidak jarang kita temukan, subjek memberikan komentar-komentar terhadap kartu, tetapi tidak dapat dimasukkan dalam kategori-kategori jawaban. Kadang-kadang jelas bahwa suatu verbalisasi merupakan komentar misalnya: ‘’Wah ini bagus, penuh warna’’. Tetapi jika testee mengatakan ‘’Ini merak dan hitam’’, hal ini bukan juga berarti jawaban, masih perlu penjelasan apakah ini hanya komentar atau jawaban.

                                                                  Tendensi deskriptif

                                                                  Akan sangat menimbulkan kesulitan jika subjek mencampurkan jawaban-jawaban interpretatif dengan deskripsi tentang kartu. Misalnya, gambar I: ‘’Nah, ini burung (bagian atas kartu) dan di sini ada titik kecil, ada garis dan bercak-bercak putih. Dan ini yang di tengah ini seperti orang. jika pada satu kartu diberikan lima atau lebih elemen deskriptif semacam ini, maka sebaiknya di samping skor-skor lain ditambahkan juga satu skor tambahan yang menyangkut deskripsi ini.

                                                                  Jawaban utama dan tambahan (Main and Additional Responses)

                                                                  Setelah ditentukan apakah suatu verbalisasi termasuk jawaban atau komentar, maka selanjutnya adalah mana jawaban utama dan mana jawaban tambahan.
                                                                  • Main score: diberikan kepada semua konsep independent yang diberikan subjek selama performance proper.
                                                                  • Additional score: diberikan kepada konsep yang dibentuk kemudian, atau konsep yang ditarik kembali, atau elemen-elemen yang perlu dalam pembentukan konsep tetapi bukan yang utama.

                                                                  Tambahan dan penolakan spontan

                                                                  Di sini kita harus membedakan dua hal, antara koreksi dan penolakan. Untuk membedakan kedua hal ini, maka harus kita lihat bagaimana sikap subjek terhadap konsep orisinil yang diberikannya. Misalnya, jika seseorang mengatakan: ‘’Oh itu salah, sekarang saya baru lihat gambar ini seperti apa’’.

                                                                  Komentar semacam di atas jelas mengatakan bahwa subjek menolak konsepnya yang pertama. Dalam hal semacam ini maka yang kita skor sebagai jawaban utama adalah konsep pengganti yang diberikan, sedangkan konsep asli yang mengalami penolakan hanya diskor sebagai skor tambahan kalau mengandung unsur yang belum disebutkan dalam konsep pengganti tersebut.

                                                                  Lain halnya jika dalam performance proper subjek mengatakan misalnya, kartu V: ‘’Ini seperti kupu-kupu’’, dan kemudian subjek mengatakan: ‘’Ini bisa juga merupakan kelelawar, bentuk dan sayapnya lebih cocok’’. Pemeriksa dapat memastikan sikap subjek terhadap konsep yang lama dengan langsung menanyakan misalnya dengan berkata: ‘’Ya, memang bisa dilihat seperti kelelawa, tetapi apa bisa juga dilihat seperti kupu-kupu seperti yang mula-mula Saudara katakan?’’ jika subjek mengatakan bahwa bisa juga dilihat sebagai kupu-kupu, dalam hal ini maka kita mempunyai dua jawaban utama dengan dua skor utama.

                                                                  Membedakan antara tambahan dan elaborasi spontan

                                                                  Misalnya seseorang memberi jawaban untuk kartu II: ‘’dua badut menari’’. Dalam inquiry subjek ini menyebut tentang topinya yang merah dan mukanya yang merah, dan juga mengatakan ‘’sekarang saya lihat mereka sedang menginjak petasan’’. Dalam hal ini jelas bahwa konsep yang lama tetap dipertahankan dan tambahan yang spontan ini justru memperkaya konsep yang asli.

                                                                  Sekian artikel tentang Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Klopfer, B. Davidson, H. 1962. The Rorschach Tehcnique, An Introductory Manual. New York:Burlingame
                                                                  • Allen, R.M. 1968. Student’s Rorschach Manual. International Unievrsity Press

                                                                  Contoh Format Penyusunan Laporan Analisa Jabatan Yang Benar

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Contoh Format Penyusunan Laporan Analisa Jabatan Yang Benar - Artikel ini akan membahas tentang informasi jabatan yang dimuat dalam laporan hasil analisa jabatan. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan menjelaskan kembali mengenai informasi jabatan yang dimuat dalam laporan hasil analisa jabatan.

                                                                  NoIdentitas JabatanUraian JabatanSyarat Jabatan
                                                                  1Nama JabatanUraian TugasPangkat dan Golongan Ruang
                                                                  2Kode JabatanBahan KerjaPendidikan
                                                                  3Unit Kerja JabatanAlat KerjaKursus/Pelatihan
                                                                  4Letak dalam StrukturHasil KerjaPengalaman Kerja
                                                                  5Ikhtisar JabatanTanggung JawabPengetahuan
                                                                  6WewenangKeterampilan
                                                                  7Korelasi JabatanBakat Kerja
                                                                  8Kondisi Lingkungan KerjaTemperamen Kerja
                                                                  9Keadaan/Resiko BahayaMinat Kerja
                                                                  10Upaya Fisik
                                                                  11Kondisi Fisik
                                                                  12Fungsi Pekerja

                                                                  Contoh Format Penyusunan Laporan Analisa Jabatan Yang Benar_
                                                                  image source: www.selectinternational.com
                                                                  baca juga: Pengertian Wawancara dan Jenis Wawancara Mendalam

                                                                  A. IDENTITAS JABATAN

                                                                  NAMA JABATAN :
                                                                  • Ringkas
                                                                  • Substantif
                                                                  • Jelas dan dapat memberikan pengertian yang tepat bagi pembaca
                                                                  • Penamaan JFU dapat dirumuskan berdasarkan:
                                                                    - Bahan (Pengumpul, Pengadministrasi)
                                                                    - Alat (Operator)
                                                                    - Hasil (Penyusun, Pengonsep)
                                                                    - Proses (Pemroses, Pengolah)

                                                                  KODE JABATAN :
                                                                  • Kode jabatan merupakan kode yang dibuat untuk memudahkan pengadministrasian jabatan.
                                                                  • Pengkodean Jabatan harus menggunakan format kode yang seragam.

                                                                  UNIT KERJA :
                                                                  • Mencerminkan tempat atau letak keberadaan suatu jabatan

                                                                  KEDUDUKAN DALAM STRUKTUR :
                                                                  • Mencerminkan posisi jabatan apakah jabatan struktural atau non-struktural (Sesuai SOTK)
                                                                  • Menggambarkan kedudukan:
                                                                    - Atasan langsung
                                                                    - Atasan dari Atasan langsung
                                                                    - Jabatan yang dianalisis
                                                                    - Jabatan lain yang memiliki atasan langsung yang sama
                                                                  • Jabatan yang dianalisis diberi tanda (diarsir)


                                                                  IKHTISAR JABATAN :
                                                                  • Merupakan cerminan uraian jabatan dalam bentuk ringkas
                                                                  • Memberikan gambaran umum tentang kompleksitas jabatan
                                                                  • Digambarkan dalam satu kalimat, yang mencerminkan:
                                                                    - Apa yang dikerjakan (what)
                                                                    - Bagaimana cara mengerjakan (how)
                                                                    - Mengapa/untuk apa dikerjakan (why)

                                                                  Manajerial:
                                                                  Memimpin dan melaksanakan objek kerja (What) berdasarkan/sesuai dengan..... (How) agar/untuk/sebagai...(Why)

                                                                  Fungsional:
                                                                  Melaksanakan objek kerja (What) berdasarkan/sesuai dengan..... (How) agar/untuk/sebagai...(Why)

                                                                  B. URAIAN JABATAN

                                                                  URAIAN TUGAS :
                                                                  • Tugas adalah upaya pokok dalam memproses bahan kerja dengan menggunakan peralatan tertentu menjadi suatu hasil kerja
                                                                  • Ditulis dg menggunakan kalimat aktif dan menggambarkan tindak kerja (berawalan “me”)
                                                                  • Tahapan kerja (proses) adalah langkah-langkah (kegiatan) yang dituliskan secara berurutan dari awal hingga akhir pelaksanaan tugas


                                                                  STRUKTUR PENYUSUNAN TUGAS


                                                                  BAHAN KERJA :
                                                                  • Adalah masukan yang diproses dengan tindak kerja (tugas) menjadi hasil kerja
                                                                  • Bahan kerja dapat diolah menjadi hasil kerja, jika ada perangkat kerja (alat kerja)
                                                                  • contoh:
                                                                    - Surat masuk (untuk diagendakan)
                                                                    - Peraturan, Referensi atau buku (untuk penyusunan materi bintek)

                                                                  ALAT KERJA :
                                                                  • Sarana yang dipergunakan untuk mengolah bahan kerja menjadi hasil kerja
                                                                  • Alat kerja tidak terbatas pada sarana materiil, dapat juga berupa peraturan, pedoman, prosedur kerja atau acuan lain yang digunakan dalam pelaksanaan tugas

                                                                  HASIL KERJA :
                                                                  • Hasil kerja adalah suatu produk berupa barang, jasa (pelayanan) atau informasi yang dihasilkan dari suatu proses pelaksanaan tugas
                                                                  • Hasil kerja dapat diperoleh bila ada sesuatu yang diolah (bahan kerja)

                                                                  TANGGUNG JAWAB :
                                                                  • Adalah kewajiban yang melekat pada jabatan, yang terkait dengan benar atau salahnya pelaksanaan tugas.
                                                                  • Tanggung jawab jabatan dapat meliputi tanggung jawab terhadap:
                                                                    - Bahan kerja (Kerahasiaan data)
                                                                    - Alat Kerja (Kelengkapan peralatan kerja)
                                                                    - Hasil Kerja (Keakuratan laporan)
                                                                    - Proses Kerja (Kesesuaian pelaksanaan tugas terhadap peraturan/SOP)

                                                                  WEWENANG :
                                                                  • Adalah hak pemegang jabatan untuk memilih alternatif dalam mengambil keputusan/ tindakan yang diakui secara sah oleh semua pihak
                                                                  • Wewenang dapat terkait dengan:
                                                                    - Bahan Kerja (a.l: Mengembalikan bahan kerja yang tidak sesuai)
                                                                    - Alat Kerja (a.l:Melakukan pemeliharaan perangkat kerja yang digunakan)
                                                                    - Hasil Kerja (a.l:Menyebarluaskan informasi yang dihasilkan kepada orang lain)
                                                                    - Proses Kerja (a.l:Menetapkan prosedur kerja)

                                                                  KORELASI JABATAN
                                                                  • Korelasi jabatan adalah hubungan kerja yang dilakukan antara jabatan terkait dengan jabatan lain dalam konteks pelaksanaan tugas
                                                                  • Hubungan jabatan dapat berupa:
                                                                    - Hubungan Vertikal (atasan dengan bawahan)
                                                                    - Hubungan Horizontal (hubungan dengan jabatan yang setara)
                                                                    - Hubungan Diagonal (hubungan dengan jabatan yang lebih tinggi di organisasi yang berbeda)

                                                                  KONDISI LINGKUNGAN KERJA :
                                                                  • adalah keadaan tempat bekerja yang merupakan konsekwensi keberadaan pemegang jabatan dalam melaksanakan tugas jabatan.
                                                                  • Kondisi Lingkungan Kerja suatu jabatan meliputi:
                                                                    - Tempat Kerja
                                                                    - Suhu
                                                                    - Udara
                                                                    - Keadaan Ruangan
                                                                    - Letak
                                                                    - Keadaan Tempat Kerja
                                                                    - Penerangan
                                                                    - Suara
                                                                    - Getaran

                                                                  KEADAAN RESIKO BAHAYA :
                                                                  • Kemungkinan resiko bahaya ditentukan dari keberadaan pegawai terkait dengan:
                                                                    - lingkungan pekerjaan,
                                                                    - penanganan bahan,
                                                                    - proses yang dilakukan,
                                                                    - penggunaan perangkat kerja,
                                                                    - hubungan jabatan dan
                                                                    - penanganan produk yang diberikan. 
                                                                  • Kemungkinan resiko bahaya bisa bersifat fisik atau mental

                                                                  C. SYARAT JABATAN

                                                                  PANGKAT / GOLONGAN RUANG :
                                                                  • Pangkat dan golongan ruang minimal yang dipersyaratkan untuk menduduki suatu jabatan. 

                                                                  PENDIDIKAN :
                                                                  • Pendidikan formal minimal yang dipersyaratkan untuk menduduki suatu jabatan. 

                                                                  PELATIHAN :
                                                                  • Pelatihan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan non manajerial, seperti kemampuan di bidang manajerial, teknis tertentu, dan pengetahuan lainnya sesuai dengan syarat pekerjaan dengan memperhatikan fungsi pekerjaannya. 
                                                                  • Contoh pelatihan pada operator komputer :
                                                                    - Penjenjangan : -
                                                                    - Teknis : Komputer

                                                                  PENGALAMAN KERJA :
                                                                  • Pengalaman Kerja merupakan pengembangan pengetahuan, ketrampilan kerja, sikap mental, kebiasaan mental dan fisik yg tidak diperoleh dari pelatihan tetapi diperoleh dari dari masa kerja sebelumnya dalam kurun waktu tertentu.

                                                                  PENGETAHUAN :
                                                                  • Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan formal atau informal yang dimanfaatkan oleh PNS di dalam pemecahan masalah, daya cipta serta dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. 

                                                                  KETERAMPILAN :
                                                                  • Keterampilan merupakan tingkat kemampuan dan penguasaan teknis operasional dalam suatu bidang tugas pekerjaan tertentu. 
                                                                  • Contoh keterampilan kerja pada operator komputer : keterampilan mengetik, keterampilan teknik menyiapkan dan memelihara perangkat komputer, keterampilan mencetak data.

                                                                  BAKAT KERJA :
                                                                  • Bakat kerja merupakan kapasitas khusus atau kemampuan potensial yang disyaratkan bagi seseorang untuk dapat mempelajari, memahami beberapa tugas atau pekerjaan. 

                                                                  JENIS BAKAT KERJA :
                                                                  • G : Intelegensi
                                                                  • V : Bakat Verbal
                                                                  • N : Bakat Numerik
                                                                  • S : Bakat Pandang Ruang
                                                                  • P : Bakat Pencerapan Bentuk
                                                                  • Q : Bakat Ketelitian
                                                                  • K : Koordinasi Motorik
                                                                  • F : Kecekatan Jari
                                                                  • M : Kecekatan Tangan
                                                                  • E : Koordinasi Mata-Tangan-Kaki
                                                                  • C : Kemampuan membedakan warna

                                                                  TEMPERAMEN :
                                                                  • Temperamen kerja merupakan syarat kemampuan penyesuaian diri yang harus dipenuhi sesuai dengan sifat pekerjaan. 

                                                                  JENIS TEMPERAMEN KERJA :
                                                                  • D (DCP) : Directing-Control-Planning
                                                                  • F (FIF) : Feeling-Idea-Fact
                                                                  • I (INFLU) : Influencing
                                                                  • J (SJC) : Sensory & Judgmental Criteria
                                                                  • M (MVC) : Measurable and Verifiable Criteria
                                                                  • P (DEPL) : Dealing with People
                                                                  • R (REPCON) : Repetitive and Continuous
                                                                  • S (PUS) : Performing under Stress
                                                                  • T (STS) : Set of Limits, Tolerance and Other Standards
                                                                  • V (VARCH) : Variety and Changing Conditions

                                                                  KodePenjelasanIllustrasi
                                                                  DKemampuan menyesuaikan diri menerima tanggung jawab untuk kegiatan memimpin, mengendalikan atau merencanakanJabatan yang mencakup kegiatan berunding, mengorganisir, memimpin, mengawasi, merumuskan atau mengambil keputusan akhir
                                                                  FKemampuan menyesuaikan diri dengan kegiatan yang mengandung penafsiran perasaan (Feeling), Gagasan (Idea), atau fakta (Fact) dari sudut pandangan pribadiJabatan yang menuntut kreativitas, pengungkapan diri atau imajinasi
                                                                  IKemampuan menyesuaikan diri untuk pekerjaan-pekerjaan mempengaruhi orang laing terkait pendapat, sikap atau pertimbangan mengenai gagasanJabatan dimana pemangkunya melakukan pemberian motivasi, meyakinkan orang lain atau berunding
                                                                  JKemampuan menyesuaikan diri pada kegiatan pembuatan kesimpulan, penilaian atau pembuatan keputusan berdasarkan kriteria rangsangan indera atau pertimbangan pribadiJabatan-jabatan yang pelaksanaannya melibatkan penginderaan (rangsangan) dari satu atau beberapa indera manusia.
                                                                  MKemampuan menyesuaikan diri dengan kegiatan pengambilan kesimpulan, pembuatan pertimbangan atau pembuatan keputusan berdasar kriteria yang dapat diukur atau diujiJabatan-jabatan yang melaksanakan tugas-tugas terkait dengan evaluasi data, nilai, angka-angka .
                                                                  PKemampuan menyesuaikan diri dalam berhubungan dengan orang lain lebih dari hanya penerimaan dan pemberian instruksiJabatan-jabatan yang menuntut hubungan dengan orang lain dalam situasi komunikasi yang intens/mendalam
                                                                  RKemampuan menyesuaikan diri dengan kegiatan yang berulang atau secara terus-menerus melakukan kegiatan yang sama sesuai dengan perangkat prosedur, urutan atau kecepatan tertentuJabatan-jabatan yang tugas-tugasnya dilaksanakan secara rutin yang tidak memberikan variasi atau kesempatan untuk membuat pertimbangan pribadi
                                                                  SKemampuan menyesuaikan diri untuk bekerja dengan ketegangan jiwa tanpa kehilangan ketenangan walaupun jika berhadapan dengan keadaan darurat kritis, tidak biasa atau bahaya.Jabatan-jabatan yang mengandung bahaya atau resiko sampai ke tingkat yang berarti, ketegangan jiwa, atau membutuhkan konsentrasi intens secara terus menerus
                                                                  TKemampuan menyesuaikan diri dengan situasi yang menghendaki pencapaian dengan tepat menurut batas-batas/indikator/kriteria, toleransi atau standar-standar tertentuJabatan-jabatan yang memiliki tugas/pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan tepat, cermat, terperinci atau dengan sangat teliti dalam penggunaan bahan, pekerjaan terkait dengan angka, penyiapan catatan atau inspeksi
                                                                  VKemampuan menyesuaikan diri untuk melaksanakan berbagai tugas yang sering berganti dari tugas yang satu ke tugas yang lainnya, yang berbeda sifatnya tanpa kehilangan efisiensi atau ketenangan diriJabatan-jabatan yang memiliki tugas-tugas yang beragam/ berbeda baik secara teknologi, prosedur, lingkungan kerja, atau syarat mental/fisik dalam pelaksanaannya.



                                                                  Pilihan untuk melakukan
                                                                  RealistikAktifitas-aktifitas yang memerlukan manipulasi eksplisit, teratur atau sistematik terhadap obyek/alat/benda/mesin
                                                                  InvestigatifAktifitas yang memerlukan penyelidikan observasional, simbolik dan sistematik terhadap fenomena dan kegiatan ilmiah
                                                                  ArtistikAktifitas yang sifatnya ambigu, kreatif, bebas dan tidak sistematis dalam proses penciptaan produk/karya bernilai seni
                                                                  SosialAktifitas yang bersifat sosial atau memerlukan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain
                                                                  KewirausahaanAktifitas yang melibatkan kegiatan pengelolaan/manajerial untuk pencapaian tujuan organisasi
                                                                  KonvensionalAktifitas yang memerlukan manipulasi data yang eksplisit, kegiatan administrasi, rutin dan klerikal.

                                                                  UPAYA FISIK :
                                                                  • Upaya fisik merupakan penggunaan organ fisik meliputi seluruh bagian anggota tubuh dalam pelaksanaan tugas jabatan.
                                                                  • Contoh upaya fisik pada operator komputer antara lain :
                                                                    - Duduk
                                                                    - Melihat
                                                                    - Bekerja dengan jari

                                                                  JENIS UPAYA FISIK :
                                                                  • Berdiri
                                                                  • Berjalan
                                                                  • Duduk
                                                                  • Mengangkat
                                                                  • Membawa
                                                                  • Mendorong
                                                                  • Menarik
                                                                  • Memanjat
                                                                  • Menyimpan imbangan/mengatur imbangan
                                                                  • Menunduk
                                                                  • Berlutut
                                                                  • Membungkuk
                                                                  • Merangkak
                                                                  • —Menjangkau
                                                                  • Memegang
                                                                  • Bekerja dengan jari
                                                                  • Meraba
                                                                  • Berbicara
                                                                  • Mendengar
                                                                  • Melihat
                                                                  • Ketajaman jarak jauh 
                                                                  • Ketajaman jarak dekat
                                                                  • Pengamatan secara mendalam
                                                                  • Penyesuaian lensa mata
                                                                  • Melihat berbagai warna
                                                                  • Luas

                                                                  KONDISI FISIK :
                                                                  • Adalah persyaratan spesifik dari pekerjaan yang terkait dengan kondisi fisik pegawai.
                                                                  • Sedapat mungkin penentuan kondisi fisik didasarkan pada penelitian empirik, karena persyaratan fisik yang tidak relevan/sesuai dapat mengarah pada diskriminasi pegawai.
                                                                  • Kondisi fisik meliputi:
                                                                    - Jenis Kelamin
                                                                    - Umur tertentu yang disyaratkan
                                                                    - Tinggi badan tertentu
                                                                    - Berat badan tertentu
                                                                    - Postur tubuh
                                                                    - Penampilan

                                                                  FUNGSI PEKERJA :


                                                                  FORMULA PENULISAN URAIAN TUGAS
                                                                  • TINDAK KERJA (W) + OBYEK KERJA TEKNIS OPERASIONAL (H) + berdasarkan / sesuai dengan … sebagai / agar / untuk … (W)
                                                                  • LINGKUP URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL : “POAC” + TUGAS TEKNIS (sesuai Tusi) + TUGAS LAIN
                                                                  • LINGKUP URAIAN TUGAS JABATAN FUNGSIONAL : TUGAS TEKNIS (sesuai TuSi atasan langsungnya) + MEMBUAT LAPORAN + TUGAS LAIN

                                                                  Sekian artikel tentang Contoh Format Penyusunan Laporan Analisa Jabatan Yang Benar.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Workshop Analisa Jabatan. Direktorat Standarisasi dan Kompetensi Jabatan. Deputi Bidang Pengemangan Kepegawaian. Badan Kepegawaian Negara. 2012.

                                                                  Administrasi dan Skoring Tes Rorschach Beserta Contoh

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Administrasi dan Skoring Tes Rorschach Beserta Contoh - Pengukuran psikologi sudah menjadi salah satu inti dari disiplin ilmu psikologi. Tes Rorschach adalah salah satu alat ukur dalam metode proyeksi yang menjadi penting untuk dikuasai mahasiswa sebagai salah satu kompetensi kesarjanaan psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat melaksanakan administrasi dan skoring tes Rorschach, sehingga dapat menjadi instruktor dan melaksanakan tes rorschacn secara benar.

                                                                  SKORING RORSCHACH

                                                                  Administrasi dan Skoring Tes Rorschach Beserta Contoh_
                                                                  image source: en.wikipedia.org
                                                                  baca juga: Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach

                                                                  Lokasi

                                                                  Skoring lokasi tergantung pada bagian gambar yang mana yang dipergunakan. Ada lima kategori utama:

                                                                  SkorPenjelasan
                                                                  W - WholeSkor ini diberikan bila subjek menggunakan seluruh bercak sebagai dasar untuk memberikan jawabannya.
                                                                  DW atau dW (Confabulatory whole):Skor DW diberikan apabila subjek mengguanakn suatu detail kemudian digeneralisasikan pada seluruh bercak.
                                                                  D ( Large Usual Detail)Skor D diberikan apabila subjek menggunakan bagian yang besar dari bercak yang sudah biasa digunakan oleh orang lain. Bagian mudah dibedakan dengan bagian yang lain karena color, shading atau space. Untuk mengetahui mana bagian yang diskor D atau diskor yang lain, dilaksanakan dengan melihat pada tabel lokasi yang sudah ada pada lampiran.
                                                                  Skor d – (Small Usual Detail)Skor ‘d’ diberikan pada penggunaan bercak yang relatif kecil, tetapi mudah dilihat dengan adanya color, shading atau space. Untuk menentukan skor ini juga perlu melihat tabel lokasi.
                                                                  Skor Dd (Un-usual Detail)Jawaban un-usual detail adalah jawaban yang tidak merupakan jawaban whole(W), tidak ada dalam daftar jawaban large atau small usual detail (D atau d), serta bukan jawaban space (S). Jawaban ‘un-usual detail’ diberi simbol dengan ‘Dd’, tetapi simbol ini tidak digunakan dalam skoring melainkan menunjukkan semua un-usual detail yang terdiri dari : dd (Tiny Detail): diberikan pada jawaban yang menggunakan lokasi yang kecil sekali, tetapi masih bisa dibedakan dengan adanya color, shading atau space. Skor ini juga telah ditujukkan pada daftar tabel lokasi. de(Edge Detail ): Skor ‘de’ digunakan untuk jawaban yang menggunakan lokasi bagian sisi luar dari bercak. di(Inner Detail): Skor ‘di’ diberikan untuk lokasi didalam bercak yang sulit untuk dipisahkan dari bagian lain oleh color, shading atau space. dr(Rare detail): diberikan pada jawaban yang lokasinya tidak biasa digunakan oleh orang lain. Lokasi ini tidak dapat digolongkan dalam dd, de, atau di dan juga tidak dapat digolongkan dalam d, D, atau W. Lokasi untuk skor dr tidak selalu bagian bercak yang kecil. Kadang-kadang bercaknya juga besar.
                                                                  S ( White Space )Jawaban diberi skor ‘S’ apabila subjek membalik penggunaan ‘figure’ dan ‘ground’, sehingga bagian putih justru dijadikan sebagai landasan untuk memberikan jawaban. Kadang-kadang bagian putih itu dijadikan sebagai jawaban utamanya, tetapi kadang hanya sebagai tambahan saja. Dalam hal ini skor S diberikan sebagai tambahan (additional score).

                                                                  Skor Lokasi Jamak (Multiple Location Score)

                                                                  Dalam skoring lokasi ini ada kemungkinan subjek menggunakan lebih dari satu lokasi dalam memberikan jawaban, atau mungkin dia menggunakan beberapa lokasi kemudian digabungkan dalam satu jawaban. Dalam hal ini dilaksanakan skor lokasi jamak (multiple location score).

                                                                  Determinan

                                                                  Pada skoring untuk determinan, maka tiap jawaban diklasifikasikan menurut kualitas percikan tinta yang menentukan jawaban subjek. Jawaban atas pertanyaan ‘hal apa dari blot ini yang menimbulkan kesan pada saudara sebagai….’, biasanya merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk skoring determinan. Pada Determinan, ada 4 penggolongan besar dalam menentukan skoring yaitu, Bentuk, Gerakan, Shading, dan Warna. Kualitas dari bentuk yang direspon testee juga dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

                                                                  1. Definite: respon yang dihasilkan memiliki bentuk yang jelas
                                                                  2. Semi-definite: respon yang dihasilkan memiliki bentutk yang tidak jelas (semi-definite)
                                                                  3. In-definite: respon yang dihasilkan tidak memiliki bentuk atau konsep abstrak


                                                                  AspekGolonganDefiniteSemi-DefiniteIn-DefinitePenjelasan
                                                                  BentukFRespon yang dihasilkan berdasarkan bentuk dari tinta.
                                                                  GerakanManusiaMRespon yang dihasilkan melibatkan unsur gerakan manusia.
                                                                  BinatangFMRespon yang dihasilkan melibatkan unsur gerakan binatang.
                                                                  BendaFmmFmRespon yang dihasilkan melibatkan unsur gerakan suatu benda.
                                                                  ShadingTeksturFccFCRespon yang dihasilkan melibatkan unsur tekstur atau derajat halus-kasar dari gelap terangnya tinta.
                                                                  Vista/ Kedalaman FKKFKRespon yang dihasilkan melibatkan unsur tekstur atau derajat kedalaman dari gelap terangnya tinta.
                                                                  Objek 3DFkkFKRespon yang dihasilkan menjelaskan objek 3D atau Peta dari gelap terangnya tinta.
                                                                  WarnaKromatikFCCFCRespon yang dihasilkan melibatkan unsur warna.
                                                                  F <-> CWarna yang dipaksakan
                                                                  F/CWarna digunakan hanya sebagai penanda suatu area/bagian.
                                                                  AkromatikFC'C'FC'Respon yang dihasilkan melibatkan warna dengan derajat hitam – putih.

                                                                  Content/ isi

                                                                  Ada begitu banyak klasifikasi content dari respon terhadap blot Rorschach dimana skoring untuk content bisa menjadi sangat kompleks. Kategori content antara lain:


                                                                  Skor
                                                                  Penjelasan

                                                                  H
                                                                  (Human Figures)
                                                                  Respon menjelaskan sebagai manusia untuk seluruh gambar atau hampir seluruh gambar.

                                                                  (H)
                                                                  Bentuk manusia dalam lukisan, patung, karikatur dan sebagainya. Atau bentuk-bentuk mitologis seperti hantu, monster. Simbol (H) digunakan untuk mengindikasikan bahwa bentuk manusia di sini tidak terlalu erat dengan realitas; jauh dari realitas.

                                                                  Hd
                                                                  Bagian anggota tubuh dari manusia, sepreti tangan, kaki, kepala, dan lainnya.

                                                                  (Hd)
                                                                  Bagian dari manusia dalam lukisan, patung, karikatur dan sebagainya; atau bagian dari bentuk-bentuk mitologis manusia.

                                                                  AH
                                                                  Bentuk-bentuk dimana sebagian berupa manusia dan sebagian berupa hewan.

                                                                  Hobj
                                                                  Objek-objek yang sangat erat hubungannya dengan manusia, misalnya gigi palsu.

                                                                  At
                                                                  Konsep-konsep yang berhubungan dengan anatomi manusia, kecuali organ-organ seks.

                                                                  Seks
                                                                  Organ-organ seksual atau aktivitas seksual, konsep-konsep anatomi (seperti panggul atau bagian bawah tubuh) yang berhubungan dengan fungsi seksual.

                                                                  A
                                                                  (animal figure)
                                                                  Respon adalah binatang untuk seluruh gambar atau hampir seluruh gambar

                                                                  Ad
                                                                  Bagian-bagian tubuh hewan.

                                                                  (A)
                                                                  Hewan-hewan mitologis, monster dengan sifat-sifat hewan, bentuk-bentuk hewan dalam karikatur, lukisan, dll. Simbol (A) umumnya digunakan jika animal figur jauh dari realitas atau dimanusiakan.

                                                                  Ad
                                                                  Bagian dari hewan yang jauh dari realitas atau yang dimanusiakan.

                                                                  Aobj
                                                                  Objek-objek yang didapat dari, atau yang berhubungan dengan tubuh hewan. Objek-objek ini mempunyai fungsi dekoratif ataupun praktis, atau dalam tahap persiapan untuk dapat berfungsi demikian.

                                                                  Food
                                                                  Bagian-bagian hewan, buah-buahan atau sayuran yang dimakan (digolongkan sebagai food, bukan sebagai Aobj atau Plants/Pl).

                                                                  Nat
                                                                  (Nature concept)
                                                                  Termasuk pemandangan alam, sungai, danau, matahari terbenam, jika semua ini merupakan bagian dari pemandangan.

                                                                  Geo
                                                                  (geo. concept)
                                                                  Termasuk peta dan konsep-konsep seperti pulau, danau dan sungai. Tidak terlihat dalam vista atau bagian dari pemandangan.

                                                                  Pl
                                                                  (Plants)
                                                                  Macam-macam tanaman, atau bagian-bagian dari tanaman

                                                                  Bot 
                                                                  (Botany)
                                                                  Tanaman atau bagian-bagian dari tanaman yang dilihat sebagai contoh-contoh botani, misalnya sebagai botanical display atau botanical chart.

                                                                  Obj
                                                                  (object)
                                                                  : semua objek yang dibuat manusia kecuali patung manusia yang diskor (H) atau patung hewan (A).

                                                                  Arch
                                                                  konsep arsitektural.

                                                                  Art
                                                                  konsep-konsep seperti desain lukisan, gambar-gambar, dimana yang dilukis tidak mempunyai isi khusus

                                                                  Abs
                                                                  konsep-konsep abstrak yang tidak mempunyai isi khusus.

                                                                  Populer – Original

                                                                  Selain dari lokasi, determinan dan isi, jawaban yang diberikan subjek dapat pula kita nilai berdasarkan: popular atau tidaknya jawaban, serta originalitas jawaban yang diberikan.

                                                                  Populer

                                                                  Suatu jawaban diklasifikasikan sebagai popular jika jawaban tersebut sering diberikan untuk suatu daerah blot tertentu. Tetapi sampai sekarang ini belum ada kesesuaian paham para ahli mengenai berapa seringnya suatu respon harus muncul untuk dapat dikatakan sebagai popular. Rorschach sendiri menganjurkan dan paling sedikit satu di antara tiga protocol jawaban yang bersangkutan muncul.

                                                                  Ahli-ahli lain berpendapat dalam paling sedikit satu di antara enam protocol jawaban yang bersangkutan harus muncul. Klopfer dan Kelley setelah menentukan syarat-syarat tertentu membuat daftar jawaban populer untuk masing-masing kartu.

                                                                  Menurut Klopfer (1960) dalam system scoring ini hanya ada 10 respon yang diskor sebagai populer. Berikut merupakan daftar dari skor popular dari tiap kartu:

                                                                  Kartu
                                                                  Penjelasan
                                                                  Kartu I
                                                                  Pada keseluruhan/W atau cut off Whole:
                                                                  Makhluk apapun dengan tubuh berada di bagian tengan D dan sayap di sampingnya. Konsep kelelawar atau kupu-kupu biasa digunakan untuk lokasi ini.
                                                                  Kartu II
                                                                  Pada area hitam yang bukan keseluruhan, dengan atau tanpa bagian tengah atas d, atau D4):
                                                                  Bagian hewan apa saja dari jenis anjing, kelinci, beruang, banteng atau badak.
                                                                  Kartu III
                                                                  -          Keseluruhan area hitam kartu
                                                                  Dua figur manusia dalam posisi membungkuk
                                                                  -          Bagian warna merah ditengah (D1)
                                                                  Dasi kupu, pita, atau kupu-kupu
                                                                  Kartu V
                                                                  Keseluruhan area warna hitam kartu (W, W cut off):
                                                                  Segala makhluk dengan badan ditengah dan sayap disampingnya. Konsep yang sama dalam posisi kartu terbalik.
                                                                  Kartu VI
                                                                  Dengan atau tanpa area atas (D)
                                                                  Kulit binatang. Penggunaan shading untuk kelembutan bulu atau sebagai tanda sebagai kulit binatang penting untuk muncul sebagai respon.
                                                                  Kartu VIII
                                                                  Area samping D
                                                                  Binatang berkaki empat dalam berbagai macam gerakan. Apabila respon muncul secara tidak akurat seperti burung atau ikan, skor akan diberikan apabila ada kecenderungan yang mengarah ke P. 
                                                                  Kartu X
                                                                  -          Bagian luar biru (D): apapun terkait dengan binatang berkaki banyak.
                                                                  -          Bagian bawah hijau-gelap (D2): apapun yang terkait dengan binatang bertubuh panjang berwarna hijau
                                                                  -          Bagian hijau-terang (D7): kepala binatang yang bertelinga panjang.

                                                                  Original

                                                                  Suatu jawaban yang diklasifikasikan sebagai original jika jawaban yang bersangkutan jarang diasosiasikan dengan suatu daerah blot tertentu. jika di antara 100 protokol tidak terdapat lebih dari satu jawaban tertentu untuk suatu daerah blot tertentu, dapat dikatakan bahwa jawaban tersebut original. Sukar menentukan original atau tidaknya suatu jawaban. Tetapi sebagai acuan, dapat dilihat dari hal-hal berikut.
                                                                  • 1 diantara 100 protokol yang diperiksa, tidak lebih dari 1x jawaban yang bersangkutan muncul. 
                                                                  • Tidak pernah ditemukan dalam literatur yang pernah dibaca. 

                                                                  skor O ini tidak hanya diberikan pada konsep-konsep yang unik saja, tetapi juga jika dasar konsep subjek adalah populer atau sering diberikan, tetapi diberi tambahan atau elaborasi sedemikian rupa sehingga menjadi unik.

                                                                  Sejalan dengan sifat originalitas, maka kita dapat memberikan skor O+ atau O- terhadap suatu konsep. Skor O- kita berikan jika konsep tersebut merupakan hasil dari cara melihat realitas dengan aneh, atau mengalami distorsi.

                                                                  SKORING FLR (FORM LEVEL RATING)

                                                                  Dasar penyekoran FLR, yaitu:
                                                                  • Ketepatan (akurasi) 
                                                                  • Kekhususan (spesifikasi) 
                                                                  • Pengorganisasian (organisasi) 

                                                                  Basal Rating dalam FLR
                                                                  • Basal rating +1,0 : didahului F / dan populer 
                                                                  • Basal rating +1,5 : lebih akurat dan definite
                                                                    Figure manusia
                                                                    Profil manusia : dahi, hidung, mulut dan dagu
                                                                    Binatang spesifik : ayam ras Bali 
                                                                  • Basal rating +0,5 : F – nya di belakang 
                                                                  • Basal rating 0,0 : tanpa F 
                                                                  • Basal rating -1,0 : tidak akurat 
                                                                  • Basal rating -1,5 : konfabulasi (menggeneralisasikan detail sebagai keseluruhan) 
                                                                  • Basal rating -2,0 : perseverasi (seenaknya saja, tidak lepas dari konsep pertama) & kontaminasi 


                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Klopfer, B. Davidson, H. 1962. The Rorschach Tehcnique, An Introductory Manual. New York:Burlingame 
                                                                  • Allen, R.M. 1968. Student’s Rorschach Manual. International Unievrsity Press 
                                                                  • Bebagai sumber dari internet 

                                                                  Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM Menurut Para Ahli

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM Menurut Para Ahli - Peningkatan mutu (kualitas) dan produktivitas tenaga kerja (individu) merupakan bagian integral dari pengembangan manajemen sumber daya manusia (SDM). sebuah organisasi. Penerapan manajemen SDM dalam industri – organisasi diharapkan dapat mencapai keunggulan bersaing dalam pasar global. Daya saing (competitiveness) dimaksudkan sebagai kemampuan organisasi untuk mempertahankan dan memperoleh pangsa pasar di dalam industrinya (Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright, 2010).

                                                                  Salah satu upaya strategis dalam manajemen SDM adalah mengembangkan konsep pelatihan dan pengembangan secara aplikatif dengan menekankan pentingnya pelatihan dan pengembangan strategis untuk memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi.

                                                                  Perlu semakin dipahami oleh pihak-pihak terkait baik stakeholder maupun shareholder bahwa ada hubungan langsung dan tidak langsung antara pelatihan dan pengembangan dengan strategi dan sasaran bisnis. Pelatihan dan pengembangan dapat membantu individu pekerja dalam mengembangkan berbagai pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sikap-sikap positif yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaannya yang secara langsung akan memengaruhi bisnis. Upaya proaktif memberikan berbagai kesempatan dan tantangan kepada para individu pekerja untuk belajar dan berkembang dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kondusif yang mendukung strategi bisnis dengan menarik tenaga kerja berbakat serta memotivasi dan mempertahankan tenaga kerja potensial yang ada pada saat ini.

                                                                  Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM Menurut Para Ahli_
                                                                  image source: carbonmasters.co.uk

                                                                  Mengapa para pelaku bisnis kerap meyebutkan dan meyakini bahwa investasi pada pelatihan dan pengembangan dapat membantu individu dan organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing. Berbagai literasi mengenai manajemen SDM mengungkapkan bahwa pelatihan dan pengembangan dapat:
                                                                  1. Meningkatkan pengetahuan para tenaga kerja tentang para pesaing dan budaya asing yang sangat penting untuk keberhasilan di pasar-pasar luar negeri,
                                                                  2. Membantu memastikan bahwa para tenaga kerja memiliki keterampilan-keterampilan dasar dan lanjut untuk bekerja dengan teknologi yang baru, seperti robot dan proses-proses manufaktur berbantuan komputer,
                                                                  3. Membantu para tenaga kerja dalam memahami cara bekerja secara efektif dan efisien di dalam tim agar dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas produk dan pelayanan (service execelent),
                                                                  4. Memastikan bahwa budaya perusahaan menekankan pada inovasi, kreativitas, dan pembelajaran (‘strategi samudera biru’).
                                                                  5. Menjamin keamanan pekerjaan dengan menyediakan cara-cara yang baru bagi para tenaga kerja untuk memberikan kontribusi pada organisasi ketika pekerjaan dan kepentingannya berubah menjadi using,
                                                                  6. Mempersiapkan para tenaga kerja untuk menerima dan bekerja lebih efektif dan efisien satu sama lain,
                                                                  7. Mengembangkan sikap dan perilaku positif dan meradiasi ke seluruh unit kerja dan organisasi.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press 
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Pelatihan Strategis dan Proses Pengembangan SDM Menurut Ahli

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Pelatihan Strategis dan Proses Pengembangan SDM Menurut Ahli - Konsep mengenai pelatihan strategis dan proses pengembangan dapat membantu industri – organisasi mencapai keunggulan bersaing dan cara manajemen memberikan kontrinusi terhadap upaya peningkatan hasil yang tinggi pada ‘human capital’ dan organisasi pembelajar.

                                                                  Secara umum, pelatihan (training) mengacu pada upaya yang direncanakan oleh suatu organisasi untuk mempermudah proses pembelajaran para tenaga kerja tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi: pengetahiuan, keterampilan, kemampuan, dan perilaku yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja individu dan organisasi.

                                                                  Pelatihan strategis dan proses pengembangan dalam upaya mencapai keunggulan bersaing harus melibatkan lebih dari sekedar pengembangan keterampilan dasar, melainkan bergerak dari fokus utama pada pengajaran berbagai keterampilan tertentu pada fokus yang lebih luas, yaitu menciptakan dan berbagi pengetahuan. Pergeseran fokus ini mendorong para pemimpin dan manajer organisasi menggunakan pelatihan dan pengembangan secara luas sebagai cara keatif dan intuitif menciptakan modal intelektual.

                                                                  Pelatihan Strategis dan Proses Pengembangan SDM Menurut Ahli_
                                                                  image source: hr.blr.com
                                                                  baca juga: Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM Menurut Para Ahli

                                                                  Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright (2010), modal intelektual dalam hal ini mencakup: berbagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan seseorang, keterampilan – keterampilan yang canggih, seperti cara menggunakan teknologi untuk berbagai informasi dengan para tenaga kerja yang lain, pemahaman tentang pelanggan, sistem manufaktur, dan kreativitas untuk memotivasi diri dan orang lain. Konsekuensinya para tenaga kerja yang dilatih harus berbagi pengetahuan dan keterampilan serta menggunakannya secara kreatif untuk mengubah produk/jasa, melayani pelanggan, dan memahami sistem pengembangan produk atau jasa.

                                                                  Pelatihan strategis dapat disebut sebagai pelatihan peningkatan hasil yang tingg (high leverage training), dihubungkan dengan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan bisnis strategis dengan menggunakan proses perancangan pembelajaran agar dapat memastikan bahwa pelatihan yang sedang berlangsung efektif dan berdampak efektif pula, serta melakukan upaya benchmarking untuk membandingkan atau alih daya program-program pelatihan organisasi terhadap program-program pelatihan di organisasi – organisasi lain.

                                                                  Aplikasi high leverage training membantu terciptanya kondisi pekerjaan yang mendorong pembelajaran secara terus-menerus. Pembelajaran secara terus-menerus (continuous learning) mensyaratkan para tenaga kerja untuk memahami seluruh proses pekerjan/sistem pekerjaan, dan mengharapkannya untuk memperoleh keterampilan-keterampilan yang baru, menerapkannya ke dalam pekerjaan serta berbagi hal-hal yang telah mereka pelajari dengan individu-individu tenaga kerja lainnya. Pendekatan high leverage training senantiasa menghubungkan pelatihan dengan peningkatan kinerja dan strategi bisnis. Pelatihan digunakan untuk meningkatkan kinerja individu tenaga kerja yang mengarah pada peningkatan hasil-hasil bisnis. Ini berarti bahwa pelatihan yang diselenggarakan merupakan investasi yang sangat berharga bagi organisasi. Demikain halnya dengan para peserta yang dilatih (mendapatkan pembelajaran) menjadi asset yang sangat berharga bagi organisasi.

                                                                  Pendekatan high leverage training dalam implementasinya lebih menekankan pada hal-hal berikut:
                                                                  1. Menyediakan berbagai peluang pendidikan bagi seluruh tenaga kerja, mencakup program-program pelatihan di dalam dan di luar organisasi, self-learning, dan pembelajaran melalui rotasi pekerjaan
                                                                  2. Proses peningkatan kinerja berkelanjutan,
                                                                  3. Kebutuhan untuk memvisualisasikan berbagai manfaat pelatihan
                                                                  4. Pembelajaran merupakan peristiwa yang berlangsung seumur hidup
                                                                  5. Pelatihan digunakan untuk tujuan-tujuan bisnis strategis yang membantu organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing. 

                                                                  Gambar berikut ini menunjukkan secara ringkas mengenai pelatihan strategis dan proses pengembangan.

                                                                  Gambar 1. Pelatihan Strategis dan Proses Pengembangan (Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright, 2010).

                                                                  Penerapan pelatihan strategis dan proses pengembangan dapat dilihat di IBM. IBM merupakan perusahaan yang didirikan kembali tahun 2002. Strategi perusahaan yang baru adalah membentuk kembali tenaga kerja yang lebih baik sehingga mampu memenuhi berbagai kebutuhan dan harapan para pelanggan. Kesetiaan kepada para pelanggan merupakan dasar inti dari strategi bisnisnya. “Pembelajaran berdasarkan kebutuhan“ seperti yang disebutkan IBM menuntut agar tim-tim pembelajaran bertanggungjawab merancang program agar dapat memahami pekerjaan tertentu yang dilakukan oleh para karyawan pada peran-peran yang berbeda. IBM telah mendefinisikan lebih dari 500 peran tertentu di dalam perusahaan dan keahlian yang dibutuhkan pada setia peran. Tim pembelajaran merancang peluang-peluang pembelajaran ke dalam pekerjaan itu sendiri, yaitu konsep yang dikenal sebagai “pembelajaran disesuaikan dengan pekerjaan”.

                                                                  Para manajer pelatihan dan pengembangan menjelaskan peran manajer dalam mengidentifikasi berbagai kebutuhan pelatihan dan mendukung pelatihan di tempat kerja. Manajer pelatihan dalam pendekatan ini tidak lagi fokus hanya pada aspek keterampilan kerja, melainkan fokus pada pembelajaran serta menciptakan, mengembangkan, dan berbagi pengetahuan.


                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia 
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press 
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Definisi Pelatihan, Pengembangan, Pembelajaran, dan Pendidikan

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Definisi Pelatihan, Pengembangan, Pembelajaran, dan Pendidikan - Pelatihan dan pengembangan dapat dianggap sebagai fungsi dari batas system dan subsistem. Para tenaga kerja dilatih dan dikembangkan agar memperlihatkan perilaku sesuai dengan yang dituntut oleh organisasi. Berikut adalah pengertian pelatihan, pengembangan, pembelajaran, dan pendidikan menurut para ahli.

                                                                  1. Pelatihan

                                                                  a. Sikula (dalam Munandar, 2005)
                                                                  Pelatihan merupakan proses pendidikan dan pembelajaran jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu..

                                                                  b. Mondy (2008)
                                                                  Pelatihan sebagai aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk sebuah pekerjaan.

                                                                  c. Noe (2010) :
                                                                  Pelatihan adalah upaya yang direncanakan untuk mempermudah pembelajaran para karyawan tentang pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

                                                                  d. Islahulben (2013)
                                                                  Pelatihan merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mengubah sikap, pengetahuan, keterampilan, perilaku melalui pengalaman belajar untuk mencapai kinerja yang efektif dalam berbagaikegiatan atau kegiatan tertentu.

                                                                  e. Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003)
                                                                  Training is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge, skills, and behavior by employee”. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.

                                                                  f. Gomes (2003).
                                                                  Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya

                                                                  g. Robbins (2001)
                                                                  Training meant formal training that’s planned in advanced and has a structured format”. Ini menunjukkan bahwa pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal yang direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang terstruktur.

                                                                  h. Bernardin dan Russell (1998:172)
                                                                  Training is defined as any attempt to improve employee performance on a currently held job or one related to it. This usually means changes in spesific knowledges, skills, attitudes, or behaviors. To be effective, training should involve a learning experience, be a planned organizational activity, and be designed in response to identified needs”. Pelatihan didefinisikan sebagai berbagai usaha pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada pekerjaan yang dipikulnya atau juga sesuatu berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini biasanya berarti melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar pelatihan menjadi efektif maka di dalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaraan atas pengalaman-pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang direncanakan dan dirancang didalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang teridentifikasi.

                                                                  Definisi Pelatihan, Pengembangan, Pembelajaran, dan Pendidikan_
                                                                  image source: www.sensescotland.org.uk
                                                                  baca juga: Pelatihan Strategis dan Proses Pengembangan SDM Menurut Ahli

                                                                  i. Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001)
                                                                  “Training is usually conducted when employees have a skill deficit or when an organization changes a system and employees need to learn new skill”. Ini berarti bahwa pelatihan biasanya dilaksanakan pada saat para pekerja memiliki keahlian yang kurang atau pada saat suatu organisasi mengubah suatu system dan para perlu belajar tentang keahlian baru.

                                                                  j. DeCenzo dan Robin (1999:227)
                                                                  “Training is a learning experience in that it seeks a relatively permanent change in an individual that will improve the ability to perform on the job”. Ini berarti bahwa pelatihan adalah suatu pengalaman pembelajaran didalam mencari perubahan permanen secara relatif pada suatu individu yang akan memperbaiki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya itu

                                                                  k. Never Ending Transfusing - Application Training (NET-at)
                                                                  Pelatihan adalah kegiatan belajar dan praktek untuk sesuatu tujuan baik, dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus untuk meningkatkan kemampuan (continuously and never end) manusia, dan fitrahnya.

                                                                  Pengertian pelatihan yang dikemukakan oleh para ahli di atas sering dijadikan acuan dalam riset-riset manajemen sumberdaya manusia, psikologi industri, dan administrasi. Definisi-definisi para ahli tersebut dapat dengan lengkap mendeskripsikan mengenai arti dan tujuan pelatihan.

                                                                  Secara umum pelatihan sering digunakan untuk merujuk pada satu atau lebih kegiatan pemberian materi, diskusi, praktik, monitoring, dan evaluasi tentang aktivitas spesifik dan partisipan tertentu untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, keterampilan, kemampuan, sikap dan perilaku peserta.

                                                                  2. Pengembangan

                                                                  a. Sikula (dalam Munandar, 2005)
                                                                  Pengembangan merupakan proses pendidikan dan pembelajaran jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.

                                                                  b. Mondy (2008)
                                                                  Pengembangan sebagai pembelajaran yang melampaui pekerjaan saat ini dan memiliki focus lebih jangka panjang.

                                                                  c. Noe (2010)
                                                                  Pengembangan adalah perolehan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang meningkatkan kemampuan para karyawan untuk memenuhi perubahan persyaratan pekerjaan serta tuntutan klien dan pelanggan.

                                                                  d. Islahulben (2013)
                                                                  Pengembangan merupakan peningkatan dan pertumbuhan secara umum akan keterampilan dan kemampuan individu melalui pembelajaran sadar dan bawah sadar.

                                                                  e. Secara umum pengembangan sering digunakan untuk merujuk pada satu atau lebih kegiatan memperkuat dan memperkaya sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

                                                                  Dalamkaitannya dengan pelatihan, pengembangan merupakan kegiatan lanjutan dari pelatihan sebelumnya dan dapat dilaksanakan dengan baik dengan evaluasi dan tindak lanjut.

                                                                  3. Pendidikan

                                                                  Proses dan kegiatan yang bertujuan untuk memungkinkan seseorang untuk mengasimilasi dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan pemahaman yang tidak hanya terkait dengan bidang atau aktivitas yang sempit tetapi memungkinkan berbagai hal yang harus didefinisikan, dianalisis, dan dipecahkan (Islahulben,2013).

                                                                  Proses dan metode pendidikan lebih bersifat terstruktur, sistematis, memiliki pola tertentu, dilakukannya analisis, dan mengarah pada hasil yang terukur (dapat diukur). Pendidikan lebih kepada penanaman konsep, penambahan pengetahuan secara keseluruhan, mempunyai kurikulum terstandarisasi, jelas, dan lebih bersifat fomal, dibandingkan dengan pelatihan.

                                                                  4. Pembelajaran

                                                                  Proses perubahan yang relatif permanen dan berlangsung seumur hidup dimana perubahan dalam sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan terjadi sebagai akibat dari pengalaman sebelumnya. Atau sebuah proses yang memungkinkan individu memperoleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang baru.

                                                                  Pada dasarnya semua bentuk pelatihan, pengembangan, dan pendidikan merupakan proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dilakukan tanpa mengenal tempat, waktu, guru, insstruktur, atau mentor bahkan kurikulum sekalipun. Obyek apapun yang ada di sekitar kita dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran, dan subyek dan pengalaman apapun dapat dijadikan sebagai guru. Dalam praktiknya, sering kita menggunakan istilah “learning by doing” (belajar sambil melakukan. Itulah proses pembelajaran yang sesungguhnya.

                                                                  Sebenarnya batas antara pelatihan dan pengembangan kadang-kadang menjadi ‘kurang jelas’. Ada yang menggunakan istilah pelatihan khusus untuk tenaga kerja nonmanajerial, sedangkan istilah pengembangan hanya untuk tenaga manajerial. Ada yang menggunakan istilah pelatihan untuk proses pembelajaran-pengajaran (teaching-learning process) jika yang harus diajarkan suatu keterampilan khusus, sebaliknya jika yang diajarkan suatu pengetahuan konseptual suatu keahlian, proses pembelajaran-pengajaran ini dinamakan pengembangan. Dalam praktiknya, baik dalam pelatihan maupun pengembangan ada kecenderungan tidak seperti penjelasan di atas. Pelatihan sering juga diberikan kepada tenaga manajerial, sebaliknya dalam pengembangan diberikan bahan-bahan terkait dengan keterampilan dan pemahaman praktis. Untuk mengatasi pengertian yang kurang tegas dalam memahami perbedaan antara pelatihan dan pengembangan, sebaiknya digunakan sebuah kecenderungan dari masing-masing konsep dimaksud.

                                                                  Sekian artikel tentang Definisi Pelatihan, Pengembangan, Pembelajaran, dan Pendidikan.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Dasar, Tujuan, dan Benefit Pelatihan dan Pengembangan SDM

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Dasar, Tujuan, dan Benefit Pelatihan dan Pengembangan SDM - Artikel ini akan membahas tentang pemahaman dasar pengembangan diri, pelatihan, pengembangan, tujuan pelatihan, tujuan pengembangan, benefit pelatihan dan pengembangan. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami konsep dan praktik pengembangan diri, definisi pelatihan dan pengembangan, perbedaaan pelatihan dan pengembangan, tujuan dan benefit pelatihan dan pengembangan.
                                                                  1. Dasar Pelatihan

                                                                  Sebelum melaksanakan pelatihan dan pengembangan, penting artinya dilakukan penilaian sebagai dasar apakah pelatihan dan pengembangan memang diperlukan sebagai upaya mencapai tujuan organisasi.

                                                                  Pertanyaan pokok yang perlu dipertimbangkan sebagai dasar pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut:
                                                                  • Apakah pelatihan dan atau pengembangan akan membantu peningkatan kinerja individu dan organisasi pada saat ini ke level yang diinginkan ? (menanggulangi masalah kinerja)
                                                                  • Apakah pelatihan dan atau pengembangan akan memungkinkan para individu melaksanakan pekerjaannya dengan baik dalam pekerjaan atau jabatan tertentu? (terkait dengan orientasi, rotasi, atau promosi)
                                                                  • Apakah pelatihan dn atau pengembangan akan membantu individu terlibat aktif dalam organisasi yang belajar (learning organization) ?
                                                                  • Apakah pelatihan dan atau pengembangan akan membantu peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of work life) ?

                                                                  Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut akan berpengaruh pada desain, pelaksanaan, pengembangan, monitoring, dan evaluasi program pelatihan dan pengembangan.

                                                                  Dasar, Tujuan, dan Benefit Pelatihan dan Pengembangan SDM_
                                                                  image source: management-forum.co.uk
                                                                  baca juga: Definisi Pelatihan, Pengembangan, Pembelajaran, dan Pendidikan

                                                                  2. Tujuan Pelatihan dan Pengembangan (Sikula, dalam Munandar, 2001)

                                                                  a. Meningkatkan Produktivitas
                                                                  Pelatihan dan pengembangan diberikan kepada tenaga kerja baru dan lama untuk meningkatkan prestasi kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas.

                                                                  b. Meningkatkan Mutu
                                                                  Pelatihan dan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan mutu dari keluaran.

                                                                  c. Meningkatkan Ketepatan dalam Perencanaan SDM
                                                                  Pelatihan dan pengembangan yang tepat dapat membantu perusahaan untuk memenuhi keperluannya akan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu di masa yang akan datang.

                                                                  d. Meningkatkan Semangat Kerja
                                                                  Iklim dan suasana organisasi pada umumnya menjadi lebih baik jika perusahaan mempunyai program pelatihan yang tepat. Suatu rangkaian reaksi positi dapat dihasilkan dari program pelatihan perusahaan yang direncanakan dengan baik.

                                                                  e. Menarik dan Menahan Tenaga Kerja yang Baik
                                                                  Program pelatihan dan pengembangan membantu perusahaan dapat menarik tenaga kerja yang baik, dan juga dapat mempertahankan tenaga kerja yang baik.

                                                                  f. Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja
                                                                  Pelatihan yang tepat dapat membantu menghindari timbulnya kecelakaan di perusahaan dan dapat menimbulkan lingkungan kerja yang lebih aman dan sikap mental yang lebih stabil.

                                                                  g. Menghindari Keusangan
                                                                  Pelatihan dan pengembangan diperlukan secara terus-menerus supaya para tenaga kerja dapat mengikuti perkembangan dan perubahan organisasi.

                                                                  h. Menunjang Pertumbuhan Pribadi
                                                                  Pelatihan dan pengembangan tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga menguntungkan tenaga kerja sendiri.

                                                                  3. Benefit Pelatihan dan Pengembangan

                                                                  a. Untuk Organisasi :

                                                                  • Strategi Organisasi
                                                                  • Efektivitas Organisasi
                                                                  • Retensi dan Rekrutmen Karyawan


                                                                  b. Untuk Individu (Karyawan) :

                                                                  • Benefit Intrinsik
                                                                  • Benefit Ekstrinsik


                                                                  c. Untuk Masyarakat (Sosial)

                                                                  • Masyarakat yang Terdidik
                                                                  • Standar Hidup


                                                                  4. Manfaaat Pelatihan

                                                                  The goal of training is for employees to master knowledge, skills, and behaviors emphasized in training programs and to apply them to their day-to-day activities”. Hal ini berarti bahwa tujuan pelatihan adalah agar para pegawai dapat menguasai pengetahuan, keahlian dan perilaku yang ditekankan dalam program-program pelatihan dan untuk diterapkan dalam aktivitas sehari-hari para karyawan. Pelatihan juga mempunyai pengaruh yang besar bagi pengembangan perusahaan.

                                                                  Beberapa manfaat pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan yang dikemukakan oleh Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2003), yaitu:

                                                                  • Meningkatkan pengetahuan para karyawan atas budaya dan para pesaing luar
                                                                  • Membantu para karyawan yang mempunyai keahlian untuk bekerja dengan teknologi baru
                                                                  • Membantu para karyawan untuk memahami bagaimana bekerja secara efektif dalam tim untuk menghasilkan jasa dan produk yang berkualitas
                                                                  • Memastikan bahwa budaya perusahaan menekankan pada inovasi, kreativitas dan pembelajaran
                                                                  • Menjamin keselamatan dengan memberikan cara-cara baru bagi para karyawan untuk memberikan kontribusi bagi perusahaan pada saat pekerjaan dan kepentingan mereka berubah atau pada saat keahlian mereka menjadi absolut,
                                                                  • Mempersiapkan para karyawan untuk dapat menerima dan bekerja secara lebih efektif satu sama lainnya, terutama dengan kaum minoritas dan para wanita


                                                                  Pertanyaan Pokok dalam Pelatihan :

                                                                  1. Apakah pelatihan akan membantu peningkatan kinerja individu dan organisasi pada saat ini ke level yang diinginkan ? (menanggulangi masalah kinerja)
                                                                  2. Apakah pelatihan akan memungkinkan para individu melaksanakan pekerjaannya dengan baik dalam pekerjaan atau jabatan tertentu ? (terkait dengan orientasi, rotasi, atau promosi)
                                                                  3. Apakah pelatihan akan membantu individu terlibat aktif dalam organisasi pembelajaran ?


                                                                  Tujuan pengembangan adalah :
                                                                  Menganalisis posisi individu dalam organisasi untuk mendapatkan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan yang dijadikan dasar menyusun rencana pengembangan ke depan.

                                                                  Pengembangan menyangkut hal-hal berikut :

                                                                  1. Pengembangan kehidupan pribadi
                                                                  Bidang layanan yang membantu peserta didik (pembelajar) dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

                                                                  2. Pengembangan kehidupan sosial
                                                                  Bidang layanan yang membantu peserta didik (pembelajar) dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

                                                                  3. Pengembangan kemampuan belajar
                                                                  Bidang layanan yang membantu peserta didik (pembelajar) mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan formal dan belajar secara mandiri.

                                                                  4. Pengembangan karir
                                                                  Bidang layanan yang membantu peserta didik (pembelajar) dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

                                                                  Sekian artikel tentang Dasar, Tujuan, dan Benefit Pelatihan dan Pengembangan SDM.

                                                                  Daftar Pustaka

                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Pengertian dan Dampak Organisasi Pembelajaran Menurut Ahli

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Pengertian dan Dampak Organisasi Pembelajaran Menurut Ahli - Membahas tentang definisi organisasi pembelajaran, dampak organisasi pembelajaran, organisasi pembelajaran sebagai jaringan pembelajaran dinamis, siklus pembelajaran, langkah-langkah membangun organisasi pembelajaran, teori-teori motivasi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami definisi organisasi pembelajaran dan dampak organisasi pembelajaran.

                                                                  Senge (2006) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai berikut:
                                                                  “Organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning how to learn together.”

                                                                  Pengertian dan Dampak Organisasi Pembelajaran Menurut Ahli_
                                                                  image source: www.pinterest.com
                                                                  baca juga: Organisasi Pembelajaran sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis

                                                                  Senge (2006) memeperkenalkan lima disiplin untuk menjadi the Learning Organization, yaitu :

                                                                  1. Berpikir Sistem (System Thinking) :
                                                                  berpikir dalam keseluruhan untuk dapat melihat pola-pola yang berulang untuk dicermati kalau perlu diwaspadai;

                                                                  2. Kepiawaian Pribadi (Personal Mastery):
                                                                  mengembangkan kompetensi, kemajuan spiritual, dan kreatif-untuk dapat melihat realitas secara jernih;

                                                                  3. Model Mental (Mental Model):
                                                                  pengembangan model mental yang mengutamakan nilai dan prinsip-prinsip;

                                                                  4. Visi Bersama (Shared Vision):
                                                                  membagi visi di antara seluruh warga organisasi, dimana visi organisasi akhirnya menjadi personal vision dari setiap warganya; dan

                                                                  5. Pembelajaran Tim (Team Learning):
                                                                  disiplin yang dibangun di dalam tim-tim pembelajaran dengan mengedepankan dua pola: dialog dan diskusi.

                                                                  Dampak Organisasi Pembelajaran

                                                                  Pada organisasi pembelajaran, organisasi belajar tidak hanya dari kegagalan, melainkan juga belajar dari keberhasilan masa lampau. (Bronner & Delaney, 1996). Danim (2005) mengemukakan organisasi yang belajar dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau untuk merangsang orang atau manusia pembelajar untuk mengerjakan pekerjaan atau tugas-tugas pembelajaran secara baik, kreatif, dan bermakna. Organisasi pembelajaran merupakan proses pengujian pengalaman secara terus - menerus dan pengubahan pengalaman itu menjadi pengetahuan yang dapat diakses oleh seluruh anggota organisasi dan relevan dengan tujuan utamanya. Organisasi pembelajaran menjelaskan lingkungan pembelajaran, pembelajaran potensi kerja dan lingkungan pembelajaran dalam konteks kerja (Poell, Dam, & Berg, 2004).

                                                                  Pada organisasi pembelajaran, ganjaran untuk berhasil adalah tinggi dan risiko-risiko kegagalan adalah rendah. Dengan demikian merangsang orang atau manusia pembelajar untuk melakukan tugas-tugas pembelajaran secara baik, kreatif, dan bermakna. Organisasi belajar hanya melalui individu-individu yang belajar atau individu organisasional yang menjadi pembelajar. Individu pembelajar harus diberdayakan dan memberdayakan diri untuk menjadi masteri, memiliki penguasaan secara tuntas atas kompetensi yang dibutuhkannya. Dengan demikian organisasi pembelajar memberikan nilai tambah tertentu bagi individu pembelajar, yang dapat dilihat dari perubahan kognisi, afeksi, dan konasi.

                                                                  Farago (dalam Munandar, 2003) mengemukakan bahwa organisasi pembelajaran mengarah pada: (1) upaya adaptif terhadap lingkungan eksternalnya, (2) secara terus-menerus menunjang kemampuan berubah, (3) mengembangkan pembelajaran individual dan kolektif, dan (4) menggunakan hasil pembelajarannya untuk mencapai hasil yang terbaik. Menurut Pedler (dalam Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang, (1) mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh, (2) memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan, (3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, (4) berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus.

                                                                  Keseluruhan dari hal yang dikemukakan oleh Farago (dalam Munandar, 2003) dan Pedler (dalam Dale, 2003) tersebut mengarah pada keinginan memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya dalam tujuan untuk memperbaiki prestasi kerja individu. Simamora (2009) menjelaskan bahwa organisasi pembelajaran bukan sekedar berdampak pada peningkatan kualitas produk dan jasa namun juga peningkatan lingkungan kerja yang lebih tanggap terhadap situasi, adaptif, inovatif dan efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi kerja.Organisasi, baik profit maupun non-profit terdiri dari kumpulan individu yang bekerjasama secara teratur dan terencana di bawah koordinasi seorang pemimpin untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti juga individu, organisasi pun belum tentu semuanya sebagai organisasi pembelajaran. Ada organisasi yang aktifitasnya hanya sebatas rutin saja. Sementara organisasi lain beraktifitas tidak sekedar berorientasi rutin tetapi juga pada pengembangan.

                                                                  Sekian artikel tentang Pengertian dan Dampak Organisasi Pembelajaran Menurut Ahli.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Organisasi Pembelajaran Sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Organisasi Pembelajaran Sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis - Jörg (2010) menegaskan ulang mengenai pentingnya mengkaji ulang organisasi pembelajaran dalam abad 21 sebagai abad kompleksitas. Organisasi pembelajaran dipandang sebagai jaringan pembelajaran dinamis (dynamic learning network), kompleksitas realitas self-generative, penguatan dan pembangkitan potensi diri sehingga berdampak positif bagi individu dan organisasi.

                                                                  Senge (dalam Mangkuprawira, 2009) mengemukakan bahwa organisasi pembelajaran merupakan: “The bottom line: any organization that has a culture and structure that promotes learning at all levels to enhance its capabilities to produce, adapt and shape its future”. Lebih jauh, Mangkuprawira (2009) menyatakan batasan itu bisa juga disetarakan sebagai prinsip dasar bagaimana suatu organisasi pembelajaran dapat dibentuk dan dikembangkan.

                                                                  Organisasi sebagai entitas juga memiliki kapasitas untuk belajar. Penelitian Ulrich dan Smallwood (dalam Mangkuprawira, 2009) terhadap organisasi pembelajaran menemukan empat gaya pembelajaran.Gaya yang dapat memengaruhi organisasi dalam mengembangkan gagasan-gagasan, meliputi eksperimen, kemahiran kompetensi, patok duga, dan perbaikan berkelanjutan. Lebih lanjut, Mangkuprawira (2009) mengemukakan bahwa dalam gaya pembelajaran berupa eksperimen, beberapa organisasi melakukan kegiatan pembelajaran dengan mencoba gagasan baru dan siap menerima hasil eksperimen berupa proses dan produk/jasa baru.

                                                                  Organisasi Pembelajaran Sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis_
                                                                  image source: www.pinterest.com
                                                                  baca juga: Pengertian dan Dampak Organisasi Pembelajaran Menurut Ahli

                                                                  Sumber utama pembelajaran adalah pengalaman langsung dari pelanggan dan individu sebagai pelaku bisnis. Tujuannya adalah mencapai prestasi pembelajaran organisasi yang unggul melalui eksperimen terkendali dari dalam dan luar organisasi. Gaya pembelajaran dalam bentuk kemahiran kompetensi sangat dibutuhkan apabila organisasi ingin terus maju. Beberapa organisasi mendorong para individu dan tim untuk mendapatkan kompetensi.

                                                                  Pembelajaran adalah aspek sangat penting dari strategi bisnis. Fokusnya pada pengalaman pihak lain dan eksplorasi sesuatu hal baru. Dengan menginvestasi sumber daya manusia dalam pelatihan dan pengembangan, organisasi menyediakan bahan terpilih dan konsep kepada para individu. Tujuannya adalah membantu para individu memperoleh pengetahuan relevan yang dapat mempercepat asimilasi pengetahuan baru dan menstimulasi mereka untuk mengembangkan ide, produk/jasa, dan proses inovatif. Selain dua gaya terdahulu, maka organisasi juga melakukan patok-duga (benchmarking). Dalam benchmarking, organisasi belajar dengan mengamati bagaimana organisasi lainnya beroperasi dan mencoba untuk mengadopsi dan menyesuaikan pengetahuan dalam organisasinya. Pembelajaran datang dari organisasi yang telah menunjukkan performa unggul atau mengembangkan praktik terbaiknya dalam proses yang spesifik.

                                                                  Gaya pembelajaran berikutnya adalah perbaikan berkelanjutan. Organisasi belajar dalam perbaikan secara teratur pada apa yang telah dikerjakan sebelumnya dan mengarahkan tiap langkah sebelum bergerak ke langkah baru dengan menekankan pada keterlibatan individu dan diorganisasikan untuk memecahkan masalah yang terdapat pada klien. Organisasi seperti ini mengandalkan pada pembelajaran melalui pengalaman langsung dan eksploitasi praktik yang ada.

                                                                  Bagaimana pemimpin organisasi memilih gaya pembelajarannya? Apakah semua gaya atau kombinasi yang akan diterapkan organisasi? Atau pilih salah satu yang dinilai terbaik sesuai dengan kondisi internal dan eksternal?. Misalnya, pemimpin organisasi dapat menilai mana dari empat gaya yang paling lazim diterapkan bagi tim. Kemudian dicari mana yang paling layak diterapkan. Dalam hal ini gaya eksperimen sebaiknya didukung oleh gaya kemahiran kompetensi. Namun gaya tersebut juga harus terkait dengan perbaikan berkelanjutan dan tidak mengabaikan gaya patok-duga. Selanjutnya dikenal sebagai gaya pembelajaran ganda dalam menemukan gagasan-gagasan baru tentang proses pengembangan manusia. Organisasi pembelajaran hanya tercipta melalui individu-individu yang belajar. Akan tetapi individu yang belajar tidak menjamin suatu institusi menjadi organisasi pembelajaran. Kalau gaya pembelajaran yang digunakan individu tersebut tidak sesuai dengan tim, maka individual learning justru bisa mengaburkan ”kesearahan” dan merusak kerjasama tim. Ada lima pilar yang mutlak ada untuk menjadi manusia pembelajar dalam individual learning, yaitu: (1) rasa ingin tahu, (2) optimisme, (3) keikhlasan, (4) konsistensi, dan (5) pandangan visioner (Danim, 2005).

                                                                  Menurut McGill, dalam Ismawan (2005), ada lima dimensi penting dari perilaku individu yang memungkinkan lancarnya praktik learning organization: (1) keterbukaan, individu harus membuka perspektif seluas-luasnya dan memiliki kesediaan untuk dikritik, demi perbaikan proses; (2) pola pemikiran sistemik, diperlukan agar semua anggota organisasi dapat melihat kaitan antara isu-isu, peristiwa, dan data sebagai kesatuan yang utuh; (3) kreativitas, bertumpu pada fleksibilitas individu dan kemauan mengambil risiko; (4) rasa yakin, memiliki self-aware secara aktif dan kemampuan memecahkan masalah secara proaktif; dan (5) empati, memiliki sense of ethics kuat dalam human relation. Ada dua model pembelajaran organisasional, yaitu model adaptif dan generatif (McGill, dalam Ismawan, 2005). Organisasi pembelajar dengan model adaptif memfokuskan diri hanya pada pemecahan masalah tanpa menguji kelayakan perilaku pembelajaran yang ada, sedangkan model generatif mendasarkan pada kontinuitas eksperimentasi dan umpan balik dalam pengujian yang terus-menerus dari cara-cara organisasi mengidentifikasi, mendefinisikan, dan memecahkan masalah (Ismawan, 2005). Lebih jauh, Ismawan (2005) mengemukakan dalam praktik, model pembelajaran adaptif berfokus pada perubahan incremental terhadap produk, pasar, layanan, dan teknologi yang sudah ada. Oleh karena itu organisasi pembelajar hanya dapat meneruskan kesuksesannya selama lingkungan persaingan relatif statis.

                                                                  Pada organisasi pembelajar model generatif, ada perbedaan berarti mengenai cara pandang terhadap bisnis secara keseluruhan dengan cara mendefinisikan ulang cara individu dan organisasi berbisnis, menghindari cara baku, dan aktif mencari terobosan baru. Organisasi pembelajar dengan model generatif tidak mempertanyakan hasil langsung dari proses pembelajaran, tetapi bertanya tentang bagaimana organisasi-individu belajar, dan bagaimana proses itu dapat disempurnakan.

                                                                  Bagaimana organisasi melakukan pembelajaran? Starkey (1996) menjelaskan organisasi pembelajaran merupakan metafor yang berakar dalam visi dan capaian strategi untuk mempromosikan pengembangan diri individu dalam organisasi yang transformatif. Moingeon dan Edmondson (1996) menekankan pentingnya pendekatan integratif dalam organisasi pembelajaran dengan memadukan pendekatan akademis dan praktis, dimana individu dan pengetahuan merupakan penentu daya saing organisasi. Pfeffer (1984) mengemukakan daya saing organisasi manajemen SDM yang efektif dan efisien memberi perhatian pada upaya pengembangan SDM, berbagi informasi, menciptakan tim kelola diri, pelatihan, pengembangan, dan pembelajaran.

                                                                  Dalam mengelola pembelajaran, rencana pembelajaran secara teliti dihubungkan dengan jaringan pembelajaran, diantaranya mentoring, belajar mandiri, ’learning by doing’, konsultasi, penugasan khusus, refleksi - aksi, instruksi, arahan-bimbingan, dan uji tugas. Teori jaringan pembelajaran yang dikembangkan Krogt (dalam Poell, Dam, & Berg, 2004) memberikan sebuah kerangka teoritis bagi pengorganisasian dalam berbagai rancangan pembelajaran individu pada tingkat kelompok dan organisasi. Hal penting dalam teori jaringan pembelajaran adalah ide bahwa pembelajaran yang mengarahkan diri individu dengan sejarah dan dinamika yang dialami individu menggambarkan tingkatan yang besar mengenai apa dan bagaimana hal yang diinginkan dan dapat dipelajari oleh banyak individu.

                                                                  Ada tiga kategori aktivitas pembelajaran (Poell, Dam, & Berg, 2004), yaitu: (1) pembelajaran setiap hari yang berasal dari partisipasi dalam aktivitas kerja yang dapat merubah terjadinya pembelajaran baru dalam lingkungan kerja, (2) pembelajaran ’self-directed’ (sering disebut manajemen diri), dilakukan oleh pembelajar sendiri tanpa intervensi dari para ahli, dan (3) pembelajaran ’pre-structured’, pembelajaran dengan menggunakan panduan atau pengembangan secara terbuka, yang dirancang dan diberikan pada para pembelajar oleh edukator ahli. Melalui pembelajaran, individu-individu menciptakan kembali dirinya, melakukan segala sesuatu yang tidak pernah dapat dilakukan, merasakan kembali dunia dan hubungan dengan dunia, dan memperluas kapasitas untuk menciptakan, menjadi bagian dari proses pembentukan kehidupan. Selanjutnya, organisasi pembelajaran merupakan suatu organisasi yang terus-menerus memperluas kapasitas menciptakan masa depan dengan memadukan proses pembelajaran adaptasi (bertahan hidup) dan pembelajaran generatif (pembangkitan) (Senge, 2006).

                                                                  Noer (2009) menjelaskan kunci sukses membangun budaya belajar dalam organisasi pembelajaran, yakni: (1) belajar harus menyenangkan dan membuat individu merasa terlibat (engaging), (2) media pembelajaran yang beragam untuk mengakomodir kebutuhan belajar yang berbeda-beda dari individu, (3) sumber-sumber untuk belajar tersedia dan mudah diakses oleh siapa saja, (4) komunikasikan kegiatan belajar dengan menarik dan “provokatif”, (5) pemimpin memberikan teladan dengan memfasilitasi sekaligus terlibat dalam kegiatan pembelajaran, (6) ciptakan kegiatan belajar sebagai cara kerja (ways of working) organisasi, (7) belajar harus menjadi kebutuhan dan tanggung jawab pribadi setiap individu untuk pengembangan diri seumur hidup. Dengan demikian dalam organisasi pembelajaran terjadi proses pemberian kesempatan kepada setiap individu untuk belajar secara bersinambung. Pembelajaran itu dimaksudkan untuk digunakan dalam mencapai perubahan positif bagi tujuan individu dan organisasi.

                                                                  Sekian artikel tentang Organisasi Pembelajaran Sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis.

                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Teori-Teori Motivasi Dalam Pelatihan Dan Pengembangan SDM

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Teori-Teori Motivasi Dalam Pelatihan Dan Pengembangan SDM - Membahas tentang tipe teori-teori motivasi dalam organisasi pembelajaran, motivasi pelatihan, dan model efektifitas pelatihan. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami teori-teori motivasi dalam organisasi pembelajaran, motivasi pelatihan, dan model efektifitas pelatihan.

                                                                  Motivation : “the degree of persistent effort that one directs toward a goal” (Saks & Haccoun, 2008)

                                                                  Diibedakan atas 2 (dua): 
                                                                  1. extrinsic motivation
                                                                  2. intrinsic motivation.

                                                                  Teori-Teori Motivasi Dalam Pelatihan Dan Pengembangan SDM_
                                                                  image source: www.pinterest.com
                                                                  baca juga: Organisasi Pembelajaran Sebagai Jaringan Pembelajaran Dinamis

                                                                  Beberapa teori motivasi :

                                                                  Teori Motivasi
                                                                  1. Teori Kebutuhan
                                                                    - Hirarki Kebutuhan (Maslow)
                                                                    - Teori ERG Alderfer
                                                                  2. Teori Harapan
                                                                  3. Teori Penentuan Tujuan

                                                                  Orientasi Tujuan :
                                                                  Karakteristik penting lainnya dari tujuan adalah tipe tujuan atau yang dikenal sebagai orientasi tujuan Ada 2 (dua) tipe umum dari orientasi tujuan: (1) mastery (tujuan pembelajaran: sasaran berorientasi proses yang focus pada proses pembelajaran. dan (2) orientasi tujuan pada kinerja: sasaran berorientasi hasil yang fokus perhatiannya pada pencapaian hasil kinerja khusus.

                                                                  Motivasi Pelatihan

                                                                  Adalah petunjuk , intensitas, dan persistensi pembelajaran yang mengarahkan perilaku dalam konteks pelatihan. Variabel-variabel kepribadian yang memprediksi motivasi pelatihan, diantaranya: “locus of Control”, motivasi berprestasi, kecemasan, dan kesadaran.

                                                                  Model Efektivitas Pelatihan

                                                                  Teori-Teori Motivasi Dalam Pelatihan Dan Pengembangan SDM_


                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

                                                                  Konsep Pembelajaran, Prinsip, dan Dimensi Kunci Pembelajaran

                                                                  $
                                                                  0
                                                                  0
                                                                  Konsep Pembelajaran, Prinsip, dan Dimensi Kunci Pembelajaran - Artikel ini membahas tentang definisi organisasi pembelajaran, dampak organisasi pembelajaran, organisasi pembelajaran sebagai jaringan pembelajaran dinamis, siklus pembelajaran, langkah-langkah membangun organisasi pembelajaran, teori-teori motivasi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami definisi organisasi pembelajaran, dampak organisasi pembelajaran, organisasi pembelajaran sebagai jaringan pembelajaran dinamis, siklus pembelajaran, langkah-langkah membangun organisasi pembelajaran, teori-teori motivasi.

                                                                  Konsep Pembelajaran
                                                                  • Motivasi
                                                                  • Pengukuhan kembali
                                                                  • Pengetahuan tentang hasil
                                                                  • Praktik aktif/pembelajaran melalui penghayatan (experiential learning)
                                                                  • Pemindahan dari pelatihan (=situasi nyata=situasi pelatihan)

                                                                  Konsep Pembelajaran, Prinsip, dan Dimensi Kunci Pembelajaran_
                                                                  image source: www.pinterest.com
                                                                  baca juga: Teori-Teori Motivasi Dalam Pelatihan Dan Pengembangan SDM

                                                                  Prinsip Pembelajaran
                                                                  • Aturan-aturan untuk kegiatan pembentukan asosiasi 
                                                                  • Hal-hal yang membantu pembelajaran selektif
                                                                  • Hal-hal yang membantu diperolehnya keterampilan
                                                                  • Pembelajaran yang lebih baik melalui pengalaman
                                                                  • Mengubah sikap

                                                                  Prinsip-Prinsip Pembelajaran (Menurut Saks & Haccoun, 2008)
                                                                  • Setiap individu dipertimbangkan sebagai pembelajar
                                                                  • Setiap individu pembelajar tidak hanya mempelajari hal-hal yang terkait dengan program pelatihan formal
                                                                  • Pembelajaran merupakan bagian dari proses perubahan. Pembelajaran dan perubahan berkorelasi secara kuat
                                                                  • Pembelajaran berkelanjutan dipahami sebagai ‘hallmark’ dari organisasi pembelajaran (pembelajaran formal dan informal)
                                                                  • Pembelajaran merupakan investasi bagi masa depan individu dan organisasi (human capital)

                                                                  Dimensi Kunci Organisasi Pembelajaran (Parker & Cooney, 2005)
                                                                  • Visi
                                                                  • Budaya
                                                                  • Sistem dan Dinamika Pembelajaran
                                                                  • Infrastruktur dan Manajemen Pengetahuan

                                                                  Siklus Pembelajaran
                                                                  1. Mendapatkan Pengalaman 
                                                                  2. Mengevaluasi Pengalaman 
                                                                  3. Membuat kesimpulan dari pengalaman 
                                                                  4. Merencanakan langkah berikutnya 

                                                                  Merencanakan pengembangan pribadi dan organisasi sama dengan mengikutio siklus pembelajaran yang diadopsi dari Styles (Horney & Mumford, 1992). Setelah mendapatkan pengalaman, baik yang berasal dari penilaian diri maupun orang lain, selanjutnya perlu melengkapi siklus pembelajaran dengan membuat rencana tindakan untuk mengembangkan bidang-bidang yang telah diidentifikasi.

                                                                  Model Sistem Multilevel Organisasi Belajar
                                                                  1. Tingkat Organisasi Pembelajaran
                                                                  2. Tingkat Kelompok Belajar
                                                                  3. Pembelajaran Tingkat Individu

                                                                  Hasil Belajar dapat diklasifikasikan berdasarkan 5 (lima) kategori umum (Gagne, dalam Saks & Haccoun, 2008), yaitu :

                                                                  1. Informasi verbal: merujuk pada fakta, pengetahuan, prinsip-prinsip, dan infomasi atau apa yang dikenal sebagai pengetahuan deklaratif.

                                                                  2. Keterampilan intelektual: meliputi pembelajaran konsep, peraturan, prosedur, dan kadang-kadang disebutkan sebagai pengetahuan prosedural.

                                                                  3. Strategi Kognitif: mencakup aplikasi informasi dan teknik serta memahami bagaimana dan kapan menggunakan informasi.

                                                                  4. Keterampilan motoric, termasuk koordinasi dan eksekusi gerakan fisik.

                                                                  5. Sikap mengacu pada preferensi dan pernyataan internal yang diasosiasikan keyakinan dan perasaan seseorang, Sikap dipelajari dan dapat diubah.

                                                                  Langkah-Langkah Membangun Organisasi Pembelajaran
                                                                  1. Dukungan dari manajemen puncak 
                                                                  2. Pelatihan dan pengembangan SDM berbasis kompetensi 
                                                                  3. Penyediaan dan pengembangan sistem informasi dan manajemen 
                                                                  4. Memberikan penghargaan pada karyawan 
                                                                  5. Peningkatan ilmu pengetahuan 

                                                                  Menurut Pedler (dalam Dale, 2003), organisasi pembelajaran adalah organisasi yang :
                                                                  1. Membangun suasana pembelajaran bagi para anggotanya 
                                                                  2. Individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi sepenuhnya 
                                                                  3. Memperluas budaya belajar sampai pada pelanggan, pemasok, dan stakeholder lain yang signifikan 
                                                                  4. Menjadikan strategi pengembangan SDM sebagai pusat kebijakan bisnis. 
                                                                  5. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus-menerus 

                                                                  Faktor-Faktor Organisasi Pembelajaran

                                                                  1. Faktor-faktor Organisasi Pembelajaran

                                                                  a. Budaya Belajar :
                                                                  • Orientasi pada masa depan 
                                                                  • Komitmen belajar 
                                                                  • Menilai orang dalam hal gagasan, kreativitas, dan kemampuan berimajinasi 
                                                                  • Iklim keterbukaan dan kepercayaan 
                                                                  • Belajar dari pengalaman 

                                                                  b. Proses Manajemen Kunci :
                                                                  • Perencanaan strategis 
                                                                  • Analisis pesaing 
                                                                  • Manajemen dan pemanfaatan informasi 
                                                                  • Perencanaan kapabilitas 
                                                                  • Tim dan organisasi pengembangan 
                                                                  • Ukuran kinerja 
                                                                  • Sistem imbalan dan penghargaan 

                                                                  Ciri-Ciri Organisasi Belajar
                                                                  • Adaptif terhadap lingkungan eksternal 
                                                                  • Upaya peningkatan kemampuan organisasi terhadap perubahan-perubahan 
                                                                  • Menghargai perbedaan pendapat 
                                                                  • Mengembangkan proses berpikir kreatif 
                                                                  • Mengembangkan kolektivitas 
                                                                  • Menggunakan hasil belajar untuk mencapai hasil yang lebih baik 
                                                                  • Organisasi berbasis pengetahuan 


                                                                  Daftar Pustaka
                                                                  • Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta: Gramedia 
                                                                  • Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi, Depok: UI Press 
                                                                  • Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.
                                                                  Viewing all 293 articles
                                                                  Browse latest View live