Quantcast
Channel: Ilmu Psikologi
Viewing all 293 articles
Browse latest View live

Penghargaan dan Pemanfaatan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain

$
0
0
Penghargaan dan Pemanfaatan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain - Artikel ini akan membahas tentang penghargaan dan pemanfaatan terhadap karya cipta pihak lain. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami penghargaan dan pemanfaatan terhadap karya cipta pihak lain.

Pasal 15
Penghargaan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain dan Pemanfaatan Karya Cipta Pihak Lain


Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hakintelektual yang berlaku.

a) Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

b) Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.

c) Ilmuan psikologi dan psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

image source: vocationvillage.com
baca juga: Memahami Kerahasiaan Data dan Hasil Pemeriksaan Psikologi

Penjelasan

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Mereka tidak boleh melakukan plagiarism. Penyajian bagian atau elemen substansial dari pekerjaan atau data orang lain tidak boleh disampaikan sebagai miliknya, bahkan jika pekerjaan atau sumber data lain itu sesekali disebutkan.

b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya. Kredit publikasi yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus dapat dipertanggungjawabkan. Kredit kepengarangan hanya diperoleh untuk pekerjaan yang benar-benar telah dikemukakan atau untuk pekerjaan di mana mereka telah ikut berpartisipasi. Kepengarangan dasar dan kredit publikasi lainnya benar-benar mencerminkan kontribusi ilmiah atau profesional relatif dari keterlibatan individual, tanpa melihat status relatif mereka. Kepemilikan atas suatu posisi institusional, seperti kepala bagian atau sebagai pimpinan lembaga, tidak seharusnya membenarkan pencantuman nama yang mendapatkan kredit kepengarangan. Kontribusi minor dalam penelitian atau pada penulisan yang dipublikasikan harus diakui dengan benar, seperti pada catatan kaki atau pada kata pengantar. Mahasiswa atau orang yang dibimbing tetap harus didaftar sebagai pengarang dasar kalau publikasi itu merupakan karyanya. Artikel yang dibuat banyak pengarang yang secara substansial disusun berdasarkan disertasi atau tesis mahasiswa tetap harus mencantumkan nama mahasiswa tersebut.

c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta.

BAB IX
PENELITIAN DAN PUBLIKASI


Pasal 45

Pedoman Umum

(1) Penelitian adalah suatu rangkaian proses secara sistematis berdasar pengetahuan yang bertujuan memperoleh fakta dan/atau menguji teori dan/atau menguji intervensi yang menggunakan metode ilmiahdengan cara mengumpulkan, mencatat dan menganalisis data.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan penelitian diawali dengan menyusun dan menuliskan rencana penelitian sedemikian rupa dalam proposal dan protokol penelitian sehingga dapat dipahami oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi membuat desain penelitian, melaksanakan, melaporkan hasilnya yang disusun sesuai dengan standar atau kompetensi ilmiah dan etika penelitian.

Pasal 46

Batasan Kewenangan dan Tanggung Jawab

(1) Batasan kewenangan

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memahami batasan kemampuan dan kewenangan masing-masing anggota Tim yang terlibat dalam penelitian tersebut.

b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi dengan pihak-pihak yang lebih ahli di bidang penelitian yang sedang dilakukan sebagai bagian dari proses implementasi penelitian. Konsultasi yang dimaksud dapat meliputi yang berkaitan dengan kompetensi dan kewenangan misalnya badan-badan resmi pemerintah dan swasta, organisasi profesi lain, komite khusus, kelompok sejawat, kelompok seminat,atau melalui mekanisme lain.

(2) Tanggung jawab

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi bertanggungjawab atas pelaksanaan dan hasil penelitian yang dilakukan.

b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memberi perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan partisipan penelitian atau pihak-pihak lain terkait, termasuk kesejahteraan hewan yang digunakan dalampenelitian.

Pasal 47

Aturan dan Izin Penelitian

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memenuhi aturan profesional dan ketentuan yang berlaku, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penulisan publikasi penelitian. Dalam hal ini termasuk izin penelitian dari instansi terkait dan dari pemangku wewenang dari wilayah dan badan setempat yang menjadi lokasi.

(2) Jika persetujuan lembaga, komite riset atau instansi lain terkait dibutuhkan, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus memberikan informasi akurat mengenai rancangan pe-nelitian sesuai dengan protokolpenelitian dan memulai penelitian setelah memperoleh persetujuan.

Pasal 50

Pengelabuan/Manipulasi dalam Penelitian

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak diperkenankan menipu atau menutupi informasi, yang mungkin dapat mempengaruhi calon niat partisipan untuk ikut serta, seperti kemungkinan mengalami cederafisik, rasa tidak menyenangkan, atau pengalaman emosional yang negatif. Penjelasan harus diberikan sedini mungkin agar calon partisipan dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk terlibat atau tidakdalam penelitian.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi boleh melakukan penelitian dengan pengelabuan, teknik pengelabuan hanya dibenarkan bila ada alasan ilmiah, untuk tujuan pendidikan atau bila topik sangat pentinguntuk diteliti demi pengembangan ilmu, sementara cara lain yang efektif tidak tersedia. Bila pengelabuan terpaksa dilakukan, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan bentuk-bentuk pengelabuan yang merupakan bagian dari keseluruhan rancangan penelitian pada partisipan sesegera mungkin; sehingga memungkinkan partisipan menarik data mereka, bila partisipan menarik diri atau tidak bersedia terlibat lebih jauh.

Pasal 53

Pelaporan dan Publikasi Hasil Penelitian

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi bersikap profesional, bijaksana, jujur dengan memperhatikan keterbatasan kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku dalam melakuanpelaporan/pubikasi hasil penelitian. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa layanan psikologi.

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak merekayasa data atau melakukan langkah-langkah lain yang tidak bertanggungjawab (misal : terkait pengelabuan, plagiarisme dll).

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi jika menemukan kesalahan yang signifikan pada data yang dipublikasikan, mereka mengambil langkah untuk mengoreksi kesalahan tersebut dalam sebuah pembetulan(correction), penarikan kembali (retraction), catatan kesalahan tulis atau cetak (erratum) atau alat publikasi lain yang tepat.

(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak menerbitkan atau mempublikasikan dalam bentuk original dari data yang pernah dipublikasikan sebelumnya. Ketentuan ini tidak termasuk data yang dipublikasiulang jika disertai dengan penjelasan yang memadai.

Pasal 54
Berbagi Data untuk Kepentingan Profesional


(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak menyembunyikan data yang mendasari kesimpulannya setelah hasil penelitian diterbitkan.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat memberikan data dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan bila ada sejawat atau profesional lain yang memiliki kompetensi sama, dan memerlukannyasebagai data tambahan untuk menguatkan pembuktiannya melalui analisis ulang, atau memakai data tersebut sebagai landasan pekerjaannya.

(3) Ketentuan pada ayat (2) tersebut tidak berlaku jika hak hukum individu yang menyangkut kepemilikan data melarang penyebarluasannya. Untuk kepentingan ini, sejawat atau profesional lain yangmemerlukan data tersebut wajib mengajukan persetujuan tertulis sebelumnya.

(4) Profesional/sejawat lain yang memerlukan data penelitian tersebut wajib melindungi kerahasiaan partisipan penelitian, dan memperhatikan hak legal pemilik data.

(5) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat meminta sejawat atau profesional lain yang memerlukan data tersebut untuk ikut bertanggung jawab atas biaya terkait dengan penyediaan informasi.

Contoh Kasus

Seorang peneliti atau ilmuan psikologi melakukan penyimpangan publikasi yaitu salah satunya tentang pengakuan hasil karya atau tulisan orang lain sebagai tulisan pribadi atau disebut juga plagiat. Plagiarisme,dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang mengambil, menyalin, menduplikasi, dan sebagainya, karya orang lain dan menjadikannya karya sendiri tanpasepengatahuan atau izin dari pemiliknya. Jenis plagiarisme yang paling sering dilakukan adalah mengirim hasil karya orang lain atas nama pribadi, menyalin informasi kata demi kata dari internet, salahparafrase dan tanpa mencantumkan referensi.

Daftar Pustaka
  1. Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
  2. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.
Sekian artikel tentang Penghargaan dan Pemanfaatan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain.

Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologi

$
0
0
Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologi - Artikel ini akan membahas tentang penggunaan dan penguasaan sarana pengukuran psikologik. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami penggunaan dan penguasaan sarana pengukuran psikologi.

Pasal 62
Dasar Asesmen


Asesmen Psikolog sesuai dengan Asesmen Psikologi adalah prosedur evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis. Termasuk didalam asesmen psikologi adalah prosedur observasi, wawancara, pemberian satu atau seperangkat instrumen atau alat tes yang bertujuan untuk melakukan penilaian dan/atau pemeriksaan psikologi.

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi melakukan observasi, wawancara, penggunaan alat instrumen tes sesuai dengan kategori dan kompetensi yang ditetapkan untuk membantu psikolog melakukan pemeriksaan psikologis.

(2) Laporan hasil pemeriksaan psikologis yang merupakan rangkuman dari semua proses asesmen, saran dan/atau rekomendasi hanya dapat dilakukan oleh kompetensinya, termasuk kesaksian forensik yang memadai mengenai karakteristik psiko-logis seseorang hanya setelah Psikolog yang bersangkutan melakukan pemeriksaan kepada individu untuk membuktikan dugaan diagnosis yang ditegakkan.

(3) Psikolog dalam membangun hubungan kerja wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan dan pe-nguasaan sarana instrumen/alat asesmen.

(4) Bila usaha asesmen yang dilakukan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dinilai tidak bermanfaat Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tetap diminta mendokumentasikan usaha yang telah dilakukan tersebut.

Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologik_
image source: www.linkedin.com
baca juga: Penghargaan dan Pemanfaatan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain

Pasal 63
Penggunaan Asesmen


Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan teknik asesmen psikologi, (wawancara atau observasi, pemberian satu atau seperangkat instrumen tes) dengan cara tepat mulai dari proses adaptasi, administrasi, penilaian atau skor, menginterpretasi untuk tujuan yang jelas baik dari sisi kewenangan sesuai dengan taraf jenjang pendidikan, kategori dan kompetensi yang disyaratkan, penelitian, man-faat dan teknik penggunaan.

Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan proses asesmen adalah:

(1) Konstruksi Tes: Validitas dan Reliabilitas

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menggunakan instrumen asesmen yang jelas validitas dan reliabilitasnya. Instrumen asesmen ditetapkan hanya dapat digunakan sesuai dengan populasi yang diujikan pada saat pengujian validitas dan reliabilitas.

b) Jika instrumen asesmen yang digunakan belum diuji validitas dan reliabilitasnya. Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menjelaskan kekuatan dan kelemahan dari instrumen tersebut serta interpretasinya.

c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam mengembangkan instrumen dan teknik asesmen harus menggunakan prosedur psikometri yang tepat, pengetahuan ilmiah terkini dan profesional untuk desain tes, standardisasi, validasi, penyimpangan dan penggunaan.

(2) Administrasi dan Kategori Tes

Administrasi asesmen psikologi adalah pedoman prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam melakukan proses asesmen psikologi. Termasuk dalam proses asesmen psikologi adalah observasi, wawancara dan pelaksanaan psikodiagnostik.

(3) Kategori Alat Tes dalam Psikodiagnostik:

a) Kategori A: Tes yang tidak bersifat klinis dan tidak membutuhkan keahlian dalam melakukan administrasi dan interpretasi.

b) Kategori B: Tes yang tidak bersifat klinis tetapi membutuhkan pengetahuan dan keahlian dalam administrasi dan interpretasi.

c) Kategori C: Tes yang membutuhkan beberapa pengetahuan tentang konstruksi tes dan prosedur tes untuk penggunaannya dan didukung oleh pengetahuan dan pendidikan psikologi seperti statistik, perbedaan individu dan bimbingan konseling.

d) kategori D: Tes yang membutuhkan be-berapa pengetahuan tentang konstruksi tes dan prosedur tes untuk penggunaannya dan didukung oleh pengetahuan dan pendidikan psikologi seperti statistik, perbedaan individu. Tes ini juga membutuhkan pemahaman tentang testing dan didukung dengan pendidikan psikologi standar psikolog dengan pengalaman satu tahun disupervisi oleh psikolog dalam meng-gunakan alat tersebut.

(4) Tes dan Hasil Tes yang Kadaluarsa

Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak mendasarkan keputusan asesmen, intervensi atau saran dari data hasil tes yang sudah kadaluarsa untuk digunakan pada saat sekarang. Dalam kondisi relatif konstan hasil tes dapat berlaku untuk 2 tahun, namun dalam kondisi atau keperluan khusus harus dilakukan pengetesan kembali.

(5) Asesmen yang dilakukan oleh orang yang tidak kompeten/ qualified

Asesmen psikologi perlu dilakukan oleh pihak-pihak yang memang berkualifikasi, perlu dihindari untuk menggunakan orang atau pekerja yang tidak memiliki kualifikasi memadai. Untuk mencegah asesmen psikologi oleh pihak yang tidak kompeten:

a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat menawarkan bantuan jasa asesmen psikologi kepada professional lain termasuk Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi lain.

b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tersebut harus secara akurat mendeskripsikan tujuan, validitas, reliabilitas, norma termasuk juga prosedur penggunaan dan kualifikasi khusus yang mungkin diperlukan untuk menggunakan instrumen tersebut.

c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menggunakan bantuan jasa asesmen psikologi dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi lain untuk memperlancar pekerjaannya ikut bertanggung jawab terhadap penggunaan instrumen asesmen secara tepat termasuk dalam hal ini penerapan, skoring dan penterjemahan instrumen tersebut.

Pasal 67
Menjaga Alat, Data dan Hasil Asesmen


(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kelengkapan dan keamanan instrumen/alat tes psikologi, data asesmen psikologi dan hasil asesmen psikologi sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku, aturan hukum dan kewajiban yang telah tertuang dalam kode etik ini.

(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjaga kelengkapan dan keamanan data hasil asesmen psikologi sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku yang telah tertuang dalam kode etik ini.

(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mempunyai hak kepemilikan sesuai dengan kewenangan dan sistem pendidikan yang berlaku serta bertanggungjawab terhadap alat asesmen psikologi yang ada di instansi/organisasi tempat dia bekerja.

Pasal 16
Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologik


a) Ilmuan psikologi dan psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur tersendiri.

b) Ilmuan psikologi dan psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

Penjelasan

16.1. Kesepakatan dengan pengguna jasa/praktik psikologi

1. Dalam membangun hubungan kerja dengan klien, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana pengukuran.

2. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang mengembangkan tes, melakukan pengambilan tes dan memberikan nilai atau skor, menginterpretasi, atau menggunakan teknik asesmen psikologis, wawancara, penggunaan instrumen lainnya melakukannya dengan cara dan untuk tujuan yang tepat dengan penelitian atau kenyataan tentang kegunaan dan aplikasi yang sesuai dari teknik-teknik tersebut. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak menyalahgunakan teknik asesmen, intervensi, hasil, interpretasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah orang lain menyalahgunakan informasi yang diberikan oleh teknik-teknik tersebut. Termasuk dalam pengertian ini adalah tidak memberikan hasil tes atau data yang belum diolah kepada orang yang tidak punya kualifikasi untuk menggunakan informasi itu, kecuali pada pasien atau klien bila dianggap pantas.

3. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang mengembangkan dan melakukan penelitian dengan tes dan teknik asesmen lain menggunakan prosedur ilmiah dan pengetahuan profesional mutakhir dalam merancang tes, melakukan standardisasi, validasi, reduksi atau eliminasi bias, dan rekomendasi untuk penggunaan. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang melakukan intervensi atau melaksanakan, memberi nilai atau skor, menginterpretasi atau menggunakan teknik asesmen mengetahui reliabilitas, validasi dan standardisasi yang berkaitan atau hasil studi, dan penerapan dan penggunaan yang tepat, dari teknik yang digunakan. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengakui keterbatasan keputusan mengenai kepastian tentang diagnosis, atau prediksi yang dapat dibuat tentang seseorang.

4. Psikolog mencoba mengidentifikasi situasi di mana intervensi atau teknik asesmen atau norma tertentu tidak bisa diterapkan atau perlu penyesuaian administratif, atau interpretasi karena faktor seperti gender, usia, ras, etnis, nasionalitas, agama, orientasi seksual, kecacatan, bahasa atau status sosial ekonomi. Ketika menginterpretasi hasil asesmen, termasuk interpretasi melalui alat, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mempertimbangkan berbagai faktor tes dan karakteristik orang yang dinilai, yang mungkin mempengaruhi keputusannya, atau mengurangi ketepatan interpretasinya. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dapat membahas keraguan mereka tentang ketepatan atau keterbatasan interpretasinya dengan kolega/ sejawat atau seniornya.

5. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak mendasarkan asesmen atau keputusan intervensi atau rekomendasi mereka pada data atau hasil tes yang sudah ketinggalan jaman untuk tujuan yang ingin dicapai dalam kondisi sekarang ini. Mereka juga tidak mendasarkan keputusan atau rekomendasi pada tes dan alat ukur yang usang dan tidak bermanfaat dalam ukuran keadaan sekarang.

6. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog adalah pihak yang menawarkan prosedur asesmen atau skoring pada profesional lain. Dalam upaya tersebut Ilmuwan Psikologi dan Psikolog secara akurat mendeskripsikan tujuan, norma, validitas, reliabilitas, dan aplikasi dari prosedur dan kualifikasi khusus lain yang berlaku dalam penggunaannya. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog memilih cara penilaian (skoring) dan interpretasi (termasuk penggunaan alat/perangkat) berdasarkan validitas dari program yang digunakan dan pertimbangan lain. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bertanggung jawab untuk aplikasi, interpretasi dan penggunaan instrumen dalam melakukan asesmen yang sesuai, baik bila mereka melakukan penilaian dan menginterpretasikan tes itu sendiri (secara manual) atau menggunakan perangkat atau jasa lainnya.

7. Dalam menjelaskan hasil asesmen, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog sangat memperhatikan kemampuan kliennya dalam menerima dan memahaminya, antara lain dengan menggunakan bahasa dan istilah yang dimengerti klien / pihak yg mewakilinya. Perkecualian terhadap ketentuan ini diberlakukan pada mereka yg mendapat layanan atas permintaan pihak lain (misalnya dalam kasus seleksi karyawan, konsultasi untuk organisasi, evaluasi forensik). Dalam hal pelaksanaan asesmen dan penilaiannya tidak dilakukan sendiri oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog, tetap saja penjelasan hasilnya menjadi tanggung jawab mereka.

8. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus berusaha mempertahankan integritas dan keamanan tes dan teknik asesmen lainnya sesuai dengan hukum, kewajiban kontrak, dan dengan cara yang memungkinkan kepatuhan pada tuntutan kode etik. Kemampuan mempertimbangkan kepentingan pekerjaan yang tercantum dalam kontrak kerja dan ketentuan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia diperlukan dalam menerima pekerjaan, terutama dalam jangka panjang dan secara makro.

9. Dalam hal pendelegasian dan pengawasan terhadap mereka yang membantu Ilmuwan Psikologi dan Psikolog, mereka wajib mencegah dilakukannya pemberian jasa atau praktik psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dapat saja mendelegasikan sebatas tanggung jawab tertentu saja, yang dapat diharapkan dilakukan oleh pribadi-pribadi tersebut dengan mahir, atas dasar pertimbangan latar belakang pendidikan, pelatihan, atau pengalaman mereka, baik secara mandiri atau dengan penyeliaan tertentu. Dalam hal ini Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyediakan pelatihan yang sesuai dan penyeliaan kepada karyawan atau mereka yang berada di bawah penyeliaan mereka, serta mengambil langkah-langkah tertentu untuk pengamanannya. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus memastikan bahwa pribadi–pribadi tersebut memberikan jasa dengan penuh tanggung jawab, kompeten, dan etis. Bila kebijakan, prosedur, atau praktik institusi menghalangi pemenuhan kewajiban ini, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog sedapat mungkin mengupayakan untuk memodifikasi peran mereka atau mengkoreksi situasi tersebut. Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak menyarankan penggunaan teknik asesmen psikologis oleh orang yang tidak mempunyai kualifikasi untuk melakukannya.

Contoh Kasus dan Analisisnya

Di Indonesia, Himpunan Psikologi Indonesia telah membuat kode etik tersendiri yang menjadi acuan bagi para insan psikologi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai psikolog. Kode etik tersebut selayaknya dijunjung tinggi dan menjadi landasan dalam semua aktifitas yang berkaitan dengan psikologi di Indonesia. Akan tetapi, pada kenyataannya banyak hal yang terkait dengan aktifitas psikologi yang tidak sesuai dengan kode etik yang ada. Semua itu bisa dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap kode etik psikologi. Pelanggaran terhadap kode etik sangat merugikan bagi banyak pihak. Pihak psikolog akan dirugikan terkait dengan profesionalitas kerjanya, sedangkan klien atau pengguna jasa psikolog akan dirugikan juga karena pelayanan yang diberikan tentu tidak akan maskimal sehingga haknya untuk selalu mendapat pelayanan yang terbaik akan terganggu.

Sebagai contoh dari pelanggaran kode etik tersebut adalah fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan kita mengenal adanya bimbingan konseling atau yang sering disingkat sebagai BK. Tugas BK adalah memberikan layanan bagi para siswa baik itu siswa SD, SMP, ataupun SMA terkait degan permasalahan yang dihadapi mereka dengan cara konseling. Keterampilan konseling merupakan salah satu keahlian yang dimiliki oleh seorang psikolog, akan tetapi dalam kenyataannya banyak guru BK yang menjadi psikolog dadakan apabila siswanya menghadapi permasalahan. Mereka memberikan sesi konseling dengan pengetahuan seadanya yang mereka miliki. Lebih dari itu, terkadang guru bimbingan konseling yang bukan berasal dari profesi psikologi bahkan berani memberikan tes psikologi pada siswa bimbingannya. Padahal seharusnya yang berwenang untuk memberikan tes psikologi pada klien hanya psikolog. Ini merupakan pelanggaran serius yang banyak terjadi di Indonesia.

Penggunaan alat tes psikologi ini akan sangat merugikan para psikolog terkait dengan profesi psikolog. Hal ini bisa terjadi karena tentu penggunaan alat tes psikologi yang tidak sesuai dengan prosedur dan tata cara yang ada akan menghasilkan hasil interpretasi tes yang salah. Hasil interpretasi yang salah akan menyebabkan klien menjadi dirugikan. Selain itu, kesalahan interpretasi juga dapat menyebabkan kepercayaan klien terhadap alat tes menjadi berkurang. Pelanggaran pemakaian alat tes oleh orang yang tidak berwenang ini sebenarnya adalah rangkaian dari pelanggaran-pelanggaran kode etik yang lain juga. Alat tes psikologi bisa dipergunakan oleh orang yang tidak berwenang tentu karena adanya pihak yang tidak bertanggung jawab yang menyebarluaskan alat tes psikologi. Tindakan ini juga merupakan pelanggaran berat terhadap kode etik psikologi. Bisanya, pihak yang menyebarluaskan alat tes ini adalah orang psikologi sendiri, karena memang mereka yang pada awalnya memiliki akses terhadap alat-alat tes tersebut. Seharusnya, para insan psikologi dapat benar-benar menjaga alat-alat tes psikologi dengan baik dengan tujuan agar tidak bocor dan dipergunakan dengan bebas oleh orang-orang yang tidak berkompeten di bidang itu.

Hal ini sesuai dengan Pasal 16b tentang Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologik, yang berbunyi “Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.” Selain itu, pelanggaran yang telah disebutkan sebelumnya terkait dengan pemakaian alat tes oleh orang yang tidak berkompeten di bidangnya bisa juga disebabkan oleh pembelajaran yang terlalu dini oleh suatu institusi pendidikan psikologi. Seharusnya, kemampuan untuk mengoperasikan atau mengadministrasikan alat tes diajarkan pada taraf jenjang magister profesi psikologi, bukan pada strata S1. Hal ini yang membuat kemungkinan alat tes psikologi digunakan oleh orang yang sebenarnya belum boleh untuk mengadministrasikan dan membuat interpretasi terhadap alat tes psikologi.

Lulusan S1 psikologi tentunya tidak semuanya akan melanjutkan ke magister profesi. Sedangkan kompetensi yang harus dimiliki oleh administrator alat tes adalah seseorang yang telah memiliki lisensi sebagai seorang psikolog. Apabila lulusan S1 telah diajarkan administrasi alat tes, maka tidak mustahil apabila dalam dunia kerjanya mereka memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki terkait dengan penggunaan alat tes. Hal seperti inilah yang banyak terjadi, terutama di daerah luar Jawa. Pelanggaran yang lebih parah dari yang telah disebutkan adalah penggunaan alat tes psikologi oleh orang yang sama sekali tidak memiliki dasar dalam ilmu psikologi, baik itu S1, ataupun profesi psikolog.

Daftar Pustaka
  1. Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
  2. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Sekian artikel tentang Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologi.

Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik

$
0
0
Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik - Artikel kali ini akan membahas tentang pengawasan pelaksanaan kode etik. Melaui artikel ini diharapkan mampu memahami pengawasan pelaksanaan kode etik.

Pasal 3 Majelis Psikologi Indonesia

(1) Majelis Psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.

(2) Penyelesaian masalah pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan memperhatikan laporan yang masuk akal dari berbagai pihak dan kesempatan untuk membela diri.

(3) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi telah melakukan layanan Psikologi sesuai prosedur yang diatur dalam Kode Etik dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah ilmiah serta bukti-bukti empiris wajib mendapat perlindungan dari Himpunan Psikologi Indonesia dalam hal ini Majelis Psikologi Indonesia.

(4) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian layanan psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam sebuah Rapat yang dimaksudkan untuk itu.

Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik_
image source: www.rmit.edu.au
baca juga: Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran Psikologi

Pasal 4 Penyalahgunaan di bidang Psikologi

(1) Setiap pelanggaran wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Kode Etik Psikologi Indonesia.

(2) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menemukan pelanggaran atau penilaian salah terhadap kerja mereka, mereka wajib mengambil langkah-langkah yang masuk akal sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memperbaiki atau mengurangi pelanggaran atau kesalahan yang terjadi.

(3) Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.

Pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas adalah:

a) Pelanggaran ringan yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh seorang Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang tidak dalam kondisi yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:

i. Ilmu psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umumnya.

b) Pelanggaran sedang yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi salah satu tersebut di bawah ini:

i. Ilmu psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya.

c) Pelanggaran berat yaitu: Tindakan yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian bagi salah satu di bawah ini:

i. Ilmu Psikologi
ii. Profesi Psikologi
iii. Pengguna Jasa layanan psikologi
iv. Individu yang menjalani Pemeriksaan Psikologi
v. Pihak-pihak yang terkait dan masya-rakat umumnya

(4). Penjelasan tentang jenis pelanggaran dan sanksi akan diatur dalam aturan tersendiri.

Pasal 5 Penyelesaian Isu Etika

(1) Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode etik dan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.

(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.

(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.

(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.

(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja-sama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut:

a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut

b. Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran

c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran

(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan ang-gota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.

(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.

Pasal 6 Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan

Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.

BAB VI
PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK


PASAL 17
PELANGGARAN


Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia.

PASAL 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA


a) Penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi Indonesia oleh ilmuwan psikologi dan psikolog dilakukan oleh majelis psikologi dengan memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri.

b) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam kode etik psikologi Indonesia maka himpunan psikologi Indonesia wajib mengundang majelis psikologi untuk membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam kongres.

PASAL 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG


a) Ilmuwan psikologi atau psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.

b) Apabila ilmuwan psikologi atau psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka ilmuwan psikologi atau psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/pemberitaan itu.

Penjelasan

Pasal 17
PELANGGARAN


1. Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia.

2. Menghadapi isu etika ini jika Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak yakin apakah dalam situasi tertentu tindakannya bisa dianggap melanggar kode etik atau tidak, konsultasi dapat dilakukan dengan sejawatnya, terutama yang lebih memahami kode etik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Konsultasi juga bisa dilakukan dengan pihak lain yang dianggap kompeten untuk membantunya mengambil keputusan yang tepat.

3. Konflik antara kode etik dan tuntutan organisasi bisa saja terjadi. Kalau ada pertentangan antara organisasi tempat Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bekerja dengan kode etik, mereka perlu mengklarifikasinya untuk dapat menggambarkan konfliknya. Sikap selanjutnya adalah kembali pada kode etik.

4. Dalam hal penyelesaian informal terhadap pelanggaran etika, kalau Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari adanya kemungkinan diancam pelanggaran kode etik yang dituduhkan sejawatnya, mereka akan mengusahakannya untuk menyelesaikan secara informal agar tidak sampai merugikan citra profesi.

5. Pada pelaporan pelanggaran etika, kalau secara informal tidak bisa selesai, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah untuk menyerahkannya sesuai kondisi dan situasinya, misal : memanfaatkan badan peradilan/sejenisnya untuk memberikan teguran kepada yang bersangkutan.

Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA


Dalam hal terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi, sesuai dengan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkannya. Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi dalam pertemuannya untuk membahas masalah tersebut, juga dalam penyampaian keputusan Majelis, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingannya.

Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk membahasnya, lalu disahkan pada kesempatan kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG


Penyalahgunaan pekerjaan ilmuwan dalam terapan profesi bisa saja terjadi. Untuk mencegahnya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog perlu memperhatikan tawaran atau kesempatan yang diperolehnya agar tidak ikut serta dalam kegiatan di mana orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka, kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini. Dalam kaitan ini apabila ada Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang adanya penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan pemberitaan itu. Pemahaman peran dan fungsi Ilmuwan Psikologi atau Psikolog dalam menerima pekerjaan sangat diperlukan agar memiliki posisi yang kuat dan mandiri.

Pengurus Pusat bekerja sama dengan Pengurus Wilayah dan Cabang yang terkait dapat membantu memberikan perlindungan terhadap Ilmuwan Psikologi dan Psikolog yang bersangkutan, dengan memperhatikan Kode Etik Psikologi Indonesia dan data pendukung lainnya. Dalam hal diperlukan ketersediaan informasi dan data pendukung, pengurus dapat memanfaatkan kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah maupun sesama organisasi profesi atau lembaga lainnya. Data yang diperoleh dari pengamatan pendahuluan dan investigasi sesuai kepentingannya menjadi masukan bagi Majelis Psikologi untuk membahas dan merumuskan tindakan yang dapat dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan tersebut.

Daftar Pustaka
  1. Hasan, A.B.P. (2009). Kode etik psikolog dan ilmuwan psikologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
  2. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Memahami Penelitian Dan Publikasi Dalam Psikologi

$
0
0
Memahami Penelitian Dan Publikasi Dalam Psikologi - Artikel kali ini akan membahas tentang penelitian dan publikasi dalam psikologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami penelitian dan publikasi dalam psikologi.

Pasal 43
PEDOMAN UMUM


Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan penelitian diawali dengan menyusun dan menuliskan rencana penelitian sedemikian rupa dalam proposal dan protokol penelitian sehingga dapatdipahami oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi membuat desain penelitian, melaksanakan, melaporkan hasilnya yang disusun sesuai dengan standar atau kompetensi ilmiah dan etik.

(1) Etika :

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi memperhatikan dan bertanggung jawab atas etika penelitian dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan hasil penelitian yang dilakukan atau yang dilakukan pihak lain di bawah bimbingannya.

(2) Batasan kewenangan

a) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi memahami batasan kemampuan dan kewenangan masing-masing anggota Tim yang terlibat dalam penelitian tersebut.

b) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat berkonsultasi dengan pihak-pihak yang lebih ahli di bidang penelitian yang sedang dilakukan sebagai bagian dari proses implementasi penelitian. Konsultasi yang dimaksud dapat meliputi yang berkaitan dengan kompetensi dan kewenangan misalnya badan-badan resmi pemerintah dan swasta, organisasi profesi lain, komite khusus, kelompok sejawat, kelompok seminat, atau melalui mekanisme lain.

(3) Tanggung jawab

a) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi bertanggungjawab atas pelaksanaan dan hasil penelitian yang dilakukan .

b) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi memberi perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan partisipan penelitian atau pihak-pihak lain terkait, termasuk kesejahteraan hewan yang digunakan dalam penelitian.

Memahami Penelitian Dan Publikasi Dalam Psikologi_
image source: newsroom.carleton.ca
baca juga: Memahami Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik

Pasal 44
ATURAN DAN IZIN PENELITIAN


(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi harus memenuhi aturan profesional dan ketentuan yang berlaku, baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penulisan publikasi penelitian. Dalam hal ini termasuk izinpenelitian dari instansi terkait dan dari pemangku wewenang dari wilayah dan badan setempat yang menjadi lokasi.

(2) Jika persetujuan lembaga, komite riset atau instansi lain terkait dibutuhkan, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi harus memberikan informasi akurat mengenai rancangan penelitian sesuai dengan protokolpenelitian dan memulai penelitian setelah memperoleh persetujuan.

Pasal 45
PARTISIPAN PENELITIAN


(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah untuk melindungi perorangan atau kelompok yang akan menjadi partisipan penelitian dari konsekuensi yang tidak menyenangkan, baik dari keikutsertaan atau penarikan diri/pengunduran dari keikutsertaan.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi berinteraksi dengan partisipan penelitian hanya di lokasi dan dalam hal-hal yang sesuai dengan rancangan penelitian, yang konsisten dengan perannya sebagai peneliti ilmiah. Pelanggaran terhadap hal ini dan adanya tindakan penyalahgunaan wewenang dapat dikenai butir pelanggaran seperti tercantum dalam pasal dan bagian-bagian lain dari Kode Etik ini (misalnya pelecehan seksual dan bentuk pelecehan lain).

(3) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi harus memberi kesempatan adanya pilihan kegiatan lain kepada partisipan mahasiswa, peserta pendidikan, anak buah / bawahan, orang yang sedang menjalani pemeriksaan psikologi bila ingin tidak terlibat / mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam penelitian yang menjadi bagian dari suatu proses yang diwajibkan dan dapat dipergunakan untuk memperoleh kredit tambahan.

Pasal 46
INFORMED CONSENT PENELITIAN


Sebelum pengambilan data penelitian tetapi setelah memperoleh izin penelitian Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan pada calon partisipan penelitian dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan istilah-istilah yang dipahami masyarakat umum tentang penelitian yang akan dilakukan. Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan kepada calon partisipan asas kesediaan sebagai partisipan penelitian yang menyatakan bahwa keikutsertaan dalam penelitian yang dilakukan bersifat sukarela, sehingga memungkinkan pengunduran diri atau penolakan untuk terlibat. Partisipan harus menyatakan kesediaannya seperti yang dijelaskan pada pasal yang mengatur tentang itu.

(1) Informed consent Penelitian

Dalam rangka mendapat persetujuan dari calon partisipan, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan proses penelitian. Secara lebih terinci informasi yang penting untuk disampaikan adalah :

a) Tujuan penelitian, jangka waktu dan prosedur, antisipasi dari keikutsertaan, yang bila diketahui mungkin dapat mempengaruhi kesediaan untuk berpartisipasi, seperti risiko yang mungkin timbul, ketidaknyamanan, atau efek sebaliknya; keuntungan yang mungkin diperoleh dari penelitian; hak untuk menarik diri dari kesertaan dan mengundurkan diri dari penelitian setelah penelitian dimulai, konsekuensi yang mungkin timbul dari penarikan dan pengunduran diri; keterbatasan kerahasiaan; insentif untuk partisipan; dan siapa yang dapat dihubungi untuk memperoleh informasi lebih lanjut.

b) Jika partisipan penelitian tidak dapat membuat persetujuan karena keterbatasan atau kondisi khusus, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi melakukan upaya memberikan penjelasan dan mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang yang mewakili partisipan, atau melakukan upaya lain seperti diatur oleh aturan yang berlaku.

c) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang mengadakan penelitian intervensi dan atau eksperimen, di awal penelitian menjelaskan pada partisipan tentang perlakuan yang akan dilaksanakan; pelayanan yang tersedia bagi partisipan; alternatif penanganan yang tersedia apabila individu menarik diri selama proses penelitian; dan kompensasi atau biaya keuangan untuk berpartisipasi; termasuk pengembalian uang dan hal-hal lain terkait bila memang ada ketika menawarkan kesediaan partisipan dalam penelitian.

d) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi berusaha menghindari penggunaan segala bentuk pemaksaan termasuk daya tarik yang berlebihan agar partisipan ikut serta dalam penelitian. Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan sifat dari penelitian tersebut, berikut risiko, kewajiban dan keterbatasannya.

(2) Informed Consent Perekaman

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi sebelum merekam suara atau gambar, untuk pengumpulan data harus memperoleh izin tertulis dari partisipan penelitian. Persetujuan tidak diperlukan bila perekaman murni untuk kepentingan observasi alamiah di tempat umum dan diantisipasi tidak akan berimplikasi teridentifikasi atau terancamnya kesejahteraan atau keselamatan partisipan penelitian atau pihak-pihak terkait. Bila pada suatu penelitian dibutuhkan perekaman tersembunyi, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi melakukan perekaman dengan tetap meminimalkan risiko yang diantisipasi dapat terjadi pada partisipan, dan penjelasan mengenai kepentingan perekaman disampaikan dalam debriefing.

(3) Pengabaian informed consent

Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak harus meminta persetujuan partisipan penelitian, hanya jika penelitian melibatkan individu secara anonim atau dengan kata lain tidak melibatkan individu secara pribadi dan diasumsikan tidak ada risiko gangguan pada kesejahteraan atau keselamatan, serta bahaya-bahaya lain pada partisipan penelitian atau pihak-pihak terkait.

Penelitian yang tidak harus memerlukan persetujuan partisipan antara lain adalah:
a) penyebaran kuesioner anonim;

b) observasi alamiah;

c) penelitian arsip;

yang ke semuanya tidak akan menempatkan partisipan dalam resiko pemberian tanggung jawab hukum atas tindakan kriminal atau perdata, resiko keuangan, kepegawaian atau reputasi nama baik dan kerahasiaan.

Pasal 47
PENGELABUAN / MANIPULASI DALAM PENELITIAN


(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak diperkenankan menipu atau menutupi informasi, yang mungkin dapat mempengaruhi calon niat partisipan untuk ikut serta, seperti kemungkinan mengalami cedera fisik, rasa tidak menyenangkan, atau pengalaman emosional yang negatif. Penjelasan harus diberikan sedini mungkin agar calon partisipan dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk terlibat atau tidak dalam penelitian.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi boleh melakukan penelitian dengan pengelabuan, teknik pengelabuan HANYA dibenarkan bila ada alasan ilmiah, untuk tujuan pendidikan atau bila topik sangat penting untuk diteliti demi pengembangan ilmu, sementara cara lain yang efektif tidak tersedia. Bila pengelabuan terpaksa dilakukan, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjelaskan bentuk-bentuk pengelabuan yang merupakan bagian dari keseluruhan rancangan penelitian pada partisipan sesegera mungkin; sehingga memungkinkan partisipan menarik data mereka, bila partisipan menarik diri atau tidak bersedia terlibat lebih jauh (Lihat juga ’debriefing’ pada pasal 44)

Pasal 48
PENJELASAN SINGKAT/DEBRIEFING


(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi memberikan penjelasan singkat segera setelah pengambilan data, dalam bahasa yang sederhana dan istilah-istilah yang dipahami masyarakat pada umumnya, agar partisipan memperoleh informasi yang tepat tentang sifat, hasil, dan kesimpulan penelitian; agar Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat mengambil langkah tepat untuk meluruskan persepsi atau konsepsi keliru yang mungkin dimiliki partisipan.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi resiko atau bahaya jika nilai-nilai ilmiah dan kemanusiaan menuntut penundaan atau penahanan informasi tersebut.

(3) Jika Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menemukan bahwa prosedur penelitian telah mencelakai partisipan; Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah tepat untuk meminimalkan bahaya.

Pasal 49
PENGGUNAAN HEWAN UNTUK PENELITIAN


Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi memperhatikan peraturan Negara dan standar profesional apabila menggunakan hewan sebagai objek penelitian. Standar profesional yang dimaksud diantaranya bekerjasama atau berkonsultasi dengan ahli yang kompeten. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang melakukan penelitian dengan hewan harus terlatih dan dapat memperlakukan hewan tersebut dengan baik, mengikuti prosedur yang berlaku, bertanggung jawab untuk memastikan kenyamanan, kesehatan dan perlakuan yang berperikemanusiaan terhadap hewan tersebut. Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi yang sedang melakukan penelitian dengan hewan perlu memastikan bahwa semua orang yang terlibat dalam penelitiannya telah menerima petunjuk mengenai metode penelitian, perawatan dan penanganan hewan yang digunakan, sebatas keperluan penelitian, dan sesuai perannya. Prosedur yang jelas diperlukan sebagai panduan untuk menangani seberapa jauh hewan ’boleh’ disakiti dan terhindar dari perlakuan semena-mena.

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat menggunakan prosedur yang menyebabkan rasa sakit, stres dan penderitaan pada hewan, hanya jika prosedur alternatif tidak memungkinkan dan tujuannya dibenarkan secara ilmiah atau oleh nilai-nilai pendidikan dan terapan.

(3) Apabila dalam penelitian diperlukan pembedahan, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menjalankan prosedur bedah dengan pembiusan yang memadai dan mengikuti teknik-teknik untuk mencegah infeksi dan meminimalkan rasa sakit selama, dan setelah pembedahan.

(4) Apabila nyawa hewan perlu diakhiri, Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi melaksanakannya dengan segera, dengan usaha untuk meminimalkan rasa sakit dan sesuai dengan prosedur yang dapat diterima.

Pasal 50
PELAPORAN DAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN


Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi bersikap profesional, bijaksana, jujur dengan memperhatikan keterbatasan kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku dalam melakuan pelaporan /pubikasi hasil penelitian. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak merekayasa data atau melakukan langkah-langkah lain yang tidak bertanggungjawab (lihat pasal lain misalnya terkait pengelabuan, plagiarisme dan lain-lain).

(2) Jika Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi menemukan kesalahan yang signifikan pada data yang dipublikasikan, mereka mengambil langkah untuk mengoreksi kesalahan tersebut dalam sebuah pembetulan(correction), penarikan kembali (retraction), catatan kesalahan tulis atau cetak (erratum) atau alat publikasi lain yang tepat.

(3) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak menerbitkan atau mempublikasikan dalam bentuk original dari data yang pernah dipublikasikan sebelumnya. Ketentuan ini tidak termasuk data yang dipublikasiulang jika disertai dengan penjelasan yang memadai.

Pasal 51
BERBAGI DATA UNTUK KEPENTINGAN PROFESIONAL


(1) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi tidak menyembunyikan data yang mendasari kesimpulannya setelah hasil penelitian diterbitkan

(2) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat memberikan data dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan bila ada sejawat atau profesional lain yang memiliki kompetensi sama,dan memerlukannyasebagai data tambahan untuk menguatkan pembuktiannya melalui analisis ulang, atau memakai data tersebut sebagai landasan pekerjaannya.

(3) Ketentuan butir (2) tersebut tidak berlaku jika hak hukum individu yang menyangkut kepemilikan data melarang penyebarluasannya. Untuk kepentingan ini, sejawat atau profesional lain yang memerlukandata tersebut wajib mengajukan persetujuan tertulis sebelumnya.

(4) Profesional / sejawat lain yang memerlukan data penelitian tersebut wajib melindungi kerahasiaan partisipan penelitian, dan memperhatikan hak legal pemilik data.

(5) Psikolog dan atau Ilmuwan Psikologi dapat meminta sejawat atau profesional lain yang memerlukan data tersebut untuk ikut bertanggung jawab atas biaya terkait dengan penyediaan informasi.
Daftar Pustaka
  1. HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Surakarta : Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia.

Sekian artikel tentang Memahami Penelitian Dan Publikasi Dalam Psikologi.

Pengertian Tes Minat, Tes Bakat, Prestasi dan Intelegensi

$
0
0
Pengertian Tes Minat, Tes Bakat, Prestasi dan Intelegensi - Pengertian jenis tes perlu dipahami sehingga dapat digunakan dengan tepat sesuai tujuan. Mahasiswa memahami persamaan dan perbedaan Tes Bakat, Minat, dan Prestasi serta kegunaan masing-masing tes sehingga dapat menentukan aplikasinya secara tepat.

Tes Minat, Tes Bakat, Tes Prestasi, dan Tes Inteligensi

Jenis tes dapat bermacam-macam. Penggolongan dan penggunaan tes harus dipahami dasar sifat dan tujuannya sehingga tidak salah sasaran. Jenis tes yang sering digunakan terutama dalam bidang pendidikan dan pekerjaan adalah:
  • Tes Inteligensi
  • Tes Bakat
  • Tes Minat
  • Tes Prestasi

Pengertian Tes Minat, Tes Bakat, Prestasi dan Intelegensi_
image source: www.volume.at
baca juga: Pengertian Tes Minat dan Bakat Menurut Para Ahli Beserta Contoh

Tes Kecerdasan / Inteligensi (Intelligence)

Merupakan tes yang disusun dan dikembangkan untuk mengetahui kemampuan dasar individu secara umum. Tes kecerdasan tradisional, meskipun terkadang ada yang memiliki beberapa subtest, namun sebenarnya dirancang untuk mendapatkan angka global tunggal ukuran tingkat perkembangan kognitif umum individu. Keluaran angka ini kemudian sering disebut sebagai Intelligence Quotient (IQ).

Contoh Tes Kecerdasan : WAIS, WISC, Stanford-Binet

Tes Bakat (Aptitude)

Merupakan tes yang disusun untuk mengetahui kemampuan individu dalam bidang-bidang khusus. Tes ini muncul karena adanya perkembangan praktis maupun teoretis yang mengarahkan pada bakat-bakat (aptitudes) yang dapat dipisah-pisahkan yang terdapat dalam tes kecerdasan. Perkembangan ini mendorong penyusunan tes-tes terpisah untuk mengukur beberapa bakat yang aplikasinya luas.

Melalui tes bakat, maka variasi intraindividual dapat terlihat di dalam individu. Tes bakat dapat membandingkan posisi relatif individu pada subtes-subtes yang berbeda, yang mana tes inteligensi tidak dirancang untuk kegunaan ini. Dalam tes inteligensi, memang bias jadi terdapat banyak subtes, akan tetapi subtes atau kelompok item yang ada seringkali tidak reliable untuk mendukung pembandingan intra individu. Hal ini dikarenakan dalam penyusunan tes inteligensi memang item dan subtesnya biasanya dipilih untuk menghasilkan ukuran tunggal dan konsisten secara internal. Dalam prosesnya, usaha ditujukan untuk meminimalkan, bukan memaksimalkan variasi intra individual. Subtes-subtes dan item-item yang korelasinya rendah dengan subtes dan item lain dalam skala biasanya justru dihilangkan. Padahal bagian ini justru mungkin akan dipertahankan bila penekanannya pada variasi intraindividual atau diferensiasi kemampuan individual seperti pada tes bakat.

Contoh tes Bakat : Differential Aptitude Test (DAT), General Aptitude Test Battery (GATB).

Tes Minat (Interest)

Merupakan tes yang disusun untuk mengetahui minat seseorang berdasarkan sikapnya pada suatu jenis kegiatan atau pekerjaan tertentu.

Contoh Tes Minat: The Rothwell-Miller Interest Blank.

Tes Prestasi

Merupakan tes yang disusun untuk mengetahui penguasaan pada subyek yang telah dipelajari sebelumnya.

Contoh Tes Prestatif: Ujian Tengah Semester, Kuis.

Persamaan Tes Bakat dan Tes Prestasi
  • Mengukur efek pengalaman dan pembelajaran (developed abilities).

Perbedaan Tes Bakat dan Tes Prestasi

Tes BakatTes Prestasi
Mengukur efek kumulatif dari pengalaman yang bervariasiMengukur pengalaman yang seragam > misalnya pelatihan pelajaran tertentu
Mengukur pengaruh belajar yang relatif tidak terkontrol dan kondisinya tidak diketahuiMengukur pengaruh pembelajaran dalam situasi terkendali
Dapat digunakan untuk meramalkan unjuk kerja di masa yang akan datang dalam situasi berbedaMenggambarkan hasil belajar atau status individu setelah menyelesaikan suatu pembelajaran / pelatihan

Namun demikian perbedaan di atas tidak dapat diterapkan secara kaku, karena:

  • Beberapa tes bakat tergantung pada proses belajar sebelumnya yang cukup spesifik dan seragam
  • Beberapa tes prestasi juga mencakup pengalaman pendidikan yang relatif luas (cth: SPMB)
  • Ada kalanya tes prestasi juga dapat digunakan sebagai prediktor keberhasilan di masa depan (cth: SPMB, IPK)


Contoh pertanyaan tes bakat dan tes prestasi:

1. Korelasi .7 dari variabel X dan Y dalam sebuah studi mengenai validitas prediktif menunjukkan varians berapa %?

a. 7% b. 70% c. 0,7% d.49% e.25%

2. Bila O diubah menjadi o, maka bagaimana dengan X?

a. / b.% c.Y d.X’ e.x

Contoh 1 merupakan pertanyaan tes prestasi, karena seseorang harus mempelajari ilmu statistik terlebih dahulu untuk dapat menjawabnya. Sementara contoh 2 merupakan pertanyaan tes bakat karena untuk menjawabnya terdapat pengaruh belajar yang tidak spesifik.

Gambaran Kontinum Pengalaman
(Test Of Developed Abilities)

Orientasi tes berbeda-beda bergantung dari kontinum pengalaman yang hendak diukur. Berdasarkan hal ini, maka tes dapat digolongkan menjadi:

  • Course Oriented Achievement Test
  • Broadly Oriented Achievement Test
  • Verbal Type Intelligence and Aptitude Test
  • Non-Language and Performance Test
  • Culture-Fair Test


Course Oriented Achievement Test
Merupakan tes prestasi yang berorientasi pada pengajaran

Contoh:

  • Setelah ikut kursus Bahasa Jerman > tes
  • Ulangan dari guru
  • UTS dan UAS dari dosen


Broadly Oriented Achievement Test
Merupakan tes prestasi yang berorientasi luas

Contoh :

  • Pencapaian tujuan pendidikan jangka panjang (SPMB)
  • Aplikasi penggunakan prinsip fisika dan matematika


Verbal Type Intelligence and Aptitude Test
Merupakan pengukuran inteligensi dan bakat

Contoh :

  • Subtest Similarities pada WISC > jas-kebaya
  • Tes kosakata, tes kreativitas verbal

Non-Language and Performance Test
Merupakan tes kinerja dan non verbal

Contoh :

  • Tes kinerja tanpa bahasa > mengetik, mengemudi


Culture-Fair Test
Merupakan tes yang bebas pengaruh budaya

Contoh:

  • CFIT
  • PM


Penggunaan Tes Inteligensi, Tes Bakat dan Tes Prestasi

Tes Bakat dan tes prestasi biasanya digunakan dalam bidang-bidang sebagai berikut:

1. Bidang Pendidikan : untuk merencanakan atau membuat keputusan mengenai pendidikan individu.

Misalnya:

  • Tes inteligensi, tes bakat majemuk, tes bakat khusus, dan tes kepribadian > warid belajar (konseling penjurusan / karir pendidikan)
  • Tes prestasi belajar dapat digunakan untuk melihat prestasi umum, kemampuan dasar, prestasi khusus.
  • Tes prestasi juga dapat menjadi tes bakat bila tes tersebut dapat menjadi dasar yang cukup valid untuk meramal keberhasilan di jenjang berikutnya. Contoh: orang yang lulus SPMB berkemungkinan besar untuk dapat berhasil saat menempuh perkuliahan di perguruan tinggi.


2. Bidang Pekerjaan : dapat digunakan untuk merencanakan atau membuat keputusan mengenai pekerjaan.

Misalnya:

  • Inteligensi umum, bakat umum, dan bakat khusus dapat memprediksikan kira-kira individu ini akan lebih sukses bila menempati posisi di pekerjaan seperti apa.
  • Untuk menduduki posisi tertentu, maka individu harus memiliki tingkat inteligensi dan menunjukkan bakat tertentu. Contoh: seorang pilot harus memiliki batasan inteligensi tertentu, mampu bertindak cepat, memiliki skor baik di tes mekanikal, memiliki skor cukup baik di tes akurasi kerja, dsb.


3. Bidang Pengukuran Klinis atau Diagnostik: Digunakan untuk penegakan diagnostic dan penentuan penanganan lebih lanjut.

Misalnya:

  • Tes inteligensi dan tes bakat majemuk dapat menjadi data pendukung untuk melihat suatu kondisi atau kasus-kasus yang bermasalah. Kasus tertentu memiliki kecenderungan nilai tertentu pada tes inteligensi dan tes bakat. Misal: kasus neuropsikologis, kesulitan belajar, kasus anak luar biasa.


Penggunaan tes bakat dan tes prestasi yang salah:

  1. Dapat menyebabkan hasil tes tidak menggambarkan kondisi individu
  2. Underachiever atau Overachiever > peramalan kita terlalu tinggi atau terlalu rendah (overprediction dan underprediction).
    Misalnya siswa A mendapatkan nilai tinggi pada tes bakat, namun prestasinya di lapangan biasa saja atau hasil tes pretasinya rendah (underachiever). Sementara siswa B mendapatkan nilai rendah pada tes bakat namun kenyataan di lapangan prestasinya sangat baik atau hasil tes prestasinya sangat tinggi (overachiever). Padahal tes bakat seharusnya memprediksikan kemampuan seseorang dan tes prestasi menggambarkan kemampuan seseorang setelah mempelajari sesuatu. Apabila secara bakat / aptitude dinilai baik, maka seharusnya prestasinya di lapangan pun baik, demikian sebaliknya. Apabila perbedaan ini terjadi, maka kita perlu memperhatikan lebih lanjut apakah terdapat perbedaan norma, pengaruh hasil belajar, penggunaan tes yang tidak cocok dengan apa yang hendak diukur, motivasi. dan faktor-faktor lain yang mungkin muncul.


Daftar Pustaka
  1. Anastasi, Anne & Susana Urbina. (2001). Psychological Testing (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall International.
  2. Marnat, Gary Groth. (1984). Handbook of Psychological Assessment. New York: Van Nostrand Reinhold Company, Inc.
  3. Marnat, Gary Groth & Aiken, Lewis R. (2006). Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi (Edisi Terjemahan, Jilid 1&2). Jakarta : Indeks.
  4. Munandar, Utami. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sekian artikel tentang Pengertian Tes Minat, Tes Bakat, Prestasi dan Intelegensi.

Sejarah dan Perkembangan Teori Tes Bakat Menurut Para Ahli

$
0
0
Sejarah dan Perkembangan Teori Tes Bakat Menurut Para Ahli - Pengertian sejarah dan perkembangan teori tes bakat perlu dipahami sehingga nature tes dapat dimengerti dan penggunaannya tidak keliru. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami sejarah dan perkembangan teori yang mendasari tes bakat.

Sejarah Perkembangan Tes Bakat

Pengukuran tes Bakat berkembang karena:
  • Berkembangnya pemahaman bahwa ternyata terdapat variasi intraindividual yang dapat dilihat pada subtes tes inteligensi tradisional.
    Akan tetapi tes inteligensi tradisional tidak dirancang utk hal ini. Bila ini akan dilakukan maka tes nya harus didisain khusus sehingga reliabilitasnya tes maupun subtesnya tinggi. Sementara pada tes Intelegensi tradisional, item yang memiliki korelasi kecil dengan item yang lain dihilangkan, padahal untuk melihat variasi intraindividual bisa jadi item tersebut seharusnya dipertahankan.
  • Tes inteligensi tradisional tidak seumum yang diperkirakan sebelumnya.
    Rata-rata tes inteligensi tradisional setelah ditelaah ternyata lebih banyak mengukur kemampuan verbal.
  • Makin berkembangnya konseling karir sehingga diperlukan tes bakat spesifik.
    Dalam hal ini berkembang tes bakat yang tertentu yang menjadi suplemen dari tes inteligensi, cth : tes utk pilot, tes mechanical utk engineer.
  • Penerapan teknik analisis faktor dalam pengembangan batere tes.
    Dengan analisis faktor, berbagai kemampuan yang berbeda dapat dikelompokkan sehingga dapat lebih sistematis diidentifikasi, dipilah, dan didefinisikan.

Sejarah dan Perkembangan Teori Tes Bakat Menurut Para Ahli_
image source: pinterest.com
baca juga: Pengertian Tes Minat, Tes Bakat, Prestasi dan Intelegensi

Faktor Analisis (Factor Analysis)

Merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menyederhanakan / meringkas deskripsi data dengan mengurangi banyaknya variabel atau dimensi yang diperlukan. Teknik ini kemudian dipergunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok kemampuan atau perilaku atau traits yang berhubungan satu sama lain.

Contoh:
  • 5 faktor / skor dapat mewakili 20 skor asli dari satu betere yang terdiri dari 20 tes. 5 skor tersebut dapat dipakai tanpa mengorbankan informasi penting apapun (diambil tes yang paling baik faktornya)  Caranya dengan mempertahankan tes-tes yang mewakili pengukur terbaik melalui analisis faktor.
  • Satu faktor ditemukan pada subtest berikut: mengingat sejumlah angka, menceritakan kembali sebuah cerita, merekonstruksi bentuk ingatan à setelah ditelaah, subtest tersebut merupakan faktor ingatan.

Proses Interpretasi faktor:
  • Faktor-faktor yang ditemukan diberi nama menggunakan insight psikologis (psychological insights), tidak lagi interpretasi statistik.
  • Memahami perwujudan faktor tertentu dengan memeriksa tes yang memiliki muatan tinggi dan proses psikologis yang sama-sama dimiliki à makin banyak tes yang memiliki muatan tinggi pada faktor tertentu, maka makin mudah mendefinisikan perwujudan faktor.

TestFactor 1Factor 2
1. Vocabulary.91-.06
2. Analogies.75.02
3. Sentence Completion.80.00
4. Disarranged Sentences.39-.02
5. Reading Comprehension.86-.04
6. Addition-.09.55
7. Multiplication.07.64
8. Arithmetic Problems.18.68
9. Equation Relations.16.54
10. Number Series Completion.13.38

Berdasarkan data di atas, setelah dianalisis menggunakan analisis faktor, maka terlihat bahwa:

  • Faktor 1 = Verbal (Vocabulary, analogies, sentence completion, disarranged sentences, reading comprehension) à perhatikan bahwa korelasinya cukup tinggi untuk faktor 1.
  • Faktor 2 = Numerical (Addition, multiplication, arithmetic, equation, number series completion) à perhatikan bahwa korelasinya cukup tinggi untuk faktor 2.


Macam Faktor dan Perkembangan Faktor

  • Unsur perilaku yang terorganisir dalam kelompok tertentu banyak dipengaruhi oleh faktor herediter dan pengalaman. Contoh: sekolah banyak mengembangkan faktor verbal.
  • Perbedaan pola faktor berasosiasi dgn perbedaan budaya, sosial ekonomi, kurikulum sekolah, dan learning set serta transfer of training (tampak dari penyelesaian seseorang terhdapa suatu tugas) penelitian dari French and Frederiksen.


Teori Organisasi Perangai (Trait)

Penyusunan Tes Bakat juga berkembang dengan adanya Teori Organisasi Perangai, sebagai berikut:

  1. Teori Dua Faktor / Two Factor Theory (Charles Spearman, 1904)
  2. Teori Faktor Majemuk / Multiple Factor Theory (Kelley and Thurstone)
  3. Teori Struktur Intelek / Structure of Intellect Model (Guilford)
  4. Teori Hirarki / Hierarchical Theories (Humphrey & Vernon)


Teori Dua Faktor / Two Factor Theory (Charles Spearman, 1904)

Teori ini dikembangkan oleh Charles Spearman. Berdasarkan teori ini, maka inteligensi terdiri dari 2 faktor, yaitu:

1. Faktor g :

  • Merupakan faktor General (umum)
  • Faktor bersama tunggal yang dimiliki bersama
  • Menggambarkan kemampuan umum seseorang
  • Cth: faktor utama yang menentukan seseorang itu pandai atau bodoh


2. Faktor s:

  • Faktor spesifik / khusus
  • Menentukan kepandaian seseorang pada bidang tertentu
  • Unik pada diri seseorang


Pada perkembangan selanjutnya banyak ahli yang merasa teori ini lebih cocok disebut sebagai teori faktor tunggal, sebab:

  • Hanya faktor g yang mendukung korelasi
  • Korelasi positif antar dua fungsi disebabkan oleh faktor g
  • Makin rendah korelasi antara 2 fungsi disebabkan faktor s
  • Makin tinggi kedua fungsi mengandung faktor g, maka korelasinya makin tinggi
  • Tes psikologi sebaiknya hanya mengukur faktor g à hubungan abstrak (PM, CFIT)


Penggambaran hubungan dalam teori dua faktor adalah sebagai berikut:


Keterangan gambar:

  1. Tes 1 dan 2 berkorelasi tinggi satu dengan lain karena mengandung banyak g
  2. Area yang tidak bertumpuk (tidak beririsan) pada tiap tes menggambarkan varians spesifik dan varians eror
  3. Tes 3 memiliki korelasi rendah dengan tidap tes lain karena berisi sangat sedikit g


Teori Faktor Majemuk / Multiple Factor Theory

Tokoh: Kelley dan Thurstone

- Kelley (1928) menekankan beberapa faktor yang berpengaruh dalam kecerdasan, yaitu:

  • Manipulasi hubungan spasial
  • Kemudahan dengan angka
  • Kemudahan materi verbal
  • Ingatan
  • Kecepatan


Cth: Tes Kemampuan Diferential (TKD)

-  Thurstone (1938)
Menurut Thurstone faktor umum itu tidak ada, yang ada hanya sekelompok faktor atau Primary Mental Abilities yang terdiri dari 7 faktor, yaitu:

1. V: Verbal Comprehension
Merupakan Faktor Primer dalam tes seperti pemahaman bacaan, analogi verbal, kalimat acak, penalaran verbal.
Paling baik diukur dengan tes kosakata

Cth:

  • Testee diharapkan menjawab beberapa pertanaan setelah membaca cerita Beauty and the Beast à mengapa Beast mendapat kutukan? Dimana kerajaan Beast ?
  • Kakek – nenek = paman – bibi


2. W: Word Fluency
Ditemukan dalam tes seperti anagram, membuat kata bersajak, menamai kata -kata dalam kategori yang ditentukan.

Cth:

  • Buatlah kata dari huruf KAUVDISN
  • Sebutkan pekerjaan yang memakai seragam


3. N: Number
Paling dekat diidentifikasikan dengan kecepatan dan ketelitian dalam komputasi hitungan sederhana.

Cth:

  • 2 4 6 8 ……
  • 5 = 25, 8 =64, 10 = ?


4. S : Space
Faktor ini dapat merupakan dua faktor terpisah, satu mencakup persepsi spasia geometrik yang tetap, dan yang lain visualisasi yang telah dimanipulasi, yaitu memvisualisasi posisi yang telah diubah atau ditransformasikan.

Cth:

  • Gambarkan perjalanan dari ruang kelas ke kantin
  • Seseorang berada di ruangan yang memiliki 4 sudut yang sama, apakah ruangan itu? Jawab: kubus


5. M : Associative Memory
Ditemukan terutama dalam tes yang menuntut hafalan asosiasi berpasangan
Menurut penelitian, faktor ini mencerminkan sejauh mana penopang ingatan dimanfaatkan.

Cth: kata ‘biru’ : diasosiasikan dengan langit, laut

6. P : Perceptual Speed
Pemahaman yang cepat dan cermat terhadap rincian, persamaan, dan perbedaan visual.

Cth:

  • Di piano : mana yg lebih tinggi, nada A atau B
  • Apa perbedaan antara gambar A dan B


7. I : Induction / General Reasoning

  • Identifikasi dari faktor ini kurang jelas
  • Thurstone: Faktor induktif dan deduktif
  • Induktif: diukur dgn tes yang menuntut responden menemukan aturan.


Cth: deret angka

  • Deduktif : diukur dengan penalaran silogistik.
  • Cth: gambar diputar


Teori ini berpendapat bahwa:

  • Bila jumlah variasi tes dalam betere sedikit, single general factor (faktor g) bisa bertanggung jawab atas korelasi diantara batere tersebut.
  • Bila tes yang sama diletakkan dalam batere tes yg lebih besar dan bervariasi, g faktor hanya akan muncul sebagai faktor kelompok pada beberapa tes
  • Psikolog dapat memilih faktor yang tepat, sesuai tujuannya, tidak perlu semua subtes diberikan. Cth: apa yg dikur dari sekretaris? Jwb : ketelitian, kecepatan, kemampuan verbal, kemampuan clerical


Penggambaran hubungan dalam Teori Faktor Majemuk


Keterangan gambar:

  • Korelasi tes 1,2,3 adalah hasil muatan bersama mereka pada faktor verbal (V)
  • Korelasi antara tes 3 dan 5 merupakan hasil dari faktor spasial (S)
  • Korelasi faktor 4 dan 5 dari faktor Numerik
  • Tes 3 dan 5 merupakan tes yang sifatnya kompleks, karena masing-masing memiliki muatan yang cukup besar pada lebih dari satu faktor : V dan S pada tes 3, N dan S pada tes 5
  • Tes 3 berkorelasi lebih tinggi dengan tes 5 daripada dengan tes 2 karena bobot faktor S dalam tes 3 dan 5 (daerah yang beririsan) lebih besar daripada bobot di faktor V


Teori Struktur Intelek / Structure Of Intellect Model

  • Tokoh: Guilford
  • Teori ini mengorganisasikan sejumlah perangai dalam skema sistematik
  • Merupakan upaya untuk menyederhanakan gambaran trait (perangai) dengan cara mengorganisasikan ke dalam suatu skema yang sistematik


Ada 3 dimensi dalam model ini:

1. Operation : Proses apa yang dilakukan responden

  • Kognisi
  • Perekaman Ingatan
  • Penahanan ingatan (retention)
  • Produksi divergen (menonjol dalam kegiatan kreatif)
  • Produksi konvergen (penyimpulan)
  • Evaluasi


2. Content (Isi) : Hakikat materi atau informasi dimana operation dijalankan

  • Segi visual
  • Pendengaran
  • Simbolis (huruf, angka)
  • Semantik (kata-kata, arti verbal)
  • Perilaku (informasi tentang perilaku, sikap, kebutuhan orang lain, dsb)


3. Produk : Bentuk / hasil informasi diproses responden

  • Unit: pengetahuan tunggal (single item)
  • Kelas : set unit yang memiliki atribut yang serupa
  • Relasi : unit yang saling terkait à analogi, asosiasi, urutan
  • Sistem : beberapa relasi yang membentuk struktur tertentu
  • Transformasi: perubahan, perspektif, konversi
  • Implikasi : prediksi, inferensi, antisipasi, konsekuensi


Model Struktur Intelek ini memberikan skema untuk menggambarkan korelasi antar variabel yang diperoleh.

Teori Hirarki

  • Tokoh: Humphrey (US), Vernon (UK)
  • Teori ini mengasumsikan bahwa bakat merupakan suatu hirarki dimana faktor g berada pada puncak hirarki dan pada tingkat berikutnya terdapat faktor kelompok dan pada tingkat terbawah terdapat faktor s
  • Humphrey: penyusun tes dapat memilih tingkat hirarki yg palling cocok dengan tujuan (untuk menyederhanakan faktor)
  • Vernon:
    - Faktor g merupakan 40% varians kemampuan manusia
    - Mayor dan minor masing-masing 10 %
    - Faktor spesifik 40%


Daftar Pustaka

  1. Anastasi, Anne & Susana Urbina. (2001). Psychological Testing (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall International.
  2. Marnat, Gary Groth. (1984). Handbook of Psychological Assessment. New York: Van Nostrand Reinhold Company, Inc.
  3. Marnat, Gary Groth & Aiken, Lewis R. (2006). Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi (Edisi Terjemahan, Jilid 1&2). Jakarta : Indeks.
  4. Munandar, Utami. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Sekian artikel tentang Sejarah dan Perkembangan Teori Tes Bakat Menurut Para Ahli.

Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli

$
0
0
Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli - Artikel ini akan menjelaskan tentang teori perkembangan yang mencakup teori psikoanalisis, teori kognitif, teori perlilaku dan kognitif sosial, serta teori etologi yang semuanya menurut pendapat para ahli.

Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli_

Teori Psikoanalitis : Freud

Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli 1_

Teori Psikoanalitis : Erikson

Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli 2_

Teori Kognitif : Piaget

Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli 3_

Teori Kognitif Sosiobudaya Vygotsky
  • Teori kognisi yang berfokus pada bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif.
  • Vygotsky berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi, dan penalaran mencakup kegiatan belajar dengan menggunakan temuan-temuan dari masyarakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori.
  • Menurut Vygotsky, interaksi anak-anak dengan orang dewasa yang lebih terampil dan kawan-kawan sebaya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kognitif. Melalui interaksi ini, mereka belajar menggunakan perangkat yang dapat membantu mereka untuk beradaptasi dan berhasil di dalam budayanya.

Teori Kognitif: Teori Pemrosesan Individu
  • Teori ini mengedepankan bahwa, individu memanipulasi, memonitor, dan menyusun strategi terhadap informasi-informasi yang ditemuinya.
  • Individu secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang kompleks.
  • Ketika individu menangkap, menuliskan sandi (encoding), menampilkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi maka mereka sedang berpikir.
  • Inti dari teori ini adalah proses memori dan pemikiran.

Teori Perilaku dan Kognitif Sosial: Pengkondisian Operant Skinner
  • Menurut Skinner, konsekuensi dari suatu perilaku akan mengubah peluang munculnya perilaku itu di kesempatan berikutnya.
  • Perilaku yang diikuti dengan penghargaan akan meningkatkan kecenderungan munculnya perilaku tersebut, sementara perilaku yang dihukum akan mengurangi kecenderungan munculnya perilaku tersebutà konsep reward and punishment.
  • Menurut Skinner, aspek penting dari perkembangan adalah perilaku, bukan pikiran ataupun perasaan.
  • Modifikasi lingkungan dapat membantu individu untuk mengubah perilakunya.

Teori Perilaku dan Kognitif : Teori Kognitif Sosial Bandura
  • Teori kognitif sosial menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan faktor-faktor penting dalam perkembangan.
  • Bandura menegaskan bahwa proses-proses kognitif memiliki kaitan penting dengan lingkungan dan perilaku.
  • Program penelitian awal yang dilakukan Bandura terutama berfokus pada pembelajaran melalui observasi atau observational learning (disebut juga imitation atau modeling), yaitu pembelajaran dengan menggunakan observasi terhadap hal-hal yang dilakukan orang lain.
  • Manusia secara kognitif menampilkan kembali perilaku orang lain kemudian mengadopsi perilaku ini ke diri mereka sendiri.
  • Model belajar dan perkembangan Bandura yang dikembangkan baru-baru ini, melibatkan tiga elemen, yaitu: perilaku, pribadi/kognitif, dan lingkungan.

Teori Etologi
  • Etologi menegaskan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi, terkait dengan evolusi, dan ditandai dengan periode kritis atau sensitif.
  • Penelitian Lorenz menjelaskan tentang proses imprinting, yaitu suatu proses belajar yang cepat dan naluriah yang melibatkan kelekatan kepada objek bergerak yang pertama kali dilihat.
  • Kelekatan pada pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki konsekuensi penting bagi keseluruhan masa hidup seseorang.
  • Menurut Lorenz, imprinting perlu terjadi pada waktu tertentu dan dini dalam kehidupan organisme, di luar waktu itu maka imprinting tidak akan terjadi. Periode waktu ini disebut periode kritis. 

Teori Ekologi
  • Teori ekologi mengedepankan faktor lingkungan.
  • Teori ekologi Bronfenbrenner menyatakanbahwa perkembangan mencerminkan pengaruh dari sejumlah sistem lingkungan.
  • Teori tersebut mengidentifikasi lima sistem lingkungan, diantaranya adalah:
    1. Mikrosistem → lingkungan tempat individu hidup.
    2. Mesosistem → relasi antarmikrosistem atau koneksi di antara beberapa konteks.
    3. Ekosistem → kaitan antara lingkungan sosial di mana individu tidak memiliki peran aktif dan konteks individu itu sendiri .
    4. Makrosistem → budaya tempat individu hidup.
    5. Kronosistem → pola peristiwa-peristiwa lingkungan dan transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris
  • Bronfenbrenner baru-baru ini telah menambahkan pengaruh biologis dalam teorinya dan kini menyebutnya sebagai teori bioekologi.

Orientasi Teori Ekletik

Orientasi teoritis ekletik tidak hanya mengikuti sebuah pendekatan teori, namun memilih segi-segi yang dianggap paling baik dari masing-masing teori.

Daftar Pustaka
  1. Santrock,J.W. (2011). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid I (Terj.) Jakarta : Erlangga

Perkembangan Sosioemosi di Masa Dewasa Awal Menurut Ahli

$
0
0
Perkembangan Sosioemosi Di Masa Dewasa Awal Menurut Ahli - Artikel ini menjelaskan tentang perkembangan sosioemosi di masa dewasa awal. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami masa perkembangan dewasa awal dalam aspek sosioemosi serta dapat menggunakannya dalam aplikasi atau kasus.

Stabilitas dan Perubahan yang Berlangsung dari Masa Kanak-kanak Hingga Masa Dewasa
  • Bagi orang dewasa, perkembangan sosioemosi berkisar sekitar “integrasi yang adaptif dari pengalaman emosional ke dalam hidup sehari-hari yang memuaskan serta relasi yang berhasil dengan orang lain”
  • 20 tahun pertama dalam kehidupan bisa memprediksi kehidupan sosiemosi pada usia dewasa → pengalaman di masa dewasa awal penting untuk menentukan bagaimana jadinya individu itu di kemudian hari.

Temperamen
  • Temperamen → gaya perilaku dan karakteristik respons emosional yang sifatnya individual.
  • Di masa dewasa awal, sebagian besar individu memperlihatkan lebih sedikit perubahan suasana hati dibandingkan ketika remaja; mereka juga lebih bertanggung jawab dan lebih jarang berperilaku yang mengandung risiko.
  • Para peneliti menemukan kaitan antara beberapa dimensi dari temperamen di masa kanak-kanak dengan kepribadian orang dewasa:
    - Temperamen yang mudah dan temperamen yang sulit → anak-anak yang memiliki temperamen yang mudah di usia 3-5 tahun, cenderung lebih mudah menyesuaikan diri ketika menjadi orang dewasa muda.
    - Kekangan (inhibition) → individu yang memiliki temperamen yang terkekang di masa kanak-kanak, cenderung kurang dapat bersikap asertif atau memperoleh dukungan sosial, dan cenderung terlambat memasuki jalur kerja yang stabil di masa dewasa.
    - Kemampuan mengendalikan emosi → ketika anak-anak usia 3 tahun memperlihatkan kontrol emosi yang baik dalam menghadapi stres, mereka cenderung mampu mengatasi emosinya secara efektif ketika dewasa.
  • Adanya kesinambungan antara aspek-aspek tertentu dari temperamen di masa kanak-kanak dan penyesuaian di masa dewasa awal → masih diperlukan lebih banya riset → kaitan antara temperamen masa kanak-kanak dengan kepribadian di masa dewasa dapat bervariasi → tergantung pada konteks yang mengintervensi pengalaman individu.

Kelekatan
  • Kelekatan muncul di masa bayi dan turut memainkan peran penting dalam perkembangan sosioemosi seseorang.
  • Orang dewasa yang menunjukkan kelekatan yang aman dalam relasi romantisnya dengan pasangan, cenderung memiliki kelekatan yang aman pula dengan orang tua/ pengasuhnya di masa kanak-kanak.
  • Meskipun demikian, dalam studi longitudinal lainnya, kaitan antara gaya kelekatan awal dengan gaya kelekatan di masa selanjutnya diperlemah oleh pengalaman yang menekan dan sangat merugikan, seperti kematian atau ketidakstabilan pengasuh.
  • Tiga gaya kelekatan:
    - Gaya kelekatan yang aman → memiliki pandangan yang positif terhadap relasi, mudah dekat dengan orang lain, dan tidak khawatir stres berlebihan tentang relasi romantis mereka → lebih puas dengan relasinya, cenderung diwarnai oleh kepercayaan, komitmen, dan usia yang panjang, cenderung menerima dukungan jika sedang berada dalam kondisi tertekan, dan cenderung lebih bersedia memberikan dukungan, serta memiliki kemudahan dalam menjalin pertemanan di masa kuliah → punya rasa penerimaan diri, penghargaan diri, self-efficacy yang terintegrasi dengan baik, mampu mengontol emosi, optimis , dan ulet.
    - Gaya kelekatan yang menghindar → merasa ragu-ragu terlibat dalam relasi romantis dan sering mengambil jarak dari pasangan mereka dalam relasi.
    - Gaya kelekatan yang cemas → menuntut kedekatan, kurang bisa mempercayai orang lain, dan lebih emosional, pencemburu, serta posesif.
  • Kategori kelekatan cenderung stabil pada masa dewasa, akan tetapi orang dewasa juga punya kapasitas untuk mengubah pemikiran dan perilaku kelekatan mereka.

Perkembangan Sosioemosi di Masa Dewasa Awal Menurut Ahli_
image source: www.shutterstock.com
baca juga: Teori Kognitif, Perilaku, dan Etologi Menurut Para Ahli

Ketertarikan, Cinta, dan Relasi yang Akrab

Ketertarikan
  • Secara keseluruhan, kawan-kawan dan kekasih kita memiliki lebih banyak kesamaan dengan kita dibandingkan ketidaksamaan → kawan dan kekasih cenderung memiliki sikap, nilai, gaya hidup, dan daya tarik fisik yang menyerupai satu sama lain. Meskipun demikian ada beberapa karakteristik berlawanan yang mungkin menjadi daya tarik.
  • Orang tertarik dengan orang lain yang memiliki sikap, nilai , dan gaya hidup yang sama → karena adanya validasi konsensual → sikap dan nilai kita memperoleh dukungan jika sikap dan nilai orang lain juga sama dengan kita. Selain itu, orang cenderung menghindar dari sesuatu yang tidak diketahuinya. Kesamaan juga mengimplikasikan bahwa kita akan menikmati melakukan hal-hal dengan orang yang juga menyukai hal yang sama dan memiliki sikap yang sama.
  • Meskipun secara abstrak kita memilih orang yang lebih menarik, dalam kenyataannya kita akhirnya memilih seseorang yang menyerupai level ketertarikan kita sendiri.

Bentuk-Bentuk Cinta
  • Cinta melibatkan wilayah perilaku manusia yang luas dan kompleks, menjangkau berbagai relasi yang mencakup persahabatan, cinta romantis, cinta afektif, dan bahkan menurut sejumlah ahli, juga melibatkan altruisme consummate love.

Keintiman
  • Keterbukaan diri (self-disclosure) dan berbagai pikiran-pikiran personal merupakan tanda keintiman.
  • Menurut Erikson,di awal masa dewasa, individu memasuki tahap keenam → keintiman versus isolasi.
  • Erikson mendeskripsikan keintiman sebagai proses menemukan diri sendiri sekaligus peleburan diri sendiri di dalam diri orang lain → keintiman juga membutuhkan komitmen terhadap orang lain → jika seseorang gagal mengembangkan relasi yang intim di masa dewasa awal, maka ia akan mengalami isolasi.
  • Ketidakmampuan mengembangkan relasi yang bermakna dengan orang lain dapat melukai kepribadian individu → menggiring individu untuk tidak mau mengakui, mengabaikan, atau menyerang orang-orang yang dianggap menimbulkan frustrasi → individu akan mundur ke dalam pencarian diri untuk menemukan di mana letak kesalahannya → introspeksi ini kadangkala mengarah pada depresi yang menyakitkan dan isolasi → menyebabkan sikap tidak mempercayai orang lain.
  • Keseimbangan antara keintiman dan komitmen di satu sisi, serta kemandirian dan kebebasan di sisi, merupakan hal yang sulit → bukan hanya dialami di masa dewasa awal → harus diolah kembali secar berulang-ulang sepanjang masa dewasa.

Persahabatan
  • Masa dewasa memberikan kesempatan untuk menjalin persahabatan baru ketika individu pindah ke tempat baru dan mungkin membangun hubungan persahabatan baru di lingkungan tempat tinggal atau di tempat kerja mereka.
  • Wanita cenderung lebih suka mendengarkan apa yang dikatakan oleh seorang teman dan bersimpati, sementara pria lebih senang terlibat dalam suatu aktivitas dan menginginkan solusi praktis dibandingkan simpati.

Bentuk-Bentuk Cinta
  • Cinta romantis → cinta bergairah atau eros → komponen seksualitas dan gairah yang kuat di mana kedua hal ini sering menonjol di awal relasi cinta àmengandung berbagai emosi yang saling bercampur baur secara kompleks, seperti ketakutan, kemarahan, hasrat seksual, kegembiraan, dan cemburu.
  • Cinta afektif → cinta karena kedekatan (companionate) → tipe cinta yang terjadi ketika seseorang menginginkan seseorang berada di dekatnya dan memilih afeksi mendalam dan perhatian terhadap orang itu.
  • Cinta yang sempurna → consummate love → melibatkan ketiga dimensi: gairah, keintiman, dan komitmen.
  • Sternberg mengajukan teori triachic cinta, di mana cinta dapat dipandang sebagai sebuah segitiga yang terdiri dari tiga dimensi utama → gairah, keintiman, dan komitmen.
  • Gairah → daya tarik fisik dan seksual terhadap orang lain.
  • Keintiman → perasaan emosi yang mengandung kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam sebuah relasi.
  • Komitmen → penilaian kognitif mengenai relasi dan intensi untuk mempertahankan relasi meskipun relasi itu menghadapi masalah.

Berakhirnya Percintaan
  • Cinta yang tidak terbalas dapat mengakibatkan depresi, pikiran obsesif, disfungsi seksual, ketidakmampuan bekerja secara efektif, kesulitan menjalin relasi dengan teman baru, dan menghukum diri sendiri.

Gaya Hidup Orang Dewasa

Orang Dewasa yang Hidup Sendiri
  • Kini, hidup sendirian telah menjadi gaya hidup yang semakin banyak dijumpai.
  • Salah satu keuntungan dari hidup sendiri adalah adanya otonomi.
  • Tantangan yang dihadapi oleh orang dewasa yang hidup sendiri biasanya berkaitan dengan keintiman, kesepian, dan menemukan identitas yang positif di tengah masyarakat yang berorientasi pada perkawinan.

Kohabitasi Pada Orang Dewasa
  • Kohabitasi mengacu pada hidup bersama dan melakukan hubungan seksual meskipun tidak menikah.
  • Sejumlah pasangan memandang kohabitasi bukan sebagai pendahulu pernikahan namun sebagai sebuah gaya hidup.
  • Peneliti menemukan bahwa kohabitasi seringkali dikaitkan dengan hasil pernikahan yang negatif, meskipun kaitan ini bergantung pada waktu dilakukannya kohabitasi.
  • Pasangan yang melakukan kohibitasi mengahadapi masalah-masalah tertentu → ketidak setujuan dari orang tua, kesulitan dalam memiliki hak milik bersama, dan kecenderungan untuk mengalami kekekerasan yang dilakukan oleh pasangan, khususnya bagi wanita.

Orang Dewasa yang Menikah
  • Keuntungan pernikahan → tercapainya kesehatan fisik dan mental yang lebih baik dan kehidupan yang lebih panjang.

Orang Dewasa yang Bercerai

  • Perceraian lebih banyak dialami oleh kelompok tertentu → menikah di usia muda, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat penghasilan yang rendah, tidak memiliki afiliasi religius, memiliki orang tua yang bercerai, dan memiliki bayi sebelum menikah.
  • Karakteristik-karakteristik dari pasangan yang bisa meningkatkan terjadinya perceraan → alkoholisme, masalah psikologis, kekerasan domestik, ketidaksetiaan, dan pembagian tugas rumah tangga yang tidak adil.
  • Pasangan harus menghadapi tantangan setelah bercerai → merasa kesepian, kehilangan harga diri, cemas dengan ketdaktahuan akan kehiddupan selanjutnya, dan kesulitan dalam menjalin relasi akrab yang baru.


Orang Dewasa yang Menikah Lagi
  • Ketika orang dewasa menikah lagi → orang dewasa pria cenderung melakukannya lebih cepat dibanding orang dewasa wanita.
  • Pasangan yang menikah lagi lebih tidak stabil dibandingkan pernikahan pertama dan lebih besar kemungkinannya untuk bercerai, khususnya di tahun-tahun pertama setelah menikah lagi.
  • Orang dewasa yang menikah kembali cenderungsulit untuk mempertahankan perkawinannya yang baru → banyak orang yang menikah kembali tidak didasarkan oleh cina namun alasan finansial, memperoleh bantuan dalam mengasuh anak, dan mengurangi kesepian.

Orang Dewasa Gay dan Lesbian
  • Relasi antara gay dan lesbian itu serupa, dalam hal kepuasan, cinta, kegembiraan, dan konflik yang mereka alami, dengan relasi heteroseksual → sebagai contoh, seperti halnya pasangan heteroseksual, pasangan gay dan lesbian perlu menemukan keseimbangan antara cinta romantis, afeksi, otonomi, dan kesetaraan yang dapat diterima oleh keduanya.

Pernikahan dan Keluarga

Melestarikan Pernikahan
  • Dalam risetnya, Gottman (Santrock, 2011) telah menemukan 7 prinsip yang menentukan apakah pernikahan akan lestari atau tidak:
    - Membuat peta cinta
    - Memelihara kasih sayang dan kekaguman
    - Mengarahkan diri pada pasangan, bukan berpaling darinya
    - Membiarkan pasangan mempengaruhi Anda
    - Memecahkan konflik-konflik yang dapat dipecahkan
    - Mengatasi jalan buntu (gridlock)
    - Menciptakan kesempatan untuk berbagi rasa
  • Ahli pernikahan lain menambahkan faktor lain, seperti memberi maaf dan komitmen sebagai aspek penting dari pernikahan yang berhasi.

Menjadi Orang Tua
Pengasuhan menuntut sejumlah keterampilan interpesonal dan keterlibatan emosional.
  • Sebagian besar orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tuanya sendiri → praktik yang baik maupun yang kurang baik masih terus dipertahankan.
  • Ukuran keluarga menjadi lebih kecil, dan banyak wanita yang menunda kelahiran hingga mereka mapan dalam karir.

Menghadapi Perceraian
  • Secara psikologis, karakteristik paling umum yang paling banyak ditemui pada orang dewasa yang bercerai adalah bahwa mereka menjadi sulit mempercayai dan menjalin relasi romantis dengan orang lain.

Gender, Relasi, dan Perkembangan-Diri

Gender dan Komunikasi
  • Masalah komunikasi antara pria dan wanita sebagian disebabkan oleh perbedaan cara berkomunikasi yang mereka pilih.
  • Tannen (Santrock, 2011) membedakan antara percakapan untuk membina hubungan (rapport talk) dari percakapan untuk memberikan laporan (repport talk).
  • Rapport talk → merupakan bahasa percakapan → cara menjalin hubungan dan bernegosiasi → cenderung lebih disukai oleh wanita.
  • Report talk → percakapan yang disusun untuk memberikan informasi, termasuk bicara di depan khalayak (public speaking) → cenderung lebih disukai oleh pria.

Perkembangan Wanita
  • Relasi dan membina hubungan dengan orang lain merupakan hal yang sangat bernilai bagi wanita.
  • Menurut Miller (dalam Santrock, 2011), wanita seringkali mencoba berinteraksi dengan orang lain melalui cara yang akan membantu perkembangan seseorang di berbagai dimensi (emosional, intelektual, dan sosial) → wanita lebih berorientasi pada relasi.

Perkembangan Pria
Menurut pandangan ketegangan peran (role-strain view) yang dikemukakan oleh Joseph Pleck, ada beberapa bidang dimana peran pria dapat menimbulkan ketegangan:
  • Kesehatan → jumlah pria yang mengalami ganggua terkait dengan stres, ketergantungan alkohol, kecelakaan mobil, dan bunuh diri,lebih banya dibandingkan wanita.
  • Relasi pria-wanita → pria seringkali diharapkan memiliki sifat dominan, sangat kuat, agresif, dan seharusnya mengontrol wanita.
  • Relasi pria-pria → ada begitu banyak pria yang memiliki interaksi yang terlalu sedikit dengan ayahnya. Sifat mengasuh dan peka terhadap orang lain dianggap sebagai aspek dari peran sebagai wanitaà semua aspek mengenai peran pria ini mengakibatkan pria kurang adekuat dalam mengembangkan hubungan emosi yang positif dengan pria lain.

Daftar Pustaka
  1. Santrock,J.W. (2011). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 2 (Terj.) Jakarta : Erlangga

Sekian artikel tentang Perkembangan Sosioemosi Di Masa Dewasa Awal Menurut Ahli.

Teori Konsep Antropologi Psikologi dan Pembawaan Manusia

$
0
0
Teori Konsep Antropologi Psikologi dan Pembawaan Manusia - Antropologi Psikologi ( Psychological Anthropology) merupakan sub disiplin dalam Antropologi, pada awalnya dikenal dengan nama Culture and Personality atau kerap disebut juga dengan Ethnopsychology. Culture and Personality adalah ilmu induk dari Antropologi Psikologi ( Psychological Anthropology), Psikologi Suku-Bangsa ( Ethnopsychology ), dan Psikiatri LintasBudaya (Transcultural Psychiatry). Ruth Benedict menyatakan bahwa “kebudayaan adalah psikologi individu yang disorot-besarkan ke layar, sehingga memberikannya berukuran raksasa serta berjangka waktu yang lama”.

Subdisiplin bersifat interdisiplin karena teori, konsep, dan metode penelitiannya dipinjam dari ber bagai disiplin ilmu seperti Antropologi, Psikologi,Psikiatri, dan Psikoanalisa. Subdisiplin ini juga dibangun oleh ahli dari berbagai ilmutersebut, misalnya Ralp Linton dan Margaret Mead(Antropologi), Abram Kardiner (ahli Psikiatri),W.H.R River (ahli Psikologi), Erik H. Erikson (ahli Psikonalisa NeoFreudian), Geza Roheim (ahli Psikoanalisa Freudian ortodoks).Sehingga terjadi pertemuan antara Antropologi (budaya dan sosial) dengan psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, ilmu psikiatri, dan psikoanalisa. Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada cara hidup berbeda yang dikembangkan masyarakat diberbagai tempat berbeda di dunia. Sedangkan psikologi kepribadian, perkembangan, dan psikiatri adalah ilmu yang meneliti kepribadian manusia, menyangkut usaha untuk mengerti mengapa dan bagaimana pribadi berbedasatu sama lain. Sehingga antropologi psikologi adalah ilmu yang menjembatani kebudayaan dan kepribadian, yang merupakan fokus dari dua ilmu yang berbeda tersebut (Barnouw, 1963:3).Penelitian yang disebut karya antropologi psikologi apabila mempermasalahkan individu sebagai tempat atau wadah kebudayaan dan karya tersebut menempatkan kebudayaan sebagai variabel bebas (independent variabel) maupun variabel terikat (dependent variabel), yang mana berhubungan dengan masalah kepribadian.

Teori Konsep Antropologi Psikologi dan Pembawaan Manusia_
image source: shutterstock.com
baca juga: Memahami Masyarakat Tradisional, Modern, dan PostModern

Ruang lingkup antropologi psikologi, bersifat studi lintas budaya (cross-culture studies) mengenai kepribadian dan sistem sosial budaya. Kajian ini meliputi(1) hubungan sosial dan nilai-nilai budaya dengan pola rata-rata (modal pattern) pengasuhan anak; (2) hubungan antara pola rata-rata pengasuhan anak dengan struktur kepribadian rata-rata (modal personality), seperti yangdiungkapkan dalam perilaku; (3)hubungan antara struktur kepribadian rata-rata dengan system peran (role system) dan aspek proyeksi dari kebudayaan lain; dan (4)hubungan semua variabel di atas dengan perilaku menyimpang (deviant behavior pattern) yang berbeda satu kolektif dengan kolektif lainnya. Ciri khas penelitian antropologi psikologi adalah menekankan perhatiannya pada perbedaan pada kelompok-kelompok alami (natural groups), perbedaan individu dan perbedaan kolektif yang sengaja dibentuk untuk kepentingan penelitian (experimentally produced group).

Bagian kedua adalah Antropologi Psikiatri (Etnopsikiatri atau Psikiatri Budaya) memusatkan perhatiannya pada hubungan timbal balik antara kebudayaan dengan gangguan jiwa dan kesehatan jiwa. Pokok bahasannya antara lain :
  • Faktor-faktor sosial-budaya yang mempengaruhi bentuk, etiologi, gejala, struktur, epidemiologi/frekuensi, dan aspek-aspek lain dari gangguan jiwa,
  • Psikiatri lintas budaya,
  • Stres budaya,
  • Sindroma yang terkait dengan kebudayaan (culture bound syndrome),
  • Faktor-faktor sosial-budaya yang mempengaruhi kesehatan jiwa,
  • Metode diagnosa dan terapi/pengobatan tradisional dalam beberapa kebudayaan..

Teori Pembawaan Manusia

Terdapat tiga mazhab besar dalam antropologi psikologi, yaitu pembawaanmanusia (human nature); kepribadian khas kolektif tertentu (typi-personality); dan kepribadian individu (individual personality). Ketiga mazhab ini berkembang dengan teori-teorinya sendiri yang dikembangkan oleh para penganutnya. Pada makalah kali ini, kita akna membahas mengenai Teori Pembawaan Manuia.

Mazhab teori pembawaan manusia antara lain didukung oleh teori mengenalseksualitas kanak-kanak Sigmund Freud dan teori gejala masalah akil balig dari Margaret Mead. Sigmund Freud merumuskan dua hipotesa dasar dalam psikoanalisa yaitu teori seksualitas kanak-kanak dan teori kompleks Oedipus (Oedipus Complex).Menurutnya manusia memiliki dua macam dorongan vital (vital drive) yaitu doronganuntuk melindungi diri (the drive of self preservation) dan dorongan untuk berkembang biak (the drive toward procreation), yaitu dorongan untuk memelihara kelangsungan hidup dari jenis manusia. Freud tertarik pada dorongan kedua yaitu dorongan untuk berkembang biak,yang ia sebut dengan libido.Dorongan ini kerap kali dihambat oleh hal-hal yang bersifat social budaya manusia.Ia membagi daerah libido menjadi tiga daerah erotik (erotic zone) yaitu mulut, anal, dan genital. Perhatian seorang anak terhadap daerah erotik ini terjadi secara bertahap, yaitu tahap oral, tahap anal, dan tahap genital.Perkembangan tahap libido ini ditentukan oleh biologi, namun harus pula diakui bahwa pada perkembangan tersebut, anak dipengaruhi oleh reaksi tokoh-tokoh penting disekitarnya, melalui cara pengasuhan dari orang tuanya.

Sedangkan Oedipus Complex, dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual di masa anak-anak saat anak dari jenis kelamin laki - laki menganggap ayah mereka sebagai musuh dan saingan dalam meraih cinta yang eksklusif dari ibunya. Penderita Oedipus Complex pada saat masa kecilnya berusaha untuk menahan hasrat seksualnya terhadap sang ibu dan perasaan cemburu terhadap sang ayah. Akibatnya anak tersebut mempunyai perasaan bersalah yang berlebihan dan mengalami konflik emosional sampai ia dewasa. Oedipus kompleks terjadi karena faktor kejiwaan yang didapatkan sejak dari masa kecil, seperti contohnya terlalu dekat atau terlalu dilindungi oleh ibunya. Maksud dari Sindrom Oedipus Complex di sini adalah pengaruh lanjutan yang di timbulkan dari konflik emosional yang dialaminya pada masa kecil terhadap ibunya dan membawa pengaruh yang berkepanjangan dalam kehidupannya hingga dewasa. Ciri-cirinya antara lain :
  1. Selalu tertarik dengan wanita yang lebih tua dan seumuran ibunya.
  2. Selalu bergantung pada orang lain ( termasuk dalam materi ).
  3. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri, senang dimanja, dan disayangi.

Contoh lain mengenai teori pembawaan manusia yakni, Margaret Mead, antropolog yang meneliti tentang pembawaan manusia (human nature) di kepulauan Samoa-Polinesia. Fokus penelitiannya adalah seberapa jauh para remaja terutama perempuan, mengalami ketegangan akil-balig. Penelitian ini didasarkan pada asumsi universal bahwa remaja, pada masa akil-balig cenderung menentang kekuasaan dan otoritas orang tuanya, ingin selalu mencari kebebasan dariotoritas pada umumnya.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gadis-gadis Samoa tidak mengalami gejala gejolak akil-balig, karena keluarga Samoa tidak bersifat keluarga inti tetapi merupakan keluarga luas. Pada keluarga luas, sehingga seorang anak tidak selalu harus berhubungan terus menerus dengan kedua orang tuanya saja, tetapi juga mendapat kesempatan berhubungan secara bebas dan emosional dengan anggota keluarga lainnya. Mead juga mengungkapkan teorinya bahwa perbedaan kepribadian antara laki-laki dan perempuan, bukan perbedaan biologis universal,melainkan perbedaan tersebut ditentukan oleh kebudayaan, sejarah, dan struktur masyarakat tersebut.

Terkait dengan teori pembawaan manusia, teori lain yang terkenal dalam pembahasan ini yaitu Psikologi Perkembangan. Di dalam Psikologi Perkembangan terdapat tiga aliran yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu :

a. Aliran Nativisme, yang dipelopori Arthur Schopenhauer (1788-1860), menitik beratkan pandangannya pada peranan sifat bawaan dan keturunan sebagai penentu perkembangan tingkah laku, persepsi tentang ruang dan waktu tergantung pada faktor-faktor alamiah atau pembawaan dari lahir, asumsi yang mendasari aliran ini adalah bahwa pada diri anak dan orangtua terdapat banyak kesamaan baik fisik maupun psikis. Aliran ini dipandang sebagai aliran pesimisti dan deterministik.

b. Aliran Empirisme, yang dipelopori John Locke (1632-1704) menitik beratkan pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penentu perkembangan tingkah laku, asumsi psikologisnya adalah bahwa manusia lahir dalam keadaan tidak memiliki pembawaan apapun, bagaikan kertas putih (tabula rasa) yang dapat ditulisi dengan apa saja yang dikehendaki. Perwujudan tingkah lakunya ditentukan oleh lingkungan dengan kiat-kiat rekayasa yang bersifat impersonal dan direktif. Bayi yang lahir mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu menyusu jika bibirnya bersentuhan dengan payudara ibunya, menangis ketika merasa haus, lapar dan sakit.

Aliran ini dikenal sebagai aliran yang optimistik dan positivistik, hal ini disebabkan bahwa suatu tingkah laku menjadi lebih baik apabila dirangsang oleh usaha-usaha yang nyata, karena manusia bukanlah robot yang diprogram secara deterministik.

c. Aliran Konvergensi, yang dipelopori oleh William Stern (1871-1929) aliran ini menggabungkan dua aliran di atas. Konvergensi adalah interaksi antara faktor hereditas dan faktor lingkungan dalam proses perkembangan tingkah laku. Hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan. Sebaliknya rangsangan lingkungan tidak akan membina perkembangan yang ideal tanpa didasari oleh faktor hereditas. Karenanya penentuan kepribadian seseorang ditentukan dengan kerja integral antara faktor internal (potensi bawaan) dan faktor eksternal (lingkungan pendidikan).

Pembawaan

Pembawaan merupakan seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada seorang individu dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Misalnya: sejak dilahirkan anak mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi berkata-kata, potensi untuk belajar ilmu pasti, pembawaan untuk bahasa, untuk menggambar, intelegensi yang baik dan lain-lain. Beberapa Macam Pembawaan Adalah Sebagai Berikut:

a. Pembawaan Jenis
Tiap-tiap manusia biasa diwaktu lainnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelegensinya, ingatannya dan sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas, dan berbeda dengan jenis-jenis makhluk lain.

b. Pembawaan Ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yang juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras.

c. Pembawaan Jenis Kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin masing-masing.

d. Pembawaan Perseorangan
Tiap orang (individu) memiliki pembawaan yang bersifat individual (pembawaan perseorangan) yang tipikal, banyak ditentukan oleh pembawaan ras, pembawaan jenis dan pembawaan kelamin. Konstitusi tubuh, termasuk didalamnya : motorik, seperti sikap badan, sikap berjalan, air muka, gerakan bicara. Cara bekerja alat-alat indra : ada orang yang lebih menyukai beberapa jenis perangsang tertentu yang mirip dengan kesukaan yang dimiliki oleh ayah atau ibunya.

Sifat bawaan atau gen yang dibawa anak sejak lahir dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya), hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gregor Mendel. Pembawaan tersebut berupa sifat, ciri, dan kesanggupan yang biasa bersifat fisik atau bisa juga yang bersifat psikis (kejiwaan). Warisan atau pembawaan yang terpenting antara lain: bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, inteligensi ,bakat watak dan penyakit. Sedangkan sifat malas, lekas marah, dan kemampuan memahami sesuatu dengan cepat adalah sifat-sifat psikis yang mungkin berasal dari pembawaan. Seluruh pembawaan yang terdapat dalam diri seseorang merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama lain; yang satu menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan yang lain.

a) Bentuk tubuh dan warna kulit
Salah satu warisan yang dibawa anak adalah betuk tubuh dan warna kulit.Dan pengaruhketurunan (pembawaan) terhadap pertumbuhan jasmani anak. Bagaimana pun canggihnya teknologi untuk mengubah bentuk dan warna kulit seseorang namun faktor keturunan jangan diabaikan.

b) Sifat-sifat
Sifat-sifat yang dimiliki seseorang adalah salah satu aspek yang diwariskan orang tua kepada anak-anaknya.Seperti, penyabar, pemarah,kikir boros, hemat dan sebagainya.Sifat berbeda dengan kebiasaan.Sifat sangat sulit untuk diubah, sedangkan kebiasaan dapat diubah jika dia mengkehendaki dan bersungguh-sungguh mau merubah kebiasaannya itu. Sifat atau kebiasaan merupakan corak dari kepribadian seseorang atau suku bangsa.

Ahli psikolog Edward Sparanger membagi tipe-tipe manusia berdasarkan sifat yang dimilikinya, antara lain
  • Manusia ekonomi: memiliki sifat rajin bekerja, hemat, dan lain-lain
  • Manusia teori: suka berfikir, meneliti dan sebagainya
  • Manusia politik: suka menguasai dan memerintah
  • Manusia seni: suka keindahan dan punya perasaan halus
  • Manusia agama: suka mengabdi dan taat melaksanakan ibadah

c) Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah. Kemampuan itu meliputi berbagai jenis kemampuan psikis, antara lain: abstrak, berfikir mekanis,matematis, memahami, mengingat, berbahasa dan sebagainya. Tingkat intelegensi seseorang dapat di diketahui dengan beberapa cara, antara lain;
  • Tes Binet-Simon
  • Tes Wechler
  • Tes Army Alpha dan Bheta
  • Tes Proggresive matrics

d) Bakat
Bakat adalalah kemampuan khusus yang menonjol diberbagai jenis potensi yang dimilikinya.Pada umumnya bakat anak dapat diketahui orang tua dari tingkah laku atau kegiatannya sejak dari kecil.

e) Penyakit atau cacat
Ada beberapa jenis penyakit yang diturunkan oleh orang tuanya, seperti: ayan, kebutaan, saraf,dan luka tak mau kering. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak.

KETURUNAN / HEREDITAS

Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan karakteristik biologis individu dari pihak kedua orang tua ke anak atau karakteristik biologis individu yang dibawa sejak lahir yang tidak diturunkan dari pihak kedua orang tua. Kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang anak adalah keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain.

Sifat-sifat keturunan adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain. Jadi ada dua syarat:
  1. Persamaan sifat atau ciri-ciri. 
  2. Ciri-ciri ini harus menurun melalui sel-sel kelamin. 

Sesuatu sifat atau ciri-ciri yang terdapat pada seseorang yang merupakan keturunan itu belum pasti diterima dari orang tuanya. Tidak semua individu-individu dari suatu generasi menunjukkan sifat-sifat keturunan, dapat juga sifat-sifat ini bersembunyi selama beberapa generasi. Besarnya perbedaan antara dua individu atau lebih selalu tergantung kepada dua faktor: pembawaan keturunan dan pengaruh lingkungan.

LINGKUNGAN

Lingkungan ialah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan.

Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh. Dan secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dari konsensi, kelahiran hingga kematiannya.

a. Keluarga
Keluarga merupakan pendidikan tertua yang bersifat informal yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati. Orang bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi:
  • Sebagai pengalaman pertama masa anak anak
  • Menjamin kehidupan emosial anak
  • Menanamkan dasar moral
  • Memberikan dasar pendidikan social.
  • Meletakkan dasar-dasar agama bagi anak.

b. Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan.Oleh karena itu anak dikirim ke sekolah.Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga pendidikan diantaranya sebagai berikut:
  • Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
  • Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan didalam masyarakat yang sukar dan tidak dapat diberikan di rumah.
  • Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
  • Disekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah dan sebagainya.

c. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan masyarakat merupakan lingkungan-lingkungan keluarga dan sekolah.Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada diluar dari lingkungan.Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tampaknya lebih luas.

d. Keadaan alam sekitar
Keadaan alam sekitar tempat tinggal anak juga berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.Sebagai contoh anak-anak di desa lebih suka terhadap keadaan yang tenang, sedangkan anak-anak kota lebih senang dengan keramaian.Sehingga dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan disekitar anak tinggal itu mempengaruhi perkembangan anak atau individu.

Macam-Macam Lingkungan

Menurut Sartain, lingkungan itu dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
  1. Lingkungan alam/ luar (external or psyical environment)
  2. Lingkungan dalam (internal environment)
  3. Lingkungan social/masyarakat ( social evironment)

Yang dimaksud dengan lingkungan luar adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini selain manusia. Dan yang dimaksud dengan lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Dan semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita disebut sebagai lingkungan social. Jadi dalam hal kepribadian kita adalah hasil dari interaksi antara gen-gen dan lingkungan kita, karena interaksi ini maka tiap-tiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain.

Daftar Pustaka
  1. Koentjaraningrat, 1990. “Pengantar Ilmu Antropologi”, PT Rineka Cipta
  2. SyahMuhibbin. 1995. “Psikologi Pendidikan”. PT. RemajaRosdakarya : Bandung

Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual

$
0
0
Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual - Kepribadian masyarakat dan individu merupakan suatu kenyataan yang harus dihormati. Bagaimana untuk memahaminya akan dibahas pada artikel ini.

Teori Kepribadian Khas Kolektif

Kepribadian khas kolektif pertama kali digunakan oleh Robert E.Park (1921( dan dikembangkan lebih lanjut oleh Herber Blumer (1939), Ralph Turner and Lewis Killian (1957), and Neil Smelser (1962) yang mengacu pada proses dan kejadian sosial yang tidak terefleksikan pada struktur sosial yang telah ada (hokum, konvensi dan institusi), namun muncul secara “spontan”. Lebih lanjut, pemakaian istilah ini dikembangkan dalam penelitian mengenai sel, binatang sosial seperti burung dan ikan, serangga termasuk semut. Kepribadian khas kolektif bisa berbagai macam bentuknya namun pada umumnya mengganggu tatanan sosial yang telah ada (Miller 2000, Locher 2002).

Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual_
image source: www.economist.com
baca juga: Teori Konsep Antropologi Psikologi dan Pembawaan Manusia

Beberapa teori yang berkembang terkait dengan teori kepribadian khas kolektif yakni:

1. Teori Kebudayaan Ruth Benedict

Teori Pola Kebudayaan (Patern of Culture) dapat disebut juga Teori Konfigurasi Kebudayaan,Teori Mozaik Kebudayaan. Teori menyatakan bahwa di dalam setiap kebudayaan ada aneka ragam tipe tempramen, yang telah ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor ketubuhan, yang timbul berulang-ulang secara universal. Namun setiap kebudayaan hanya membolehkan sejumlah terbatas dari tipe tempramen tersebut berkembang. Dan tipe-tipe tempramen tersebut hanya yang cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas dari orang-orang dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap tipe dominan dari masyarakatnya. Tipe-tipe temperamen tersebut haruslah cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas individu dalam segala masyarakat akan berbuat sesuai dengan tipe dominan dalam masyarakatnya, karena temperamen mereka cukup elastis untuk dibentuk oleh masyarakat. Hal ini disebut dengan tipe kepribadian normal. Pada kenyataanya ada sebagian penduduk, umumnya yang minoritas, tidak dapat masuk kedalam tipe dominan ini, disebabkan karena tipe temperamen tersebut terlalu menyimpang (deviate) dari tipe dominan (ruling type) ataupun karena mereka tidak cukup berbakat untuk dapat menyesuaikan diri dengan tipe dominan. Golongan minoritas ini adalah para penyimpang (deviant ) dan abnormal

Benedict mengadakan penelitian terhadap suku Zuni di New Mexico, orang Kwakiutke di pantai barat laut Amerika Utara dan orang Dobu di Papua New Guinea. Orang Zuni yang bermata pencaharian pertanian, memiliki konfigurasi kebudayaan yang bertipekan Appolonian (Dewa Apollo), karena ditandai sifat-sifat introversi, rapi, dapat menahan diri, mencari keharmonisan.

Pendapat Benedict mendapat kritik dari Abram Kardiner, seorang psikiater penganut aliran psikoanalisa NeoFreudian, yang berminat untuk menautkan antro pologi dan psikoanalisa. Menurutnya, struktur kepribadian dasar adalah ‘intisari dari kepribadian, yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat dari pengalaman mereka pada masa kanak-kanak. Struktur kepribadian dasar merupakan alat penyesuaian diri individu, yang umumnya bagi semua individu didalam suatu masyarakat. Struktur kepribadian meliputi (1) teknik berpikir ( technique of thinkings), misalnya ilmiah atau animistis; (2) sikap terhadap benda hidup atau mati (attitude toward objects), misalnya menerima atau menolak tergantung pada pengalaman masa kecil. Anak yang semasa kecil diperlakukan tidak menyenangkanoleh ibunya, setelah dewasa akan bersikap menolak kehadiran perempuan. (3) Sistem keamanan dan kesejahteraan ( security system), dinilai dari kecemasan (anxiety) dan kecewaan karena ketidakberdayaan ( frustration) semasa kanak-kanak; dan pembentukan super ego. 

2. Teori Gaya Hidup Petani Desa Robert Redfield

Untuk menerangkan teorinya ini, Redfield (1982) membedakan masyrakat menjadi tiga kategori yaitu masyarakat folk (folk society), masyarakat petani desa (peasant society), dan masyarakat perkotaan (urban society)

Masyarakat folk merupakan masyarakat yg telah ada sebelum timbul kota. Masyarakat folk dikenal juga sebagai tribal society atau masyarakat primitive. Sedangkan masyarakat petani desa yakni bentuk masyarakat folk dahulu yg mendapat sentuhan (kontak) dengan masyarakat perkotaan setelah terpengaruh kebudayaan modern. Masyarakat petani desa bersifat setengah masyarakat (a half society) setengah kebudayaan (a half culture). Masyarakat petani desa tidak ada sebelum terbentuk kota. Hubungan antara masyarakat petani desa dengan masyarakat perkotaan saling menguntungkan.

Gaya hidup khas masyarakat petani desa
  1. Sikap yang praktis dan mencari yg berfaedah. Contoh: bekerja untuk dewa
  2. Menonjolkan perasaan daripada rasio
  3. Mengutamakan kesejahteraan dan kepastian hidup
  4. Mempunyai keturunan yg banyak
  5. Menginginkan kekayaan
  6. Menghubungkan keadilan sosial dengan pekerjaan

Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat perkotaan yakni masyarakat yg ada di perkotaan dengan system sosial yang jauh lebih baik dari pada masyarakat folk.

Teori Struktur Kepribadian Dasar Kardiner, Linton dan Dubois

Struktur kepribadian dasar adalah “intisari dari kepribadian, yang dimiliki oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada masa anak – anak yang sama”. Struktur kepribadian dasar ini sebenarnya adalah alat penyesuaian diri individu umum bagi semua individu di dalam suatu masyarakat, seperti:
  1. Teknik berfikir (apakah ilmiah atau animistis) 
  2. Sikap terhadap benda hidup atau mati 
  3. Sistem keamanan dan kesejahteraan, yang dapat dinilai dari kecerdasan dan kekecewaan karena ketidakberdayaan sewaktu masih kanak-kanak. 

Struktur kepribadian dasar sangat ditentukan oleh pranata (institusi) yang merupakan bentuk fikiran dan ketata kelakuan yang sudah tetap dari sekelompok individu (masyarakat) yang dapat dikomunikasikan dan yang telah diterima sebagai miliki bersama. Pranata dapat dibagi menjadi dua, yaitu pranata pertama (primary institution ) dan pranata kedua (secondary institution).

Yang termasuk pranata pertama adalah oraganisasi kekerabatan, sitem pembentukan perasaan ekslusifisme, sistem tata tertib dasar, cara pemberian anak-anak / bayi, penyapihan, adat merawat anak. Latihan buang air besar, larang – larangan seksual, cara pemuasan kebutuhan primer dan sebagainya. Yang termasuk pranata kedua adalah sistem larangan, kepercayaan, upacara, cara yang dipergunakan untuk menghadapi mereka da sebagainya.

Menurut Kardiner dkk, pranata pertama memberi pengaruh yang besar terdahap strukutur kepribadian dasar. Biasanya individu dalam suatu kelompok memiliki pengaruh pranata pertama yangs sama sehingga struktur kepribadiannya cenderung sama. Demikianlah pula pranata kedua dalam suatu kelompok masyarakat cenderung sama, sehingga membentuk struktur kepribadian yang sama. 

4. Kepribadian orang-orang modern dari Alex Inkeles

Ciri khas orang modern ada dua macam, yaitu ciri luar yang menyangkut lingkungan alam, dan ciri dalam mengenai sikap, nilai, dan perasaan. Peruahan ciri luar yang dialami manusia modern banyak dilihat dalam kemajuan manusia, seperti tamak pada pola komunikasi, kepemilikan harta, urbanisasi, pendidikan, komunikasi, industrialisasi, dan sebagainya. Perubahan ciri dalam menurut Inkeles adalah :

  1. Mempunyai kesediaan untuk menerima pengalaman baru dan keterbukaan bagi pembaharuan dan perubahan
  2. Berpandangan luas, tidak terpukau pada masalah disekitar hidupnya saja, melainkan juga masalah negara atau dunia
  3. Tidak mementingkan masa lampau, melainkan masa kini dan masa depan, menghargai waktu.
  4. Suka bekerja dengan perencanaan dan organisasi yang ketat.
  5. Yakin akan kemampuan manusia untuk menguasai alam tidak lagi menyerahkan hidupnya kepada kemauan alam.
  6. Yakin bahwa hidupnya dapat diperhitungkan dan bukan ditetapkan oelh nasib.
  7. Bersedia menghargai martabat orang lain, terutama wanita dan anak – anak.
  8. Percaya pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
  9. Menganut prinsip bahwa ganjaran seharusnya diberikan sesuai dengan tindakan/prestasi dan bukan karena kedudukan atau berdasarkan kelahiran seseorang.


Teori Kepribadian Individual

1. Teori Kepribadian Individual Menurut Gordon Allpot

Teori Kepribadian Individual pertama kali dicetuskan oleh Gordon Allpot. Allpot mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dari sistem psikofisik (psikologis dan fisik seseorang) yang menentukan perilaku dan pikiran seseorang.

Menurut Gordon W. Allport, kepribadian adalah sesuatu yang unik dan dimiliki masing-masing pribadi. Ia mengatakan bahwa manusia itu dipengaruhi oleh kesadarannya yang meliputi 3 komponen berikut :

1. Dynamic Organization
Komponen ini menyatakan bahwa kepribadian itu mengalami perkembangan dan perubahan

2. Psychophysical System
Komponen ini menyatakan bahwa kepribadian bukan hanya suatu hal yang tersirat namun kepribadian adalah hal yang nyata dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.

3. Determine
Komponen ini menyatakan bahwa kepribadian bukan hanya suatu konsep namun ia dapat mengerjakan sesuatu dan mempengaruhi tingkah laku seseorang.

Sturuktur Kepribadian

1. Sifat (Trait)
Di dalam kepribadian terdapat sifat dasar yakni : Nyata, Berkembang, Fleksibel, Empirik dan Kemandirian yang relatif. Dari 5 sifat dasar ini, terdapat sifat umum dan sifat khusus yang berkembang pada tiap-tiap sifat dasar.

2. Traits-Habit-Attitude
Dalam struktur ini, dinyatakan bahwa kepribadian dapat dibentuk karena sifat dasar, kebiasaan, sikap dalam menghadapi sesuatu, dan kategori nomotetik.

3. Trait dan Konsistensi Pribadi
Stuktur ini mengarah pada praktikum stimulus-respon. Dia membagi atas 3 trait didalamnya. yaitu (gregarious=suka berteman); (shyness=pemalu) dan (self esteem=harga diri).

4. Propium
Propium adalah struktur yang membahas tentang perkembangan baik itu dalam emosi, kecakapan individu, kemampuan persepsi dan tujuan hidup seseorang. Perkembangannya sama dengan perkembangan yang telah dijabarkan oleh Sigmund Freud, ia membaginya dalam 5 tahap yaitu Oral, Anal, Phalic, Laten dan Genital.

5. Motivasi
Kekuatan dari stuktur motivasi dalam kepribadian menurut Gordon Allport berbeda dengan yang lain, dimana ia mengatakan bahwa yang paling menunjang dalam motivasi ialah kemampuan kognitif dan perencanaan hidup. Dari dua hal itu, ia mampu membentuk motivasi dalam dirinya karena ia telah memiliki kemampuan kognitif dan perencanaan.

6. Otonomi Fungsional
Otonomi fungsional adalah struktur yang membahas tentang keanekaragaman pribadi. Kenapa ada yang suka membaca? Kenapa ada yang suka Melukis? itulah yang disebut dengan keanekaragaman pribadi yang dibagi dalam dua tingkat otonomi yaitu: Kebiasaan dan Minat. Kebiasaan adalah struktur yang terbentuk dari keterikatan lingkungan kita. Misalnya jika kita tinggal di lingkungan yang banyak pemain bola, maka kita akan ikut juga untuk bermain bola, sedangkan Minat adalah stuktur yang terbentuk dari kesadaran akan target yang kita inginkan.

2. Teori Kepribadian Individual Menurut Gardner Murphy

Murphy memberi definisi struktur sebagai cara bagaimana bagian-bagian membentuk keseluruhan dan disusun menjadi suatu kesatuan. Struktur dan organisasi ini sebenarnya meruapakan satu jalinan, namun untuk memudahkan pembicaraan, orang dapat memilahnya satu demi satu.

a. Struktur Kepribadian
Menurut Murphy komponen-komponen pokok kepribadian adalah :

  • Disposisi-disposisi fisiologis,
  • Kanalisasi,
  • Response-response bersyarat, dan
  • Kebiasaan-kebiasaan kognitif dan perseptual.


Disposisi-disposisi fisiologis berasal dari keturunan, kanalisasi terbentuk pada awal masa kehidupan, response-response bersyarat terbentuk karena latihan, sedangkan kebiasaan-kebiasaan kognitif dan perseptual merupakan hasil bersama daripada kanalisasi dan pensyaratan. Komponen-komponen tersebut walaupun tidak berubah, namun sedikit banyak mempunyai sifat konsta, sehingga kontinuitas dan identitas kepribadian terpelihara.

Disposisi-disposisi fisiologis
Disposisi-disposisi kepribadian itu merupakan sifat-sifat organis, dan ini ada tiga macam, yaitu :

  1. Disposisi umum jaringan, seperti misalnya tempo metabolisme.
  2. Disposisi jaringan-jaringan khusus seperti misalnya tonus otot.
  3. Disposisi yang timbul dari organisasi bermacam-macam jaringan, seperti misalnya lapar.


Dengan kata lain sifat-sifat organis itu terdiri atas tegangan-tegangan jaringan tubuh.

Kanalisasi
Sifat-sifat organis dapat diarahkan oleh keharusan-keharusan sosial menjadi bentuk-bentuk tingkah laku tertentu. Misalnya hal makan. Masyarakat tertentu memberi arah mengenai macam-macam makanan apa yang dapat/boleh dimakan, bagaimana makanan itu disiapkan, dan bagaimana cara memakannya. Murphy menyebut proses ini, yaitu pemberian arah oleh masyarakat sehingga terbentuk bentuk-bentuk tingkah laku tertentu: kanalisasi.

Response-response bersyarat
Sifat-sifat organis itu juga dapat diolah menjadi sifat-sifat simbolis dengan proses persyaratan. Orang mungkin dapat bereaksi terhadap tegangan jaringan tubuh yang asli. Misalnya mula-mula keadaan lapar mendorong orang untuk mencari makan, namun nantinya berpikir tentang hal lapar itu telah dapat mendorong orang untuk mencari makan.

Murphy menyatakan, bahwa “the ultimate elements in personality structure are the needs or tensions”. Suatu tegangan adalah suatu konsentrasi eneergi pada jaringan atau kelompok jaringan-jaringan tertentu. Tegangan-tegangan ini mempunyai hubungan fungsional satu sama lain, sehingga tegangan dapat meluas dari satu daerah ke daerah lainnya.

Kebiasaan-kebiasaan kognitif dan perceptual
Komponen ini berasal suatu tegangan yang merupakan suatu konsentrasi energi pada jaringan teretentu. Tegangan ini mempunyai hubungan yang fungsional satu sama lain, sehingga tegangan dapat meluas dari satu daerah ke daerah yang lain. Selain itu, kesemuanya juga terbantu oleh adanya hasil kanalisasi dan pensyaratan tegangan jaringan-jaringan tubuh. Dari sinilah terbentuk peranan, diri, konsepi, dan karakter komponen seorang individu terbentuk.

2. Organisasi Kepribadian

Menurut pendapat Murphy ada tiga taraf dalam organisasi kepribadian, yaitu taraf global, taraf diferensiasi dan taraf integrasi. Pada umumnya ketiga taraf itu berlangsung berturut-turut. Di dalam organisasi bentuk global, tidak ada diferensiasi antara bagian-bagian, segala sesuatu homogen. Energi terbagi merata ke seluruh sistem, dan sistem itu berfungsi sebagai suatu kesatuan yang beresponse terhadap perangsang dari luar. Tingkah laku global demikian itu biasa disebut aktivitas masa.

Di dalam bentuk organisasi yang berdiferensiasi, ada daerah-daerah yang berbeda dan pilah. Energi tidak terbagi merata ke seluruh sistem, melainkan terpusat pada bagian-bagian tertentu daripada sistem itu. Response yang dilakukan adalah spesifik, pengamatan, ingatan dan sikap. Corak pokok daripada organisasi yang berdiferensiasi adalah heterogenitas, kepilahan, ketidakterikatan antar bagian-bagian. Di dalam bentuk organisasi yang berintegrasi, terdapatlah penyatuan bagian-bagian deskrit itu ke dalam suatu sistem yang saling bersangkut paut, saling berhubungan, saling tergantung.

DINAMIKA KEPRIBADIAN

Murphy menganggap bahwa kepribadian itu bersifat dinamis, dan dinamika ini dimungkinkan oleh adanya dan berfungsinya energi dalam kepribadian itu. Suatu motif adalah taraf tegangan pada sesuatu jaringan, yang tidak mempunyai awal dan akhir tertentu, tetapi meningkat dan menurun seiring dengan perubahan-perubahan energi. Tegangan menunjukkan konsentrasi energi organis pada jaringan tertentu. Apabila konsentrasi menurun maka taraf tegangan menurun, dan apabila konsentrasi meningkat tegangan meningkat.

Pada umumnya penurunan/pengurangan tegangan berarti kepuasan dan peningkatan/penambahan tegangan berarti ketidakpuasan atau ketidaksenangan. Namun ada juga kejadian di mana peningkatan tegangan justru membawa kepuasan, misalnya rangsangan seksual, atau pengalaman waktu mengikuti perlombaan balap mobil adalah contoh-contoh mengenai hal ini. Murphy mengakui bahwa hal ini masih merupakan problem yang belum terselesaikan.

Dalam hal dinamika kepribadian ini Murphy berpendirian holistis. Dia menentang pendapat bahwa aktivitas-aktivitas yang kompleks adalah hasil daripada pemberian arah baru bentuk-bentuk energi primitif. Menurut Murphy aktivitas-aktivitas yang kompleks dihasilkan oleh suatu struktur motif-motif yang kompleks, bukan sekedar energi-energi sederhana yang mendapat bentuk penyaluran yang baru. Pendapat ini serasi dengan keyakinan pokoknya bahwa tiap perkembangan berlangsung maju dari taraf sederhana tak terdiferensiasi dan bersifat global menuju ke taraf diferensiasi dan berakhir pada integrasi.

Di dalam perkembangan individu, maka dinamika ini menjadi bertambah stabil dan tegar, sehingga individu itu akan mampu melawan tekanan-tekanan lingkungan atau mengharuskan tekanan-tekanan tersebut berpengaruh terhadapnya dalam cara yang sedikit banyak telah diatur lebih dahulu. Dengan kata lain makin bertambah umur individu, maka ia akan mampu melakukan seleksi terhadap pengaruh lingkungannya, maka yang akan diterimanya dan mana yang harus ditolaknya. Namun, stabilitas dinamika kepribadian tersebut bukanlah hal yang tak dapat terganggu.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Murphy merumuskan hipotesis-hipotesis yang cukup tepat namun cukup merangkum mengenai “bagaimana kepribadian itu berkembang”. Menurut Murphy ada tiga fase perkembangan, yaitu keseluruhan tanpa diferensiasi, fase diferensiasi, dan fase integratif.

  1. Pada fase pertama, yaitu fase keseluruhan tanpa diferensiasi, individu berbuat terlebih-lebih sebagai keseluruhan terhadap keseluruhan situasi. Hal demikian ini dapat disaksikan pada bayi.
  2. Pada fase kedua, fase diferensiasi, fungsi-fungsi khusus mengalami diferensiasi dan muncul dari keseluruhan.
  3. Pada fase ketiga, yaitu fase integrasi, fungsi-fungsi yang sudah mengalami diferensiasi itu diintegrasikan dalam suatu unitas yang berkoordinasi dan terorganisasi.


Hal-hal yang Memungkinkan Perkembangan Organisme dan Lingkungan

Masalah pengaruh dasar dan ajar, atau bakat dan lingkungan, atau dikatakan nature dan nurture di dalam perkembangan telah sejak lama menjadi bahan pembahasan dan pembantahan para ahli. Seperti diketahui, mengenai hal ini pada garis besarnya terdapat tiga aliran yaitu nativisme yang berlawanan dengan empirisme dengan bentuk sistesisnya konvergensi. Di dalam kenyataanya kebanyakan ahli dewasa ini menerima prinsip konvergensi dengan tekanan pada faktor bakat atau pada faktor lingkungan. Mengenai hal ini Murphy mempunyai pandangan yang tidak melawankan bakat dan lingkungan. Dia menentang pendapat yang melawan bakat dan lingkungan.

Belajar sebagai Bentuk Perkembangan

Menurut Murphy proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara organisme yang dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu. Ada dua macam proses, yaitu :
Kanalisasi

Kanalisasi adalah proses yang memberi jalan tersalurnya motif atau konsentrasi energi dalam tingkah laku. Seperti ahli-ahli lain, Murphy berpendapat bahwa di dalam individu terdapat pada daerah tertentu yang berfungsi sebagai semacam reservoir energi.

Kekuatan sesuatu kalanisasi itu dapat diperhitungkan, dan ini tergantung kepada empat faktor yaitu :

  1. kekuatan kebutuhan, yaitu konsentrasi dalam jaringan,
  2. intensitas kepuasan, yaitu besarnya perubahan tegangan,
  3. taraf atau fase perkembangan tertentu,
  4. frekuensi kepuasaan.


Murphy menganggap masa kanak-kanak sebagai masa yang sangat menentukan dalam perkembangan seseorang. Kanalisasi-kanalisasi yang terjadi pada masa kanak-kanak tetap berpengaruh untuk masa-masa selanjutnya.
Persyaratan

Kanalisasi dan persyaratan kedua-duanya adalah hal yang menjelaskan segala pola tingkah laku yang dipelajari. Apabila seseorang telah belajar mengerjakan sesuatu yang langsung memberi kepuasaan, maka itu adalah kanalisasi. Jika seseorang telah mengerjakan sesuatu yang dipandang dari segi kepuasan langsung bersifat netral atau negatif, akan tetapi yang ternyata merupakan jalan untuk didapatkannya kepuasaan, maka itu adalah persyaratan. Dari uraian ini nyata bahwa dalam masalah belajar sebagai bentuk perkembangan Murphy berpendirian hedonistis. Pandangan yang demikian itu terdapat pada pendapat Thorndike, Freud, dan pengikut-pengikut aliran individualisme.

Sosialisasi Sebagai Bentuk Perkembangan

Murphy menganggap bahwa perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dia mengakui pula pentingnyafaktor sosial-kultural di dalam perkembangan kepribadian. Dia menganggap faktor sosio-kultural ini memperngaruhi kepribadian dalam empat macam, yaitu : Masyarakat mempunyai suatu rangkaian tanda-tanda (kode) yang menjadi tujuan pensyaratan anak-anak yang hidup di dalamnya. Misalnya pada masyarakat Indonesia menerima dan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tangan kiri dipandang tidak sopan. Maka melalui berbagai pembiasaan masyarakat memasukkan hal ini kepada anak-anak. Hal ini merupakan proses pensyaratan.

Masyarakat dengan melalui berbagai lembaga (terutama keluarga) membawa anak-anak untuk meng-aktualisasikan energi mereka. Menunjukkan mana bentuk kanalisasi yang diperbolehkan dan mana yang tidak.Masyarakat dengan hadiah dan hukuman dapat mengubah dorongan-dorongan impulsif menjadi dorongan yang lebih dapat diterima oleh masyarakat. Tetapi dorongan-dorongan yang ditekan tidak hilang, pada suatu kali mungkin muncul lagi. Masyarakat dapat mempengaruhi proses-proses perseptual dan kognitif anggota-anggotanya sedemikian rupa, sehingga mereka akan belajar dan berpikir sesuai dengan norma-norma masyarakat itu. Dengan demikian mereka cenderung untuk mendapatkan kesamaan dalam sikap dan perasaan (sampai batas tertentu).

Daftar Pustaka

  1. Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta


Sekian artikel tentang Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual.

Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi

$
0
0
Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi - Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya yang memiliki “program” khusus yang membuat mereka bisa bertahan dalam situasi dan kondisi apapun. Ketika manusia lahir kemuka bumi tanpa ada masyarakat yang melindungi, maka manusia akan mati. Tanpa adanya kebudayaan sebagai pijakan pola perilaku manusia pun akan punah sebelum menemukan bagimana caranya untuk menyelamatkan diri. Manusia juga terlahir sebagai makhluk sosial, yang secara alami memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.

Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi_
image source: psychoculturalcinema.com
baca juga: Memahami Teori Kepribadian Khas Kolektif dan Individual

Kebudayaan

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa mereka hidup dan mengikuti seperangkat keyakinan (belief) dan kebiasaan (custom) yang menjelma menjadi seperangkat aturan dan tata cara yang ketika diramu dengan gagasan dan nilai akan bertransformasi menjadi sebuah kebudayaan (culture).

Secara umum kebudayaan dipahami sebagai segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dibagi dua: materi dan non materi. Kebudayaan non materi yaitu katak-kata/bahasa yang digunakan suatu masyarakat tertentu, hasil pemikiran, adat-istiadat, keyakinan dan kebiasaaan. Sedangkan kebudayaan materi merupakan hasil perkembangan kebudayaan non materi dan tidak ada artinya tanpa kebudayaan non materi, seperti : alat-alat memasak, perhiasan, mobil dsb.

Dalam realitanya, kebanyakan orang sudah membedakan antara kebudayaan dengan masyarakat. Berikut perbedaan mendasar antara kebudayaan dengan masyarakat :

KebudayaanMasyarakat
Sistem norma dan nilaiSekumpulan manusia yang mendiami wilayah tertentu dalam kurun waktu tertentu
Terorganisir dan merupakan pegangan bagi masyarakatOrganisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain
Khas, unikMasyarakat yang berbeda, bisa saja memiliki kebudayaan yang sama (ex: Amerika Serikat dan Kanada)

Perkembangan Sosial dan Kebudayaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan:

1. Faktor Biologis
Pada bagian ini, mengamati tentang dasar-dasar biologis dariperilaku manusia dan tentang interaksi biologi dan kebudayaan mempengaruhi manusia dan perkembangan masyarakat. Auguste Comte memaparkan tiga tingkatan pemikiran manusia yang mempengaruhi kebudayaan manusia dan kehidupan sosial:
  • Theologies
  • Metafisis ((filosofis)
  • Positif (ilmiah)

Menurut Comte, pengaruh terbesar dari tiga tingkatan ini yakni membuat perubahan di dalam masyarakat dengan meningkatnya optimism masyarakat , meningkatkan kemajuan dan mengakhiri kesengsaraan.

2. Faktor Geografis
Iklim dan geografi merupakan factor penting pembentuk kebudayaan. Seperti peradaban kuno Mesir Kuno dan Mesopotamia, tumbuh dan berkembang karena factor geografisnya. Faktor geografis yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan:
  • Tanah yang subur
  • Transportasi yang mudah

Di Indonesia sendiri saat ini sedang mengalami masa pancaroba sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh yang berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multicultural menhadapi tantangan-tangan baru dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.

Penerapan teknologi maju

Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengan sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment) yang harus dikelola secara professional agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin. Tanpa disadari, kenyataan tersebut memacu perkembangan tatanan sosial disegenap sektor kehidupan.

Keterbatasan lingkungan (Environment Scarcity)

Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat eksploitatif dan ekspansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan biaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan hutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran. Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.

Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak. Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.

Kebudayaan sebagai Sistem Norma

Kebudayaan bersifat normatif karena berkaitan dengan aturan-aturan yang harus diikuti di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, norma dapat dibagi dalam dua kategori:
  1. Norma Statis : kebudayaan yang “nyata”, yang ada di masayarakat.
  2. Norma Budaya : konsep yang diharapkan ada, bentuk ideal dari aturan-aturan.

Kebudayaan /sistem norma ini terbentuk dari:

a. Kebiasaan : suatu cara yang lazim, wajar dan diulang-ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang, yang diturunkan kegenerasi berikutnya.

Contoh : ada kelompok masyarakat yang terbiasa makan dengan tangan, ada yang dengan sendok dan garpu.

b. Tata Kelakuan : gagasan yang kuat mengenai salah dan benar yang menuntut  tindakan tertentu dan melarang tindakan yang lain. Seringkali aturan benar/salah tersebut diyakini oleh sekelompok orang, namun belum tentu berlaku benar/salah bagi kelompok lain. Hal  ini terkait dengan tabu di masyarakat.

Contoh: di beberapa kelompok tabu memakan kuda dan babi, di anggap tidak sopan ketika memalingkan muka disaat lawan bicara sedang berbicara. Tata kelakuan pada abad pertengahan membenarkan gereja untuk membiarkan pelacuran dan turut menikmati hasilnya,

c. Lembaga : sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mewujudkan nilai- nilai dan tata cara umum tertentu dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu. Bersifat resmi dan memaksa.

Suatu lembaga mencakup: (a) Seperangkat pola perilaku yang telah distandardisasi dengan baik, (b) Serangkaian tata kelakuan, sikap dan nilai-nilai yang mendukung dan, (c) Sebentuk tradisi, ritual dan upacara, simbol, pakaian dan perlengkapan-perlengkapan lain.

d. Hukum : Hukum berfungsi untuk memperkuat tata kelakuan. Karena walau masayarakat telah dipagari oleh aturan benar/salah, tetap saja ada sebagian manusia yang ingin melanggarnya. Namun di sisi lain, hukum juga bisa menjadi alat bagi sebagian orang untuk berkuasa dan mengendalikan serta mengeksploitasi golongan lainnya.

e. Nilai : gagasan mengenai apakah pengalaman berarti atau tidak berarti. Suatu kebudayaan dianggap sah jika secara moral dapat diterima dan secara nilai dapat diterima.

Kebudayaan Khusus (subculture) dan Kebudayaan Tandingan (counterculture)

Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok/golongan dengan berbagai kebudayaannya masing-masing. Perkembangan teknologi dan kemudahan transportasi membuat interaksi antar kelompok/golongan semakin meluas. Meluasnya interaksi ini, berpengaruh pula para produk kebudayaan. Sebagai contoh kaum migran yang berpindah dari negara asal ke negara tujuannya, biasanya akan memadukan budaya asal yang dimiliki dengan budaya setempat. Perpaduan ini, yang menimbulkan kharakter khusus, disebut dengan “kebudayaan khusus”.

Kebudayaan tandingan (counterculture), berbeda dengan kebudayaan khusus.Kebudayaan tandingan bisa diartikan sebagai budaya/norma/nilai-nilai yang dianut sekelompok orang yang bertentangan dengan norma/budaya/nilai/aturan yang ada pada suatu kelompok masyarakat secara umum. Contoh genk/kelompok mafia, mereka memiliki aturan/nilai/norma mereka sendiri, yang berbeda dengan aturan/nilai/norma yang ada di tengah-tengah masyarakat. Kebudayaan tandingan ini menimbulkan banyak perubahan sosial di dalam masyarakat.

Relativisme Budaya

Relativisme budaya yaitu suatu keadaan dimana fungsi dan arti suatu unsur berhubungan dengan lingkungan dan kebudayaannya. Unsur itu sendiri bersifat netral, namun memiliki nilai (baik/buruk) setelah disandingkan dengan budaya. Contoh : Pakaian berbulu tebak baik di daerah Antartika, namun tidak di negara tropis. Hamil sebelum menikah adalah buruk di kebudayaan Indonesia, namun tidak bagi masyarakat Bontoc di Filipina.

Daftar Pustaka
  1. Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi (Bagian 1 dan 2): Jakarta, Penerbit Erlangga
  2. ames D Thomspon dalam Soekanto, Soejorno, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, hal.68

Memahami Proses Sosial dan Interaksi Sosial Antropologi

$
0
0
Memahami Proses Sosial dan Interaksi Sosial Antropologi - Masyarakat terbentuk karena adanya proses dan interaksi didalamnya. Makalah ini akan membahas mengenai proses dan interaksi tersebut dan pengaruhnya terhadap perkembangan budaya dan masyarakat.

Proses Sosial

Secara sederhana proses sosial dapat dipahami sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan orang perorang atau kelompok secara bersama. Proses sosial perlu dipelajari dan dipahami dalam menelaah masyarakat agar bisa memperoleh pengertian dari pegerakan yang ada di dalam masyarakat (dinamikanya). Munculnya perhatian terhadap proses sosial ini di awali dari masyarakat yang memiliki dua sisi/segi. Segi pertama yakni statis (tetap), yang cenderung sama dan tidak berubah seperti struktur masyarakat dan segi kedua yakni dinamis (bergerak) yang bisa diamati dari fungsi masyarakat. Dengan demikian proses sosial dapat didefinisikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila para individu dan kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan kata lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara perbagai segi kehidupan bersama (Soekanto, 2012).

Memahami Proses Sosial dan Interaksi Sosial Antropologi_
image source: www.fsw.vu.nl
baca juga: Memahami Kebudayaan dan Masyarakat Dalam Antropologi

Interaksi Sosial

Aktivitas yang sangat penting dalam proses sosial adalah interaksi sosial sebagai syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial ini bisa terjadi baik melalui sign (tanda) ataupun symbol(simbol), dimana sebagai pembeda dengan makhluk lain, manusia memiliki bahasa dalam interaksinya.

Arnold W. Green menjelaskan interaksi sosial sebagai aktifitas yang saling mempengaruhi antar individu/kelompok dalam upayanya untuk memecahkan permasalahan dan merangkainya untuk mewujudkan tujuan-tujuan. Sebagai contoh Indonesia terdiri atas masyarakat yang kompleks dari segi budaya, golongan dan agama. Dengan adanya interaksi sosial, keharmonisan di dalam masyarakat dapat diciptakan. Interaksi ini ada yang tersturktur adapula yang tidak tersturktur. Interaksi terstruktur yakni pola hubungan yang telah memiliki aturan-aturan khusus, seperti di pengadilan, interaksi antara hakim dan pengacara sudah ada aturan-aturannya. Sedangkan interaksi yang tidak terstruktur yakni interaksi yang terjadi di lapangan/kehidupan sehari-hari yang tidak ada aturan bakunya. Interaksi sosail dapat terjadi antar orang perorangan, orang-perorangan dengan kelompok manusia maupun kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Proses interaksi sosial ini terjadi didasari oleh berbagai faktor, diantaranya:


FaktorPeran
ImitasiMendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku
SugestiMendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain
IdentifikasiMemungkinkan terbentuknya kerjasama dengan pihak lain
SimpatiMemungkinkan terbentuknya kerjasama dengan pihak lain, didasari keinginan untuk memahami pihak lain

Adapun syarat-syarat terjadinya interaksi sosial yakni:
  • Adanya kontak sosial;
  • Adanya komunikasi (Soekanto, 1974).

Dalam aplikasinya, interaksi sosial akan dipengaruhi oleh:

  • Intimasi, intimasi atau secara psikologi dimaknai sebagai “close encounters” merupakan dasar utama dalam sebuah hubungan/kelompok sebagai keluarga ataupun kelompok sosial. Lawan dari intimasi yaksi “impersonal” atau “distant contact”.
  • Waktu, mempengaruhi tingkat keintiman seseorang atau kelompok masyarakat. Pada dasarnya waktu akan meningkatkan level intimasi dan kekakuan dalam sebuah hubungan.


Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), akomodasi, asimilasi, persaingan (competition) dan pertikaian (conflict).

a. Kerja sama

Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok dan merupakan proses yang utama. Secara sederhana kerja sama diartikan ketika sekelompok orang bergabung/bekerja bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Kerjasama akan menghasilkan integrasi didalam kelompok/masyarakat. Kerja sama merupakan bentuk interaksi yang tidak begitu menarik perhatian para sosilog. Kerja sama ini ada bentuknya spontan (Spontaneous cooperation), langsung (directed coeepration), kontrak (contractual cooperation) dan kerjasama tradisional (traditional cooperation), yang terbagi dalam lima bentuk kerjasama:
  1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong;
  2. Bargaining : pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-berang dan jasa-jasa antar dua organisasi atau lebih;
  3. Kooptasi : proses penerimaan unsure-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersnagkutan;
  4. Koalisi : kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.
  5. Joint Venture : kerjasama dalam dalam pengusahaan proye-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan dll.

b. Akomodasi

Akmodasi merupakan aspek interaksi sosial yang diikuti konflik. Akomodasi merupakan terminology yang digunakan sosilog untuk menjelaskan sebuah proses adaptasi antara individu/kelompok yang bertentangan. Dalam akomodasi kerja sama dan konflik hadir disaat yang bersamaan. Beberapa sosilog seperti Summer menamakan akomodasi sebagai kerjasama antagonis. Semakin bersahabat sebuah lingkungan, semakin besar kemungkinan untuk bekerjasama, dan sebaliknya. Sebagai contoh, kehidupan Negro di masa perang sipil Amerika. Pada masa itu ada dua kelas budak yakni yang bekerja di lahan-lahan dan yang bekerja di rumah. Para budak yang bekerja di rumah-rumah memiliki status sosial yang lebih tinggi disbanding budak-budak yang bekerja di luar rumah/lahan-lahan. Budak-budak di rumah tangga memiliki status yang lebih tinggi karena terkait dengan fakta kedekatan mereka dengan majikan dan kemungkinan kecil dari mereka untuk pergi meninggalkan majikannya. Sehingga terbentuklah proses akomodasi seperti kebebasan, sub-ordinasi, kompromi, toleransi, konversi dsb.

Hasil dari akomodasi dalam masyarakat yakni:
  1. Integrasi masyarakat;
  2. Menekan oposisi;
  3. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda;
  4. Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru;
  5. Perubahan-perubahan dalam kedudukan;
  6. Membuka jalan kea rah asimilas.

c. Asimilasi

Asimilasi merupakan bagian penting dari interaksi sosial, dimana individu atau kelompok mulai mengeliminiasi perbedaan dan lebih mengedepankan persamaan-persamaan, yang terideintifikasi melalui minat/kepentingan dan pandangan/harapan. Asimilasi merupakan sebuah proses dimana proses penyatuan individu dan kelompok dilakukan dengan berbagi pengalaman dan sejarah yang berkaitan dalam kehidupan budaya masing-masing individu/kelompok. Tidak selamanya asimilasi menciptakan kesetaraan (equality) antar individu/kelompok di dalam masyarakat.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya proses asimilasi:
  1. Toleransi;
  2. Kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
  3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
  4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat;
  5. Persamaan dalam unsure-unsur kebudayaan;
  6. Perkawinan campuran
  7. Adanya musuh bersama dari luar.

d. Persaingan (Competition)

Persaingan merupakan proses sosial dimana individu dan auat kelompok manusia bersaing mencari keuntungan melalui bidnag-bidang kehiduapn yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum. Kompetisi terjadi ketika muncul ketidakseimbangan bagi suplai kebutuhan utama manusia. W.H Hamilton menyampaikan bahwa bentuk dasar kompetisi adalah ketika kebutuhan populasi/kelompok masyarakat tidak terpuaskan dan dunia tidak memiliki persedian yang cukup untuk semua makhluk hidup.

Tipe-tipe persaingan:
  1. Persaingan Ekonomi;
  2. Persaingan Kebudayaan
  3. Persaingan Kedudukan dan Peran
  4. Persaingan Ras
  5. Konflik

Terjadi ketika ada perbenturan kepentingan, baik objek kompetisinya maupun antar sesama kompetitor.

Daftar Pustaka
  1. Hall, Stuart. 2010. “The Centrality of Culture; ‘Introduction and The Work of Representation in Representations: Cultural Representations and Signifying Practices,
  2. Koentjaraningrat, 1990. “Pengantar Ilmu Antropologi””, PT Rineka Cipta

Proses Terbentuknya Tatanan Sosial Dalam Masyarakat

$
0
0
Proses Terbentuknya Tatanan Sosial Dalam Masyarakat - Sebagai mana dibahas dalam artikel sebelumnya, bahwa manusia adalah makluk sosial yang tida bisa hidup sendiri. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya, hingga terciptalah interaksi sosial di dalamnya, interkasi sosial ini menimbulkan kelompok/kelompok yang lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan yang ada dalam masyarakat sangat mungkin berbeda satu sama lain tergantung pada kebudayaan yang disandang oleh suatu masyarakat. Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan memiliki fungsi-fungsi berikut, yakni:
  • Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
  • Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat.
  • Memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).

Proses Terbentuknya Tatanan Sosial Dalam Masyarakat_
image source: blog.anantaravacationclub.com
baca juga: Memahami Proses Sosial dan Interaksi Sosial Antropologi

Dalam pembentukannya lembaga kemasyarakatan berarti pula seperangkat norma dalam masyarakat yang dijadikan acuan bagi anggotanya. Dalam pembentukannya sebagai lembaga kemasyarakatan, norma-norma tersebut mengalami beberapa proses:

1. Pelembagaan atau institutionalization, proses yang dilewati suatu norma menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan hingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai, dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari.

2. Melembaga atau internalized, norma-norma kemasyarakatan tidak hanya berhenti sampai tahap dikenal, diakui, dan ditaati. Lebih jauh, norma-norma tersebut menjadi pandangan hidup atau mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.

Masyarakat yang tersusun atas individu berupaya menyusun suatu tata kehidupan yang bersifat tertib menyeluruh. Perlu diperhatikan bahwa daya adaptasi tiap individu dan juga cara pandang individu terhadap tata tertib kehidupan tersebut sangat beragam. Ada yang sepakat dan turut dalam tata tertib yang menjadi standar dan adapula yang tidak menyepakati standar tersebut, bahkan menyimpang dari acuan standar dalam masyarakat. Maka, agar masyarakat yang beraneka ragam tersebut bisa hidup secara harmonis dan dapat terus berjalan, butuh adanya prasyarat-prasyarat tertentu yang dikenal dengan tatanan sosial (social order). Di dalam tatanan sosial, individu-individu saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosialnya yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai.

Peran dan Status

Secara sederhana, peran dapat didefinisikan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam status tertentu. Setiap individu memiliki peran dan status yang berbeda-beda ditengah masyarakat, dan peran serta status tersebut tidak tunggal. Seorang istri misalnya, juga memiliki peran sebagai seorang anak perempuan, tetangga, warga negara dan sebagainya. Melekatnya peran seseorang erat kaitannya dengan kompetensi yang dimilikinya. Misalkan seorang resepsionis yang handal, belum tentu bisa menjadi seorang administrator yang baik, seorang ayah yang penuh perhatian, mungkin seorang pecinta yang malang. Dan tidak tertutup kemungkinan seseorang sukses memiliki berbagai peran diwaktu yang bersamaan. Bisa saja seseorang tersebut menjadi pengusaha sukses, pendakwah yang baik, tokoh politik yang disegani dan akademisi yang produktif. Peran-peran ini akan meningkatkan prestasi dan kepuasan hidup seseorang.

Status/peran yang melekat pada diri seseorang ada yang sifatnya sudah ditentukan/diberikan (ascribed), adapula yang sifatnya harus diperjuangkan (achieved). Contoh status/peran yang tidak diusahakan : seseorang yang terlahir sebagai putrid/anak orang kaya. Contoh status/peran yang diusahakan: menjadi mahasiswa, presiden, dan sebagainya.

Selain itu, peran seseorang juga bisa ditetapkan berdasarkan:

a. Jenis Kelamin
Setiap masyarakat menangani banyak tugas dengan membuat status peran sesuai jenis kelamin. Walaupun dalam realitanya sebagian besar dari tugas-tugas yang berkaitan dengan jenis kelamin dapat dilaksanakan dengan sama baiknya bak oleh pria maupun wanita. Namun peran yang bersifat maskulin dan feminine memiliki keanekaragaman yang tidak terbatas.

b. Usia
Tidak ada suatu masyarakat yang memperlakukan anak-anak, orang dewasa dan orang tua dengan cara yang sama. Peran berdasarkan usia sangat berbeda dalam setiap masyarakat. Anak-anak Amerika menggunakan masa-masa kanak-kanak dengan bermain dan bermanja-manja dengan orangtuanya, sedangkan anak-anak Suku Navayo menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan mengembala biri-biri dan menenun.

c. Jasa
Status diberikan kepada seseorang berdasarkan jasa yang telah dilakukannya, sesuai dengan standar yang dikaitkan dengan jenjang pendidikan dan jabatan yang dimilikinya (meritokrasi).

Konflik Peran

Konflik peran muncul dari tugas-tugas yang bertentangan dalam suatu peran tunggal atau dari tuntutan yang bertentangan dengan peran yang berbeda. Proses umum untuk memperkecil terjadinya konflik peran:

a. Rasionalisasi
Proses untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima. Contoh : orang tua memarahi anaknya dengan alasan untuk kebaikan si anak, dengan hal rasionalisasi ini, tidak terjadi konflik dan ketegangan peran antara si anak dengan orang tua.

b. Pengkotakan
Memagari peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah sehingga seseornag hanya menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Contoh : penelitian membuktikan bawah penjaga dan penajgal di kamp konsentrasi Nazi adalah ayah-ayah yang baik hati, hanya saja mereka harus berperan sesuai dengan status yang dimilikinya.

c. Ajudikasi
Menghadirkan pihak ketiga dalam konflik/pertikaian yang terjadi.

Daftar Pustaka
  1. Hall, Stuart. 2010. “The Centrality of Culture; ‘Introduction and The Work of Representation in Representations: Cultural Representations and Signifying Practices,
  2. Koentjaraningrat, 1990. “Pengantar Ilmu Antropologi””, PT Rineka Cipta

Tipe Kelompok Sosial dan Dinamikanya Menurut Para Ahli

$
0
0
Tipe Kelompok Sosial dan Dinamikanya Menurut Para Ahli - Kelompok sosial dapat dikelompokkan berdasarkan besar-kecil jumlah anggota, derajat interaksi sosial, kepentingan dan wilayah, berlangsungnya suatu kepentingan, derajat organisasi, kesadaran akan jenis yang sama, hubungan sosial dan tujuan, maka kelompok sosial dapat dibedakan atas:
  1. Kategori Statistik : pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, seperti kelompok umur.
  2. Kategori Sosial : kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama. Misalnya Ikatan Dokter Indonesia.
  3. Kelompok sosial teratur : seperti misalnya keluarga.
  4. kelompok tidak teratur : yakni berkumpulnya orang-orang di satu tempat pada waktu yang sama, karena pusat perhatian yang sama. Misalnya sekumpulan orang yang sedang anti karcis biokop.
  5. Organisasi formal : setiap kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, dan telah ditentukan lebih dahulu. Contohnya, birokrasi.

Tipe Kelompok Sosial dan Dinamikanya Menurut Para Ahli_
iamge source: nipic.com
baca juga: Proses Terbentuknya Tatanan Sosial Dalam Masyarakat

Tipe-Tipe Kelompok Sosial

Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu

Seorang warga masyarakat yang masih bersahaja susunannya, secara relatif menjadi anggota pula dari kelompok kecil lain secara terbatas. Kelompok sosial yang dimaksud biasanya atas dasar kekerabatan, usia, seks serta atas dasar perbedaan pekerjaan atau kedudukan yang memberikan prestise tertentu sesuai adat istiadat dan lembaga kemasyarakatan. Keanggotaan pada kelompok sosial tidak selalu bersifat sukarela. Akan tetapi, dalam hal lain seperti bidang pekerjaan, rekreasi dan sebagainya, keanggotaannya bersifat sukarela. Suatu ukuran lainnya bagi si individu adalah bahwa dia merasa lebih tertarik pada kelopok-kelompok sosial yang dekat dengan kehidupan seperti keluarga, kerabat, dan rukun tetangga dari pada misalnya dengan suatu perusahaan besar atau Negara

In-group dan Out Group

In-group adalah kelompok sosial, dengan mengidentifikasikan dirinya. Sikap in-group pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan selalu mempunyai perasaan dekat dengan anggota kelompok.Out-group adalah kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan in-groupnya. Sikap out-group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud antagonisme atau antipati. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap etnosentisme. In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingannya tidak selalu sama.

Kelompok Primer dan Kelompok Skunder

Kelompok primer/face to face adalah kelompok sosial yang paling sederhana, dimana anggotanya saling mengenal, dimana ada kerja sama yang erat. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang terdiri dari banyak orang, antara siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu erat.

Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayanan (Gesellschaft)

Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan, ini bisa dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabat, rukun tetangga dan lain sebagainya. Cirri pokok dari paguyuban adalah (1) intimate ; hubungan menyeluruh yang mesra. (2) private ; hubungan bersifat pribadi untuk beberapa orang saja. (3) exclusive ; hubungn tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di luar “kita”. Tipe paguyuban ada 3, yaitu paguyupan karena ikatan darah, paguyuban karena tempat/wilayah yang sama dan paguyuban karena jiwa-pikiran yang sama.

Patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis, biasanya terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbale-balik seperti ikatan pedagang, organisasi yang luas atau industrI, dll.

Formal Group dan Informal Group

Formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk mengatur hubungan antara sesamanya. Sedangkan informl group tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau yang pasti. Kelompok ini biasanya terbentuk karena pertemuan yang berulangkali, yang menjadi dasar bertemunya kepentingan dan pengalaman yang sama.

Membership group dan Reference Group

Membership group merupakan suatu kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Sedangkan reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Antara ke dua nya ini agak sulit untuk dipisahkan. Misalnya seorang anggota politik yang kebetulan menjadi anggota DPR, DPR merupakan membership group baginya akan tetapi jiwa dan jalan pikirannya tetap terikat pada reference groupnya yaitu partainya. Ada dua tipe umum reference group yaitu ; (1) tipe normative yang menemukan dasar-dasar bagi kepribadian seseorang dan (2) tipe perbandingan yang merupakan pegangan bagi individu di dalam menilai kepribadinnya.

Kelompok Okupasional dan Volunter

Kelompok okupasional merupakan kelompok yang terdiri dari orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis, misalnya muncul kelompok seprofesi. Sedangkan kelompok volonter merupakan mencakup orang-orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin luas daya jangkauannya tadi. Dengan demikian, maka kelompok volonter akan dapat memenuhi kepentingan anggotanya secara individu, tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum. Kelompok volonter itu mungkin dilandaskan pada kepentingan primer mencakup kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri, dan kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan sekunder misalnya adalah kebutuhan akan rekreasi.

KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL YANG TIDAK TERATUR

1. Kerumunan (Crowd)

Kerumunan (Crowd) adalah individu-individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat dan juga pada waktu yang bersamaan. Bentuk-bentuk kerumunan :

Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosisal :
  • khalayak penonton atau pendengar yang formal (formal audiences).
  • kelompok ekspresif yang telah direncanakan.

Kerumunan yang bersifat sementara (Casual crouwds)
  • kumpulan yang kurang menyenangkan. Seperti orang yang menunggu bis dan antri karcis.
  • kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik, yaitu orang yang bersama sama menyelamatkan diri dari bahaya.
  • kerumunan penonton.

Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum ( lawless crowds)
  • kerumunan yang bertindak emosional
  • kerumunan yang bersifat inmoral seperti orang-orang mabuk.

2. Publik

Publik merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interksi terjadi secara tidak langsung melalui alat/media komunikasi.

MASYARAKAT PEDESAAN (RURAL COMMUNITY) DAN MASYARAKAT PERKOTAAN (URBAN COMMUNITY)

Masyarakat Setempat (Community)

Istilah masyarakat setempat (community) menunjuk pada bagian masyarakat yangbertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu, dimana faktor utama yang menjadi dasar utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota, dibandingkan dengan interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.

Tipe-tipe Masyarakat Setempat

Dalam mengklasifikasikan masyarakat-masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpaut :
  • Jumlah penduduk
  • Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
  • Fungsi-fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
  • Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.

Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Sebab-sebab urbanisas dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :
  1. Faktor yang mendorong penduduk desa untuk urbanisasi seperti lengkapnya pusat hiburan dan adanya lapangan pekerjaan dan lain sebagainya
  2. Faktor yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota seperti pendidikan lebih banyak di kota dan lain sebagainya.

KELOMPOK-KELOMPOK KECIL (SMALL GROUP)

Small group adalah suatu kelompok yang kecil/yang secara teoritis terdiri paling dari dua orang, dimana orang saling berhubungan untuk memenuhi tujuan tertentu dan yang menganggap hubungan itu sendiri, penting baginya. Biasanya small group ini adalah hubungan persahabatan.

Dinamika Kelompok Sosial

Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial akan menyebabkan konflik antar kelompok sosial maupun sesame anggota kelompok sosial. Di dalam dinamika kelompok sosial mungkin terjadi perbedaan pendapat hingga menjurus pada sikap etnosentrisme antar kelompok atau anggota.

Daftar Pustaka
  1. Hall, Stuart. 2010. “The Centrality of Culture; ‘Introduction and The Work of Representation in Representations: Cultural Representations and Signifying Practices,
  2. Koentjaraningrat, 1990. “Pengantar Ilmu Antropologi””, PT Rineka Cipta

Pengertian dan Sejarah Singkat Sosiologi Menurut Para Ahli

$
0
0
Pengertian dan Sejarah Singkat Sosiologi Menurut Para Ahli - Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan non sosial serta ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial. Sebagai ilmu sosiologi termasuk dalam rumpun ilmu sosial (social sciense). Sosiologi lahir dari perenungan kritis pemikir sosial sebagai akibat krisis multidimensi eropa barat pada pertengahan abad ke-19. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami, mengenal apa itu sosiologi, sejarah lahirnya ilmu sosiologi dan kaitannya dengan psikologi

Sejarah Singkat Sosiologi

Pengertian Sosiologi

Sosiologi berasal dari dua kata yaitu socious dan Logos, socious berarti berteman dan logos berarti ilmu. Jadi dapat ditegaskan bahwa sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan bersama dalam arti luas. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang sosiologi sebagai ilmu, P.J Bouman misalnya, memberikan definisi sosiologi Adalah ilmu tentang kehidupan manusia dalam kelompok, Franklin Henry Giddings menyatakan bahwa sosiologi merupakan Ilmu yang menguraikan tentang gejala social dan Pitirim Sorikin mendefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan non sosial serta ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.

Dari pengertian dan batasan-batasan diatas dapat ditarik pemahaman bahwa inti dari ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan orang perorangan dalam kelompok, hubungan kelompok dengan kelompok dan dinamika perubahan yang terdapat dalam struktur sosial.

Pengertian dan Sejarah Singkat Sosiologi Menurut Para Ahli_
image source: www.unco.edu
baca juga: Manfaat dan Kegunaan Sosiologi Bagi Masyarakat Beserta Contoh

Sebab munculnya Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu berkembang semenjak pertengahan abad ke-19 terutama di Eropa Barat. Perubahan sosial dalam jangka panjang yang berdampak kekacauan telah menjadi ancaman terhadap tatanan sosial yang mengguncang mayarakat Eropa Barat. Tatanan sosial yang mapan telah mengalami perubahan, sehingga membangunkan para pemikir sosial untuk melihat dan belajar memahami tentang perubahan yang tengah terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi hampir bersamaan di Eropa Barat terutama Inggris, Jerman dan Perancis.

Menurut Peter L Berger, Pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan kritis.

Peristiwa apa saja yang oleh pemikir Eropa di akhir abad ke-18 dianggap sebagai ancaman terhadap hal yang oleh masyarakat telah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran? Menurut Perer L Berger ialah disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama kristen (Kamanto,2000).

Pada akhir abad ke-18 dan pertengahan abad ke-19 kehidupan masyarakat Eropa Barat sedang mengalami berbagai krisis, baik krisis sosial, krisis politik, krisis ekonomi dan krisis lainnya disebabkan oleh ;
  • Kekacauan akibat timbulnya revolusi industri
  • Kekacauan akibat meletusnya revolusi Perancis
  • Munculnya realitas kekuasaan baru di tangan orang beradab dan berilmu

Pendapat senada juga disampaikan oleh L Laeyendecker. Menurut Laeyendecker, kelahiran sosiologi terkait dengan serangkain perubahan dalam jangka panjang yang melanda Eropa Barat pada abad Pertengahan. Masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan mengalami perubahan akibat revolusi industri dan revolusi Perancis. Perubahan itu ia identifikasi dalam 6 bentuk yaitu;
  • Tumbuhnya kapitalisme di akhir abad ke-15
  • Perubahan di bidang sosial dan politik
  • Perubahan terkait reformasi Martin Luther
  • Meningkatnya individualisme
  • Lahirnya Ilmu pengetahuan modern
  • Menguatnya kepercayaan kepada diri sendiri

Perintis Ilmu Sosiologi

Sebagai sebuah ilmu, sosiologi tentu memiliki akar pemikiran yang terkait dengan filsafat. Sebuah ilmu dapat dipisahkan dari filsafat ketika ilmu tersebut telah memiliki gagasan pemikiran sendiri berupa metodologi, pendekatan empiris dan obyek studi yang jelas. Mereka yang pada awalnya memikirkan dan merumuskan hal ini biasanya disebut sebagai bapak ilmu tersebut atau dalam bahasa lainnya disebut sebagai perintis. Dalam sejarah lahirnya sosiologi, terdapat bebrapa tokoh yang terlibat dalam perdebatan konseptual perumusan paradigma sosiologi. Dalam artikel ini kita hanya menyebutkan lima orang tokoh yang terkenal dan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu sosiologi.

1. Auguste Comte ( 1797-1857)

Auguste Comte adalah seorang ahli filsafat Perancis, namun ia sering disebutkan sebagai Bapak ilmu sosiologi. Pendapat ini wajar diberikan karena comte karena adalah orang pertama yang menyebutkan perlu sebuah ilmu baru yang sebut dengan sosiologi. Ia yang pertama kali menyebutkan istilah sosiologi.yang berasal dari kata socios dan logos. Walaupun pada awalnya comte menyebut fisika sosial (social fhysics), tetapi kemudian ia lebih memilih menggunakan istilah sosiologi (Sociology).

Dalam hal sumbangan teoritik, Comte dianggap sebagai perintis positivisme yang mengemukakan tentang hukum kemajuan manusia. Ciri metode positif adalah bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaat serta mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Leyendecker dalam kamanto). Comte menjelaskan bahwa masyarakat berubah menuju keadaan yang ia sebut dengan positif dan perubahan tersebut terjadi dengan melewati tiga tahap perubahan masyarakat, yaitu;

a. Tahap teologi
Dalam tahap ini masyarakat percaya dengan kekuatan supranatural dan agama diatas segala-galanya. Dunia fisik maupun sosial dipandang sebagai produk Tuhan (Maliki,2003). Dalam kontek ini manusia manusia hanya ditetapkan sebagai bahagian saja. Dalam istilah lain disebut ‘mental partisipasi’ dimana manusia hanya hidup menjadi bahagian dan dikendalikan oleh doktrik-doktrin keagamaan tanpa ada pilihan yang lain.

b. Metafisika
Pada tahap ini personifikasi Tuhan tidak lagi menjadi sumber kekuatan fisik maupun sosial. Manusia mencoba menggali dan membaca fenomena alam dan mencoba melakukan abstraksi dengan menggunakan akal budinya dan diperoleh pengertian-pengertian metafisis. Sehingga pada tahap ini manusia meyakini kekuatan abstrak sebagai nilai yang dipegangnya. Namun dalam tahap ini manusia gagal menemukan bukti dan data empiris dan tidak bisa menjadi sumber ilmu. Maka menurut Comte, tahap metafisika ini masih mirip dengan pendekatan teologi. Karena itu Comte menyarankan untuk keluar dari dua pendekatan ini.

c. Positif

Menurut Comte, akhirnya perkembangan masyarakat akan masuk ke tahap positivistik. Dimana masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah dan manusia berkonsentrasi pada kegiatan observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik dan sosial. Pada tahap ini, perhatian manusia terhadap alam yang selalu dicoba manusia untuk dijelaskan dengan akal budinya menemukan hukum-hukum yang dapat di kaji, ditinjau, diuji dan dibuktikan dengan metode empirik. Dengan pendekatan ini manusia menemukan ilmu pengetahuan baru. Dengan begitu manusiapun meninggalkan tahap teologi dan metafisika menjadi tahap positif dimana kepercayaan manusia didasarkan pada pemikiran positivistik, empirik, naturalistik dan meninggalkan otoritas teologis dan pengetahuan metafisis. Comte membuka keyakinan baru bahwa dengan pemikiran empirik, rasional, dan positif manusia akan mampu menjelaskan realitas kehidupan, tidak secara spekulatif, melainkan konkrit, pasti dan bahkan mutlak. (Veeger dalam maliki, 2003).

2. Karl Marx (1818-1883)

Marx berasal dari keluarga rohaniawan Yahudi. Ayahnya seorang pendeta Yahudi (rabbi), namun kemudian ayahnya beralih menjadi penganut ajaran Protestant Martin Luther, ia melakukannya karena alasan bisnis. Marx adalah doktor filsafat yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel. Pada perjalananannya, Marx lebih di kenal sebagai seorang ideolog, dimana pemikirannya banyak menginspirasi perkembangan paham sosialisme dan komunisme.

Teorinya yang terkenal adalah teori kelas dimana terjadi konflik antara kaum borjuis dengan proletar. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas orang yang menguasai alat produksi yang disebut dengan bourgeoisie (borjuis) yang mengeksploitasi kelas yang tidak menguasai produksi yang ia sebut dengan kaum proletariat. Marx melihat terjadinya kemelaratan dan keserakahan di tengah masyarakat. Ia melihat fenomena yang berbeda antara buruh yang sengsara dan dan pemilik alat-alat produksi yang menukmati surplus akibat keringat dan tenaga kaum buruh.

Dalam masyarakat industri, Marx melihat terjadinya tekanan struktural yang kuat terhadap individu, memperburuk hubungan sosial dalam industri yang menyebabkan manusia kemudian teralienasi. Tidak hanya alienasi individual tetapi juga alienasi massal sejalan dengan sebaran mode of production yang dikendalikan oleh industri. Kaum buruh yang ia sebut sebagai kaum proletar oleh Marx akan menyadari kondisi mereka dan merumuskan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka akan bersatu dan memberontak. Pemberontakan mereka melahirkan konflik yang disebut Marx dengan konflik kelas.Menurut Ramalan marx, konflik itu akan dimenangkan oleh kaum proletar yang kemudian akan mendirikan masyarakat tanpa kelas. Sistem kapitalis itu akan dirubah dengan sistem sosialis dan pada gilirannya akan membentuk masyarakat komunis.

Walaupun ramalan Marx tidak pernah terwujud dalam kenyataan, tetapi pemikiran marx tentang konflik dan kelas tetap memiliki pengaruh yang besar terhadap sejumlah besar ahli sosiologi zaman klasik maupun modern. Pemikiran Marx tentang stratifikasi sosial dan konflik telah diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda eropa Barat sebagai dampak perkembangan pembagian kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.

3. Emile Durkheim (1858-1917)

Durkheim berasal dari Perancis, ia keturunan pendeta Yahudi. Ketika anak-anak ia belajar untuk menjadi ‘Rabbi’ (pendeta yahudi), tetapi sejak usia 10 tahun ia menolaknya. Ia orang yang kecewa dengan pendidikan agama dan kemudian beralih mendalami logika ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk kehidupan sosial.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah ‘The Division of Labour in Society’ merupakan upaya Durkheim untuk mengkaji suatu gejala yang sedang melanda masyarakat: Pembagian kerja. Menurut Durkheim di bidang perekonomian seperti bidang industri modern terjadi penggunaan mesin serta konsentrasi modal dan tenaga kerja yang mengakibatkan pembagian kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala pembagian kerja tersebut dijumpai juga di bidang perniagaan dan pertanian, bahkan tidak hanya bidang ekonomi tetapi melanda juga bidang-bidang kehidupan lain ; hukum, politik, kesenian dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian Durkheim tersebut untuk memahami pembagian kerja serta mengetahui faktor penyebabnya. (Durkheim dalam Kamanto,2000)

Ia menjelaskan tentang pembagian kerja dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat memerlukan solidaritas. Ada dua tipe solidaritas dalam masyarakat yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Pembagian kerja pada masyarakat sedang berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang ia namakan ‘segmental’. Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti; apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat biasa, dapat juga dilakukan oleh masyarakat yang lain. Dengan demikian, tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok yang berbeda. Masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan terpisah antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kesetiakawan dalam kelompok ini diikat dengan nurani kolektif (consience collective).

Masyarakat secara perlahan berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Dimana pembagian kerja dalam masyarakat mengalami differensiasi dan spesialisasi. Masyarakat pun berubah menjadi masyarakat dengan solidaritas organik, yaitu masyarakat yang pembagian kerjanya semakin rinci. Pada masyarakat ini masing-masing anggota tidak lagi mampu memenuhi semua kebutuhan sendiri, ia membutuhkan kelompok lain sehingga terjadilah kesalingtergantungan. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri antara bagian-bagian yang saling tergantung laksana bagian organisme biologi.

4. Max Weber (1864-1920)

Weber adalah Seorang ilmuan asal Jerman. Ia dosen ilmu hukum dari Universitas Berlin. Diantara bukunya yang terkenal adalah The Protestant Ethic and the Spririt of Capitalism. Ia menjelaskan hubungan etika protestan dengan semangat kapitalisme. Dalam bukunya ini weber mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat bersamaan dengan berlangsungnya sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen Weber menyatakan bahwa ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya menjadikan dunia tempat yang makmur, sesuatu yang hanya di dapat dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja keras maka ia memperoleh kemakmuran. Tetapi di sisi yang lain, menurut ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana, seseorang dilarang untuk berfoya-foya dan bermewah-mewah atau konsumsi yang berlebihan. Akibat ajaran kerja keras dan hidup sederhana ini, kaum kalvinis menjadi makmur karena keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tiodak mereka konsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Cara inilah yang menurut Weber menjadikan kapitalisme berkembang.(Kamanto,2000)

Salah satu sumbangan Weber terhadap konsep dasar sosiologi adalah dalam uraiannya yang menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Menurut Weber sebuah tindakan sosial (verstehen) perlulah memiliki bukti yang meliputi makna subyektif khusus para pelakunya, dan hal ini menuntut kemampuan untuk menangkap seluruh kompleksitas makna yang dipakai pelaku untuk merumuskan alasan-alasan untuk bertindak dengan cara yang ia lakukan. Pemahaman ini tidak bisa dilakukan tanpa mengetahui simbol-simbol yang di pakai pelaku untuk menggambarkan tingkah lakunya sendiri. Menurut Weber hal itu menjadi sebuah keharusan, karena tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat ’membatin’ atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu (Zainuddin, 2003).

5. Ibnu Khaldun (1332 M)

Sebelum ilmuan sosial memperdebatkan tentang ilmu sosiologi pada pertengahan abad ke-19, lima abad sebelumnnya Ibnu Khaldun sudah mulai mengkaji dan meneliti tentang sosiologi. Namun Ia tidak pernah menyebut istilah sosiologi. Dalam pandangan Ibnu Khaldun kajian tentang masyarakat masih menyatu dengan kajian filsafat. Oleh karena itu Ibnu Khaldun lebih disebut sebagai ahli filsafat. Akan tetapi Ibnu Khaldun telah membahas tentang pembahasan sosiologi dalam buku-bukunya.

Salah satu buku Ibnu Khaldun yang terkenal adalah buku ‘Mukaddimah’. Dalam buku ini, Ibnu Khaldun banyak mengupas tentang Ilmu sejarah, politik dan sosiologi. Ia juga menjelaskan tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dalam konteks sosiologi, sumbangan Ibnu Khaldun adalah ia berhasil menghubungkan antara sosiologi dengan sejarah. Begitu juga kajiannya terhadap masyarakat primitif dan nomaden. (Ritzer, 2004)

Paradigma Ilmu Sosial

Paradigma adalah gambaran fundamental mengenai subyek ilmu pengetahuan. Ia memberikan batasan mengenai apa yang harus dikaji, pertanyaan yang harus di ajukan, bagaimana harus dijawab dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam memahami jawaban yang diperoleh, ia memilah masyarakat ilmu pengetahuan yang satu dengan masyarakat ilmu pengetahuan yang lain (George Ritzer).

Menurut George Ritzer, ada Tiga paradigma ilmu sosial yang mendominasi Sosiologi. Tiga paradiogma itu adalah fakta sosial, paradigma definisi sosialdan paradigma konflik. (george Ritzer)

1. Paradigma Fakta Sosial
  • Gambaran masalah pokok, teoritisi fakta sosial memusatkan perhatian pada apa yang disebut Durkheim sebagai fakta sosial atau struktur sosial dan institusi sosial dalam skala luas. Mereka yang menganut paradigma ini tak hanya memusatkan pada fenomena fakta sosial tetapi juga pada pengaruhnya terhadap pikiran dan tindakan individu.
  • Eksemplar, Model yang digunakan adalah teori fakta sosial dalam karya Durkheim Paradigma ini mencakup sejumlah perspektif teoritis struktural fungsional dan konflik.
  • Metode, Penganut paradigma ini lebih besar kemungkinannya menggunkan metode interview-kuesioner dan metode perbandingan sejarah ketimbang penganut paradigma lain.
  • Teori. Para teoritisi struktural fungsional cenderung melihat fakta sosial sama kerapian antar hubungan dan keteraturannya dengan yang dipertahankan oleh konsensus umum. Para teoritisi konflik cenderung menekankan kekacauan antara fakta sosial dan gagasan mengenai keteraturan dipertahankan melalui kekuatan yang memaksa dalam masyarakat.

2. Paradigma definisi sosial.
  • Gambaran masalah pokok, Karya weber membantu menimbulkan minat di kalangan penganut paradigma ini dalam mempelajari cara aktor mendefinisikan situasi sosial merekadan dalam mempelajari pengaruh definisi situasi sosial ini terhadap tindakan dan integrasi berikutnya.
  • Eksemplar, model yang menyatukan penganut paradigma ini adalah karya Max Weber tentang tindakan sosial.
  • Metode. Penganut paradigma ini sangat besar kemungkinan menggunakan metode observasi, meskipun sangat memungkinkan menggunakan metode interview-kuesioner.
  • Teori, Ada sejumlah besar teori yang dapat dimasukkan ke dalam paradigma ini; teori tindakan, interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi dan eksistensialisme.

3. Paradigma Perilaku sosial
  • Gambaran masalah pokok, Menurut penganut paradigma ini masalah pokok sosiologi adalah perilaku individu yang tak dipikirkan. Perhatian utamanya tertuju pada reward (hadiah) yang menimbulkan perilaku yang diinginkan dan punishments (hukuman) yang mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
  • Eksemplar. Model bagi penganut paradigma ini adalah karya psikolog B.F Skinner.
  • Metode, metosde khusus paradigma ini adalah eksperimen
  • Teori. Ada pendekatan teoritis dalam sosiologi yang dapat dimasukkan ke dalam judul “Behaviorisme Sosial”. Pertama adalah sosiologi behavioral yang berkaitan erat dengan psikologi behaviorisme. Kedua yang lebih penting adalah teori pertukaran.

Kaitan sosiologi dengan ilmu lainnya

Sosiologi masuk dalam rumpun ilmu Sosial (social science), karena ia mempelajari fenomena-fenomena sosial dari kehidupan manusia yang berwujud hubungan antar manusia dalam golongan. Adapun ilmu-ilmu yang tergolong dalam ilmu sosial adalah politik, ekonomi, psikologi, hukum, antropologi, sejarah, sosiologi dan lain-lain. Dalam membedakan sosiologi sebagai suatu ilmu dengan ilmu-ilmu sosial lain dapat dijelas dengan melihat obyek dan fokus kajian ilmu tersebut.

Ilmu politik menjadikan kekuasaan sebagai obyek sekaligus fokus kajiannya. Ini terkait dengan bagaimana kekuasaan di dapat, sistem pengaturan kekuasaan, keseimbangan kekuasaan, demokrasi, parlemen, pemilu dan sebagainya. Antropologi menjadikan kebudayaan dan sejarah asal usul kebudayaan tersebut sebagai fokus kajian. Ilmu Ekonomi menjadikan proses produksi, distribusi dan konsumsi sebagai obyek dan fokus kajiannya. Hal ini terkait dengan bagaimana cara-cara manusia memproduksi barang dan jasa, usaha-usaha mendistribusikannya dan bagaimana konsumsi produk barang dan jasa tersebut. Begitu juga dengan ilmu hukum yang fokus perhatian pada usaha-usaha penertiban, penegakan hukum dan pemberian sanksi. Ilmu Psikologi sosial mengkaji tentang perilaku masyarakat dan lain-lain.

Kaitan Sosiologi dengan Psikologi

Fokus perhatiannya Ilmu psikologi adalah pada individu, tingkah laku, kecerdasan dan kesanggupan akal menangkap hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya, motivasi, harapan, ingatan dan reaksi gangguan pada jiwa dll. Sementara sosiologi juga memperhatikan tentang individu, segala tingkah laku dalam hubungan kemasyarakatan. Manusia yang dimaksud adalah manusia normal yang dapat menggerakan struktur sosial yang diterima oleh masyarakat. Menimbulkan perubahan dalam masyarakat baik akibat konflik atau kooperasi.

Antara psikologi dan sosiolog obyek kajiannya sama-sama manusia, tetapi ilmu sosiologi perhatian diutamakan bentuk hidup bermasyarakat, struktur dan fungsi dari kelompok terkecil hingga yang terbesar, interaksi antara orang perorang, orang dengan kelompok, kelompok dengan kelompok dan perilaku sosial. Psikologi lebih mementingkan perilaku manusia sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu, hingga manusia itu berprilaku atau berbuat. Oleh karena itu kajian sosiologi lebih pada aspek kejiwaan manusia.

Manfaat belajar Sosiologi dalam pembahasan Psikologi

Setiap ilmu memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Antara yang satu dengan yang ,lain bisa membentuk hubungan kesaling-tergantungan. Oleh karena itu, tanpa memahami ilmu dalam berbagai perspektif, maka pembahasan sebuah iilmu menjadi tidak mendalam. Pembahasan sosiologi dalam pendalaman suatu ilmu, akan membuat kajian terhadap ilmu tersebut akan semakin kaya perspektifnya. Nah, begitu juga dengan ilmu psikologi, salah satu manfaatnya mempelajari sosiologi dalam rangka pembahasan dalam ilmu psikologi adalah untuk menambah khazanah dan perspektif serta pemahaman yang lebih luas terhadap komplesitas studi tentang manusia. Sehingga nantinya kajian psikologi diharapkan lebih mendalam.

Daftar Pustaka
  1. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali Pers
  2. Maliki, Zainuddin, 2003, Narasi Agung; tiga teori hegemonik, Surabaya, Lembaga Pengkajian agama dan Masyarakat (LPAM)
  3. Sunarto, kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi, Jakarta, fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
  4. Ritzer, George, Modern Sociological Theory, Jakarta, Prenada Media, Terjemahan Alimandan.
  5. Kartasapoetra, G, dan Widyaningsih, G,R, Teori sosiologi, Bandung, Armico

Sekian artikel tentang Pengertian dan Sejarah Singkat Sosiologi Menurut Para Ahli.

Teori Dasar Sosiologi dan Tokohnya Menurut Para Ahli

$
0
0
Teori Dasar Sosiologi dan Tokohnya Menurut Para Ahli - Dialog pemikiran dalam mengembangkan teori-teori sosiologi melahirkan tiga teori sosiologi yang hegemonik. Tiga teori tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap pemikiran teori-teori sosiologi berikutnya. Teori tersebut adalah ; Struktural fungsional, konflik dan interaksionisme simbolik. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami, mengenal apa itu sosiologi, sejarah lahirnya ilmu sosiologi dan kaitannya dengan psikologi.

Teori - Teori Dasar Sosiologi


Pengertian dan Manfaat Teori sosial


Hakikat teori merupakan hubungan antara dua atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan dapat diuji secara empiris (Sukanto,2013). Teori tersebut harus dirumuskan dalam bentuk abstraksi-abstraksi yang dapat mengambarkan keseluruhan konsepsi . Dalam konteks sosial, maka teori sosial dapat dirumuskan dalam bentuk abstraksi tentang dunia sosial. Karena itu, Neuman mendefinisikan Teori sosial sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial.

Teori Sosial adalah “Seperangkat konsep dan preposisi yang menjelaskan fenomena sosial sehingga memiliki makna tertentu”, Teori bisa berbentuk deduktif, yaitu pernyataan Umum yang dibuktikan dan Induktif, yaitu fakta-fakta yang membentuk pernyataan umum

Teori sosial sangat bermanfaat dalam memahami realitas sosial. Teori Sosial merupakan instrumen yang sangat penting untuk membaca realitas kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama. Ia merupakan jendela untuk melihat realitas yang luas dan kompleks. Untuk menganalisis suatu masalah, teori sosial dapat digunakan menjadi pisau analisis dalam memahami masalah-masalah sosial. Ketika sesorang akan melakukan penelitian, maka harus menggunakan salah satu teori sosial untuk memahami realitas yang akan di teliti. Dengan adanya teori social, seseorang dapat menghimpun informasi yang lebih sistematik dan kemudian dapat memanfaatkannya dalam penelitian atau studi-studi tentang masyarakat.

Teori Dasar Sosiologi dan Tokohnya Menurut Para Ahli_
image source: traviasuite.com

Ada tiga teori sosiologi yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosiologi. Teori ini membentuk paradigma dalam melihat masyarakat sebagai obyek studi sosiologi. Banyak teori-teori yang berkembang belakangan sangat berkaitan dengan tiga teori ini. Studi-studi yang dilakukan oleh ilmua sosiologi belakangan banyak dipengaruhi oleh tiga teori ini.Teori itu adalah Teori dengan paradigma Struktural Fungsional, teori dengan paradigma konflik dan teori dengan paradigma Interaksionisme Simbolik.

1. Paradigma Struktural Fungsional

Teori Struktural fungsional muncul dan berkembang karena dipengaruhi oleh semangat renaisance. Ia di warnai oleh munculnya revolusi pengetahuan terutama filsafat positivisme yang melahirkan ilmu alam seperti fisika, biologi dan kimia, sehingga argumentasi teori ini relatif mengambil inspirasi dari teori organis-sistemik. Pandangan ini muncul berkat pengandaian bagian-bagian tubuh manusia dalam suatu susunan organisme.

Dalam sejarahnya, Teori struktural fungsional ini sangat berpengaruh dalan perkembangan sosiologi terutama tahun 1960-an. Begitu berpengaruhnya, setidak-tidaknya selama dua dekade setelah perang dunia kedua studi sosiologi sangat di dominasi oleh teori ini, sehingga perspektif ini sangat identik dengan sosiologi itu sendiri (Zainuddin Maliki, 2003). Ketika orang berbicara sosiologi, maka asumsi orang mereka bicara tentang teori strukural fungsional ini.

Teori Struktural fungsional memiliki beberapa asumsi dasar dalam melihat masyarakat. Asumsi tersebut sebagai berikut;
  • Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem yang kompleks, terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung, dan setiap bagian tersebut berpengarus secara signifikan terhadap bagian yang lain.
  • Setiap bagian dari masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan, karena itu, eksistensi satu bagian tertentu dari masyarakat dapat diterangkan apabila fungsinya bagi masyarakat sebagai keseluruhan dapat di identifikasi.
  • Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri; sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai secara sempurna, namun sistem sosial akan senantiasa berproses kearah itu.
  • Perubahan dalam sistem sosial umumnya terjadi secara gradual, melalui proses penyesuaian, dan tidak terjadi secara revolusioner
  • Faktor terpenting yang mengintegrasikan masyarakat adalah adanya kesepakatan diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.
  • Masyarakat cenderung mengarah kepada suatu keadaan ekuilibrium atau homeostatis

Dalam memahami masyarakat, teori struktural fungsional menggunakan strategi analisa. Menurut Parson, strategi dasarnya dalam pendekatan Struktural fungsional adalah :
  1. Mengidentifikasi persyaratan fungsional yang pokok dalam sistem yang sedang dipelajari
  2. Menganalisa struktur-struktur tertentu dengan mana persyarakatn fungsional itu terpenuhi.

Parson menawarkan empat persyaratan fungsional yang dibahasakannya melalui skema A G I L, yaitu, Adaptation, Goal Attainment, Integration dan latent Pattern Maintenance (AGIL).

1. Adaptation (adaptasi)
Menunjuk pada keharusan sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya. Dengan persyaratan ini, semua sistem sosial mulai dari hubungan dua orang sampai dengan sistem sosial yang besar dan kompleks, harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi, baik lingkungan fisik maupun non fisik.

2. Goal Attainment (pencapaian tujuan)
Persyaratan ini sama sekali tidak sulit di mengerti. Setiap orang dalam tindakannya selalu mempunyai tujuan tertentu. Dimana tindakan itu diarahkan pada tujuannya, bukan tujuan pribadi, tetapi tujuan sistem atau tujuan bersama antara mereka yang termasuk dalam sistem interaksi itu..

3. Integration (integrasi)

menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama. Dalam konsep ini yang penting adalah rasa solidaritas dan kekompakan. keadaan integrasi tercapai kalau bagian-bagian yang membentuknya sesuai dalam posisinya dalam satu keseluruhan.

4. Latent Pattern maintenance(pemeliharaan pola-pola yang laten)
Dihubungkan dengan sistem budaya karena menekan nilai dan norma budaya. Permasalahan mendasar yang berhubungan dengan persyaratan ini adalah menjawab pertanyaan berikut; Kalau sistem sosial itu menghadapi kemungkinan bahaya perpecahan karena anggota berjalan keluar dari rel, apa yang harus diperbuat oleh sistem itu? Jawabannya adalah bagaimana pola sistem itu mempertahankan diri dari kehancuran dan pola itu tidak kelihatan (Soeprapto,2002).

2. Paradigma Konflik

Perspektif konflik lahir akibat terjadi krisis sosial akibat muncul revolusi industri di Erop[a Barat. Marx melihat masyarakat Eropa Barat tengah menghadap problem kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi. Di satu pihak terjadi kemelaratan di kalangan para pekerja, sementara para penguasa ekonomi penuh dengan keserakahan. Karena itu tidak tercipta keadilan sosial. Gambaran ini menurut Marx memunculkan konflik kelas pekerja dengan pemilik modal.

Menurut Pendekatan konflik, masyarakat selalu dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Keteraturan yang terdapat dalam masyarakat hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau paksaan kekuasaan golongan berkuasa.

Asumsi Teori Konflik

Dalam melihat masyarakat, teori konflik ini memiliki asumsi dasar yang merupakan cara pandangnya terhadap masyarakat. Asumsi teori konflik itu adalah;
  • Perubahan merupakan gejala yang melekat pada setiap masyarakat.
  • Konflik adalah gejala yang selalu melekat di dalam setiap masyarakat
  • Setiap unsur dalam masyarakat memberikan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial
  • Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi yang dilakukan oleh sejumlah orang terhadap sejumlah orang lainnya.

Teori konflik juga memiliki Proposisi Strategi konflik
  • Kehidupan sosial pada dasarnya merupakan arena konflik di antara dan di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang bertentangan
  • Sumber-sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik merupakan hal yang penting yang diperebutkan oleh berbagai kelompok
  • Akibat tipikal dari konflik itu memunculkan pembagian masyarakat menjadi kelompok determinan secara ekonomi dan kelompok yang tersubordinasi
  • Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengarus sosial dari kelompok yang secara ekonomi merupakan kelompok yang determinan
  • Kelompok dan konflik sosial di dalam dan di antara berbagai masyarakat melahirkan kekuatan-kekuatan yang menggerakan perubahan sosial
  • Karena konflik merupakan ciri dasar kehidupan sosial, maka perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi.

Beberapa tokoh yang terkenal adalah
  1. Karl Marx
  2. Dahrendorf
  3. Lewis coser

3. Paradigma interaksionisme Simbolik

Akar teori interaksionisme simbolik dari tiga pemikiran, yaitu;
  • Filsafat Pragmatisme (John Dewey)
  • Behaviorisme psikologis (JB Watson)
  • Pengaruh Sosiologi Simmelian

Tokoh utama teori ini adalah George Herbert Mead

Tiga premis utama dalam teori interaksionisme simbolik;
  1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna
  2. Makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain
  3. Makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung.

Terbentuknya masyarakat
Menurut Mead masyarakat dibentuk dari individu-individu yang memiliki diri sendiri. Bahwa tindakan manusia merupakan konstruksi yang dibentuk oleh individu melalui dokumentasi dan interpretasi hal-hal penting di mana ia akan bertindak. Bahwa tindakan kelompok terdiri atas perpaduan dari tindakan-tindakan individu-individu.

Pandangan Interaksionisme simbolik

Menurut Charron
  • Individu bukanlah kepribadian yang terstruktur dan konsisten, selalu berubah dan dinamis.
  • Masyarakat dan kelompok tidak di konseptualisasikan sebagai sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang dinamis berubah secara konstan melalui interaksi
  • Ciri individu memiliki pikiran sendiri dan diri sendiri.
  • Manusia mempunyai banyak diri sendiri, masing masing berhubungan dengan interaksi dimana dia terlibat
  • Kebenaran, ide, sikap dan perspektif semua di konseptualisasi sebagai sebuah proses yang di nilai dan berubah oleh organisme berkaitan yang dia amati. Orang tidak dikondisikan untuk menguji kebenaran mereka. Kebenaran datang melalui interaksi dan berpindah melalui interaksi

Metode penelitian

Peneliti harus melakukan observasi secara langsung atau partisipasi dengan dua cara :
  1. Eksplorasi sampai ke tingkat pemahaman yang menghasilkan sensitivizing concept. Seorang peneliti diharapkan dekat dengan obyek/subyek agar mampu mengenali dan memahamikonteks empiris yang sesungguhnya.
  2. Melakukan inspeksi, dimana peneliti harus memeriksa data dengan cara menampilkan pembuktian empirisnya.

Tokoh Interaksionis Simbolik
  1. George Herbert Mead
  2. Herbert Blumer

Daftar Pustaka

  1. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali PersMaliki,
  2. Zainuddin, 2003, Narasi Agung; tiga teori hegemonik, Surabaya, Lembaga Pengkajian agama dan Masyarakat (LPAM)
  3. Sunarto, kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi, Jakarta, fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
  4. Ritzer, George, Modern Sociological Theory, Jakarta, Prenada Media, Terjemahan Alimandan.
  5. Kartasapoetra, G, dan Widyaningsih, G,R, Teori sosiologi, Bandung, Armico

Bidang dan Metode Penelitian Sosiologi Menurut Para Ahli

$
0
0
Bidang dan Metode Penelitian Sosiologi Menurut Para Ahli - Lapangan studi dan penelitian sosiologi sangat luas. Semua gejala, fakta sosial, tindakan sosial dan lain-lain dapat menjadi obyek riset sosiologi. Riset atau penelitian tersebut harus menggunakan metode yang sesuai dengan metode sosiologi sebagaimana yang telah dirumuskan para tokoh sosiologi. Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami metode dan teknik riset sosiologi dan memahami perkembangan sosiologi di Indonesia.

Bidang-bidang dan Metode Penelitian Sosiologi

Obyek Studi Sosiologi

Sebagai sebuah Ilmu obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Perkembangan sosiologi tidak pernah lepas dari pergulatan pemikiran dari para tokohnya selalu ada pada setiap zamannya. Menurut Ritzer, sosiologi lahir ditengah-tengah persaingan pengaruh antara filsafat dan psikologi. Karenanya tidak mengherankan, pengaruh keduanya masih terasa sampai sekarang.

Setelah Durkheim pertama kali menemukan makna dan pendekatan fakta social (social fact), sosiologi mulai menemukan obyek yang secara khusus menjadi ruang kajian bagi ilmu sosiologi. Belakangan setelah perkembangan sosiologi lepas dari pengaruh filsafat dan psikologi, pergulatan pemikirannya relative bersifat interen bagi para tokohnya saja, dan ini terus berlangsung sampai sekarang.

Pergulatan pemikiran yang terus berlangsung tersebut, melahirkan dinamika tersendiri melahirkan penyebaran kajian sosiologi pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Studi sosiologi yang mengkaji secara umum disebut sosiologi umum dan sosiologi yang membahas secara sektoral disebut sosiologi khusus.

Sosiologi umum mempelajari dan meneliti keseluruhan tentang gejala, fakta sosial, tindakan dan interaksi sosial maupun perilaku sosial dalam masyarakat secara umum dengan pendekatan-pendekatan sosiologik. Sedang sosiologi khusus yaitu mempelajari gejala, fakta sosial, tindakan dan interaksi sosial maupun perilaku sosial yang bersifat sektoral, seperti masalah ekonomi (sosiologi ekonomi), politik (sosiologi politik), hukum (sosiologi hukum), pendidikan(sosiologi pendidikan), kebudayaan (sosiologi kebudayaan), kesenian (sosiologi kesenian), pertanian (sosiologi pertanian), agama (sosiologi agama), pengetahuan (sosiologi pengetahuan) dan lain-lain melalui pendekatan sosiologik.

Bidang dan Metode Penelitian Sosiologi Menurut Para Ahli_
image source: sociology.about.com
baca juga: Teori Dasar Sosiologi dan Tokohnya Menurut Para Ahli

Paradigma dan Metode Sosiologi


Ketika seseorang akan melakukan studi tentang sosiologi, maka ia harus menetapkan berdasarkan paradigma dan pendekatan apa ia melakukan studi. Kemudian ia harus melihat metode seperti apa yang cocok dengan pendekatan studi yang ia lakukan. Studi tentang sosiologi dapat dilakukan dengan metode yang sesuai dengan pendekatan paradigma sosiologi. Menurut George Ritzer dalam buku ‘Sociology; A multiple paradigm science’, menyebutkan ada tiga Paradigma dalam ilmu sosiologi, yaitu Fakta Sosial, Definisi Sosial, Perilaku Sosial.

A. Fakta Sosial

Fakta sosial merupakan barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek penelitian dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak bisa dipahami melaui obyek mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Menurut Durkheim fakta sosial tidak dapat dipelajari melalui introspeksi. Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari sesuatu yang lain (Ritzer,1992). Fakta sosial terdiri atas dua macam, dalam bentuk material dan non material. Dalam bentuk material yaitu barang sesuatu yang dapat di simak, ditangkap dan di observasi. Fakta sosial berbentuk material adalah bagian dari dunia nyata (external world) seperti arsitektur dan norma hukum. Sedangkan fakta sosial dalam bentuk non material yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial seperti ini merupakan fenomena sosial yang bersifat intersubjektive yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia seperti egoisme, altruisme, dan opini.

Menurut Ritzer, ada empat varian yang tergabung dalam paradigma fakta sosial, yaitu;
  1. Teori Struktural fungsional
  2. Teori konflik
  3. Teori sistem
  4. Teori sosiologi makro.

Penganut paradigma fakta sosial cenderung menggunakan metode kuesioner dan interview dalam penelitian empiris mereka, meskipun metode ini bukan dominasi paradigma fakta sosial. Menurut James Coleman, metode interview dan kuesioner kurang membuka jalan kearah penemuan fakta sosial, karena itu Coleman menawarkan tiga pendekatan tambahan yaitu, pertama, kelemahan interview dan kuesioner dapat diatasi dengan membuat daftar pertanyaan yang runtun secara rasional. Kedua, mengajukan pertanyaan kepada individu tentang unit sosialnya sendiri. Ketiga, menggunakan teknik sampling yang disebut Coleman ‘Snow ball sampling’ yaitu dengan menanyakan kepada sample siapa teman terdekatnya. Kepada teman terdekatnya ditanyakan pula siapa teman dekatnya,.. begitu seterusnya.

B. Definisi Sosial

Paradigma definisi sosial mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial dan hubungan antar tindakan sosial. Menurut Weber, dua persoalan itu merupakan pokok persoalan psikologi. Yang dimaksud dengan tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi dirinya yang diarahkan bagi orang lain.

Untuk mempelajari tindakan sosial, menurut Weber perlu dilakukan dengan metode penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding). Dalam bahasa Weber disebutkan dengan istilah verstehen. Dengan begitu, peneliti sosiologi akan mengetahui motif dari tindakan aktor.

Lalu bagaimana memahami motif tindakan seorang aktor? Weber memberikan 2 cara yaitu (1) Dengan melalui kesungguhan, (2) mencoba mengenangkan dan menyelami pengalaman aktor. Peneliti hendaknya menempatkan dirinya dalam posisi aktor serta mencoba memahami sesuatu seperti yang dipahami oleh aktor.

Teori-teori yang termasuk dalam paradigma definisi sosial yaitu, teori tindakan, interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi dan eksistensialisme.

Dalam melakukan studi, paradigma ini cenderung menggunakan metode observasi dalam penelitiannya. Alasannya untuk dapat memahami realitas intrasubjektive dan intersubjektive dari tindakan sosial dan interaksi sosial. Metode interview dan kuesioner dianggap kurang relevan dalam menangkap tindakan manusia yang spontan dan wajar.

Dalam melakukan observasi, paradigma ini memiliki tipe teknik observasi, yaitu;
  • Participant observation, yaitu peneliti menyembunyikan identitasnya yang sedang melakukan penelitian.
  • Participant as observer, yaitu peneliti memberitahukan diri sedang meneliti.
  • Observes as participants, yaitu penelitian dengan hanya sekali mengunjungi. Maka peneliti harus dengan persiapan yang matang dan perencanaan yang baik.
  • Complete observer, yaitu peneliti tidak berpartisipasi tetapi peneliti menempatkan dirinya sebagai orang luar sama sekali dan subyek penelitian tidak mengetahui mereka sedang diteliti.

C. Perilaku Sosial

Menurut paradigma ini obyek studi sosiologi harus kongkrit-realistis, dan itu adalah perilaku sosial yaitu perilaku manusia yang tampak serta kemungkinan berulang. Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatian kepada antar hubungan individu dan lingkungannya. Lingkungan disini ada dua, yaitu bermacam-macam obyek sosial dan bermacam-macam obyek non sosial. Prinsip yang menguasai antar hubungan individu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antar individu dengan obyek non sosial.

Teori yang menganut paradigma ini adalah sosiologi behavioral berkaitan erat dengan psikologi behaviorisme dan teori pertukaran.

Metode dalam paradigma perilaku sosial ini lebih menyukai metode eksperimen, meskipun juga menggunakan metode interview dan kuesioner ataupun observasi.

Lebih ringkas dapat dilihat dalam tabel berikut;


ParadigmaTeoriMetode
Fakta SosialStruktural Fungsional, konflikinterview-kuesioner dan metode perbandingan sejarah
Definisi SosialTeori tindakan, interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi dan eksistensialisme.Observasi, meskipun sangat memungkinkan menggunakan metode interview-kuesioner.
Perilaku sosialSosiologi behavioral berkaitan erat dengan psikologi behaviorisme. Dan teori pertukaran.Metode khusus paradigma ini adalah eksperimen

Metode Penelitian Sosiologi

Penelitian sosiologi selalu sangat diperlukan untuk menjawab masalah sosial, memahami realitas sosial maupun dalam rangka pengembangan ilmu sosiologi. Dengan adanya riset sosiologi, ilmu sosiologi berkembang sesuai dengan penemuan-penemuan terbarunya. Namun sebuah riset sosiologi harus memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yang sesuai dengan metode sosiologi.

Dalam melakukan riset Sosiologi, peneliti harus melalui beberapa tahap, yaitu;
  1. Perumusan masalah
  2. Penyusunan Desain Penelitian
  3. Pengumpulan data
  4. Analisis data
  5. Penyusunan Laporan Penelitian

1. Perumusan masalah

Pada waktu peneliti hendak mulai melakukan risetnya, maka seorang peneliti harus terebih dahulu membuat rumusan masalah. Rumasan masalah merupakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang akan di cari jawaban dalam sebuah riset. Untuk bisa merumuskan dengan baik rumusan masalah, seorang peneliti harus melalui tahapan-tahapan berikut ;
Menetapkan topik, yaitu memilih topik yang menarik untuk diteliti sesuai minat peneliti.
Studi literatur /tinjauan pustaka(literature review) yaitu tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka yang ada di bidang yang bersangkutan agar dapat mengetahui temuan-temuan apa sajakah yang sebelumnya pernah dilakukan oleh ahli sosiologi lain.
Merumuskan masalah penelitian dengan menyusun pertanyaan penelitian yang belum diteliti orang lain.

Seorang peneliti dalam rumasan masalahnya harus memahami apa saja studi yang telah dilakukan orang tentang topik yang sedang ia bahas. Semakin banyak studi sebelumnya yang ia baca dan pahami, maka akan semakin jelas bagi seorang peneliti ruang yang belum dikaji dan diteliti. Kekosongan ruang itulah yang akan menjadi obyek

Riset yang akan dilakukan. Dengan demikian risetnya bertujuan untuk menutupi kekosongan ilmiah.

2. Menyusun Desain Penelitian

Setelah pertanyaan penelitian dirumuskan, maka peneliti sudah memiliki gambaran dalam kepalanya tentang masalah yang akan di teliti, makan peneliti harus menentukan desain penelitian, metode penelitian yang tepat dan metode yang dipilih dalam mengumpulkan data. Dalam menyusun desain penelitian, seorang peneliti perlu melakukan ;
Memilih pendekatan apa yang digunakan (misal dengan pendekatan fakta sosial atau definisi sosial), maka metode pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan pendekatan tersebut.
Menetapkan metode Pengumpulan data.

Metode-metode utama

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara;
  1. Penelitian Survey, ialah suatu jenis penelitian yang didalamnya hal yang hendak diketahui peneliti dituangkan dalam suatu daftar pertanyaan (kuesioner) baku. Daftar pertanyaan dalam penelitian survey dikenal dengan pertanyaan tertutup dan dan daftar pertanyaan terbuka. Daftar pertanyaan tertutup karena subyek penelitian di suruh memilih satu dari sejumlah jawaban yang telah disediakan peneliti. Sementara daftar pertanyaan terbuka jika jawabannya diserahkan kepada subyek penelitian untuk menjawabnya sesuai dengan keinginannya.
  2. Pengamatan (observasi), ialah dengan mengamati secara langsung para perilaku subyek dan obyek penelitian dan merekap perilaku yang wajar, asli, tidak dibuat-buat, spontan dalam waktu lama, sehingga data yang terkumpul mendalam dan rinci.
  3. Riwayat Hidup, ialah suatu teknik pengumpulan data yang dapat mengungkapkan data penting tentang pengalaman subyektif untuk pengembangan teori sosiologi.
  4. Studi kasus, ialah teknik penelitian untuk memahami kehidupan sosial suatu kelompok. Semua aktifitas dalam kelompok itu dijelaskan secara menyeluruh.
  5. Analisis konten (Content analysis), ialah menganalisis berbagai dokumen seperti surat kabar, majalah, dokumen resmi, naskah seni dan satra, kemudian diambil data-data yang dialihkan menjadi bentuk sendiri sesuai dengan tujuan penelitian.
  6. Penggunaan data yang tersedia oleh pihak-pihak lain, yaitu data yang ada pada pihak lain, misalnya hasil-hasil penelitian yang sudah ada, data-data yang dimiliki oleh suatu lembaga dan pemerintahan. Data ini dapat diambil untuk melengkapi data penelitian.
  7. Eksperimen ialah melakukan percobaan untuk mengetahui hasil atau reaksi dari eksperimen tersebut. Misal reaksi orang ketika hampir bertabrakan.

Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Dalam sosiologi dikenal penelitian kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif adalah penelitian yang mengutamakan kualitas data dengan teknik observasi dan wawancara mendalam.

Menurut Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa bahwa ciri-ciri metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
  1. Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
  2. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
  3. Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
  4. Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
  5. Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.

Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan data-data yang dapat diukur dan biasanya melalui uji statistik. Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik (prajitno).

Etika Penelitian

Menurut Sunarto, (2000) ada beberapa etika dalam penelitian yang harus menjadi perhatian seorang peneliti. Etika itu bertujuan agar penelitian tersebut dapat mengungkap yang sebenarnya dari tujuan yang ingin dicapai. Beberapa etika itu adalah;
  1. Keikutsertaan secara sukarela
  2. Tidak membawa cedera bagi subyek penelitian
  3. Asas Anonimitas(tidak dikenal)
  4. Kerahasiaan
  5. Tidakmemberikan keterangan keliru
  6. Menyajikan data penelitian secara jujur

Analisis data

Analisis data kualitatif berlangsung terus menerus semenjak peneliti memasuki lapangan dan arah penelitian dapat berubah sesuai dengan hasil analisis lapangan bersumber data catatan lapangan yang secara rinci memuat hasil wawancara dan observasi. Sedangkan Analisis data kuantitatif berdasarkan data-data yang sudah diangkakan, menggunakan pendekatan statistik sosial. Analisis data ada yang bersifat univariat dan ada bivariat serta multivariat.

Analisis data univariat biasanya menghasilkan data yang memberikan gambaran mengenai satu gejala. Contohnya data tentang nilai UN murni siswa. Sedangkan data bivariat diterapkan bila peneliti ingin mengetahui hubungan antara dua variabel atau dua gejala, misalnya meneliti tentang hubungan tahun dengan variabel wisatawan. Dan analisis data dengan multivariat yaitu meneliti dengan variable lebih dari dua.

Laporan Penelitian

Setelah penelitian selesai dilakukan, maka seorang peneliti harus menyusun laporan penelitian. Laporan penelitian ini harus di tulis dan penulisannya harus sesuai dengan kaidah ilmiah. Setidaknya dalam laporan penelitian harus memuat :
  • Latar belakang
  • Rumusan masalah
  • Tinjauan Pustaka
  • Metodologi penelitian
    - Analisis data penelitian
    - Kesimpulan

Manfaat Penelitian Sosiologi bagi Psikologi

Sebagai ilmu yang serumpun, Ilmu Psikologi dan sosiologi selalu memiliki hubungan yang dapat saling menguatkan. Kajian psikologi sering bermanfaat dalam studi sosiologi. Begitu pula sebalik kajian sosiologi bermanfaat dalam pembahasan psikologi. Ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku sebagai manifestasi kejiwaan yang didorong oleh motif tertentu yang membuat manusia bertingkah laku/berbuat. Kita semua menyadari bahwa tingkah laku manusia tidak dapat terlepas dari keadaan sekitar, sehingga tidaklah sempurna jika meninjau manusia berdiri sendiri dan terlepas dari masyarakat yang melatarbelakanginya. Karena itu, studi psikologi tidak akan optimal dan sempurna tanpa tinjauan sosiologi. Dengan demikian, manfaat riset sosiologi dalam psikologi adalah memperkuat dan menyempurnakan pembahasan dalam psikologi.


Daftar Pustaka
  1. Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar: Jakarta: Rajawali Pers
  2. Ritzer, George, 1992, Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma Ganda, Jakarta, Rajawali Press, Terj Alimandan.
  3. Sunarto, kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi, Jakarta, fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
  4. Kartasapoetra, G, dan Widyaningsih, G,R, Teori sosiologi, Bandung, Armico

Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan

$
0
0
Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan - Psikologi pendidikan (educational psychology) adalah suatu cabang psikologi yang khusus mengkaji pemahaman pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan (Santrock, 2011). Wittrock & Farley (1989), dalam Moreno (2010) memaparkan pengertian Psikologi Pendidikan sebagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengembangan, evaluasi, dan penerapan prinsip-prinsip dan teori-teori belajar manusia. Definisi psikologi pendidikan juga dipaparkan oleh Slavin (2006) yaitu sebagai akumulasi dari pengetahuan, teori, dan kebijaksanaan yang harus dimiliki seorang guru untuk dapat memecahkan masalah dalam pendidikan yang ditemui sehari-hari.

Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan_
image source: psychology.iresearchnet.com

Latar Belakang Sejarah Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan dibentuk oleh beberapa pelopor psiologi pada akhir abad ke -19, tepat sebelum awal abad ke – 20. Ketiga pelopor tersebut adalah William James, John Dewey, dan Edward L. Thorndike (Santrock, 2011).

William James (1842-1910)


Ia dikenal sebagai Bapak Psikologi di Amerika setelah peluncuran buku psikologi pertama yang ia tulis, yang berjudul Principles of Psychology (1890). Pada masa tersebut, ia banyak berbicara dan memberikan serangkaian ceramah kepada guru dan pendidik untuk mendiskusikan tentang penerapan psikologi untuk mendidik anak-anak. Ia berargumen bahwa eksperimen psikologi di laboratorium seringkali tidak bisa memberikan gambaran cara untuk mengajari anak secara efektif. Ia menekankan pentingnya observasi pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasinya adalah untuk memulai pelajaran tepat pada titik di luar tingkat pengetahuan dan pemahaman anak untuk memperluan pemikiran anak (Santrock, 2011).

John Dewey (1859-1952)


John Dewey adalah seorang penggerak dalam aplikasi praktis psikologi. Gagasan John Dewey yang memberikan inspirasi terhadap pendidik di masa kini antara lain pertama, ia memandang anak sebagai pembelajar yang aktif. Di era sebelum Dewey, diyakini bahwa anak harus duduk tenang di kursi mereka dan secara pasif belajar dengan cara menghafal. Sebaliknya, Dewey berargumen bahwa anak-anak akan belajar sangat baik dengan cara mempraktikkanya. Kedua, Dewey berpendapat bahwa pendidikan harus berfokus pada satu anak secara menyeluruh dan menekankan adaptasi si anak terhadap lingkungan. Dewey berpikir bahwa anak-anak seharusnya tidak hanya dididik dalam mata pelajaran akademis, tetapi juga cara berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah. Ia berpikir bahwa anak-anak seharusnya mempelajari cara untuk menjadi pemecah masalah yang reflektif. Ketiga, kita berutang ide kepada Dewey yang meyakini bahwa semua anak-anak pantas mendapatkan pendidikan yang kompeten (Dewey, 1933, dalam Santrock, 2011).

Edward L. Thorndike (1874-1949)


Ia berfokus pada asesmen dan penilaian, serta mempromosikan tiang fondasi pembelajaran yang ilmiah. Thorndike berargumen bahwa salah satu tugas yang paling penting dari pendidikan yang diterima di sekolah adalah untuk mengasah keterampilan pemikiran anak-anak, dan ia sangat unggul dalam melakukan studi ilmiah pengajaran dan pembelajaran (Beatty, 1998, dalam Santrock, 2011). Thorndike mengajukan ide bahwa psikologi pendidikan harus mempunyai dasar ilmiah dan seharusnya berfokus pada asesmen (O’Donnell & Levin, 2001, dalam Santrock, 2011).

Pendekatan Ilmu Perilaku

B.F. Skinner (1904-1990)


Pandangan B.F. Skinner (1938) yang didasari oleh pemikiran Thorndike sangat mempengaruhi psikologi pendidikan pada pertengahan abad ke-19. Pendekatan ilmu perilaku (behavioral approach) Skinner ini melibatkan upaya-upaya agar dapat dengan tepat menentukan kondisi terbaik untuk belajar. Skinner mengembangkan konsep pembelajaran terprogram yang melibatkan proses penguatan diri siswa yang dilakukan tiap saat setelah langkah dari rangkaian proses belajarnya, sampai siswa mencapai tujuan pembelajaran.



Revolusi Kognitif

Benjamin Bloom (1913-1999)


Hal yang menjadi objek dalam pendekatan ilmu perilaku mengenai pembelajaran tidak banyak yang mengarah pada tujuan nyata dan kebutuhan pada pendidik (Hilgard, 1996, dalam Santrock, 2011). Kemudian pada awal 1950-an, Benjamin Bloom menciptakan taksonomi keterampilan kognitif yang mencakup keterampilan dalam mengingat, memahami, mensintesis, menganalisa, mengevaluasi, dan mengkreasi. Bloom meyakini bahwa guru harus membantu siswa menggunakan dan mengembangkan keterampilan kognitif yang dimilikinya (Santrock, 2011).

Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan 2_
Gbr. 1. Taksonomi Bloom

David R. Krathwohl (2002) menyampaikan revisi dari taksonomi Bloom yang dianggap lebih relevan dengan perkembangan ilmu kognitif saat ini. Semakin ke atas, tingkat kesulitannya akan semakin tinggi.
  • Remembering – mengingat, adalah mengambil pengetahuan yang relevan dari memori.
  • Understanding – memahami, adalah menentukan makna pesan instruksional, termasuk komunikasi lisan, tertulis, dan grafis/gambar.
  • Applying – mengaplikasikan, adalah melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu.
  • Analyzing – menganalisa, adalah memecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan mendeteksi bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan satu sama lain menjadi struktur keseluruhan atau tujuan.
  • Evaluating – mengevaluasi, adalah membuat penilaian berdasarkan criteria dan standar.
  • Creating – menciptakan, adalah menempatkan elemen bersama-sama untuk membentuk sebuah kesatuan yang utuh atau membuat produk asli dan baru.

Menjadi Guru yang Efektif

Santrock (2011) menyebutkan bahwa untuk menjadi guru yang efektif, para guru harus menguasai berbagai perspektif dan strategi, serta bersikap fleksibel saat menerapkannya. Kunci yang utama adalah (1) keterampilan dan pengetahuan profesional serta (2) komitmen dan motivasi.

Keterampilan dan Pengetahuan Profesional

  • Penguasaan materi pelajaran
  • Strategi pembelajaran
  • Pendekatan konstruktif
  • Penentuan tujuan dan keterampilan merencanakan pembelajaran
  • Praktik mengajar yang sesuai dengan perkembangan
  • Keterampilan manajemen kelas
  • Keterampilan memotivasi
  • Memberikan variasi individual
  • Bekerja efektif dengan siswa dari latar belakang budaya yang berbeda
  • Keterampilan asesmen
  • Keterampilan teknologi

Komitmen dan Motivasi

Menjadi seorang guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi. Ini mencakup sikap yang baik dan perhatian terhadap siswa. Mudah bagi guru untuk menumbuhkan kebiasaan dan mengembangkan sikap negative, tetapi murid sangat peka akan hal ini dan ini bisa memberikan pengaruh buruk bagi pembelajaran mereka.

Penelitian dalam Psikologi Pendidikan

Metode Penelitian

Mengumpulkan informasi atau data merupakan aspek yang penting dari penelitian. Ketika para peneliti psikologi pendidikan ingin mengetahui – misalnya, apakah sering bermain video games dapat mengurangi pembelajaran siswa, menyantap makanan bergizi dapat meningkatkan perhatian di kelas, atau waktu istirahat yang banyak bisa mengurangi ketidakhadiran – mereka bisa memilih dari banyak metode pengumpulan informasi penelitian.

Tiga metode dasar yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam psikologi pendidikan adalah deskriptif, korelasional, dan eksperimental.

Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan 3_
Gbr. 2. Metode Penelitian

Penelitian Deskriptif
Tujuan dari metode penelitian ini adalah mengamati dan merekam perilaku. Penelitian deskriptif tidak bisa membuktikan apa yang menyebabkan beberapa fenomena, tetapi penelitian ini bisa memperlihatkan informasi penting tentang perilaku dan sikap seseorang (Lammers & Badia, 2005; Leary, 2004, dalam Santrock, 2011).

Observasi
Observasi ilmiah sangatlah sistematis, seorang peneliti diharuskan mengetahui apa yang ia cari, melakukan observasi secara adil, dengan akurat merekam dan mengkategorikan apa yang ia lihat, dan secara efektif mengkomunikasikan observasinya (Best & Kahn, 2006; McBurney & White, 2007, dalam Santrock, 2011). Cara umum untuk merekam observasi adalah dengan menuliskannya dengan steno atau simbol. Selain itu, perekam, kamera video, lembar kode khusus, cermin satu arah, dan komputer semakin sering digunakan agar observasi menjadi semakin akurat, dapat dipercaya, dan efisien.

Observasi Naturalistis (naturalistic observation) sejenis observasi yang dilakukan secara alamiah. Dalam hal ini, peneliti berada di luar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian (Syah, 2007).

Observasi Partisipan (participant observation) terjadi ketika peneliti atau pengamat terlibat secara aktif sebagai seorang partisipan dalam sebuah aktivitas atau situasi (McMillan, 2004, dalam Santrock, 2011).

Wawancara dan Kuesioner
Para psikolog pendidikan menggunakan wawancara dan kuesioner (survei) untuk mencaru tahu tentang pengalaman, keyakinan, dan perasaan anak-anak atau para guru. Wawancara dan survey yang bagus mencakup pertanyaan yang konkret, spesifik, dan tidak ambigu, serta beberapa cara untuk memastikan keaslian jawaban responden (Rosnow & Rosenthal, 2005, dalam Santrock, 2011).

Salah satu masalah yang terpenting adalah bahwa banyak individu memberikan jawaban yang diinginkan oleh lingkungan social (social desirable answer), merespon dalam cara yang mereka kira merupakan yang paling diterima dan diinginkan oleh masyarakat daripada bagaimana sebenarnya pemikiran atau perasaan mereka (Babbie, 2005, dalam Santrock, 2011). Teknik melakukan wawancara dengan terampil dan pertanyaan yang dapat meningkatkan respons yang jujur, sangatlah penting untuk mendapatkan informasi yang akurat (Navdi, 2006, dalam Santrock, 2011). Masalah lain dari wawancara dan survey adalah bahwa para responden terkadang berbohong.

Tes Terstandardisasi
Tes terstandardisasi memiliki prosedur yang sama untuk administrasi dan skoringnya. Tes ini menilai ketangkasan dan keterampilan siswa dalam bidang yang berbeda. Tes ini bisa memberikan ukuran hasil untuk studi penelitian, informasi yang membantu para psikolog dan pendidik membuat keputusan tentang seorang siswa, dan perbandingan prestasi siswa lintas sekolah, wilayah, atau negara (Santrock, 2011). Contoh tes terstandardisasi yang ada di Indonesia adalah Ujian Nasional (UN).

Studi Kasus

Studi kasus adalah suatu penelitian yang mendalam terhadap seseorang. Studi kasus sering digunakan ketika suatu keadaan tertentu dalam kehidupan seseorang yang tidak bisa ditiru, baik untuk alasan praktis maupun etis. Meskipun studi kasus memberikan gambaran yang dramatis dan mendalam tentang kehidupan seseorang, seorang peneliti harus memperhatikan interpretasinya (Bogdon & Biklin, 2007; Leary, 2004 dalam Santrock, 2011). Subjek dari kasus ini unik, dengan komposisi genetic dan serangkaian pengalaman yang tidak dimiliki oleh siapapun. Untuk alasan ini, penemuan tersebut seringkali tidak sesuai untuk analisis statistic dan mungkin tidak sama untuk orang lain.

Studi Etnografis

Terdiri atas deskripsi yang mendalam dan interpretasi perilaku dalam sebuah kelompok budaya atau etnis yang mencakup keterlibatan langsung dengan partisipan. Jenis studi ini meliputi observasi dalam keadaan alami dan wawancara, biasanya studi etnografis merupakan proyek jangka panjang ( Berg, 2007; McMillan & Wergin, 2002, dalam Santrock, 2011).

Penelitian Korelasional
Tujuan penelitian ini adalah untuk medeskripsikan kekuatan hubungan antara dua atau lebih peristiwa atau sifat. Penelitian korelasional sangat bermanfaat karena semakin kuat dua peristiwa berkorelasi (berhubungan atau berkaitan), semakin efektif peneliti memprediksikan satu dari yang lain (Sprinthall, 2007, dalam Santrock, 2011). Namun, korelasi tidaklah sama dengan sebab akibat.

Variabel dapat berkorelasi positif, berkorelasi negatif, atau tidak berkorelasi. Contoh dari korelasi positif adalah hubungan antara prestasi membaca dan prestasi matematika. Secara umum, seseorang yang memiliki kemampuan membaca di atas rata-rata juga akan memiliki kemampuan matematika di atas rata-rata. Tentu saja, beberapa siswa yang mahir membaca mungkin saja tidak mahir dalam matematika, dan sebaliknya. Tapi rata-rata, keterampilan dalam satu bidang akademis berkorelasi positif dengan keterampilan dalam bidang akademik lainnya. Ketika salah satu variabel tinggi, yang lain juga cenderung tinggi. Contoh dari korelasi negatif adalah hari absen dan nilai. Semakin sering siswa tidak hadir di kelas, nilainya akan cenderung semakin rendah, ketika salah satu variabel tinggi, yang lain cenderung rendah. Dengan variabel berkorelasi, sebaliknya, tidak ada korespondensi antara mereka. Sebagai contoh, prestasi siswa di DKI Jakarta, mungkin sama sekali tidak berhubungan dengan tingkat motivasi siswa di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Penelitian Eksperimental

Penelitian eksperimental memungkinkan para psikolog pendidikan untuk menentukan sebab-akibat perilaku. Penelitian eksperimental merupakan satu-satunya metode yang bisa dipercaya untuk menentukan penyebab dan dampak. Eksperimen melibatkan setidaknya satu variable independen dan satu variable dependen. Variabel independen adalah faktor yang dimanipulasi, eksperimental, dan berpengaruh. Label independen mengindikasikan bahwa variable ini bisa diubah secara independen dengan faktor yang lain. Variabel dependen adalah faktor yang diukur dalam sebuah eksperimen. Variable ini bisa berubah ketika variable independen dimanipulasi. Label dependen digunakan karena nilai dari variable ini bergantung pada apa yang terjadi pada para partisipan dalam eksperimen tersebut ketika variable independen dimanipulasi.

Dalam eksperimen, variable independen terdiri atas pengalaman yang berbeda yang diberikan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kelompok control. Kelompok eksperimental adalah kelompok yang pengalamannya dimanipulasi. Kelompok control adalah kelompok perbandingan yang diperlakukan sama seperti kelompok eksperimental, kecuali untuk faktor yang dimanipulasi. Kelompok control berfungsi sebagai dasar yang bisa dibandingkan dengan dampak dari kondisi yang dimanipulasi.

Prinsip penelitian eksperimen yang penting lainnya adalah penempatan acak (random assignment). Para peneliti menentukn para partisipan dalam kelompok eksperimental dan control secara acak. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan bahwa hasil dari eksperimen tersebut muncul dari perbedaan yang sebelumnya telah ada di antara kelompok-kelompok tersebut (Kantowitz, Roediger, & Elmes, 2005, dalam Santrock, 2011).


Penelitian Evaluasi Program, Penelitian Tindakan, dan Guru sebagai Peneliti

Penelitian evaluasi program

Penelitian evaluasi program adalah penelitian yang dirancang untuk membuat keputusan tentang keefektifan program tertentu. Penelitian ini sering berfokus pada lokasi atau jenis program tertentu. Karena penelitian evaluasi program seringkali diarahkan untuk menjawab pertanyaan tentang sekolah atau sistem sekolah tertentu, hasilnya tidaklah dimaksudkan untuk menyamaratakan keadaan lain (Mertler & Charles, 2005, dalam Santrock, 2011).

Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan (action research) digunakan untuk menyelesaikan masalah sekolah atau kelas, memperbaiki pengajaran dan strategi pendidikan lainya. Tujuan dari penelitian tindakan adalah untuk secepatnya memperbaiki praktik pendidikan di satu atau dua kelas, di satu sekolah, atau di beberapa sekolah. Penelitian tindakan banyak dilakukan oleh para guru dan pengurus daripada psikolog pendidikan. Namun, para pelaksana boleh mengikuti banyak pedoman penelitian ilmiah yang dideskripsikan sebelumnya, seperti berusaha untuk membuat penelitian dan observasi sesistematis mungkin guna menghindari prasangka dan salah tafsir. Penelitian tindakan bisa dilaksanakan di seluruh sekolah atau di tempat yang lebih kecil oleh kelompok guru dan pengurus yang lebih kecil; penelitian tindakan bahkan bisa dilakukan di satu kelas oleh seorang guru (Bogdan & Biklin, 2007, dalam Santrock, 2011). Oleh karena penelitian tindakan ini dilakukan oleh pendidik atau pengurus sekolah masing-masing, seringkali objektifitas penelitian ini diragukan. Namun segi positifnya adalah pendidik atau pengurus bisa mendapatkan kajian yang lebih mendalam mengenai penelitiannya, daripada dilakukan oleh orang luar (Slavin, 2006).

Guru sebagai Peneliti

Konsep ini adalah ide bahwa guru bisa melakukan studi mereka sendiri untuk memperbaiki praktik mengajar mereka (Creswell, 2005, dalam Santrock, 2011). Guru yang paling efektif secara rutin mengajukan pertanyaan dan memantau masalah yang akan diselesaikan, kemudian mengumpulkan data, menginterpretasikannya, dan berbagi kesimpulan mereka dengan guru lain (Cochran-Smith, 1995). Guru sebagai peneliti bisa menggunakan metode wawancara, observasi partisipan, dan studi kasus (Santrock, 2011).

Daftar Pustaka

  1. Krathwohl, D. (n.d.). A Revision Of Bloom's Taxonomy: An Overview. Theory Into Practice, 41(4), 212-218.
  2. Moreno, R. (2010). Educational psychology. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons.
  3. Santrock, J. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
  4. Slavin, R. (2002). Educational psychology: Theory and practice (8th ed.). Boston: Allyn and Bacon.
  5. Syah, Muhibbin. (2007). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sekian artikel tentang Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan.

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar

$
0
0
Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar - Definisi perkembangan (development) menurut Santrock (2011) adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai dari masa pembuahan dan berlanjut sepanjang rentang kehidupan. Sebagian besar perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun pada akhirnya perkembangan juga melibatkan penurunan fungsi (kematian). Slavin (2002) mengemukakan definisi perkembangan sebagai suatu cara manusia untuk tumbuh, beradaptasi, dan berubah di sepanjang hidupnya, melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa.

Tipe-tipe perkembangan dijelaskan dalam Moreno (2010), bahwa perkembangan terdiri dari perkembangan fisik, yaitu perubahan dalam segi fisik dan kemampuan motorik; perkembangan kognitif yaitu perubahan yang terjadi pada pikiran dan cara berpikir manusia; perkembangan bahasa, yaitu perkembangan pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan sesama; dan perkembangan sosial dan personal, mengacu pada perubahan pemahaman terhadap diri sendiri dan orang di sekitar kita.

Karakteristik perkembangan dalam Moreno (2010):

  1. Perkembangan bersifat berurutan; misalnya, anak-anak mengembangkan kemampuan dalam urutan yang logis, seperti mengembangkan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata sebelum mampu memproduksi kalimat lengkap.
  2. Perkembangan terjadi secara bertahap: perkembangan anak tidak terjadi dalam semalam melainkan selama periode yang relatif lama.
  3. Peerkembangan terjadi pada tingkat yang berbeda untuk individu yang berbeda pula; misalnya, di sebuah kelas, beberapa siswa akan lebih matang secara emosional dari orang lain, atau akan menampilkan keterampilan kognitif yang lebih tinggi daripada yang lain.

Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa definisi perkembangan adalah sebuah pola perubahan dan pertumbuhan yang terjadi pada aspek fisik, pikiran, bahasa, sosioemosional dan interpersonal, yang terjadi di sepanjang perjalanan hidup manusia, yang terjadi secara berurutan, bertahap, dan pada tingkatan yang berbeda untuk setiap individu.

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar_
image source: theodysseyonline.com
baca juga: Pengertian, Sejarah, dan Riset dalam Psikologi Pendidikan

Isu-isu dalam Perkembangan

Isu Nature vs Nurture

Isu ini melibatkan perdebatan tentang apakah perkembangan sangat dipengaruhi oleh nature atau nurture (Bjorklund, 2006; Shiraev & Levy, 2007, dalam Santrock, 2011). Nature merujuk pada warisan biologis suatu organisme, nurture merujuk pada pengalaman lingkungannya. Saat ini, psikolog pendidikan (Berk, 2003; Berlz, Bee, & Boy,2003; Cook & Cook, 2005; Fabes & Martin, 2000, dalam Slavin, 2002) sebagian besar mempercayai bahwa nature dan nurture bergabung untuk mempengaruhi perkembangan, dimana faktor biologis memainkan peran yang kuat dalam beberapa aspek, seperti perkembangan fisik, dan faktor lingkungan memainkan peran yang lebih kuat pada orang lain, seperti perkembangan moral.

Isu kontinuitas-diskontinuitas (continuity-discontinuity issue)

Isu ini berfokus pada sejauh mana perkembangan melibatkan perubahan kumulatif dan bertahap (kontinuitas) atau tingkatan yang berbeda (diskontinuitas). Seringnya, para ahli perkembangan yang menekankan nurture biasanya mendeskripsikan perkembangan sebagai sebuah proses yang berkelanjutan dan bertahap, seperti pertumbuhan biji sampai menjadi pohon manga. Sedangkan yang menekankannature sering mendeskripsikan perkembangan sebagai serangkaian tingkatan yang berbeda, seperti misalnya metamorphosis ulat menjadi kupu-kupu (Santrock, 2011).

Perkembangan secara kontinuitas bisa dilihat pada seorang anak ketika ia berhasil berjalan untuk pertama kali, meskipun terlihat seperti satu peristiwa yang tiba-tiba dan tidak berkelanjutan, sebenarnya merupakan hasil dari pertumbuhan dan latihan selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Dari segi diskontinuitas contohnya, ketika seorang anak beralih dari tidak bisa berpikir secara abstrak tentang dunia menjadi mampu berpikir secara abstrak. Ini adalah perubahan yang bersifat kualitatif dan berhenti dalam perkembangan, bukan perubahan yang kuantitatif dan berkelanjutan.

Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Skema (Schemes)

Piaget percaya bahwa semua anak dilahirkan dengan kecenderungan bawaan untuk berinteraksi dan memahami lingkungan mereka.. Anak-anak menunjukkan pola perilaku atau pemikiran, yang disebut skema, yang juga digunakan oleh anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa untuk memahami segala hal yang ada di dunia. Sebagai contoh, sebagian besar bayi menemukan bahwa satu hal yang dapat dilakukan dengan sebuah benda adalah dengan membanting benda itu. Ketika mereka melakukan hal ini, benda itu akan menimbulkan suara, dan mereka melihat benda itu mengenai permukaan. Pengamatan mereka memberitahu mereka sesuatu tentang benda. Bayi juga belajar tentang suatu benda dengan menggigit, mengisap, dan melemparkannya. Masing-masing pendekatan untuk berinteraksi dengan benda-benda disekitarnya disebut skema. Menurut Piaget, mereka akan menggunakan skema yang telah mereka kembangkan dan akan mengetahui apakah benda itu bersuara keras atau lembut ketika dipukul, apa rasanya, dan bagaimana benda itu jatuh, apakah menggelinding atau memantul (Slavin, 2002).

Contohnya, seorang anak berusia 6 tahun mungkin memiliki skema mengklasifikasikan objek menurut ukuran, bentuk, dan warna. Pada saat kita beranjak dewasa, kita telah membentuk banyak sekali skema yang beragam, dari cara mengendarai mobil, menyeimbangkan anggaran, sampai konsep tentang keadilan (Santrock, 2011).

Asimilasi dan Akomodasi

Piaget memberikan konsep asimilasi dan akomodasi untuk menjelaskan bagaimana anak-anak menggunakan dan menyesuaikan skema mereka. Asimilasi (assimilation) terjadi ketika anak-anak memasukkan informasi baru ke dalam skema mereka yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi (accommodation) terjadi ketika anak-anak menyesuaikan skema agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru mereka (Santrock, 2011).

Contoh, seorang anak yang telah mempelajari kata “mobil” untuk mengidentifikasi mobil keluarga. Anak itu menyebut semua kendaraan yang bergerak di jalanan dengan sebutan “mobil” – termasuk sepeda motor dan truk – maka anak itu mengasimilasi objek-objek ini ke dalam skema yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi, anak tersebut segera mempelajar bahwa sepeda motor dan truk bukanlah mobil, lalu mengakomodasi skema tersebut – dengan mengubah konsep tentan mobil, sehingga sepeda motor dan truk tidak dikategorikan sebagai “mobil”.

Organisasi

Organisasi (organization) dalam teori Piaget adalah mengelompokkan perilaku dan pikiran ke dalam suatu susunan system yang lebih tinggi.

Contoh, seorang anak yang memiliki pengetahuan tentang mobil, sepeda motor, dan truk lalu akan mempelajari bagaimana ia mengorganisasikan pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan tentang alat-alat transportasi dan menghubungkan kegunaan-kegunaan alat-alat transportasi tersebut.

Ekuilibrasi

Ekuilibrasi (equilibration) adalah mekanisme yang diajukan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak-anak beralih dari satu tahap pemikiran ke tahap berikutnya. Peralihan ini terjadi ketika anak-anak mengalami konflik kognitif – atau disekuilibrium – dalam memahami dunia. Pada akhirnya, mereka menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai keseimbangan atau ekuilibrium pemikiran.

Sebagai contoh, seorang anak percaya bahwa jumlah cairan berubah hanya karena cairan tersebut dituang ke sebuah wadah yang mempunyai bentuk berbeda – misalnya, dari wadah yang pendek dan lebar ke wadah yang tinggi dan sempit – ia mungkin dibuat bingung oleh masalah seperti dari manakah cairan “ekstra” tersebut dan apakah benar-benar ada ada lebih banyak cairan untuk diminum. Anak tersebut pada akhirnya akan menyelesaikan teka-teki ini ketika pikirannya menjadi lebih maju (Santrock, 2011).

Asimilasi dan akomodasi selalu membawa cara berpikir anak untuk mencapai ke tingkat yang lebih tinggi. Bagi Piaget, motivasi untuk berubah merupakan pencarian internal untuk mencapai ekuilibrium. Ketika skema lama disesuaikan dan skema baru dikembangkan, anak tersebut mengorganisasikan skema lama dan baru. Akhirnya, organisasi tersebut pada dasarnya berbeda dari organisasi yang lama; organisasi tersebut adalah cara berpikir yang baru (Santrock, 2011).


Tahapan Perkembangan Kognitif: Piaget

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar 1_

Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Dalam tahap ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensori (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan motoric mereka (meraih, menyentuh) – oleh karena itu disebut sensorimotor. Bayi mengalami kemajuan dari tindakan instingtual dan reflex pada saat kelahiran, menjadi tindakan yang memiliki tujuan di akhir masa tahapan ini.

Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Ciri-ciri anak yang berada pada tahapan perkembangan ini adalah, memiliki konsep pemikiran yang simbolis, bersifat egosentris dan lebih intuitif daripada logis. Tahap ini dibagi menjadi dua subtahap, yaitu subtahap fungsi simbolik, berlangsung antara usia 2-4 tahun. Dalam subtahap ini, anak melatih kemampuan untuk mewujudkan secara mental sebuah benda yang tidak ada. Hal itu akan memperluas dunia mental si anak menuju dimensi baru. perkembangan bahasa yang cepat dan adanya permainan simbolik, merupakan contoh lain dari peningkatan dalam pemikiran simbolik selama subtahap masa kanak-kanak awal. Anak mulai menggunakan rancangan yang kasar untuk menggambar orang, rumah, mobil, awan, dan banyak aspek lain di dunia. Gambar anak-anak sangat penuh daya khayal dan imajinatif, mungkin karena mereka tidak peduli dengan kenyataan di sekitarnya (Winner, 1986, dalam Santrock, 2011). \

Pada subtahap ini, pemikiran praoperasional anak-anak memiliki dua batasan penting yaitu egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain. Animisme adalah keyakinan bahwa benda mati mempunyai sifat “seperti makhluk hidup” dan mampu bertindak/bergerak. Seorang anak yang dalam tahap praoperasional mungkin akan berkata, “Lantai ini nakal, karena membuatku terjatuh!”.

Subtahap pemikiran intuitif adalah pemikiran praoperasional yang kedua, dimulai sekitar usia 4 tahun dan berlangsung sampai sekitar usia 7 tahun. Pada subtahap ini, anak-anak mulai menggunakan pemikiran primitive dan ingin mengetahui jawaban untuk semua jenis pertanyaan. Piaget menyebut tahap ini “intuitif” karena anak-anak tampak sangat yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka, namun tidak sadar bagaimana mereka mengetahui apa yang mereka ketahui (Santrock, 2011).

Karakteristik lain adalah mereka mengajukan banyak pertanyaan. Serbuan pertanyaan dimulai sekitar usia 3 tahun. Pada usia 5 tahun, mereka baru akan membuat lelah orang-orang dewasa di sekitar mereka dengan pertanyaan “Kenapa?”. Pertanyaan “Kenapa?” menunjukkan munculnya minat anak dalam mencari tahu mengenai segala hal. Berikut adalah contoh pertanyaan anak-anak usia 4-6 tahun (Elkind, 1976, dalam Santrock, 2011):
  • “Kenapa matahari bersinar?”
  • “Kenapa daun gugur?”
  • “Apa yang membuatmu tumbuh?”
  • “Kenapa sapi itu makan rumput?”
  • Dll..

Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Pemikiran operasional konkret melibatkan penggunaan konsep operasi. Pemikiran yang logis menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya dalam situasi yang konkret. Anak-anak yang dalam tahap pemikiran operasional konkret mampu untuk membentuk suatu konsep, melihat hubungan antar konsep, dan menyelesaikan masalah, tetapi hanya jika permasalahan tersebut sudah familiar baginya (Slavin, 2002). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak mengalami beberapa perkembangan dalam pemikiran:

Klasifikasi (classification) adalah kemampuan untuk mengelompokkan benda menurut persamaan karakteristik. Sebelum anak-anak memasuki tahap ini, mereka mungkin mampu untuk mengelompokkan benda dalam satu kelompok (contoh: benda warna hijau atau benda warna merah saja), tetapi belum mampu untuk mengelompokkan ke dalam kelompok yang lebih khusus. Contohnya, ketika anak yang dalam tahap praoperasional dihadapkan pada beberapa balok segitiga dan lingkaran berwarna biru dan hijau, mereka mungkin mengelompokkannya berdasarkan warna biru dan hijau, namun pada anak yang dalam tahap operasional konkret, mereka sudah mampu mengelompokkan berdasarkan bentuknya juga, yaitu segitiga dan lingkaran (Moreno, 2010).

Seriasi (seriation) kemampuan untuk mengurutkan benda sesuai dengan jumlah, panjangnya, atau volumenya. Ketika kemampuan seriasi sudah dikuasai, maka anak-anak akan mengembangkantransitivitas (transitivity), yaitu kemampuan untuk memahami hubungan antatra dua benda, berdasarkan pada hubungan yang sudah diketahui dari hubungan salah satu benda yang pertama dengan benda yang ketiga. Jadi, jika terdapat suatu hubugan antara benda pertama dan benda kedua, serta terjadi hubungan antara benda kedua dan benda ketiga, maka akan terjadi pula hubungan antara benda pertama dan ketiga. Contoh, seandainya terdapat tiga tongkat (A, B, dan C) yang mempunyai panjang berbeda. A adalah tongkat yang paling panajng, B memiliki panjang menengah, dan C adalah yang paling pendek. Dalam teori Piaget, para pemikir operasional konkret mampu memahami bahwa: jika A lebih panjang daripada B, B lebih panjang daripada C, maka A adalah lebih panjang daripada C. Anak yang dalam tahap praoperasional belum dapat memahami hal itu.

Tahap Operasional Formal (11 tahun – usia dewasa)

Pada tahap ini, seseorang mulai mengambil keputusan berdasarkan pengalaman nyata dan berpikir lebih abstrak, idealis, dan logis (Santrock, 2011). Seseorang mulai mampu untuk berhadapan dengan situasi potensial, dan mampu untuk memperkirakan berbagai kemungkinan atas sebuah situasi. Mereka menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji berbagai solusi. Istilah pemikiran deduktif-hipotesis Piaget (hypothetical-deductive reasoning) merupakan konsep bahwa remaja dapat mengembangkan hipotesis-hipotesis (dugaan terbaik) mengenai berbagai cara untuk memecahkan masalah dan mencapai sebuah kesimpulan secara sistematis.

Pada masa ini, seseorang sedang dalam fase perkembangan di masa remaja, dimana salah satu bentuk egosentrisme juga muncul. Egosentrisme masa remaja adalah peningkatan kesadaran diri yang tercermin dalam keyakinan remaja bahwa orang lain tertarik kepada diri mereka seperti halnya mereka tertarik kepada diri sendiri. Egosentrisme remaja adalah sesuatu yang normal, dan lebih sering terjadi pada anak di sekolah menengah pertama daripada sekolah menengah atas. Akan tetapi, pada beberapa remaja, egosentrisme masa remaja dapat berkontribusi pada perilaku ugal-ugalan, termasuk pikiran untuk bunuh diri, penggunaan obat-obatan terlarang, dan perilaku seksual sebelum menikah. Egosentrisme mengakibatkan remaja berpikir bahwa mereka tidak terkalahkan (Santrock, 2011).

Tahap Pemikiran Sosial-Kognitif: Vygotsky

Menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial. Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa memainkan peran kunci dalam perkembangan kognitif seorang anak (Bodrova & Leong, 2007; Fidalgo & Pereira, 2005; Hyson, Copple, & Jones, 2006; Stetsenko & Arievitch, 2004, dalam Santrock, 2011).

Vygotsky percaya bahwa proses perkembangan kognitif dibentuk dan distimulasi oleh konteks sosiokultural. Menurut Vygotsky, balita mulai mengembangkan konsep objek permanensi ketika berumur 2 tahun, bukan karena mereka mencapai tahap perkembangan yang lebih tinggi, namun karena interaksi sosial berulang yang membuatnya mengerti respons yang diharapkan dari mereka (Moreno, 2010).

Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development - ZPD) adalah istilah Vygotsky untuk kisaran tugas-tugas yang terlalu sulit saat sang anak melakukannya sendiri, tetapi dapat dipelajari dengan bimbingan atau bantuan orang lain (orang dewasa atau anak-anak lain yang lebih terampil). Jadi, batas bawah dari ZPD adalah tingkat ketrampilan yang dapat diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Batas atasnya adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan seorang pengajar yang kompeten.

Scaffolding berhubungan erat dengan konsep ZPD, artinya mengubah tingkat dukungan. ketika siswa sedang memepelajari sebuah tugas baru, orang yang lebih terampil dapat melakukan pengajaran langsung. Seiring meningkatnya kompetensi siswa, bimbingan yang diberikan lebih sedikit. Scaffolding seringkali digunakan untuk membantu siswa mencapai batas atas dari ZPD mereka (Horowitz, dkk, 2005, dalam Santrock, 2011).

Private speech (Percakapan pribadi/sendiri) adalah mekanisme yang ditekankan oleh Vygotsky untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi pengetahuan personal/pribadi (Slavin, 2002). Contoh, anak kecil berbicara keras-keras kepada diri mereka sendiri mengenai hal-hal seperti mainan mereka atau tugas-tugas yang sedang mereka selesaikan. Jadi, misalnya mereka sedang mengerjakan puzzle, anak mungkin berkata “Potongan ini salah, aku akan mencoba yang itu”, beberapa menit kemudian iaya mungkin akan berkata, “Ini sulit..” (Santrock, 2011).

Perbandingan Teori Piaget dan Vygotsky

Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar 2_

Daftar Pustaka
  1. Moreno, R. (2010). Educational psychology. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons.
  2. Santrock, J. (2011). Educational psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
  3. Slavin, R. (2002). Educational psychology: Theory and practice (8th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Anak Berkebutuhan Khusus (Pelajar-Pelajar yang Luar Biasa)

$
0
0
Anak Berkebutuhan Khusus (Pelajar-Pelajar yang Luar Biasa) - Artikel ini akan membahas tentang retardasi mental, ketidakmampuan Belajar, Attention deficit/hiperactivity disorder (ADHD), gangguan perilaku dan emosi, gangguan komunikasi, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, penempatan dan pelayanan, dan teaching strategis guru kelas untuk menangani anak penderita ketidakmampuan. Melalui artikel ini dihaarapkan mampu memahami dan menjelaskan pelajar-pelajar yang luar biasa.

Anak-anak yang berkebutuhan khusus tidak dipandang sebagai anak yang cacat, melainkan dianggap sebagai pelajar-pelajar yang luar biasa (learners with exceptionalities), karakteristiknya serta program di dalam pembelajarannya.

Anak Berkebutuhan Khusus (Pelajar-Pelajar yang Luar Biasa)_
image source: ldatschool.ca
baca juga: Perkembangan Individu dan Pengaruhnya dalam Proses Belajar

PELAJAR-PELAJAR LUAR BIASA (LEARNERS WITH EXCEPTIONALITIES)


Exceptional dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa individu yang memiliki fisik, mental, atau perilaku yang menyimpang secara substansial dari aturan, baik tinggi atau rendah. Seseorang dengan karakteristik exceptional tidak selalu seorang yang handicap (penyandang cacat). Kita akan mengelompokkan ketidakmampuan sebagai berikut:

1. Retardasi Mental (Mental Retardation)


The American Association on Mental Retardation (AAMR) memberikan definisi sebagai berikut:

Mental retardation is a disability characterized by significant limitation both in intellectual functioning and in adaptive behavior as expressed in conceptual, social, and practical adaptive skills. This ability originates before the age of 18. A complete and accurate under standing of mental retardation involves realizing that mental retardation refers to particular state of functioning that begins in childhood, has many dimensions, and is affected positively by individualized supports (AAMR Ad Hoc Commite on Terminology and Calassification, 2002).

Definisi dari AAMR menurut Turnbull et al (dalam Eggen & Kauchack, 2004) menekankan dua karakteristik: batasan di dalam fungsi intelektual dan batasan di dalam keterampilan penyesuaian diri, seperti komunikasi, perhatian diri, dan keterampilan sosial. Kedua fungsi ini dapat diperbaiki ketika pelajar dengan retardasi mental mendapatkan dukungan yang didisain sesuai dengan kebutuhan mereka.

Siswa dengan retardasai mental dimungkinkan memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
  • Kurang memahami lingkungan
  • Kesulitan dengan ide yang abstrak
  • Lemah di dalam keterampilan membaca dan bahasa
  • Kurang baik di dalam perkembangan belajar dan strategi memorinya
  • Sulit mentransfer ide ke dalam situasi baru
  • Keterampilan motoriknya kurang berkembang
  • Keterampilan interpersonalnya tidak matang (Beirne-Smith, Ittenbach, & Putton, dalam Eggen & Kauchack, 2004).

Beberapa karakteristik ini mempengaruhi belajar secara langsung; efek bagi yang lainnya, seperti keterampilan interpersonal tidak matang, adalah kurang langsung tetapi juga sangat penting.

Keadaan retardasi ini bukan disebabkan kecelakaan atau penyakit atau cedera. Melainkan faktor genetik dan kerusakan otak.

Tingkatan Retardasi Mental

Pendidik menggambarkan retardasi mental memiliki empat tingkatan yang berkaitan dengan dukungan yang dibutuhkan (Turnbull et al, dalaam Eggen & Kauchack):
  • Intermittent: Dukungan saat dibutuhkan
  • Limited : Dukungan secara konsisten dibutuhkan dari waktu ke waktu
  • Extensive : Dukungan dibutuhkan secara reguler (ex, setiap hari)
  • Pervasive : Dukungan diberikan dengan intensitas yang tinggi, secara potensial menjadi dukungan seumur hidup.

Program bagi Pelajar dengan Retardasi Mental

Program untuk pelajar yang memiliki retardasi mental intermitten (mild) fokusnya pada penciptaan sistem dukungan untuk menambah pengajaran. Pelajar seringkali ditempatkan di kelas reguler. Di mana guru menyesuaikan dengan kebutuhan khususnya, dan berusaha membantu anak baik secara sosial dan akademik secara tepat. Penelitian mengindikasikan bahwa pelajar ini seringkali gagal untuk menerima strategi dasar belajar ---ex, mempertahankan perhatian, menyusun mengorganisasikan materi yang baru dan belajar untuk test—yang secara konseptual merupakan perkembangan alami (Choate; Heward dalam Egegn & Kauchack, 2004).

2. Ketidakmampuan Belajar (Learning Disabilities)

Ketidakmampuan atau gangguan belajar (learning disabilities), kesulitan di dalam memperoleh dan menggunakan kemampuan membaca, menulis, berfikir, mendengar atau kemampuan matematika (National Joint Comitte on Learning Disabilities, dalam Eggen & Kauchack, 2004). Masalah di dalam konsentrasi, dan keterampilan sosial (Kauffman dalam Santrock, 2007).

Berdasarkan definisinya, pelajar yang menderita gangguan belajar: (1) punya kecerdasan normal atau di atas normal; (2) kesulitan dalam setidaknya satu mata pelajaran atau biasanya beberapa mata pelajaran; dan (3) tidak memiliki problem atau gangguan lain, seperti retardasi mental, yang menyebabkan kesulitan itu.

Menurut Boos & Vaughan (dalam Santrock, 2007) ketidakmampuan belajar sulit didiagnosis. Anak yang memiliki masalah ketidakmampuan belajar berbeda-beda. Ketidakmampuan belajar mungkin berhubungan dengan kondisi medis seperti fetal alcohol syndrom (American Psychiatric Association dalam Santrock, 2007). Kemudian permasalahan sikap emosi dan perilaku sering bercampur dalam ketidakmampuan belajar.

Pelajar yang demikian sering pula mengalami ketidakstabilan emosi, perilaku yang impulsif atau perilaku yang tidak baik lainnya. Anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan yang mengalami ketidakmampuan belajar (Glover dkk, 1999; Eggen & Kauchack, 2004; Santrock, 2007). Pada tahun 1984, sebanyak 4.4% dari semua murid laki-laki SD dan sekolah lanjutan didiagnosa mengalami ketidakmampuan belajar, dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya sebesar 1,8 % (Pusat Statistik untuk Pendidikan, 1985 dalam Glover dkk, 1999). Data ini diperjelas oleh Eggen & Kauchack (2004) bahwa rata-rata 51 % dari ketidakmampuan belajar dan sebanyak 4,5 % adalah anak usia sekolah dasar. (U.S. Departemen Pendidikan, 2002 dalam Eggen & Kauchack, 2007).

Karakteristik Pelajar-pelajar dengan Gangguan Belajar


Beberapa karakteristik masalah umum belajar atau ketidakmatangan. Tidak seperti keterlambatan perkembangan, bagaimanapun masalah diasosiasikan dengan gangguan belajar seringkali meningkat dari waktu ke waktu. Prestasi menurun, manajemen masalah meningkat, dan harga diri menurun. Prestasi dan harga diri yang menurun membuat lebih buruk yang lainnya dan hasil di dalam masalah belajar.

General Pattern
Attention deficits
Disorganization and tendency toward distraction
Lack of follow-through and completion of assignments
Uneven performance (ex, capable in one area, extremly weak in others)
Lack of coordination and balance

Academic Performance
ReadingLacks reading fluency
Reverses word (Ex, saw for was)
Frequently loses place
WritingMakes jerky and poorly formed letters
Has difficulty staying on line
Is slow in completing from chalkboard
MathHas difficulty remembering math facts
Mixes columns (ex, tens and ones) in computing
Has trouble with story problems

Identifikasi dan Bekerja dengan Pelajar yang Memiliki Gangguan Belajar

Penggunaan Kelas sebagai Dasar Informasi di dalam Pengidentifikasian. Guru memainkan peranan penting di dalam mengidentifikasi dan bekerja dengan pelajar yang memiliki gangguan belajar (Mamlin & Harris, dalam Eggen & Kauchack, 2004). Informasi diambil guru melalui tes dan guru langsung mengobservasi yang dikombinasi dengan standar skor tes sebagai sumber informasi. Seringkali, model ketidaksesuaian (discrepancy models) digunakan di dalam mendiagnosa masalah. Model nampak berbeda antara
  1. Tes kemampuan di dalam intelegensi dan prestasi
  2. Skor tes intelegensi dan prestasi sekolah
  3. Beberapa tes intelegensi atau tes prestasi

Model ini mendapat kritik bahwa ketidaksesuaian model (discrepancy models) suatu gangguan hanya setelah masalah muncul, kadang-kadang setelah beberapa tahun adanya kegagalan dan frustasi. Seharusnya dibutuhkan pengukuran awal yang mencegah terjadinya kegagalan sebelum gangguan belajar terjadi.

Penyesuaian Pengajaran. Pelajar dengan gangguan belajar membutuhkan modifikasi pengajaran dan guru yang mendukung. Karena gangguan belajar memiliki perbedaan sebab, strategi disesuaikan terhadap masing-masing kebutuhan pelajar. Satu penelitian dari mahasiswa dengan gangguan belajar mengilustrasikan latihan dari modifikasi dapat meningkatkan kesuksesan (Ruzic dalam Eggen & Kauchack, 2004). Pelajar-pelajar ini diatur sesuai dengan waktu, menggunakan pelajar sebagai sumber, dan melihat feedback pengajaran dari modifikasi strategi belajar. Untuk mengimbangi kelemahan membaca, mereka membaca di dalam lingkungan yang bebas, dengan suara keras, dan sebelumnya dibelikan buku. Di dalam menulis, mereka menggunakan kamus, seringkali diganti dengan kata-kata yang lebih mudah jika mereka memiliki masalah di dalam pengucapan, dan bertanya kepada orang lain untuk mengoreksi. Mereka merekam dosen untuk mengimbangi rendahnya mencatat dan meminta waktu ekstra di dalam tes. Pelajar dengan gangguan belajar dapat survive, dan dapat maju dengan pesat, jika mereka menggunakan strategi yang efektif.

Ilmu Psikologi | Lebih lanjut Santrock (2007) menjelaskan bahwa komponen pengajaran yang paling efektif adalah kelompok interaktif kecil, teknologi, memperluas metode pengajaran guru (seperti memberikan pekerjaaan rumah), memberikan soal-soal khusus, dan memberi petunjuk.

3. Attention Deficit / Hiperactivity Disorder (ADHD)

Attention Deficit / Hiperactivity Disorder ADHD adalah masalah belajar yang dikarakteristikkan dengan kesulitan di dalam mempertahankan perhatian karena keterbatasan kemampuan untuk konsentrasi. Perilaku hiperaktif dan impulsive seringkali dikaitkan dengan ADHD. Tingginya tingkat aktivitas dan ketidakseimbangan fokus perhatian adalah karakteristik kelambatan perkembangan, terutama bagi anak laki-laki, bagaimanapun guru harus berhati-hati di dalam menggambarkan kesimpulan sebagai dasar karakteristik.

Karekteristik ADHD meliputi:
  • Hyperactivity
  • Kurang perhatian (inattention), kemampuan terganggu, kesulitan di dalam konsentrasi, dan gagal menyelesaikan tugas-tugas
  • Impulsiveness (ex, bertindak sebelum berfikir, sering berteriak-teriak di luar kelas, dan sulit menunggu giliran)
  • Lalai dan banyak sekali membutuhkan pengawasan

Karakteristik di atas menunjukkan bahwa pelajar dengan ADHD memiliki kesulitan di dalam mengontrol fungsi mental yang dapat memonitor dan mengatur perilaku.

ADHD biasanya nampak pada awal (usia 2 atau 3 tahun), dan sedikitnya 50% sampai 70% dari kasus, terus berlangsung hingga remaja (Purdie, Hattie, & Carroll, dalam Eggen & Kauchack, 2004). Estimasi dari The American Psychiatric Association (2000) 3 sampai 4 lebih banyak laki-laki daripada pada laki-laki daripada perempuan (Eggen & Kauchack, 2004).

Tanda-tanda ADHD dapat muncul sejak usia prasekolah. Orangtua dan guru prasekolah dan taman kanak-kanak mungkin mengetahui bahwa ada anak yang sangat aktif dan konsentrasinya kurang. Mereka mengatakan “Anak tidak bisa diam”, “tidak bisa duduk sedetik saja”, atau kelihatannya tak pernah mendengar orang lain berbicara”. Banyak anak-anak dengan ADHD sulit diatur, kurang toleransi terhadap frustasi, dan punya masalah dalam berhubungan dengan teman sebaya. Karakteristik umum lainnya adalah ketidakdewasaan dan dekil.

Meskipun tanda-tanda ADHD seringkali muncul pada usia prasekolah, namun baru ketahuan saat usia SD (Guyer, dalam Santrock, 2007). Meningkatnya tuntutan akademik dan sosial dalam sekolah formal, dan standar yang lebih ketat untuk kontrol perilaku, seringkali akan mengungkapkan adanya masalah ADHD dalam diri anak (Whalen dalam Snatrock, 2007). Guru sekolah biasanya melaporkan bahwa anak sulit bekerja secara independen, mengerjakan tugas, dan mengelola tugas. Mereka sering tampak selalu ribut dan tidak fokus. Masalah ini lebih mungkin terlihat ketika mereka diberi tugas yang berulang-ulang, atau tugas yang dianggap menjemukan (seperti mengisi daftar atau mengerjakan PR).

Diagnosis dan tratmen ADHD biasanya dilakukan di dalam konsultasi dengan ahli medis dan psikolog.

4. Gangguan Perilaku dan Emosi

Gangguan perilaku dan emosional terdiri dari masalah serius dan terus menerus yang berkaitan dengan hubungan, agresi, depresi, ketakutan yang berkaitan dengan persoalan pribadi dan sekolah, dan juga berhubungan dengan karakteristik sosioemosional yang tidak tepat. Anak laki-laki tiga kali lebih besar kemungkinannya mengalami gangguan ini dibandingkan anak perempuan (U.S. Departement of Education, dalam Santrock, 2007).

Perilaku Agresif, di luar kontrol. Lebih banyak terjadi pada anak laki-laki ketimbang anak perempuan, dan kebanyakan dari keluarga kelas menegah ke bawah (Achenbach dalam Santrock, 2007). Anak yang mengalami gangguan emosional serius lebih mungkin diklasifikasikan sebagai punya masalah dalam berhubungan pada masa sekolah menengah. Akan tetapi mayoritas anak semacam ini mulai menunjukkan tanda-tanda masalah emosionalnya pada saat SD (Wagner, dalam Santrock, 2007).

Para pakar gangguan emosional dan perilaku mengatakan bahwa jika anak-anak ini dikembalikan ke sekolah, baik itu guru kelas reguler maupun guru pendidik khusus atau konsultan harus meluangkan banyak waktu untuk membantu mereka beradaptasi dan belajar secara efektif. Semakin parah masalahnya, semakin kecil kemungkinannya untuk dapat kembali ke sekolah (Wagner dalam Santrock, 2007).

Strategi management yang secara umum dilakukan untuk menguatkan tingkah laku positif dan mengeliminasi tingkah laku yang negatif (Alberto & Troutman, dalam Eggen & Kauchack, 2004) meliputi:
  1. Positive reinforcement: memperkuat tingkah laku positif (ex, memuji pelajar yang berkelakuan sopan)
  2. Replacement: mengajarkan perilaku yang tepat yang mengganti perilaku yang tidak tepat (ex, mengajarkan pelajar ungkapan perasaan yang tepat daripada harus berkelahi)
  3. Ignoring: tidak menerapkan perilaku yang mengganggu dan tidak memperkuatnya
  4. Time-out: mengisolasi seorang anak untuk waktu yang singkat
  5. Overcorrection: dibutuhkan pemulihan atas efek perilaku yang merusak dengan segera (ex, mengharuskan anak kembali ke makanannya sendiri daripada dia mengambil makanan dari teman lainnya).

Depresi, Kecemasan, dan Ketakutan. Depresi, kecemasan, dan ketakutan yang menjadi semakin hebat dan menetap akan menyebabkan kemampuan belajar menurun. Anak ini bisanya memendam masalah emosional dan mood negatif ini lebih serius dan bertahan lama. Depresi adalah jenis gangguan mood dimana pengidapnya merasa dirinya tidak berharga sama sekali, percaya bahwa keadaan tidak akan pernah membaik, dan tampak lesu dan tidak bersemangat dalam jangka waktu lama. Hal ini dapat mempengaruhi makan dan tidur mereka.

Depresi lebih mungkin muncul pada usia remaja ketimbang anak-anak dan lebih banyak terjadi dalam diri anak perempuan daripada anak laki-laki (Culberston, dalam Santrock, 2007). Para pakar depresi mengatakan bahwa perbedaan gender ini mungkin disebabkan oleh sejumlah faktor. Perempuan cenderung memperhatikan perasaannya yang tertekan dan membesar-besarkannya, sedangkan lelaki cenderung mengalihkan perhatian dari mood negatif; pada masa remaja, citra diri perempuan cenderung lebih negatif ketimbang lelaki; dan bias sosial terhadap prestasi wanita mungkin juga ikut berpengaruh (Nolen-Hoeksema dalam Santrock, 2007). Terapi kognitif dan terapi obat biasanya efektif dalam membantu orang agar tidak terlalu tertekan.

Kecemasan adalah perasaan yang tidak menentu sekaligus tidak menyenangkan. Anak pada umumnya pernah mengalami kecemasan saat menghadapi tantangan hidup, tetapi pada beberapa anak kecemasan itu berlebihan dan bertahan lama sehingga mengganggu prestasi sekolahnya. Beberapa anak juga memiliki ketakutan yang berkaitan dengan dirinya sendiri atau sekolah sehingga mengganggu belajarnya. Jika hal ini terjadi bawa anak ke guru BP. Beberapa terapi behavioral bisa efektif untuk mengurangi kecamasan dan ketakutan yang berlebihan (Davidson & Neala dalam Santrock, 2007).

5. Gangguan Komunikasi (Communication Disorders)

Gangguan komunikasi adalah exceptionalities yang terganggu kemampuan pelajar di dalam menerima dan memahami informasi dari orang lain dan mengekspresikan ide mereka sendiri atau pertanyan-pertanyaan. Gangguan ini terdiri atas dua bentuk: Speech disorders (kadang-kadang disebut expressive disorder) meliputi masalah bentuk dan rangkaian suara. Berbicara gagap dan salah mengucapkan kata, seperti mengatakan, “I taw it” untuk “I saw it”. Languange disorder (juga disebut receptive disorders) meliputi masalah dengan pemahaman bahasa atau menggunakan bahasa untuk mengekspresikan ide-ide. Gangguan bahasa seringkali dikaitkan dengan masalah lain, seperti kerusakan pendengaran, gangguan belajar, atau retardasri mental.

Tabel di bawah ini menunjukkan tiga macam gangguan kecepatan (Speech disorder). Jika mereka kronik, seorang terapis biasanya dibutuhkan, tetapi guru yang sensitif dapat membantu pelajar mengatasi masalah emosional dan sosial yang seringkali diasosiasilan dengan mereka.

DisorderDescriptionExample
Articulation disordersKesulitan di dalam menghasilkan kata-kata tertentu, meliputi mengganti, mengubah, dan menghilangkan.“wabbit” untuk rabbit
“thit” untuk sit
“only” untuk lonely
Fluency disorderPengulangan dari suara pertama dari suatu kata (bicara gagap) dan masalah lain di dalam menghasilkan bicara “halus”“Y, Y, Y, Yes”
Voice disordersMasalah dengan pangkal tenggorokan atau suara melalui hidung atau tenggorokanSuara yang tinggi atau berdengung

Karena mempengaruhi belajar, gangguan bahasa (languange disorder) seringkali lebih serius. Gejala dari languange disorder meliputi:
  1. Jarang berbicara, meskipun selama bermain
  2. Menggunakan sedikit kata-kata atau sangat sedikit kalimatnya
  3. Sangat mengandalkan pada gerak tubuh di dalam berkomunikasi

Sebab gangguan bahasa (languange disorders) meliputi hilangnya pendengaran, kerusakan otak, gangguan belajar, retardasi mental, beberapa masalah emosional, dan ketidakseimbangan pengalaman perkembangan di dalam tahun-tahun awal anak.

Jika guru mencurigai gangguan kecepatan atau bahasa, mereka harus menerim perbedaan di dalam perhatian. Pelajar dengan gangguan komunikasi membutuhkan bantuan di dalam kecepatan dan bahasa secara khusus.

Membantu Pelajar dengan Gangguan Komunikasi

Tugas utama bagi guru bekerja dengan pelajar yang mengalami gangguan komunikasi meliputi identifikasi, menerima, dan melaksanakan pengajaran selama di kelas. Sebagaimaana exceptionalities, guru memegang peranan penting di dalam mengidentifikasi karena mereka di dalam posisi terbaik untuk menilai kemampuan komunikasi pelajar di dalam kelas. Modeling dan memberikan dukungan adalah krusial karena sindiran dan penolakan sosial dapat menyebabkan masalah emosional yang menetap. Ini tidak mudah bagi pelajar yang erbicara secara berbeda atau siapa yang tidak dapat berkomunikasi secara lancar. Berinteraksi dengan pelajar ini, seorang guru harus sabar di dalam menghadapi masalah. Juga, kooperative untuk mempraktekkan keterampilan bahasa di dalam lingkungan informal dan lingkungan yang sedikit mengancam.

6. Gangguan Penglihatan (Visual Disabilities)

Gangguan penglihatan suatu kelemahan di dalam penglihatan yang mengganggu belajar. Gangguan serius penglihatan hampir terjadi sejak lahir, dan kebanyakan anak diketahui memiliki masalah ketika akan masuk sekolah dasar. Beberapa masalah penglihatan nampak selama tahun-tahun sekolah sebagai hasil dari dorongan pertumbuhan, bagaimanapun, guru harus tetap waspada terhadap kemungkinan kerusakan pelajar yang tidak dapat diprediksi. Beberapa gejala masalah penglihatan sebagai berikut:

  • Posisi kepala janggal ketika membaca, atau cara meletakkan buku terlalu dekat atau terlalu jauh
  • Mengedipkan mata dan seringkali menggosokkan mata
  • Menghilang ketika informasi ada di papan tulis
  • Secara terus menerus bertanya mengenai prosedur kelas, terutama ketika informasi di papan tulis
  • Komplain mengenai sakit kepala, pusing, mual
  • Mata merah, mengeras atau bengkak
  • Kehilangan tempat di garis atau halaman dan pusing dengan hurup
  • Menggunakan ruang yang sederhana di dalam menulis atau kesulitan di dalam menetap di garis.


Bekerja dengan Pelajar yang Memiliki Gangguan Penglihatan

Saran untuk bekerja dengan pelajar dengan gangguan penglihatan meliputi mereka duduk dekat dengan papan tulis dan di atas, mengungkapkan dengan kata-kata ketika menulis di papan tulis, dan memberikan duplikat handouts secara jelas. Mencetak buku-buku dan membesarkan tujuan yang dapat digunakan untuk menyesuaikan materi pengajaran. Tutoring teman sebaya yang dapat memberikan bantuan di dalam menerangkan dan menjelaskan tugas dan prosedur-prosedur. Rendahnya harga diri dan keadaan tidak berdaya di dalam belajar adalah dua kemunkinan efek yang terjadi dari gangguan penglihatan.

7. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat menyulitkan belajar anak. Anak yang tuli secara lahir atau menderita tuli saat masih anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya.

Gangguan pendengaran hasil dari rubella (cacar air German) selama dalam kehamilan, keturunan, komplikasi selama kelahiran atau kehamilan, meningitis (radang selaput), dan penyakit anak-anak lainnya. Kebanyakan 40% kasus kehilangan pendengaran, sebabnya tidak diketahui; hal ini menyebabkan pencegahan dan pertolongan lebih sulit.

Bekerja dengan Pelajar yang Memiliki Gangguan Pendengaran

Kurangnya kecakapan di dalam bicara dan di dalam bahasa adalah masalah belajar akibat dari gangguan pendengaran. Masalah ini mempengaruhi belajar yang mengandalkan membaca, menulis, dan menulis---sumber utama dari informasi di dalam kelas. Guru harus mengingat bahwa kekurangan bahasa memiliki sedikit hubungan dengan intelligence; pelajar dapat sukses jika diberikan bantuan yang tepat.

Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan di luar kelas reguler. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori: pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain mengguankan metode membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca), dan sejenisnya. Pendekatan manual adalah dengan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang melambangkan kata. Pengejaan jari adalah “mengeja” setiap kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata. Pendekatan oral dan manual dipakai bersama untuk mengajar murid yang mengalami gangguan pendengaran (Hallan & Kauffman dalam Santrock, 2007).

Adapun adaptasi pengajaran untuk membantu pelajar dengan gangguan pendengaran meliputi:

  • Menambah presentasi yang berhubungan dengan pendengaran dengan informasi visual dan memberikan pengalaman
  • Berbicara secara jelas dan melihat diri kamu sendiri sehingga pelajar dapat melihat wajah kamu.
  • Meminimalisir gangguan kebisingan
  • Seringkali mengecek pemahaman


Hal lain yang juga membantu adalah tutoring teman sebaya dan bekerja di dalam kelompok kerjasama dengan pelajar yang memiliki gangguan pendengaran. Mengajarkan pelajar yang tidak mengalami gangguan dasar akan bahasa isyarat dan mengeja jari menyediakan dimensi tambahan di dalam pendidikan.

Indikator Gangguan Pendengaran

  • Lebih senang memiringkan kepala ke arah pembicara atau menutup tangan disamping telinga
  • Salah faham atau tidak mengikuti aturan, dan membangun isyarat nonverbal (ex, mengerutkan dahi atau terlihat bingung) ketika diberikan pesan.
  • Menjadi bingung atau nampak kehilangan arah suatu waktu
  • Bertanya kepada orang untuk mengulang apa yang sudah mereka katakan
  • Lemahnya artikulasi kata, khususnya konsonan
  • Menyalakan recording, radio, atau televisi dengan suara yang keras
  • Menunjukkan keengganan untuk mempraktekkan aktivitas lisan
  • Sering sakit telinga atau komplain mengenai telinganya merasa tidak nyaman atau berdengung.


Penempatan dan Pelayanan

Anak penderita keyidakmampuan dapat ditempatkan di berbagai setting, dan serangkaian pelayanan dapat dipakai untuk meningkatkan pendidikan mereka.

Penempatan. Penempatan anak dengan ketidakmampuan di susun dari tempat yang kurang restriktif sampai ke yang paling restriktif (Deno dalam Santrock, 2007):

  • Kelas reguler dengan dukungan pengajaran tambahan di kelas reguler
  • Sebagian waktu dihabiskan di ruang sumber daya
  • Penempatan full-time dalam kelas pendidikan khusus
  • Sekolah khusus
  • Instruksi rumah
  • Instruksi di rumah sakit atau instansi lain


Pelayanan. Pelayanan untuk anak dapat disediakan oleh guru kelas reguler, guru sumber daya, guru pendidikan khusus, konsultan kolaboratif, profesional lain, atau tim interaktif.

Selain itu ada hal lain yang perlu diperhatikan di dalam kesuksesan berlangsungnya pemberian pelayanan dan pendidikan, yaitu peran orang tua dan teknologi.

Dua tipe teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendidikan anak penderita ketidakmampuan adalah teknologi pengajaran (instruksional) dan teknologi asistensi (bantuan) (Blackhurst, dalam Santrock 2007).

Teaching Strategies Guru Kelas Reguler untuk Menangani Anak Penderita Ketidakmampuan:

  1. Jalankan rencana pendidikan individual untuk setiap anak
  2. Dorong sekolah untuk memberikan tambahan dukungan dan training cara mengajar anak yang menderita gangguan
  3. Gunakan dukungan yang tersedia dan cari lain
  4. Pelajari dan pahami tipe-tipe anak dengan ketidakmampuan di kelas
  5. Berhati-hatilah dalam memberi label anak yang mengalami ketidakmampuan
  6. Ingat bahwa anak penderita ketidakmampuan mendapat banyak manfaat dari strategi pengajaran yang sama dengan yang diberikan pada anak tanpa ketidakmampuan. Strategi tersebut antara lain: (1) Penuh perhatian, menerima, dan sabar. (2) Memiliki eskpektasi positif terhadap pembelajaran. (3) Membantu anak mengembangkan keahlian komunikasi, sosial, dan juga keahlian akademiknya. (4) Rencanakan dan susun kelas secara efektif. (5) Bersemangat dan bantu anak agar termotivasi belajar. (6) Pantau pembelajaran anak dan beri umpan balik yang efektif.
  7. Bantu anak yang tidak menderita ketidakmampuan untuk memahami dan menerima anak yang menderita ketidakmampuan
  8. Selalu cari informasi terbaru tentang teknologi yang tersedia untuk mendidik anak yang menderita ketidakmampuan.


Daftar Pustaka

  1. Eggen, P & Kauchak, D.P. 2004. Educational Psychology; Windows on Classrooms. 6-th ed. USA: Pearson Merril Prentice Hall
  2. Golver, A. J. Roger, H. Bruning. 1999. Educational Psychology. Boston Toronto: Little Brown Company.
  3. Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


Sekian artikel tentang Anak Berkebutuhan Khusus (Pelajar-Pelajar yang Luar Biasa).
Viewing all 293 articles
Browse latest View live