Pengertian dan Konsep Dasar Penelitian Kualitatif Menurut Ahli - Dalam artikel ini akan membahas mengenai: hakikat dan prinsip dasar penelitian kualitatif, perspektif metode kualitatif, konsep dasar penelitian kualitatif. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami hakikat (prinsip) dan konsep dasar penelitian kualititatif.
Latar Belakang
Paradigman dalam ilmu sosial dan manusia
1. Paradigm Positivistik
2. Paradigman Fenomenologis / Interpretative
Kritik terhadap pendekatan kuantitatif-positivistik
Berikut adalah sumber tambahan bacaan yang bukan saya tulis sendiri akan tetapi yang coba saya rangkum dari beberapa sumber.
Pengertian Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigm, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Perspektif, strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam. Secara umum dalam penelitian kualitatif terdapat hal-hal berikut :
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai penelitian yang temuan- temuanya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lain. Contohnya, dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat hidup, dan prilaku seseorang, peranan organisasi, gerakan social, atau hubungan timbale balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.
Bodgan dan Taylor (1975: 5) mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskristif berupa kata-kata tulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini di arahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan.
Pengajian penelitin kualitatif atau inkuiri alamiah telah di lakukan terlebih dahulu oleh williem dan rauscha ( 1969), kemudian hasil mereka di ulas lagi oleh guba dan ahirnya di simpilkan atas dasar tersebut beberapa hal sebagai berikut:
Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan, angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002).
Menurut Creswell (2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya. Lebih jelasnya, pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
Lebih jauh, Creswell menjelaskan bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi terhadap multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang terlibat di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman individu, dan sejarah.
Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam. Lincoln dan Guba (1982) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk membangun ideografik dari body of knowledge, sehingga cenderung dilakukan tidak untuk menemukan hukum-hukum dan tidak untuk membuat generalisasi, melainkan untuk membuat penjelasan mendalam atau ekstrapolasi atas obyek tersebut.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertujuan memperoleh teori-teori atau hukum-hukum hubungan kausalitas yang general yang memungkinkan peneliti melakukan prediksi dan pengendalian seperti yang dilakukan pada penelitian ilmu alam, penelitian kualitatif berupaya membangun pemahaman (verstehen) dan penjelasan atas perilaku manusia sebagai mahkluk sosial (Muhadjir, 2000).
Penelitian kualitatif bermaksud menggali makna perilaku yang berada dibalik tindakan manusia. Interpretasi makna terhadap perilaku ini tidak dapat digali melalui verifikasi teori sebagai generalisasi empirik, seperti yang dilakukan pada panelitian kuantitatif. Dengan kata lain, penelitian kualitatif bermaksud memahami obyeknya, tetapi tidak untuk membuat generalisasi melainkan membuat ekstrapolasi atas makna di balik obyeknya tersebut. Para peneliti kualitatif mengungkapkan dan menjelaskan kenyataan adanya makna yang menyeluruh dibalik obyek yang ditelitinya, yang terbentuk dari keterhubungan berbagai nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan, bukan dari ekstrasi atau turunan dari konteks pengertiannya yang menyeluruh, seperti pernyataan David dan Sutton (2004) berikut ini:
Untuk mengkaji realita kehidupan secara menyeluruh, tidak dapat dilakukan hanya melalui pengalaman seseorang yang bersifat individual, tetapi harus melalui mempertimbangkan jalinan antar individu anggota kelompok masyarakat yang diteliti. Kehidupan itu sendiri terdiri dari unit-unit, baik individu maupun kelompok yang saling terkait dalam suatu jaringan yang saling mendukung dan melengkapi, sehingga tidak dapat hanya dipandang dari satu sisi saja. Pada dasarnya, untuk menggambarkan kehidupan manusia, kajian penelitian tidak dapat dilakukan dengan memisahkan dan mereduksinya menjadi unit-unit yang saling terpisah, seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif. Singkatnya, mengkaji kehidupan manusia secara holistik dapat lebih bermakna daripada melihatnya dalam kondisi terpisah-pisah. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam pernyataan berikut ini:
Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif yang mempunyai kebebasan berkemauan dan berkehendak, yang perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budayanya, dan perilakunya yang seringkali tidak didasarkan oleh hukum sebab-akibat seperti yang terdapat pada hukum-hukum alam. berbeda dengan benda yang sekedar dapat bergerak seperti yang diamati dalam penelitian ilmu alam, manusia adalah mahkluk sosial yang dapat bertindak dan berkehendak atas dasar berbagai alasan-alasan humanistik, sehingga seringkali tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan yang mekanistik. Karena pada dasarnya manusia tidak sepenuhnya merupakan benda atau mahkluk yang mekanistis, cara-cara mekanistik yang menggunakan pendekatan kuantifikasi tidak tepat digunakan untuk menelitinya.
Untuk mencapai hal tersebut, penelitian kualitatif lebih menekankan pada bahasa atau linguistik sebagai sarana penelitiannya. Sarana bahasa lebih mampu untuk mengungkapkan perasaan, nilai-nilai yang berada dibalik perilaku manusia (Lawson dan Garrod dalam Daivid dan Sutton, 2004). Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa (Suriasumantri, 2007). Bahasa merupakan cerminan ungkapan perasaan dan nilai-nilai manusia.
Manusia hidup adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya ke dalam bentuk perbuatan dan pengunkapan linguistik, baik lisan maupun tertulis. Tindakan dan ucapan merupakan satu kesatuan yang dibutuhkan untuk merefleksikan perasaan dan pikiran seseorang. Jatidiri manusia pada prinsipnya berkaitan erat dengan fungsi dirinya sebagai pemakai bahasa. Tanpa kemampuan berbahasa yang baik, manusia tidak mampu berpikir dan mengungkapkan hasilnya secara sistematis dan teratur.
Disamping itu, bahasa mencerminkan tradisi, nilai dan budaya masyarakat yang menggunakannya. Makna dibalik bahasa yang digunakan suatu masyarakat mencerminkan konteks budaya dan lingkungannya. Perilaku tindakan dan penggunaan bahasa merupakan satu kesatuan yang membentuk norma-norma yang diciptakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, melalui sarana bahasa, penelitian kualitatif mampu mengangkat pluralisasi hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara lebih mendalam (Flick, 2002). Sarana ukuran atau angka yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif memang bersifat obyektif, solid, tidak terbantahkan dan obyektif, tetapi tidak dapat menggambarkan detail-detail penjelasan perbedaan dalam cara memandang terhadap makna secara mendalam.
Sementara itu, meskipun penggunaan sarana bahasa di dalam penelitian kualitatif dianggap menyebabkan hasil penelitian bersifat subyektif, tetapi biasanya kaya akan detail makna yang berada dibalik tradisi, budaya dan perilaku manusia dan masyarakat yang diteliti. Subyektifitas itu sendiri secara alamiah muncul karena hasil penelitian sangat terkait dengan konteks lingkungan penelitian, sehingga memiliki perbedaan terhadap hasil penelitian yang terdapat di tempat lain.
Agar mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna yang berada dibalik obyek yang diteliti, Denzin dan Lincoln (1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus dilaksanakan pada kondisi alami. Guba dan Lincoln (1985) menyebut pendekatan penelitian yang demikian sebagai pendekatan naturalistik. Menurut pendekatan ini, data penelitian harus diperoleh pada kondisi dan situasi yang sebenarnya, atau bukan di laboratorium. Pengamatan pada lingkungan alami akan menunjukkan hubungan antara tindakan dan linguistik digunakan dalam kondisi yang sebenarnya secara alamiah, dengan konteks lingkungan yang mempengaruhinya. Jika pengamatan terhadap tindakan dan bahasa dilakukan dil aboratorium, dapat diibaratkan seperti pengamatan yang dilakukan pada sebuah panggung sandiwara. Observasi penggunaan lingustik pada konteks alamiah yang sebenarnya dapat mengungkapkan fungsi lingustik tidak hanya sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang, tetapi menggambarkan peran pentingnya di dalam pemanfaatan nilai-nilai budaya dan tradisi di dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
Sebagian besar penulis dan peneliti mensyaratkan bahwa pengambilan data penelitian kualitatif harus dilakukan sedekat mungkin, bahkan beberapa metoda penelitian kualitatif, seperti metoda penelitian ethnografi, mensyaratkan penelitinya terlibat langsung di dalam setting yang ditelitinya, seperti yang dijelaskan oleh Patton (2001) berikut ini:
Oleh karena itu, data penelitian kualitatif tidak hanya berupa kondisi perilaku masyarakat yang diteliti, tetapi juga kondisi dan situasi lingkungan disekitarnya. Untuk mencapai hal tersebut jenis data yang digunakan bervariasi, diantaranya adalah pengalaman personal, introspektif, sejarah kehidupan, hasil wawancara, observasi lapangan, perjalanan sejarah dan hasil pengamantan visual, yang menjelaskan momen-momen dan nilai-nilai rutinitas dan problematik kehidupan setiap individu yang terlibat di dalam penelitian. Lebih jelasnya, perhatikan dua pengertian komprehensif penelitian kualitatif, berikut ini:
Qualitative research is multimethod in focus, involving an interpretive, naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of, or interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials - case study, personal experience, introspective, life story, interview, observational, historical, interactional, and visual texts - that describe routine and problematic moments and meanings in individuals’ lives. Accordingly, qualitative research deploys wide range of interconnected methods, hoping always to get a better fix on the subject matter at hand (Denzin 1994, hal. 2).
Untuk memenuhi kebutuhan data yang beranekaragam tersebut, penelitian kualitatif menggunakan berbagai metoda pengumpulan data, seperti wawancara individual, wawancara kelompok, penaelitian dokumen dan arsip, serta penelitian lapangan. Antara metoda satu dengan yang lainnya tidak saling terpisah, tetapi saling berkaitan dan saling mendukung untuk menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh dari suatu metoda disalingsilangkan dengan data yang diperoleh melalui metoda yang lain, sehingga menghasilkan data yang dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kenyataan (reliabel).
Untuk menjalankan tuntutan metoda yang demikian, penelitian kualitatif menempatkan manusia sebagai figur terpenting dalam penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantiatif yang menempatkan kuisener, rumus matematika dan statistik sebagai instrumen pengumpulan dan pengolahan data, penelitian kualitatif memposisikan manusia sebagai instrumen utama penelitian. Peneliti sebagai manusia berhubungan langsung dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pengumpulan, analisis dan interpretasi data. Oleh karena itu, realita yang berhasil digali dan ditemukan melalui penelitian kualitatif sering dianggap bersifat subyektif, karena sangat tergantung dari kapasitas dan kredibilitas pihak-pihak yang terkait, baik peneliti maupun partisipan yang terlibat di dalamnya (Golafshani, 2003).
Untuk menghindari temuan yang subyektif, penelitian kualitatif menggunakan bermacam sumber data. Denzin dan Lincoln (2005) menjelaskan bahwa sumber data yang dipergunakan diantaranya adalah catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman dan berbagai artefak, dokumen atau arsip yang terdapat di lapangan. Setiap sumber data tersebut disalingsilangkan agar data yang diperoleh dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kebutuhan (reliabel).
Untuk mencapai hal tersebut, metoda yang dipergunakan adalah metoda triangulasi, yaitu metoda yang menggunakan beberapa sumber data untuk mencapai konvergensi data sehingga mencapai data yang valid (Golafshani, 2003). Secara khusus, Lincoln dan Guba (1985), menyebut reabilitas di dalam penelitian kualitatif dipenuhi melalui kredibilitas (credibility) partisipan, konsistensi (consistent) dan transferabilitas (transferability) temuan. Sedangkan validitas dapat dicapai melalui kualitas (quality) data, ketepatan (rigor) dan kejujuran (trustworthiness) pengungkapannya.
Berdasarkan pembahasan di depan, maka secara hakikat keilmuan, karakteristik penelitian kualitatif dapat disimpulkan sebagai berikut:
Secara ontologis, penelitian kualitatif memandang realita terbentuk dari hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan berdasarkan sistem makna individu. Oleh karena itu, fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas dengan konteksnya. Hal ini perlu dilakukan karena tingkah laku sebagai fakta tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang bebas nilai dan bebas konteks.
Subyek penelitian kualitatif adalah tingkah laku manusia sebagai individu yang menjadi anggota masyarakat. Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu dengan kepribadiannya dan pada interaksi antara pendapat internal dan eksternal tingkah laku seseorang terhadap latar belakang kehidupan sosialnya. Para peneliti kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan yang terbentuk secara alami seiring dengan perjalanan sejarah, yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, tugas peneliti adalah menemukan kebenaran dibalik keteraturan itu pada umumnya dan khususnya nilai-nilai yang melatarbelakanginya, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori atau aturan yang ada.
Jadi, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk melakukan eksplorasi atas teori dari fakta di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Penelitian kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai landasan untuk melakukan verifikasi.
Secara epistemologis, di dalam penelitian kualitatif, proses penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan hasil yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen utama pengumpul data merupakan salah satu karakteristik utama penelitian kualitatif. Hanya dengan keterlibatan peneliti dalam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis dan ekstrapolasi. Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep dan kateori-kategori, jadi bukan dalam bentuk frekuensi. Untuk mencapai hal tersebut, sarana berpikir yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi bahasa, yang ditempuh dengan cara merubah data ke dalam penjelasan-penjelasan yang bersifat formulatif. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu makna ke makna lainnya, kemudian dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
Secara aksiologis, konsep atau teori yang diperoleh dari proses penelitian kualitatif dapat dimanfaatkan untuk membangun kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan kepada nilai-nilai dasar kehidupan mereka sendiri. Nilai-nilai yang digali melalui interaksi antara peneliti dengan partisipannya dapat menghasilkan teori lokal dan spesifik yang dapat merepresentasikan kehidupan sosial, budaya dan tradisi, yang terkritalisasi melewati sejarah kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti.
Pemanfaatan nilai-nilai spesifik tentu saja akan sangat sesuai dengan kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti. Apabila nilai-nilai yang bersifat lokal dan spesifik tersebut hendak digeneralisasikan dan dimanfaatkan pada lokasi atau kasus yang lain, harus melalui proses khusus yang disebut sebagai transferabilitas. Proses tranferabilitas biasanya dilakukan melalui serangkaian proses dialog teori yang memperbandingkan antara konsep atau teori yang ditemukan dengan teori yang ada dan telah diakui. Melalui proses tersebut, nilai-nilai yang bersifat lokal, spesifik dan kontekstual dapat di dkonfirmasikan terhadap teori-teori general sebagai upaya untuk memberikan ilustrasi kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaatnya di dalam pembangunan kehidupan masyarakat secara umum.
Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian dan Konsep Dasar Penelitian Kualitatif Menurut Ahli.
Daftar Pustaka
Latar Belakang
- Tradisi dalam metode penelitian ilmu psikologi menggunakan kerangka berpikir ilmu alam dalam menjelaskan batasan mengenai apa yang dianggap ilmiah.
- Pendekatan ilmu alam: perlunya menemukan dan mengikuti hukum-hukum pasti dalam melaksanakan penelitian seperti: reliabilitas, validitias, replikasi dsb.
- Penelitian-penelitian positivistik memberikan warna dalam perkembangan psikologi.
- Penelitian positivistik menekankan pada cara berfikir linier “cause-effect”; hubugan linier antara variable bebas dan tergantung
- Hal ini terlihat dari banyaknya hasil penelitian dan buku yang menggunakan kerangka berpikir yang positivistik
- Pendekatan kuantitatif tidak selalu di bawah payung positivistik, yang lebih dikenal dalam psikologi adalah pendekatan kuantitatif yang positivistik
- Lalu adakah pendekatan selain positivistik dalam menjabarkan fenomena sosial?
- Kualitatif-interpretif sudah banyak digunakan dalam penelitian lainnya seperti: antropologi dan sosiologi, namun jarang digunakan dalam kajian psikologi
- Penyebabnya: kebingungan menyangkut peran dan posisi teori, cara menganalisa dan menginterpretasi.
![]() |
image source: |
Paradigman dalam ilmu sosial dan manusia
1. Paradigm Positivistik
- Ilmu didasarkan pada hukum-hukum dan prosedur-prosedur baku bukan “common sense”
- Ilmu bersifat deduktif (umum-khusus)
- Ilmu bersifat nomotetik: didasarkan pada hukum-hukum kausal yang universal.
- Ilmu pengetahuan bersumber dari indra
2. Paradigman Fenomenologis / Interpretative
- Dasar untuk menjelaskan peristiwa sosial dan manusia menggunakan “common sense”. Pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalamnya. Dari hal tersebutlah langkah awal penelitian ilmu-ilmu sosial
- Pendekatan induktif (khusus-umum)
- Ilmu bukan bersifat nomotetis tapi idiografis (khusus)
- Pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui indra, akan tetapi pemahaman dan penginterpretasiaan jauh lebih penting.
Kritik terhadap pendekatan kuantitatif-positivistik
- Fenomena sosial bukan di luar individu, tetapi berada dalam benak (interpretasi) individu.
- Objektivitas dianggap tidak dapat sepenuhnya dicapai, meskipun usaha tertentu sudah dilakukan (pengendalian eksperimen).
- Objektif hanyalah ilusi, proses standarisasi mengarah pada diubahnya dunia sosial menjadi dunia yang artifisial yang sama sekali berbeda dari dunia nyata.
- Penekanan pada kuantifikasi dan jumlah seringkali menghasilkan ‘makna’ yang lebih dekat dengan keyakinan-keyakinan peneliti daripada makna yang hidup di kepala subjek penelitian
- Penggunaan hipotesa menghalangi kemungkinan munculnya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang berbeda, memaksa responden untuk memberikan jawaban sesuai pilihan jawaban yang tersedia. Yang berakibat pada temuan yang diperoleh sangat terbatas.
Berikut adalah sumber tambahan bacaan yang bukan saya tulis sendiri akan tetapi yang coba saya rangkum dari beberapa sumber.
Pengertian Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigm, strategi, dan implementasi model secara kualitatif. Perspektif, strategi, dan model yang dikembangkan sangat beragam. Secara umum dalam penelitian kualitatif terdapat hal-hal berikut :
- Data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat ditranporsikan sebagai data verbal
- Diorentasikan pada pemahaman makna baik itu merunjuk pada ciri, hunngan sistematika, konsepsi, nilai, kaidah dan abstraksi formula pemahaman.
- Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal yang diteliti
- Mengutamakan peran peneliti sebagai instrument kunci.
Istilah penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai penelitian yang temuan- temuanya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lain. Contohnya, dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat hidup, dan prilaku seseorang, peranan organisasi, gerakan social, atau hubungan timbale balik. Sebagian datanya dapat dihitung sebagaimana data sensus, namun analisisnya bersifat kualitatif.
Bodgan dan Taylor (1975: 5) mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskristif berupa kata-kata tulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini di arahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan.
Pengajian penelitin kualitatif atau inkuiri alamiah telah di lakukan terlebih dahulu oleh williem dan rauscha ( 1969), kemudian hasil mereka di ulas lagi oleh guba dan ahirnya di simpilkan atas dasar tersebut beberapa hal sebagai berikut:
- Penelitian kualitatif adalah penelitian inkuiri naturalistic atau alamiah.
- Sejauah mana tingkat kenaturalistikannya merupakan kemapuan yang di lakukan oleh peneliti.
- Peneliti harus mampu memberikan stimulus atau kondisi anteseden yang mampu di respons oleh informan.
- Peneliti harus mampu mengatasi respons dari subjek informansehingga hanya respons yang sesuai dengan tema saja yang di sampaikan informan.
- Inkuiri naturalistic, peneliti tidak perlu konsepsi-konsepsi atau pemahaman teoretik tertentu mengenai lapangan.
- Istilah naturalistic merupakan istilah yang tidak memodifikasi gejala-gejala.
Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan, angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002).
Menurut Creswell (2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya. Lebih jelasnya, pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
A qualitative approach is one in which the inquirer often makes knowledge claims based primarily on constructivist perspectives (i.e. the multiple meanings of individual experiences, meanings socially and historically constructed, with an intent of developing a theory or pattern) or advocacy/ participatory perspectives (i.e. political, issue-oriented, collaborative or change oriented) or both (Creswell, 2003, hal.18).
Lebih jauh, Creswell menjelaskan bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi terhadap multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang terlibat di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman individu, dan sejarah.
Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam. Lincoln dan Guba (1982) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk membangun ideografik dari body of knowledge, sehingga cenderung dilakukan tidak untuk menemukan hukum-hukum dan tidak untuk membuat generalisasi, melainkan untuk membuat penjelasan mendalam atau ekstrapolasi atas obyek tersebut.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertujuan memperoleh teori-teori atau hukum-hukum hubungan kausalitas yang general yang memungkinkan peneliti melakukan prediksi dan pengendalian seperti yang dilakukan pada penelitian ilmu alam, penelitian kualitatif berupaya membangun pemahaman (verstehen) dan penjelasan atas perilaku manusia sebagai mahkluk sosial (Muhadjir, 2000).
Penelitian kualitatif bermaksud menggali makna perilaku yang berada dibalik tindakan manusia. Interpretasi makna terhadap perilaku ini tidak dapat digali melalui verifikasi teori sebagai generalisasi empirik, seperti yang dilakukan pada panelitian kuantitatif. Dengan kata lain, penelitian kualitatif bermaksud memahami obyeknya, tetapi tidak untuk membuat generalisasi melainkan membuat ekstrapolasi atas makna di balik obyeknya tersebut. Para peneliti kualitatif mengungkapkan dan menjelaskan kenyataan adanya makna yang menyeluruh dibalik obyek yang ditelitinya, yang terbentuk dari keterhubungan berbagai nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan, bukan dari ekstrasi atau turunan dari konteks pengertiannya yang menyeluruh, seperti pernyataan David dan Sutton (2004) berikut ini:
The qualitative researcher is more interested in the fact that meanings come in packages, wholes, ways of life, belief system and so on. Attention to ‘meanings; in this sense is a reference to the ‘holistic’ fabic of interconnected meaning that form a way of life and wich cannot remain meaningful if they are extracted and broken down into separate units outside of their meaningful context (David dan Sutton, 2004, hal. 35).
Untuk mengkaji realita kehidupan secara menyeluruh, tidak dapat dilakukan hanya melalui pengalaman seseorang yang bersifat individual, tetapi harus melalui mempertimbangkan jalinan antar individu anggota kelompok masyarakat yang diteliti. Kehidupan itu sendiri terdiri dari unit-unit, baik individu maupun kelompok yang saling terkait dalam suatu jaringan yang saling mendukung dan melengkapi, sehingga tidak dapat hanya dipandang dari satu sisi saja. Pada dasarnya, untuk menggambarkan kehidupan manusia, kajian penelitian tidak dapat dilakukan dengan memisahkan dan mereduksinya menjadi unit-unit yang saling terpisah, seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif. Singkatnya, mengkaji kehidupan manusia secara holistik dapat lebih bermakna daripada melihatnya dalam kondisi terpisah-pisah. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam pernyataan berikut ini:
Qualitative research claims to describe lifeworlds ‘from the inside out’, from the point of view of the people who participate. By so doing it seeks to contribute to a better understanding of social realities and to draw attention to processes, meaning patterns and structural features. Those remain closed to non-participants, but are also, as a rule, not consciously known by actors caught up in their unquestioned daily routine (Flick, Kardorff, dan Steinke, 2004, hal. 3).
Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif yang mempunyai kebebasan berkemauan dan berkehendak, yang perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budayanya, dan perilakunya yang seringkali tidak didasarkan oleh hukum sebab-akibat seperti yang terdapat pada hukum-hukum alam. berbeda dengan benda yang sekedar dapat bergerak seperti yang diamati dalam penelitian ilmu alam, manusia adalah mahkluk sosial yang dapat bertindak dan berkehendak atas dasar berbagai alasan-alasan humanistik, sehingga seringkali tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan yang mekanistik. Karena pada dasarnya manusia tidak sepenuhnya merupakan benda atau mahkluk yang mekanistis, cara-cara mekanistik yang menggunakan pendekatan kuantifikasi tidak tepat digunakan untuk menelitinya.
Untuk mencapai hal tersebut, penelitian kualitatif lebih menekankan pada bahasa atau linguistik sebagai sarana penelitiannya. Sarana bahasa lebih mampu untuk mengungkapkan perasaan, nilai-nilai yang berada dibalik perilaku manusia (Lawson dan Garrod dalam Daivid dan Sutton, 2004). Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa (Suriasumantri, 2007). Bahasa merupakan cerminan ungkapan perasaan dan nilai-nilai manusia.
Manusia hidup adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya ke dalam bentuk perbuatan dan pengunkapan linguistik, baik lisan maupun tertulis. Tindakan dan ucapan merupakan satu kesatuan yang dibutuhkan untuk merefleksikan perasaan dan pikiran seseorang. Jatidiri manusia pada prinsipnya berkaitan erat dengan fungsi dirinya sebagai pemakai bahasa. Tanpa kemampuan berbahasa yang baik, manusia tidak mampu berpikir dan mengungkapkan hasilnya secara sistematis dan teratur.
Disamping itu, bahasa mencerminkan tradisi, nilai dan budaya masyarakat yang menggunakannya. Makna dibalik bahasa yang digunakan suatu masyarakat mencerminkan konteks budaya dan lingkungannya. Perilaku tindakan dan penggunaan bahasa merupakan satu kesatuan yang membentuk norma-norma yang diciptakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, melalui sarana bahasa, penelitian kualitatif mampu mengangkat pluralisasi hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara lebih mendalam (Flick, 2002). Sarana ukuran atau angka yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif memang bersifat obyektif, solid, tidak terbantahkan dan obyektif, tetapi tidak dapat menggambarkan detail-detail penjelasan perbedaan dalam cara memandang terhadap makna secara mendalam.
Sementara itu, meskipun penggunaan sarana bahasa di dalam penelitian kualitatif dianggap menyebabkan hasil penelitian bersifat subyektif, tetapi biasanya kaya akan detail makna yang berada dibalik tradisi, budaya dan perilaku manusia dan masyarakat yang diteliti. Subyektifitas itu sendiri secara alamiah muncul karena hasil penelitian sangat terkait dengan konteks lingkungan penelitian, sehingga memiliki perbedaan terhadap hasil penelitian yang terdapat di tempat lain.
Agar mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna yang berada dibalik obyek yang diteliti, Denzin dan Lincoln (1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus dilaksanakan pada kondisi alami. Guba dan Lincoln (1985) menyebut pendekatan penelitian yang demikian sebagai pendekatan naturalistik. Menurut pendekatan ini, data penelitian harus diperoleh pada kondisi dan situasi yang sebenarnya, atau bukan di laboratorium. Pengamatan pada lingkungan alami akan menunjukkan hubungan antara tindakan dan linguistik digunakan dalam kondisi yang sebenarnya secara alamiah, dengan konteks lingkungan yang mempengaruhinya. Jika pengamatan terhadap tindakan dan bahasa dilakukan dil aboratorium, dapat diibaratkan seperti pengamatan yang dilakukan pada sebuah panggung sandiwara. Observasi penggunaan lingustik pada konteks alamiah yang sebenarnya dapat mengungkapkan fungsi lingustik tidak hanya sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang, tetapi menggambarkan peran pentingnya di dalam pemanfaatan nilai-nilai budaya dan tradisi di dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya.
Sebagian besar penulis dan peneliti mensyaratkan bahwa pengambilan data penelitian kualitatif harus dilakukan sedekat mungkin, bahkan beberapa metoda penelitian kualitatif, seperti metoda penelitian ethnografi, mensyaratkan penelitinya terlibat langsung di dalam setting yang ditelitinya, seperti yang dijelaskan oleh Patton (2001) berikut ini:
Qualitative research uses a naturalistic approach that seeks to understand phenomena in context-specific settings, such as "real world setting [where] the researcher does not attempt to manipulate the phenomenon of interest" (Patton, 2001, hal. 39)
Oleh karena itu, data penelitian kualitatif tidak hanya berupa kondisi perilaku masyarakat yang diteliti, tetapi juga kondisi dan situasi lingkungan disekitarnya. Untuk mencapai hal tersebut jenis data yang digunakan bervariasi, diantaranya adalah pengalaman personal, introspektif, sejarah kehidupan, hasil wawancara, observasi lapangan, perjalanan sejarah dan hasil pengamantan visual, yang menjelaskan momen-momen dan nilai-nilai rutinitas dan problematik kehidupan setiap individu yang terlibat di dalam penelitian. Lebih jelasnya, perhatikan dua pengertian komprehensif penelitian kualitatif, berikut ini:
Qualitative research is a situated activity that locates the observer in the world. It consists of a set interpretive, material practices transform the world. They turn the world into a series of representations, including filed notes, interviews, conversations, photographs, recordings, and memos to self. This means that qualitative researches study things in their natural settings, attempting to make sense of, or interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them (Denzin and Lincoln, 2005, hal. 3).
Qualitative research is multimethod in focus, involving an interpretive, naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of, or interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials - case study, personal experience, introspective, life story, interview, observational, historical, interactional, and visual texts - that describe routine and problematic moments and meanings in individuals’ lives. Accordingly, qualitative research deploys wide range of interconnected methods, hoping always to get a better fix on the subject matter at hand (Denzin 1994, hal. 2).
Untuk memenuhi kebutuhan data yang beranekaragam tersebut, penelitian kualitatif menggunakan berbagai metoda pengumpulan data, seperti wawancara individual, wawancara kelompok, penaelitian dokumen dan arsip, serta penelitian lapangan. Antara metoda satu dengan yang lainnya tidak saling terpisah, tetapi saling berkaitan dan saling mendukung untuk menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh dari suatu metoda disalingsilangkan dengan data yang diperoleh melalui metoda yang lain, sehingga menghasilkan data yang dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kenyataan (reliabel).
Untuk menjalankan tuntutan metoda yang demikian, penelitian kualitatif menempatkan manusia sebagai figur terpenting dalam penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantiatif yang menempatkan kuisener, rumus matematika dan statistik sebagai instrumen pengumpulan dan pengolahan data, penelitian kualitatif memposisikan manusia sebagai instrumen utama penelitian. Peneliti sebagai manusia berhubungan langsung dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pengumpulan, analisis dan interpretasi data. Oleh karena itu, realita yang berhasil digali dan ditemukan melalui penelitian kualitatif sering dianggap bersifat subyektif, karena sangat tergantung dari kapasitas dan kredibilitas pihak-pihak yang terkait, baik peneliti maupun partisipan yang terlibat di dalamnya (Golafshani, 2003).
Untuk menghindari temuan yang subyektif, penelitian kualitatif menggunakan bermacam sumber data. Denzin dan Lincoln (2005) menjelaskan bahwa sumber data yang dipergunakan diantaranya adalah catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman dan berbagai artefak, dokumen atau arsip yang terdapat di lapangan. Setiap sumber data tersebut disalingsilangkan agar data yang diperoleh dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kebutuhan (reliabel).
Untuk mencapai hal tersebut, metoda yang dipergunakan adalah metoda triangulasi, yaitu metoda yang menggunakan beberapa sumber data untuk mencapai konvergensi data sehingga mencapai data yang valid (Golafshani, 2003). Secara khusus, Lincoln dan Guba (1985), menyebut reabilitas di dalam penelitian kualitatif dipenuhi melalui kredibilitas (credibility) partisipan, konsistensi (consistent) dan transferabilitas (transferability) temuan. Sedangkan validitas dapat dicapai melalui kualitas (quality) data, ketepatan (rigor) dan kejujuran (trustworthiness) pengungkapannya.
Berdasarkan pembahasan di depan, maka secara hakikat keilmuan, karakteristik penelitian kualitatif dapat disimpulkan sebagai berikut:
Secara ontologis, penelitian kualitatif memandang realita terbentuk dari hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan berdasarkan sistem makna individu. Oleh karena itu, fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas dengan konteksnya. Hal ini perlu dilakukan karena tingkah laku sebagai fakta tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang bebas nilai dan bebas konteks.
Subyek penelitian kualitatif adalah tingkah laku manusia sebagai individu yang menjadi anggota masyarakat. Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu dengan kepribadiannya dan pada interaksi antara pendapat internal dan eksternal tingkah laku seseorang terhadap latar belakang kehidupan sosialnya. Para peneliti kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan yang terbentuk secara alami seiring dengan perjalanan sejarah, yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, tugas peneliti adalah menemukan kebenaran dibalik keteraturan itu pada umumnya dan khususnya nilai-nilai yang melatarbelakanginya, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori atau aturan yang ada.
Jadi, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk melakukan eksplorasi atas teori dari fakta di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Penelitian kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai landasan untuk melakukan verifikasi.
Secara epistemologis, di dalam penelitian kualitatif, proses penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan hasil yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen utama pengumpul data merupakan salah satu karakteristik utama penelitian kualitatif. Hanya dengan keterlibatan peneliti dalam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis dan ekstrapolasi. Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep dan kateori-kategori, jadi bukan dalam bentuk frekuensi. Untuk mencapai hal tersebut, sarana berpikir yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi bahasa, yang ditempuh dengan cara merubah data ke dalam penjelasan-penjelasan yang bersifat formulatif. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu makna ke makna lainnya, kemudian dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
Secara aksiologis, konsep atau teori yang diperoleh dari proses penelitian kualitatif dapat dimanfaatkan untuk membangun kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan kepada nilai-nilai dasar kehidupan mereka sendiri. Nilai-nilai yang digali melalui interaksi antara peneliti dengan partisipannya dapat menghasilkan teori lokal dan spesifik yang dapat merepresentasikan kehidupan sosial, budaya dan tradisi, yang terkritalisasi melewati sejarah kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti.
Pemanfaatan nilai-nilai spesifik tentu saja akan sangat sesuai dengan kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti. Apabila nilai-nilai yang bersifat lokal dan spesifik tersebut hendak digeneralisasikan dan dimanfaatkan pada lokasi atau kasus yang lain, harus melalui proses khusus yang disebut sebagai transferabilitas. Proses tranferabilitas biasanya dilakukan melalui serangkaian proses dialog teori yang memperbandingkan antara konsep atau teori yang ditemukan dengan teori yang ada dan telah diakui. Melalui proses tersebut, nilai-nilai yang bersifat lokal, spesifik dan kontekstual dapat di dkonfirmasikan terhadap teori-teori general sebagai upaya untuk memberikan ilustrasi kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaatnya di dalam pembangunan kehidupan masyarakat secara umum.
Sekian artikel Ilmu Psikologi tentang Pengertian dan Konsep Dasar Penelitian Kualitatif Menurut Ahli.
Daftar Pustaka
- Alsa, A. (2003), Pendekatan kuantitatif & kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Alwasilah, C. (2003), Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif, Jakarta: Pustaka Jaya
- Creswell, W.J. (1994), Research design: qualitative & quantitative approaches, California: Sage Publications, Inc.
- Moleong, J.L. (2004), Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya
- Parker, I. (2005), Qualitative psychology: introducing radical research, UK: Open University Press
- Poerwandari, K. (2009), Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, Depok: LPSP3, Fakultas Psikolgi UI
- Sugiyono (2008), Memahami penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta